Selain itu, intelektual Muslim ini mengakui, para ulama dan pimpinan ormas-ormas Islam juga terlihat pasif dan bahkan defensif atau apologetik,
khususnya ketika kelompok teroris dan aksi-aksinya dikaitkan dengan Islam dan kaum Muslimin. ‘’Karena itu, untuk melengkapi justifikasi tidak sahnya
terorisme dan bom bunuh diri secara teologis-fiqhiyah, alasan fiqh siyasah tersebut menjadi sangat penting. Pemberantasan terorisme kini juga merupakan
pekerjaan rumah para ulama dan pimpinan ormas-ormas Islam,’’ cetusnya.
52
Azyumardi menegaskan, harus ada perubahan sikap dan paradigma untuk menolak kekerasan dan terorisme. ‘’Intinya sebagai umat beragama kita harus
hidup saling menghargai, menghormati, dan mengasihi,’’ tandasnya.
3. Prof. DR. Muhammad Quraisy Shihab, MA.
Pakar tafsir al- Qur’an Muhammad Quraish Shihab mengatakan, para tokoh Islam akan melakukan pertemuan untuk mempersempit ruang gerak
teroris di Indonesia. Pertemuan ini, kata dia, akan melibatkan berbagai tokoh dan pimpinan pesantren. Ini untuk menghindari pemanfaatan pesantren oleh
kelompok teroris. Quraish mengatakan, akar Islam di Indonesia sendiri bersifat damai. Ini bisa dilihat dari berkembangnya organisasi kemasyarakatan seperti
Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan mayoritas pesantren di Indonesia. Sifat pergerakannya, kata dia, juga transparan. Lanjut Quraish, kelompok teroris
52
www.cmm.or.idcmm-ind_more.php?id=A3477_0_3_0_M
bersifat tertutup dan memiliki pemahaman yang kaku. Ia mengatakan, tindakan teror ini juga terbawa oleh beberapa alumni perang di Afghanistan yang dulu
dibantu Amerika Serikat. Karena berbagai tekanan ideologi dan ekonomi, lanjut dia, para alumni perang ini lalu memperluas medan pertempuran.
Mereka seperti Rambo yang pulang dari Vietnam, kata dia. Masih menurut Quraish Shihab, izin memerangi kaum kafir bukan karena kekufuran atau
keengganan mereka memeluk Islam, tapi karena penganiayaan yang mereka lakukan terhadap “hak asasi manusia untuk memeluk agama yang
dipercayainya”.
53
4. KH. Hasyim Muzadi
Menyoroti berbagai aksi terorisme di Indonesia, Ketua Umum PBNU KH. Hasyim Muzadi mengatakan, cara-cara teror seperti itu bukan berjuang untuk
Islam karena justru merugikan Islam. Terorisme akan menguntungkan orang- orang yang tidak menyukai Islam karena mereka memiliki alat untuk
memojokkan Islam. Cara-cara yang ditempuh kelompok teroris yang mengatasnamakan Islam, menimbulkan kesan kalau Islam adalah agama kasar
dan kejam. Padahal, sejatinya Islam adalah agama damai. Menurutnya, aksi teror oleh sekelompok orang Islam itu mengingatkan para ulama bahwa ada
masalah di internal Islam sendiri. Ini pekerjaan rumah yang sangat besar bagi para ulama untuk memberi penafsiran Islam secara komprehensif, benar dan
53
Muhammad Quraisy Shihab, Wawasan al-Qur’an, Bandung;Mizan,1996, h.517
mencerahkan umat. Supaya tidak ada lagi anak-anak muda Islam yang memahami Islam secara sepotong-sepotong yang menyebabkan mereka
terjebak pada aksi terorisme.
54
Selain itu, Muzadi berpendapat, Pertama yang perlu kita pahami, terorisme adalah akumulasi dari berbagai faktor. Faktor pertama adalah
kesalahan persepsi terhadap agama itu. Jadi mungkin beragama benar, tapi membawakan agama di dalam masyarakat plural ini salah, jelasnya.
Faktor kedua, konflik global. Dia mengatakan personel yang berperang di Timur Tengah telah menyebar ke sejumlah negara, termasuk ke Indonesia.
Jadi semakin ada perang global di Barat lawan Timur Tengah, akan semakin banyak yang mengalir Indonesia, jelasnya. Dia berharap masyarakat dapat
membendung politik transnasional itu bagi kepentingan kebangsaan dalam wawasan keagamaan. Caranya, kata dia, memberikan wacana kepada
masyarakat bagaimana Islam yang lurus dan bagaimana cara membawakannya di dalam pluralitas. Komunitas agama, seperti NU, dapat membendung gerakan
ekstrim dari dasarnya. Namun jika sudah mengarah kepada tindakan represif, dilakukan oleh negara. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa terorisme itu tidak
54
www.suarapembaruan.comNews20051127Utamaut01.htm
tumbuh dari agama, tetapi tindakan teror tersebut tumbuh dari politik yang diagamakan.
55
5. Prof. DR.Amin Rais