Fase UU No. 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidan korupsi

Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 c. kejahatan-kejahatan tercantum dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 21 peraturan ini dan dalam Pasal 209, 210, 415, 417, 418, 419, 420, 423, 425, dan 435 KUHP. 43 Dalam ketentua UU No.24 Prp 1960, adanya kekuatan bahwa dalam jangka 3 tiga bulan setelah orang ditahan sementara perkaranya harus diajukan di muka hakim, kemudian jaksa hanya diperbolehkan mengenyampingkan perkara korupsi diadili oleh Pengadilan Negeri dan khusus terhadap pengusutan, penuntut dan pemeriksaan di muka pengadilan dari anggota angkatan perang atau oleh orang-orang yang ada di bawah kekuasaan Pengadilan ketentaraan dilakukan oleh petugas petugas menurut atauran yang ditentukan dalam aturan acara pidana ketentaraan da dikenal pula adanya peradilan terpisah.

5. Fase UU No. 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidan korupsi

Kalau dijabarkan kalau terinci, detail dan intens, UU No. 3 Tahun 1971 tediri dari 7 bab dan 37 Pasal disahkan dan diundangkan pada tanggal 29 Maret 1971. Adapun dasar pertimbangankonsiderans huruf a dan b UU No. 3 Tahun 1971 mengenai dicabutnya UU No. 24 Prp 1960 adalah bahwa perbuatan korupsi sangat merugikan keuangan perekonomian negara dan menghambat Pembangunan Nasional serta berhubung dengan perkembangan masyarakat kurang mencukupi untuk dapat mencapai hasil yang diharapkan sehingga undang- undang tersebut perlu diganti. Apabila diperhatikan dengan seksama pada ketentuan UU No. 3 tahun 1971 ada beberapa aspek khusus dalam pengaturan Tindak Pidana Korupsi Jikalau dibandingkan dengan UU No. 24 Prp 1960, yaitu pada dimensi-dimensi : a. Bahwa dalam ketentuan UU No.3 Tahun 1971 tidak diisyaratkan dalam tindak pidana korupsi adanya anasir kejahatan atau pelanggaran 43 Ibid., hal. 15-16. Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 sebagaimana diintrodusir oleh UU No. 24 Prp 1960. Akan tetapi, diganti dengan terminoloi pengertian dengan melawan hukum yang diartikan pengertian melawan hukum formal dalam artian khusus saja da melawan hukum materiel dalam artian bukan saja hukum tertulis, tetapi juga hukum yang tidak tertulis. b. Perluasan pengertian pegawai negeri dalam UU No. 3 Tahun 1971 dimana diartikan juga meliputi orang-orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah atau yang menerima gaji atau upah dari suatu badan-badan hukum yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah atau badan hukum lain yang mempergunakan modal dan kelonggaran-kelonggaran dari negara atau masyarakat. c. Adanya pengaturan mengenai percobaan atau pemufukatan untuk melakukan Tindak Pidana Korupsi karena pembentk undang-undang memandang tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan atau perekonomian negara, percobaan melakukan Tindak Pidana Korupsi merupakan delik tersendiri dan diancam dengan hukuman yang sama dengan ancaman bagi tinda pidana yang telah diselesaikan. d. Adanya penambahan Pasal-Pasal KUHP yang ditarik dala tindak pidana korupsi bukan saja pasal 209, 210, 415, 418, 419, 420, 423 dan 425, tetapi ditambahkan lagi dengan pasal 387, 388, KUHP dan dalam UU No. 3 tahun 1971 diatur juga mengenai hukuman penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun penjara dan denda setinggi-tingginya Rp.30.000.000, 00 tiga puluh juta rupiah e. Dikenal adanya pidana tambahan sebaimana dikenal dalam KUHP yaitu berupa perampasan barang-barang tetap maupun tak tetap yang berwujud mupun yang tak berwujud. f. Dalam pasal 9 UU No. 3 Tahun 1979 diatur tentang Menteri Keuangan dapat memberi izin kepada jaksa untuk minta keterangan kepada Bank tentang keadaan keuangan tersangaka dan dengan izin Menteri Keuangan, Bank wajib memperlihatkan surat-sarat Bank dan memberikan keterangan tentang keuang an dari tersangka. 44

6. Fase UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 tentang