Lahirnya International Legal Regime dalam upaya Pemberantasan

Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 Melanggar hukum secara umum yaitu bertentangan dengan atau dilarang oleh undang-undang atau bertentangan dengan keabsahan atau prosedur yang diterima, ketidakteraturan dan bermoral atau bertentangan dengan kebiasaan. 50 Melawan hukum adalah perbuatan yang melanggar undang-undang yang berlaku yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum atau perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku atau perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan atau perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam masyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain. 51

B. Lahirnya International Legal Regime dalam upaya Pemberantasan

Pencucian Uangdi Dunia Dalam Pasal 1365 KUHPPerdata dinyatakan bahwa, tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Lahirnya Regim International untuk memberantas pencucian uang dimulai pada saat masyarakat internasional merasa gagal dalam upaya memberantas kejahatan yang berkaitan dengan obat bius dengan segala jenisnya. Regim Anti Pencucian Uang pada dasarnya merupakan regim kerjasama internasional dalam hukum pidana, antara laian mengharuskan kerjasama antara pemerintah suatu negara dengan organisasi internasional dalam hal investigasi, penuntutan, ajudikasi dan eksekusi dalam perkara pidana. Pada tahun 1988 lahir United Nations Conventions Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances Vienna Drug Convention 1988, 50 Komariah Emong Sapardjaja, Ajaran Sifat Melawan Hukum Material dalam Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2001, hal.186. 51 Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003, hal. 11. Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 yang merupakan titik kulminasi untuk pemberantasan pencucian uang dari kejahatan yang berkaitan dengan narkotika dan psikotropika. Vienna Drug Convention 1988 mengajak negara pesertanya untuk melakukan penegakan hukum khususnya mengambil langkah untuk mencegah dan memberikan sanksi internasional pada perdagangan obat bius, lebih khusus lagi ditujukan untuk hasil-hasil kejahatan yang berkaitan dengan perdagangan ilegal obat bius itu. Terdapat ketentuan-ketentuan yang sangat penting dalam Konvensi ini berkenaan dengan upaya pencegahan dan pemberantasan pencucian uang dari hasil kejahatan perdagangan obat bius. Pasal 3 1 a mengharuskan setiap negara anggota melakukan kriminalisasi pencucuian uang yang berkaitan dengan obat-obat bius, selain itu mengatur ketentuan-ketentuan mengenai daftar pelanggaran yang berkaitan dengan industri, distribusi atau penjualan gelap obat bius dan organisasi serta pengolahannya, atau keuangan dari aktivitas perdagangan gelap obat bius. Pasal tersebut sekaligus membentuk International Anti Money Loundring Legal Regim, yang merupakan salah satu upaya internasional untuk menetapkan regim hukum internasional baru dalam memberantas perdagangan obat bius, yang antara lain melalui suatu badan internasional. Selanjutnya Pasal 5 meminta negara penandatanganan untuk memberikan kewenangan kepada pengadilan dan otoritas lainnya yang relevan untuk membekukan atau menyita hasil-hasil kejahatan perdagangan obat bius. Selain itu juga memberikan kewenangan memerintahkan penyitaan catatan keuangan berkaitan dengan investigasi pencucin uang. Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 Konvensi ini juga menekankan pentingnya kerjasama internasional dalam memberantas perdagangan obat bius dan dipandang lebih efektif apabila dilakukan dalam dimensi internasional. Ketentuan mengenai kerjasama tersebut antara lain terdapat dalam Pasal 6 yang mengatur mengenai ekstradisi terhadap seorang pelanggaran tindak pidana perdagangan gelap obat bius. Pasal 7 berkenaan dengan mutual legal assistance bantuan timbal balik berkenaan dengan perkara pidana. Pasal 8 menekankan perlu adanya sling kerjasama di bidang hukum serta prosedur pelaksanaan dan bantuan di bidang hukum untuk memerangi kejahatan narkotika dan obat-obat terlarang. Kalau pada awalnya Konvensi Wina 1988 mengatur pencucuian uang hanya dari kejahatan narkotika, makadalam perkembangannya upaya penegakan hukum dan kriminalisasi anti pencucian uang bukan saja dari hasil perdagangan gelap obat bius tetapi juga mencakup bentuk-bentuk lain kejahatan lain seperti kejahatan terorganisasi, korupsi, terorisme, perjudian dan lain-lain yang