Analisa Kasus Kasus LC FIKTIF BNI 46

Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 a. Menyatakan Terdakwa Ahmad Sidik Maulana Iskandardinata alias Dicky Iskandardinata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut; b. Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 20 dua puluh tahun; c. Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp.500.000.000,- limaratus juta rupiah subsider 5 lima bulan kurungan; d. Menetapkan masa tahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari lamaya pidanan yang dijatuhkan; e. Memerintahkan terdakwa tetap dalam tahanan; f. Menetapkan barang bukti dipergunakan untuk perkara lain dan dirampas untuk negara;

2. Analisa Kasus

Suatu perbuatan hukum wederrechtelijk belumlah cukup untuk menjatuhkan pidana. Disamping itu harus ada seorang pembuat yang bertanggung jawab atas perbuatannya, yaitu unsur kesalahan dalam arti kata bertanggungjawab strafbaarheid van de dader. Di mana menurut Moeljatno orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan dijatuhi pidana kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana. 59 1. Kemampuan bertanggung jawab dari orang yang melakukan perbuatan toerekeningsvatbaarheid van de dader Berkaitan dengan pertanggunjawaban pidana maka prinsip utama yang berlaku adalah adanya kesalahan schuld pada pelaku. Menurut Vos pengertian kesalahan schuld mempunyai 3 tiga tanda khusus, yaitu : 59 Moeljatno, Asas-asas hukum Pidana, jakarta : Rineka Cipta, 1993, hal.155 Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 2. Hubungan batin tertentu dari orang yang melakukan perbuatannya itu dapat berupa kesengajaan atau kealpaan 3. Tidak terdapat dasar alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban bagi si pembuat atas perbuatannya itu. 60 Mengenai pertanggungjawaban pidana, maka menurut teori hukum dikenal beberapa jenis sisitem tanggungjawab, antara lain : 1. Doktrin Identifikasi Dalam rangka mempertanggungjawabkan korporasi secara pidana, di Negara Anglo Saxon seperti di Inggris dikenal konsep direct corporate criminal liability atau Doktrin Pertanggungjawaban Pidana Langsung. Menurut Doktrin ini, perusahaan dapat melakukan sejumlah delik secara langsung melalui orang-orang yang sangat berhubungan erat dengan perusahan dan dipandang sebagai perusahaan itu sendiri. Dalam keadaan demikian, mereka tidak sebagi pengganti dan oleh karena itu pertanggungjawaban perusahaan tidak bersifat bertanggungjawaban pribadi. 61 Doktrin ini juga dikenal dengan nama The Identification doctrine atau doktrin identifikasi. 62 2. Doktrin Pertanggungjawaban Penggati Vicarous Liability Doktrin pertanggungjawaban ini dapat mengkriminalisasimenuntut korporasi dalam kebanyakan delik. Pada sisi lain, doktrin ini membatasi pertangungjawaban korporasi. Apabila kejahatan dilakukan oleh pelayankaryawan atau agen yang tidak mempunyai status sebagi pejabat senior, perusahaan tidak dapat dipertanggungjawabkan, kecuali UU menetapakan dasar pertanggungjawabkan yang lain. 60 Dwidji Priyatno, Kebijakan Legislasi Tentang Sistem Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Di Indonesia, bandung:CV Utomo, 2004, hal.34. 61 Barda Nawawi Arief, Sari kuliah perbandingan hukum pidana, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002, hal. 154. 62 Dwidja priyatni, Op.Cit., hal.89. Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 Vicarous liability menurut Barda Nawawi Arief, diartikan “pertanggungjawaban hukum seseorang atas perbuatan salah yang dilakukan oleh orang lain” the legal responsibility of one person to the wrongful acts of another. Secara singkat sering diartikan “pertanggungjawaban pengganti”. 63 3. Doktrin pertanggungjawaban yang ketat menentukan undang-undang Strict Liability atau pertanggungjawaban mutlak Absolute Liability Dari pendapat tersebut diatas, maka dapat dijelaskan bahwa menurut doktrin vicarous Liabilitiy, seseorang yang dapat dipertanggunjawabkan atas perbuatan dan keselahan orang lain. Pertanggungjawaban demikian hampir semuanya ditujukan pada delik undang-undang, dan dasarnya adalah maksud pembuat undang-undang bahwa delik ini dapat dilakukan baik secara vicarous maupun secara langsung. Sebagai ius constituendum, masalah doktrin pertanggungjawaban vicarous liability juga sudah ditampung dan diatur dalam Rancangan KUHP 1999- 2000, Pasal 32 ayat 2, yang berbunyi : “Dalam hal tertentu, seseorang dapat dipertanggungjawabkan atas tindak pidana yang dilakukan oleh orang lain, jika ditentukan dalam suatu undang-undang”. Menurut E. Sefullah Wiradipradja, pertanggungjawaban mutlak dimaksudkan tanggungjawab tanpa keharusan untuk membuktikan adanya kesalahan. Artinya prinsi tanggunjawab yang memandang ‘kesalahan’ sebagai salah suatu yang tidak relevan untuk dipermasalahkan apakah pada kenyataannya ada atau tidak. 