Fase Keppres No. 225 Tahun 1957 jo UU No.74 Tahun 1957 jo. UU No. 79

Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 dasar kepada kewenangan Penguasa Militer untuk dapat menyita dan merampas barang –barang yang tidak sengaja atau karena kelalaian tidak ditearangkan oleh pemiliknyapengurusnya, harta benda yang terang siapa pemilik atau pemilik pembantu harta benda dianggap diperoleh secara mendadak dan mencurigakan. Dari ketiga peraturan Penguasa Militer ini, secara eksplisit Soedjono Dirdjosisworo menyimpulkan : “Di samping hal-hal yang berhubungan dengan keadaan darurat sebagaimana telah diuraikan dimuka, maka pada ketiga Peraturan Penguasa Militer tersebut tercermin bahwa pihak penguasa pada saat itu menetapkan kehendak politik polotical will dengan tekad yang sungguh- sungguh berusaha memberantas korupsi di Indonesia. Kemudian, kehendak politik yang dituangkan dengan peraturan-peraturan Penguasa Militer tersebut merupakan ”modal” berharga untuk dikembangkan dan disempirnakan dalam rangka membuat undang-undang tentang penanggulangan korupsi yang dapat memenuhi tuntutan kebutuhan dan citra masyarakat Indonesia.” 38

3. Fase Keppres No. 225 Tahun 1957 jo UU No.74 Tahun 1957 jo. UU No. 79

Tahun 1957 tentang Keadaan Bahaya Latar belakang dikeluarkannya peraturan ini disebabkan begitu merajalela perbuatan-perbuatan korupsi pada saat tersebut sehingga diharapkan dalan waktu sesingkat mungkin perbuatan korupsi dapat diberantas. Akan tetapi, walau harapan itu jauh dari kenyataan, sejarah mencatat bahwa peraturean Penguasa Perang ini memperkenalkan dan mengklasifikasikan batasan perbuatan korupsi lainnya sebagaimana disebutkan pada bagian I Pasal 1 yang dijabarkan oleh Pasal 2 dan Pasal 3 dengan perumusan sebagai berikut : a. Perbuatan korupsi pidana Yang disebut sebagai perbuatan korupsi adalah : orang lain, b bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat, c bertentangan dengan kesusilaan, d bertentangan dengan ketelitian, keseksamaan atau kecermatan yang harus diperhatikan dalam pergaulan masyarakat terhadap tubuh atau harta benda orang lain. 38 Soedjono Dirdjosisworo, Op.Cit., hal. 174-175. Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 1 Perbuatan seseoranag yang dengan sengaja atau karena melakukan sesuatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau sesuatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan atau perekonomian negara atau daerah atau merugikan suatu badan keuangan negara atau daerah dan badan hukum lain, yang mempergunakan modal atau kelongaran-kelonggaran dari masyarakat. 2 Perbuatan yang dengan atau karena melakukan sesuatau kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain aau suatu badan , serta dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan atau kedudukan . 3 Kejahatan-kejahatan yang tercantum dalam Pasal 209, 210, 418, 419, dan 420 KUHP. b. Perbuatan korupsi lainnya Yang disebut sebagai perbuatan korupsi lainnya : 1 Perbuatan seseorang yang dengan atau karena melakukan perbuatan melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah, atau badan lain yang mempegunakan modal dan kelonggaran- kelonggaran dari masyarakat. 2 Perbuatan seseorang yang dengan atau karena melakukan perbuatan melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan atau kedudukan. 39 Kemudian bedasarkan peraturan ini, ditiap-tiap wilayah Pengadilan Tinggi diadakan suatu Badan Koordinasi Penilik Harta Benda yang selanjutnya disebut Badan Koordinasi yang dipimpin oleh Pengawas Kepala kejaksaan Pengadilan Negeri Propinsi setempat dan yang mempunyai hak mengadakan penilikan harta benda setiap orang dan setiap badan, jika ada petunjuk kuat untuk itu. Harta benda yang dapat dirampas atau disita oleh Badan Koordinasi dapat berupa : a. Harta benda seseorang atau suatu badan yang dengan sengaja tidak diterangkan olehnya atau oleh pengurusnya; b. Harta benda yang tidak terang siapa pemiliknya; 39 Lilik Mulyadi, Op.Cit., hal.10-11. Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 c. Harta benda seseorang yang kekayaannya setelah diselidiki tidak seimbang denga penghasilan mata pencahariannya; d. Harta benda yang asal usulnya melawan hukum; e. Harta benda seseorang atau suatu badan yang keterangannya ternyata tidak benar; f. Harta benda yang dipindah atas nama orang lain jika ternyata, bahwa pemindahan nama dilakukan untuk menghindari beban, berhubung dengan ketentuan suatu aturan dan orang lain itu tida dapat membuktikan, bahwa ia memperoleh barang itu dengan itikad tida baik. 40 Dalam Pasal 13 ditentukan tentang penyitaan dilakukan dengan cara : a. Mengenai barang tidak tetap dengan mengambil barang itu dan menyampaikan berita acara tertulis tentang penyitaan itu kepada orang lain yang bersangkutan ; b. Mengenai harta yang seperti dimaksud dalam Pasal 511 KUHPerdata dengan pemberitahuan kepada orang yang bersangkutan dengan surat tercatat tentang penyitaan itu dan kemudian, sekedar merupakan barang yang berwujud, dengan diambilnya, atau jika harta terdaftar, dengan dicatatnya pemberitahuan tersebut dalam daftar harta harga itu; c. Mengenai piutang yang tidak disebut dalam pasal 511 KUHPerdata dengan memberitahukan dengan surat tercatat tentang penyitaan hak atas barang tetap itu kepada orang yang bersangkutan dan kemudian dicatatkannya pemberitahukan tersebut dalam daftar menurut overscgrijvings-ordonantie Stb. 1831 No.27 d. Mengenai barang tetap yang dikuasai oleh hukum adat, dengan pemberitahuan dengan surat tercatat tentang penyitaan hak atas barang tetap itu kepada orang yang bersangkutan dan kepada Kepala Desa yang bersangkutan atau yang sejenis dengan itu. 41 Pada dasarnya, berdasarkan ketentuan Pasal 19, 26, 27, 35, 38, dan 55 Peraturan di atas, dikenal adanya pemeriksaan harta benda oleh Pengadilan Tinggi yang dalam pemeriksaan harta benda ini, terhadap Pengadilan Tinggi tidak dapat dimintakan banding atau kasasi. Kemudian pengusutan, penuntutan dan pemeriksaan perbuatan korupsi pidana diperiksa dan diadili oleh Pengadilan- Pengadilan di daerah masing-masing menurut undang-undang dan hukum acara pidana yang berlaku sekedar dalam Peraturan Perang Pusat ini tidak ditentukan lain. Berikutnya, terhadap cara mengadili anggota angkaan perang yang 40 Ibid., hal. 11-12. 41 Ibid., hal. 12-13. Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 melakukan perbuatan korupsi pidana harus diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan ketentaraan sekarang Pengadilan Militer dan Peraturan Penguasa Perang Pusat ini disebut sebagai ”Peraturan Pemberantasan Korupsi”.

4. Fase Perpu No. 24 Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan