Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007.
USU Repository © 2009
BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA KORUPSI
A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata korupsi berarti perbuatan yang buruk, seperti penggelapan uang penerimaan uang suap dan sebagainya.
16
Istilah korupsi berasal dari bahasa Latin, yaitu corruptio atau corruptus yang berarti menyuap. Dan selanjutnya dikatakan bahwa corruptio itu berasal dari kata
asal corrumpere yang berarti merusak.
17
Dari bahasa latin ini kemudian turun ke banyakbahasa Eropa lainnya seperti Inggris, Perancis dan Belanda. Menurut Jur
Andi Hamzah, kata korupsi dalam bahasa Indonesia adalah turunan dari Bahasa Belanda yaitu corruptie korruptie yang berarti kebusukan, keburukan, kebejatan,
ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata- kata atau ucapan yang menghina atau menfitnah.
18
Di Indonesia istilah korupsi pada awalnya bersifat umum, namun kemudian menjadi istilah hukum sejak dirumuskannya Peraturan Penguasa Militer
No. PRTPM061957 tentang Pemberantasan Korupsi. Dalam konsiderans peraturan tersebut dikatakan antara lain bahwa berhubung tidak adanya kelancaran
16
Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1984, cet. VII, hal. 524.
17
Fockema Andreae, Kamus Hukum, Bandung: Bina Cipta, 1983.
18
Jur Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, Edisi Revisi Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, hal 4.
Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007.
USU Repository © 2009
dalam usaha-usaha memberantas dalam perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan negara dan perekonomian negara yang oleh khalayak dinamakan
korupsi perlu segera menetapkan sesuatu tata cara kerja untuk dapat menerobos kemacetan usaha memberantas korupsi ... dan seterusnya ...
19
Berdasarkan konsideran peraturan tersebut, korupsi memiliki dua unsur: pertama, perbuatan yang berakibat pada kerugian perekonomian Negara. Kedua,
perbuatan yang berbentuk penyalahgunaan wewenang untuk memperoleh keuntungan tertentu.
20
… suatu perbuatan atau serentetan perbuatan yang bersifat ilegal yang dilakukan secara fisik, tetapi dengan akal bulusterselubung untuk
mendapatkan uang atau kekayaan serta menghindari pembayaran pengeluaran uang atau kekayaan atau untuk mendapatkan bisnis
keuntungan pribadi. Menurut Edelherz, dalam bukunya The Investigation of White Collar
Crime, A Manual for Law Enforcement Agencies disebutkan sebagai berikut: “White collar crime: … an illegal act or services of illegal acts committed
by nonphysical means and by concealment or guile, to obtain money or property, to avoid the payment or loss of money or property, to obtain
business or personal advantage.”
21
1. Pertama, pengertian korupsi yang berpusat pada kantor publi public
office-centered corruption, yang didefinisikan sebagai tingkah laku dan tindakan seseorang penjabat publik yang menyimpang dari tugas-tugas
publik formal untuk mendapatkan keuntungan pribadi, atau keuntungan Menurut Philip 1997 sebagaimana dikutip Munawar Fuad Noeh ada tiga
pengertian luas yang sering dipakai dalam berbagai pembahasan tentang korupsi, yaitu:
19
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1986, hal. 115. Lihat juga Edi Yunara, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Berikut Studi Kasus, Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2005, hal. 33.
20
Koeswadji, Korupsi di Indonesia; dari Delik Jabatan ke Tindak Pidana Korupsi, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994, hal. 33-35.
21
Edi Yunara, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Berikut Studi Kasus, Bandung: Citra aditya Bakti, 2005, hal. 34.
Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007.
USU Repository © 2009
bagi orang-orang tertentu yang berkaitan erat dengannya, seperti keluarga, karib kerabat, dan teman. Pengertian itu, seperti terlihat, juga mencakup
kolusi dan nepotisme, pemberian patronase lebih karena alasan hubungan kekeluargaan ascriptive daripada merit.