64 63 Ibid., hal. 100. 64 Ibid., hal. 107-108. Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 Tanggung jawab mutlak adalah terjemahan dari istilah strict liability, yaitu istilah yang umumnya dipakai oleh pengadilan modern, yang berarti tanggung jawab yang dipaksakan kepada pelaku yang tidak merupakan : a. Perbuatan yang bermaksud untuk menggerogoti kepentingan seseorang yang dilindungi oleh hukum, tanpa sesuatu pembenaran hukum terhadap penggerogotan tersebut atau b. Pelanggaran terhadap kewajiban seseorang dalam hal dia bertingkah laku secara layak terhadap orang lain reasonable care, yaitu berupa kelalaian negligence yang dapat dituntut ke pengadilan. 65 Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa sering dipersoalkan, apakah strict liability itu sama dengan absolute liability. Mengenai hal ini ada dua pendapat. Pendapat pertama menyatakan, bahwa strict liability merupakan absolute liability. Alasan atau dasar pemikiranya ialah, bahwa dalam perkara strict liability seseorang telah melakukan perbuatan terlarang actus reus sebagai mana dirumuskan dalam undang-undang sudah dapat dipidana tanpa mempersolakan apakah si pelaku mempunyai kesalahan men rea atau tidak. Undang-undang harusmutlak dapat dipidana. Pendapat kedua menyatakan, bahwa strict liability bukan absolute liability, artinya orang yang telah melakukan perbuatan terlarang menurut undang-undang tidak harus atau belum tentu dipidana. 66 Strict liability ialah suatu konsepsi yang tidak memerlukan pembuktian adanya sengaja dan alpa pembuat delik. Biasanya strict liability hanya untuk regulatory offences. 67 a. Esensial untuk menjamin bahwa peraturan hukum yang penting tertentu demi kesejahteraan masyarakat harus ditaati. A.Z. abidin meneybutkan tiga alasan diterimanya strict liability terhadap delik-delik tertentu. b. Pembuktian mens rea sikap batin si pembuat terhadap delik-delik serupa sangat sulit. c. Suatu tingkat tinggi ‘bahaya sosial’ dapat membenarkan penafsiran suatu delik yang menyangkut strict libility. 68 Majelis Hakim PN Jakarta Selatan dalam perkara No.114Pid.B2006PN.Jak.Sel, yang menyatakan terdakwa Ahmad Sidik Mauladi 65 Edi Yunara, Op.cit., hal.22. 66 Barda Nawawi Arief, Op.Cit., hal. 31-32. 67 Jur Andi Hamzah, Op.Cit., hal.95. 68 Ibid., Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 Iskandaradinata alias Dicky Iskandardinata bersalah melanggar pasal 94 ayat 1 UU No. 15 Tahun 2001. untuk mengtahui apakah terdakwa Jusmerycris Purba telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar ayat 2 Pasal 1 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP, maka harus terlebih dahulu diketahi apakah semua unsur dalam pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP telah terpenuhi atau tidak. 1 Setiap Orang Menurut martiman Prodjohanidjojo, menyebutkan bahwa setiap orang adalah subyek hukum tindak pidana korupsi 69 dan menurut Subekti mendefinisikan subyek hukum pembawa adalah hak atau subyek dalam hukum 70 , sedangkan menurut Sudigno Mertokusumo mendefinisikan subyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukumm. 71 Setiap orang yang dimaksud disini adalah orang sebagai subyek hukum, dalam hal ini undang-undang tidak membedakan tiap orang apakah ia sebagai orang perorangan in person ataukah orang sebagi badan hukum, yang dalam Berdasarkan pasal 1 ayat 3 UU TPPK menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi , dan yang dimaksud dengan korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan merupakan badan hukum pasal 1 ayat 1 UU TPPK. 69 Martiman Prodjohanidjojo, Penerapan Pembuktian Terbalik Dalam Delik Korupsi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, Bandung:CV Mandar Maju, 2001, hal. 13 70 Subekti, Op.Cit., hal. 19 71 Martiman Prodjohanidjojo, Op.Cit., hal. 14 Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 konteks tindak pidana yang didakwa melakukan suatu perbuatan pidana dan dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Menurut Moeljadno orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan dijatuhi pidana, kalau dia tidak melakukan delik, tetapi meskipun dia melakukan delik tidak selalu dipidana. Apabila orang yang melakukan tindak pidanan itu tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang dikecualikan dari hukum, maka ia dapat dipertanggungjawabkan. Orang yang melakukan di sini termasuk orang yang menyuruh melakukan, orang yang turut serta melakukan, atau orang yang membujuk melakukan sesuai dengan pasal 55 KUHPidana. 72 2 Secara Melawan Hukum Berdasarkan analisisdi atas unsur setiap orang telah terpenuhi. Dalam penjelasan pasal 2 ayat 1 UU TPPK menyebutkan yang dimksud dengan secara melawan hukum adalah mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materil yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dicela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana atau dikenakan nestapa. Dalam kaitannya dengan perluasan unsur melawan hukum ini, berpendapat bahawa mengingat karakteristik tindak pidana korupsi yang muncul akhir- akhir ini, idealnya unsur perbuatan melawan hukum harus dipahami baik secara formil maupun materil karena: 1 pertama, korupsi terjadi secara sistematis dan meluas, tidak hanya merugukan keuangan negara, tetapi juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga digolongkan sebagai kejahatan yang luar biasa extra ordinary crime, maka pemberanatasannya harus dilakukan dengan cara- cara yang luar biasa extra ordinary efforts. 72 Moeljatno, Op.Cit., hal.157 Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 2 Kedua, dalam merespon perkembangannya kebutuhan hukum di dalam masyarakat, agar dapat lebih memudahkan di dalam pembuktian sehingga dapat menjangkau berbagai modus operandi penyimpangan keuangan atau perekonomian negara yang semakin canggih dan rumit. 73 Menurut Adami Chazawi, istilah melawan hukum menggambarkan suatu perbuatan. Perbuatan yang tercelanya atau sifat terlarangnya suatu perbuatan. Perbuatan tercela atau dicela menurut pasal 2 adalah perbuatan memperkaya diri. Oleh karena itu perbuatan memperkaya merupakan suatu kesatuan dalam kontek rumusan tindak pidana korupsi pasal 2. memperkaya dengan cara melawan hukum yakni jika sipembuat dapat mewujudkan perbuatan memperkaya adalah tercela, dia tidak berhak untuk melakukan perbuatan dalam rangka memperoleh atau menambah kekayaannya, maka perbuatan tersebut dianggap tercela, dia tidak berhak untuk melakukan perbuatan dalam rangka memperoleh atau menambah kekayaannya, maka perbuatan tersebut dianggap tercela. 74 3 Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau oranglain atau suatu korporasi Berdasarkan analisis di atas maka unsur melawan hukum jelas telah terbukti. Pengertiang memperkaya secara harfiah adalah menjadikan ber, sedangkan kaya menjadi banyak harta uang dan sebagainya yang selanjutnya dapat disimpulkan bahwa memperkaya berarti menjadikan orang atau suatu badan belum kaya menjadi kaya, orang sudah kaya bertambah kaya. 75 73 Marwan Effendi, Op.Cit., 74 Adami Chazwi, Hukum Pidana Materiil Dan Formil Di Indonesia, Jakarta:Bayumedia Publishing, 2003, hal. 43. 75 WJS. Poerwadarminta, Op.Cit., hal. 453 Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 Menurut Keputusan Mahkamah Agung RI No.951Pid1982 tanggal 10 Agustus 1982 dan No.275KPid1983 tanggal 15 Desember 1983, memperkaya artinya memperoleh hasil korupsi, walaupun hanya sebagian. Ada 3 poin yang harus di dikaji dalam unsurelemen ini berkaitan dengan suatu tindak pidana korupsi, yaitu : a. Pertama, memperkaya diri sendiri, artinya dengan perbuatan melawan hukum itu perlu menikmati bertambahnya kekayaan atau harta miliknya sendiri. b. Kedua, memperkaya orang lain, maksudnya adalah akibat dari perbuatan melawan hukum dari pelaku, ada orang lain yang menikmati bertambahnya kekayaan atau bertambahnya harta benda. Jadi, disini yang diuntungkan bukan pelaku langsung. c. Ketiga, memperkaya korporasi, yakni akibat dari perbuatan melawan hukum dari pelaku, suatu korporasi, yaitu kumpulan orang-atau kumpulan kekayaan yang teroganisir, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum pasal 1 ayat 1 UU PTPK yang menikmati bertambahnya kekayaan atau bertambahnya harta benda. 76 Berdasarkan analisis di atas, maka unsur melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi jelas terbukti. 4 Dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. Menurut arti kata, ‘merugikan’ adalah sama artinya dengan ‘menjadi rugi atau menjadi berkurang’, sehingga dengan demikian yang dimaksud dengan unsur merugikan Keuangan Negara atau perekonomian Negara adalah sama artinya dengan menjadi ruginya atau berkurangnya keuangan Negara atau perekonomian Negara. Menurut penjelasan Umum UU PTKP, yang dimaksud dengan keuangan negara adalah : “seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak yang timbul karena : 76 Paul Sinlaeloe, Op.Cit., Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 a. berada dalam pengurusan, pengurusan dan pertanggungjawaban pejabat, lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun daerah. b. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban BUMNBUMD, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang mertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara”. Sedangkan perekonomian Negara menurut Penjelasan umum UU PTPK adalah : “kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama bedasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan pemerintah, baik ditingat pusat maupun daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memerikan manfaat, kemakmuran, dan kesejateraaan kepada seluruh kehidupan rakyat”. Yang dimaksud dengan kata ‘dapat’ menurut penjelasan Pasal 2 ayat 1 menyebutkan bahwa “dalam ketentuan ini kata ‘dapat’ sebelum frasa merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil yang dianut dalam undang- undang ini, meskipun hasil korupsi telah dikembalikan kepada Negara, pelaku tindak pidana korupsi tetap diajukan ke Pengadilan dan telah dipidana. Menurut H.Marwan Effendi, menyatakan kata ‘dapat’ didalam rumusan pasal tersebut, tidak dapat ditafsirkan secara sempit mengingat kata ‘dapat’ padanya adalah kata ‘bisa’ atau dengan kata lain ‘potensi’, bukan ‘mungkin’ jadi kata ‘dapat’ mengandung adanya suatu kepastian dan terukur, tidak bersifat abstrak. Untuk menentukan dapat tidaknya atau bisa tidaknya keuangan negara dirugikan perlu diketahui berapa besar potensi dari kerugian tersebut potential lost. Artinya perkiraan besarnya potential lost yang ditimbulkan oleh perbuatan Trdakwa terukur. Untuk mendapatkan ukuran potential lost tentunya diperlukan audit terlebih dahulu. 58 Selanjutnya Marwan Effendi menyatakan, bahwa penafsiran yang sempit terhadap suatu unsur dapat disalahgunakan, sehingga dapat menggeser tujuan utama dari hukum didalam mewujudkan ketertiban dan keadilan. Hal ini penting, mengingat konsekuensi logis dari delik formil, unsur dapat merugikan negara atau perekonomian negara salah satu unsur inti bestandeel harus dibuktikan seperti halnya unsur inti lainnya. 59 58 Marwan Effendi, Op.Cit., hal. 18. 59 Ibid., hal. 19. Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 Berdasarkan analisis di atas, maka unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara jelas terbukti. 5 Dilakukan secara bersama-sama Unsur Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP : Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan. Pasal 55 KUHP didalam hukum pidana Indonesia dikenal dengan pasal penyertaan deelneming Menurut Satochid Kartanegara, Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagai ajaran ‘deelneming’ yang terdapat pada suatu strafbaarfeit atau delict, apabila dalam suatu delict tersangkut beberapa orang atau lebih seorang, dalam hal ini harus dipahami bagaimanakah hubungan tiap peserta itu terhadap delict. 60 Pelaku adalah mereka yang memenuhi semua unsur yang dirumuskan didalam undang-undang mengenai suatu tindak pidana atau delict. Turut serta melakukan itu dapat terjadi jika dua orang atau lebih melakukan secara bersama-sama sesuatu perbuatan yang dapat dihukum sedangkan dengan perbuatan masing-masing saja maksud itu tidak akan dapat tercapai. Jika kerjasama antara pelaku itu demikian lengkapnya sehingga tindakan dari salah seorang diantara mereka tidaklah mempunyai sifat sebagai suatu pemberian bantuan, maka disitu terdapat turut serta melakukan. 61 Menurut Loebby Luqman yang menyadur pendapat Hoge Raad, Noyon dan Putusan Mahkamah Agung Tanggal 26 Juni 1971 N0. 15KKr1970, menganut bahwa tidak perlu semua peserta didalam penyertaan yang berbentuk ikut serta harus memenuhi semua unsur tindak pidana yang dilakukan. 62 Menurut SR Sianturi, mengemukakan pendapat Arrest Hoge Raad 21 Juni 1926 W, 11541 menyebutkan bahwa walaupun pada seseorang yang sudah 60 Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah Bagian Kedua, Jakarta: Rineka Cipta, 2000, hal. 31. 