2. Kedua, pengertian korupsi yang berpusat pada dampak korupsi terhadap
kepentingan umum public interest-centered. Dalam kerangka ini, korupsi dapat dikatakan telah terjadi jika seseorang pemegang kekuasaan atau
fungsionaris pada kedudukan publik yang melakukan tindakan-tindakan tertentu dari orang-orang yang akan memberi imbalan apakah uang atau
yang lain, sehingga dengan demikian merusak kedudukannya dan kepentingan publik.
3. Ketiga, pengertian korupsi yang berpusat pada pasar market-centered
berdasarkan analisis tentang korupsi yang menggunakan teori pilihan publik dan sosial dan pendekatan ekonomi di dalam kerangka analisis
politik. Dalam kerangka ini, maka korupsi adalah lembaga ekstra legal yang digunakan individu-individu atau kelompok-kelompok untuk
mendapatkan pengaruh terhadap kebijakan dan tindakan birokrasi. Karena itu eksistensi korupsi jelas mengindikasikan, hanya individu dan
kelompok yang terlibat dalam proses pembuatan keputusan yang lebih mungkin melakukan korupsi daripada pihak-pihak lain.
22
Lebih lanjut Munawar Fuad Noeh menyimpulkan bahwa sedikitnya terdapat tujuh macam korupsi, yaitu:
1. Pertama, korupsi transaksional, yaitu korupsi yang melibatkan dua pihak.
Keduanya sama-sama mendapat keuntungan dan karenanya sama-sama mengupayakan secara aktif terjadinya korupsi.
2. Kedua, korupsi yang bersifat memeras, yaitu apabila pihak pertama harus
melakukan penyuapan terhadap pihak kedua guna menghindari hambatan usaha dari pihak kedua itu.
3. Ketiga, korupsi yang bersifat ontogenik, yaitu hanya melibatkan orang
yang bersangkutan. Misalnya, seseorang anggota parlemen mendukung golnya sebuah rancangan undang-undang, semata karena undang-undang
tersebut akan membawa keuntungan baginya.
4. Keempat, korupsi defensive, yaitu ketika seseorang menawarkan uang
suap untuk membela dirinya. 5.
Kelima, korupsi yang berarti investasi. Misalnya memberikan pelayanan barang atau jasa dengan sebaik-baiknya agar nantinya mendapat ’uang
terima kasih’ atas pelayanan yang baik itu.
6. Keenam, korupsi yang bersifat nepotisme. Yaitu penunjukan ’orang-orang
saya’ untuk jabatan-jabatan umum kemasyarakatan, atau bahwa ’keluarga’ sendiri mendapatkan perlakuan khusus dalam banyak hal.
7. Ketujuh, korupsi supportif, yaitu korupsi yang tidak secara langsung
melibatkan uang, jasa atau pemberian apapun. Misalnya, membiarkan
22
Munawar Fuad Noeh, Kiai di Republik Maling, Jakarta: Republika, 2005, hal. 2.
Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007.
USU Repository © 2009
berjalannya sebuah tindakan korupsi dan bersikap masa bodoh terhadap lingkungan dan situasi yang korup.
23
Syed H. Alatas yang pernah meneliti korupsi sejak Perang Dunia Kedua menyebutkan, esensi korupsi adalah melalui penipuan dalam situasi yang
mengkhianati kepercayaan. Beliau membagi korupsi membagi ke dalam tujuh macam, yaitu korupsi transaksi, memeras, investif, perkerabatan, defensif,
otogenik dan dukungan.
24
Dari bunyi pasal yang demikian, jelas Pasal 2 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2001, menghendaki agar yang disebut sebagai pelaku tindak pidana korupsi
adalah ”setiap orang”. Istilah ”setiap orang” dalam konteks hukum pidana harus dipahami sebagai orang perorangan Persoonlijkheid dan badan hukum
Rechtspersoon untuk konteks UU No. 20 Tahun 2001, para koruptor itu bisa juga korporasi lembaga yang berbadan hukum maupun lembaga yang bukan
Dalam kajian ilmu pengetahuan, korupsi merupakan objek hukum yang pada konteks di Indonesia dikategoriukan sebagai salah satu delik kasus di luar
KUHP dan pada saat ini telah diatur dalam UU No. 20 Tahun 2001, Tentang Revisi Atas UU No. 31 Tahun 1999, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi UU PTPK. Dalam Pasal 2 ayat 1 UU PTPK, disebutkan bahwa:
Setiap orang baik penjabat pemerintah maupun swasta yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memeperkaya diri sendiri atau
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 dua ratus juta dan paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 satu miliar rupiah.
23
Ibid., hal. 5.
24
Yunus Husein, Alasan Orang Banyak Korupsi, Dimuat di Harian Seputar Indonesia pada Hari Senin, 12 Juni 2006.
Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007.
USU Repository © 2009
berbadan hukum atau siapa saja, entah itu pegawai negeri, tentara, masyarakat, pengusaha dan sebagainya asal memenuhi unsur-unsur yang terkandung dalam
pasal ini. Sedangkan bagi siapa saja terbukti melakukan tindak pidanan korupsi,
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2001, akan dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4
empat tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 dua ratus juta dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 satu
miliar rupiah. Berkaitan dengan sanksi bagi pelaku tindak pidana korupsi dalam Pasal 2
ayat 1 UU PTPK, juga menegaskan bahwa apabila suatu tindak pidana korupsi dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukan bagi penanggulangan keadaan
bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penangggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak
pidana korupsi, maka para pelaku tersebut dapat dipidana mati. Menurut Darwin Prinst 2002 : 23, keseluruhan sanksi yang terdapat
dalam UU PTPK dan khususnya yang terdapat dalam Pasal 2 ayat 1 pada dasarnya menganut 3 sifat dari ancaman pidana, yakni: pertama, kata ”dan atau”
yang tertuang dalam suatu ketentuan pemidanaan, maka pemidanaan dalam ketentuan tersebut bersifat komulatif dan alternatif. Kedua, kata ”dan” yang
terdapat dalam suatu ketentuan pemidanaan, maka pemidanaan dalam ketentuan tersebut adalah bersifat komulatif. Ketiga, kata ”atau” yang tertera dalam suatu
ketentuan pemidanaan, maka pemidanaan dalam ketentuan tersebut bersifat alternatif.
25
Pasal 2 ayat 1 UU PTPK, juga menghendaki agar istilah korupsi diartikan sebagai setiap orang baik penjabat pemerintah maupun swasta yang
secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
25
Paul Sinlaeloe, Korupsi Dalam Perspektif Yuridis, http:www
. Sumbawanews.com, Selasa 18 September 07 18: 17.
Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007.
USU Repository © 2009
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Itu berarti, unsurelemen yang terkandung dalam pasal ini dan harus dibuktikan
berkaitan dengan suatu tindak pidana korupsi adalah pertama, adanya perbuatan yang mana perbuatan tersebut harus dilakukan secara melawan hukum. Kedua,
tujuan dari perbuatan tersebut yakni untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi. Ketiga, akibat perbuatan tersebut adalah dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara. 1.
Melawan Hukum Perbuatan melawan hukum dalam Pasal 2 ayat 1 UU PTPK, seharusnya
dipahami secara formil maupun secara materil. Secara formil berarti perbuatan yang disebut tindak pidana korupsi adalah perbuatan yang
melawanbertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan secara materil berarti perbuatan yang disebut tindak pidanda korupsi adalah
yang berlaku namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam
masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat di pidana. Pengertian melawan hukum secara materi Materiele Wederrechttelijkeheid
dalam Hukum Pidana diartikan sama dengan pengertian ”melawan hukum Onrechtmatige Daad” dalam pasal 1365 KUH Perdata dan ini sangat
bertentangan dengan asas legalitas yang bahasa latin, disebut: ”Nullum Delictum Nulla Poena Lege Pravie Poenali” yang dalam hukum pidana
Indonesia pengertiannya telah diadopsi dan dituangkan dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP yang berbunyi: ”suatu perbuatan tidak dapat dihukumdipidana,
kecuali berdasarkan kekuatan perundang-undangan yang telah ada”.
Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007.
USU Repository © 2009
Di dalam Yuresprudensi yang sudah ada, dalam teori hukum juga diakui bahwa suatu perbuatan dapat dikatakan melawan hukum apabila perbuatan itu
tidak saja bertentangan dengan hukum yang dalam bentuk undang-undang, tetapi bisa juga bertentangan dengan hukum yang tidak tertulis yang ditaati
oleh masyarakat.
26
1 Pertama, korupsi terjadi secara sistematis dan meluas, tidak hanya
merugikan keuangan negara, tetapi juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efifisiensi tinggi
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga digolongkan sebagai kejahatan yang luar biasa extra
ordinary crime, maka pemberantasannya harus dilakukan dengan cara- cara yang luar biasa extra ordinary efforts.
Dalam kaitannya dengan perluasan unsur melawan hukum ini, berpendapat bahwa mengikat kharateristik tindak pidana korupsi yang muncul akhir-akhir
ini, idealnya unsur perbuatan melawan hukum harus dipahami baik secara formil maupun materil karena:
2 Kedua, dalam merespon perkembangannya kebutuhan hukum dalam
masyarakat , agar dapat lebih memudahkan di dalam pembuktian sehingga dapat menjangkau berbagai modus operandi penyimpangan keuangan atau
perekonomian negara yang semakin canggih dan rumit.
27
2. Memperkaya Diri Sendiri, Oran Lain Atau Korporasi
Ada 3 point yang harus dikaji dalam unsurelemen ini berkaitan dengan suatu tindak pidana korupsi, yaitu:
1 Pertama, memperkaya diri sendiri, artinya dengan perbuatan melawan
hukum itu pelaku menikmati bertambahnya kekayaan atau harta miliknya sendiri.
2 Kedua, memperkaya orang lain, maksudnya adalah akibat dari perbuatan
melawan hukum dari pelaku, ada orang lain yang menikmati bertambahnya harta benda. Jadi, disini yang diuntungkan bukan pelaku
langsung.
26
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bogor: Penerbit Politea Bogor, 2000, hal. 294.
27
Marwan Effendi, Tindak Pidana Korupi di Indonesia Jakarta: PT Gramedia , 2002, hal. 14
Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007.
USU Repository © 2009
3 Ketika, memperkaya korporasi yakni akbat dari perbuatan mekawan
Hukum dari pelaku, suatu korporasi, yaitu kumpulan orang-atau kekayaan yang terorganisir, baik merupakan badan hukum Maupun bukan badan
hukum. Pasal 1 ayat 1 UU PTPK yang menikmati bertambahnya kekayaan atau bertambahnya harta benda.
28
Unsurelemen ini pada dasarnya merupakan unsurelemen yang sifatnya alternatif. Artinya jika salah suatu point diantara ketiga point ini terbukti,
maka unsur ”memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi” ini dianggap telah terpenuhi. Pembuktian unsurelemen ini sanagt tergantung pada
bagaimana cara orang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana korupsi memperkaya diri sendiri, memperkaya orang lain atau memperkaya korporasi,
yang hendaknya dikaitkan dengan unsur elemen ”menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan ”yang tercantum dalam Pasal 3 UU PTPK. Pasal 3 UU PTPK, disebutkan bahwa:
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 1 satu tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan atau denda paling sedikit Rp.
50.000.000,00 Lima Puluh Juta Rupiah dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 Satu Miliar Rupiah.
Dari bunyi Pasal 3 UU PTPK yang seperti ini, maka perlu dipahami bahwa yang disebut sebagai pelaku tindak pidana korupsinya adalah korporasi dan
orang-perorangan Persoonlijkheid. Namun jika dipahami secara teliti, maka kalimat ”setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan...”,
28
Paul Sinlaeloe, Op. Cit.,
Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007.
USU Repository © 2009
menunjukkan bahwa pelaku tindak pidana korupsi menurut pasal 3 UU PTPK haruslah orang-perorangan Persoonlijkheid dalam hal ini seorang
pejabatpegawai negeri. Menurut Pasal 1 ayat 2 UU PTPK, yang dimaksud dengan pegawai negeri
meliputi : 1
Pegawai Negeri sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang kepegawaian UU No. 8 Tahun 1974.
2 Pegawai Negeri sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 92 KUHP
3 Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara
4 Orang yang menerima gaji atau upah dari koorporasi lain yang menerima
bantuan dari keuangan negara atau daerah 5
Orang yang menerima gaji atau upah dari koorporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.
29
Unsurelemen menyalahgunakan wewenang, kesempata atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatan atau kedudukan dari Pasal 3 UU PPTK ini pada
dasarnya merupai unsurelemen dalam Pasal 52 KUHP. Namun, rumusan yang menggunakan istilah umum ”menyalahgunakan” ini lebih luas jika
dibandingkan dengan Pasal 52 KUHP yang merincinya dengan kata, ” ... oleh karena melakukan tindakan pidana, atau pada waktu melakukan tindak pidana
memakai kekuasaan, kesempatan atau daya upaya yang diperoleh dari jabatannya ... ”
Untuk membuktikan suatu tindak pidana korupsi berkaitan dengan unsurelemen yang bersifat alternatif ini, maka ada 3 point yang harus dikaji,
yakni : 1
Menyalahgunakan kewenangan, berarti menyalahgunakan kekuasaanhak yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan .
2 Menyalahgunakan kesempatan, berarti menyalahgunakan waktumoment
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan.
29
Ibid.,
Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007.
USU Repository © 2009
3 Menyalahgunakan sarana artinya menyalahgunakan alat-alat atau
perlengkapan yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan.
30
3. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Point yang harus dibuktikan dalam unsurelemen ” dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” berkaitan dengan suatu tindak pidana
korupsi adalah : 1
Merugikan Keuangan Negara Menurut Penjelasan Umum UU PTPK, yang dimaksud dengan keuangan
negara adalah Seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau tidak
dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak yang timbul karena :
a
berada dalam penguasaan, pengurusan, pertanggungjawaban pejabat, lembaga negara, baik ditingkat pusat maupun daerah
b berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban
BUMNBUMD, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berbasarkan perjanjian dengan negara
2 Perekonomian Negara
Menurut Penjelasan Umum UU PPTK, perekonomian negara adalah : Kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan asas kekeluargaaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakn pemerintah, baik di tingkat pusat maupun
daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bertujuan memberi mamfaat, kemakmuran, dan
kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat. Kedua point dalam unsurelemen ”dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara” ini adalah bersifat alternatif. Jadi untuk membuktikan seseorang melakukan tindak pidana korupsi atau tidak,
berkaitan dengan unsurelemen ini, maka cukup hanya dibuktikan salah satu point saja. Namun, yang harus dingat dan diperhatikan dalam
30
Ibid.,
Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007.
USU Repository © 2009
pembuktian dan dpoerhatikan dalam pembuktian unsur ini ialah kata “dapat” sebelum frasa
“merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” menujukkan bahwa Pasal 2 ayat 1 UU PTPK
mengamanatkan agar tindak pidana korupsi harus dipahami sebagai delik Formil dan bukannya delik materil.
Dari pemahaman seperti ini, maka harus disimpulkan bahwa adanya tindak pidana korupsi atau untuk membuktikan seseorang bersalah atau
koorporasi dapa disebut sebagai pelaku tindak pidana korupsi, otomatis cukup hanya dibuktikan dengan dipenuhinya unsur-unsur pembuatan
melawan hukum yang sudah dirumuskan, bukan dengan timbulnya akibat.
B. Kronologis Perkembangan Peraturan Tindak Pidana Korupsi di