61 Ibid. 62 Ibid. Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 turut serta melakukan tindakanpelaksanaan tidak memenuhi unsur keadaan pribadi dari pelaku tetapi didalam bekerjasama ia mengetahui adanya keadaan pribadi tersebut pada pelaku dengan siapa ia bekerjasama, maka orang itu adalah seorang pelaku peserta. 63 6 Merupakan Perbuatan berlanjut Berdasarkan analisis di atas, maka unsur dilakukan secara bersama-sama jelas telah terbukti. Dalam Pasal 64 ayat 1 KUHP dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan berlanjut voortgezette handeling adalah jika antara beberapa perbuatan meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana, jika berbeda- beda yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat. Menurut ajaran perbuatan berlanjut, mempunyai 3 tiga syarat, yaitu : a Adanya suatu niat b Perbuatan sejenis c Waktunya tidak terlalu lama Berdasarkan analisis di atas, maka unsur merupakan perbuatan berlanjut jelas telah terbukti. Dari analisis unsur-unsur dalam Pasal 2 ayat 1 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP yang telah diuraikan di atas, maka penulis berpendapat sama dengan pertimbangan-pertimbangan yang diberikan Majelis Hakim yang memeriksa dan 63 SR Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta: Gramedia, 2004, hal. 347. Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 mengadili perkara tersebut, yaitu bahwa Terdakwa Ahmad Sidik Mauladi Iskandardinata als Dicky Iskandardinata telah terbukti bersalah karena perbuatannya telah sesuai dengan rumusan anasir undang-undang yaitu Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP, yaitu unsur setiap orang, unsur secara melawan hukum, unsur melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, unsur dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, unsur dilakukan secara bersama-sama dan unsur dilakukan secara berlanjut. Dimana telah dijelaskan adanya suatu perbuatan pidana jika perbuatan itu telah sesuai dengan rumusan anasir undang-undang serta perbuatan itu merugikan kepentingan masyarakat. Jadi menurut penulis, perbuatan Ahmad Sidik Mauladi Iskandardinata als Dicky Iskandardinata Jusmerycris Purba dapat dikategorikan perbuatan pidana yakni Terdakwa Ahmad Sidik Iskandardinata als Dicky Iskandardinata secara melawan hukum telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara yang dilakukan secara bersama-sama dan secara berlanjut. Berdasarkan hal-hal yang penulis kemukakan di atas, sudah selayaknya Terdakwa dijatuhi hukuman, dimana telah terdapat unsur kesalahan pada diri Terdakwa dan tidak terdapat alasan peniadaan pidana dan karenanya Terdakwa dapat diminta pertanggunjawabannya. Pemberian pidana menurut penulis sudah tepat, karena Majelis Hakim mempertimbangkan hal yang memberatkan perbuatan terdakwa sangat Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 merugikan perekonomian dan keuangan Negara; perbuatan terdakwa menurunkan kepercayaan masyarakat kepada dunia perbankan sebagai salah satu komponen lalu lintas perekonomian Negara; terdakwa tidak mengakui perbuatannya; terdakwa telah pernah dihukum dalam kasus korupsi perkara Bank Duta, walaupun telah menjalani pidana, namun belum membayar uang pengganti dan hal-hal yang meringankan terdakwa bersikap sopan dan kooperatif selama menjalankan persidangan; terdakwa dengan kesadarannya sendiri telah berkoordinasi kepada BNI Tbk Cabang Kebayoran Baru Jakarta Selatan dan MABES POLRI sebelum dinyatakan sebagai tessangka; terdakwa menderita sakit jantung.

B. Penanganan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang Dari

Hasil Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46 1. Mekanisme Penanganan Perkara Pencucian Uang dari Hasil Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Proses penanganan perkara tindak pidana pencucian uang secara umum tidak ada bedanya dengan penanganan perkara tindak pidana lainnya. Hanya saja, dalam penanganan perkara tindak pencucian uang melibatkan satu institusi yang relatif baru yaitu PPATK. Keterlibatan PPATK lebih pada pemberian informasi keuangan yang bersifat rahasia financial intelligence kepada penegak hukum terutama kepada penyidik tindak pidana pencucian uang, yaitu penyidik Polisi. Proses penanganan tersebut adalah sebagai berikut : a. Peran Penyedia Jasa Keuangan PJK, FIU dan Masyarakat