menghasilkan uang yang besar. Regim ini memiliki beberapa kelemahan dan sulit untuk dilaksanakan. Kesulitan tersebut antara lain karena perbedaan budaya, sistem hukum masing- masing negara, hukum acara pidana dan substansi hukum pidana. Maka tidak mengherankan apabila kerjasama ini lebih memberikan peluang pada negara- negara dengan sistem hukum yang sama. Seperti negara dengan sistem common law yaitu Kanada, negara persemakmuran Inggris dan Amerika. Karena banyak kendala tersebut, sejauh ini hanya ada 3 negara yang mampu mengintegrasikan Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 hukum nasionalnya dengan inter-state penal coorperation, yaitu Jerman, Swiss, dan Austria. 52 Berkenaan dengan Konvensi Wina 1988, Sesi Khusus ke-17 United Nation General Assambly mengadopsi deklarasi politis untuk melakukan pencegahan penggunaan sistem bank dan lembaga keuangan lainnya untuk mencuci uang. Juga mengadopsi Global Program of Action Glopac sebagai pelengkap dalam rangka melakukan tindakan untuk memerangi pencucian uang, termasuk pengembangan kerjasama misalnya United Nation Drugs Control Program UNDCP Legal Assistance Money Loundring Model Law 1993, Commission on Narcotic Drugs CND Resolution: Encouraging the Reporting of Suspicius or Unusual Transaction to a National Organization internasional Each State, and the Development of Effective Commuication Among Competent Authorities to Faciliate the Investigation and Prosecution of Money Loundring Activities 1995. 53 1. Financial Action Task Force 1989 FATF Selain Vienna Convention 1988, maka muncul juga grup-grup antar negara seperti: FATF merupakan suatu badan antar pemerintahan negara yang didirikan oleh G-7 Summit di Paris pada Juli 1989yang bertujuan untuk memerangi pencucian uang. Pada tahun 1990 FATF mengeluarkan Rekomendasi yang disebut Forty Recommendations dalam rangka memerangi praktik pencucian uang. 52 Yenti Garnasih, Kriminalisasi Pencucian Uang Money Loundring, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003, hal.139. 53 Ibid., hal. 140. Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 Rekomendasi ini direvisi pada 1996 berkaitan dengan semakin bervariasinya metode yang digunakan oleh pelaku pencucian uang. Diantara Forty Recommendations FATF ada beberapa ketentuan yang sangat pokok yaitu : a. Introduksi sistem Suspicious Activity Reporting System SAR yang baru b. Modifikasi sistem pelaporan transaksi mata uang TR: Currency Transaction Reporting System c. Perluasan daftar tindakan pencucian uang dalam memberantas terorisme, pelanggaran migrasi dan kesehatan d. Peningkatan kerjasama antarnegara dan perwakilan industri keuangan global dalam upaya melawan kegiatan pencucian uang melalui penetapan kelompok kerja e. Implementasi proyek gateway yang menyediakan dana-dana inteligen keuangan secara online antarnegara dan pemerintah-pemerintah daerah f. Penetapan aturan baru dalam pencatatan transfer dana g. Memperluas pengaturan hukum dan penegakan hukum dalam memerangi pencucian uang h. Staff Training yaitu memberikan suatu pelatihan dalam rangka mengenali dan menangani transaksi-transaksi yang mencurigakan, sistem pelaporan, prosedur identifikasi dan verifikasi, penjelasan kepada nasabah mengenai substansi kejahatan pencucian uang. 54 2. Carribbean Financial Task Force CFATF pada 10 Juni 1990. Anggota CFATF bukan saja terdiri dari negara-negara Kepulauan Caribia tetapi meliputi Eropa, Amerika Tengah, Selatan dan Utara, termasuk juga Amerika Serikat. CFATF dibentuk sebagai tindak lanjut atas diadakannya Carribbean Drug Money Loundering Conference di Aruba pada tahun 1990. Konferensi tersebut juga mengajukan saran untuk menambah 21 rekomendasi berisi strategi pemberantasan pencucian uang dan kejahatan obat bius yang disesuaikan dengan kondisi regional anggota CFATF. Dari 21 rekomendasi yang diusulkan sebgai tambahan ternyata diambil dari 19 butir hasil 54 Htpp:wwwl.oecd.orgfatf. Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 konferensi 1992 yang disebut sebagai CFATF Kingston, Aruba, Ministerial Conference on Money Loundring. 3. Organization American States OAS adalah organisasi yang melibatkan negara-negara Amerika Serikat yang merupakan organisasi regional tertua yang telah mengadakan konferensi pertama di Washington pada Oktober 1889 sampai April 1890. Misi dari OAS adalah untuk perdamaian, keamanan, demokrasi dan juga mengembangkan pembangunan sosial ekonomi di Amerika. Berkaitan dengan upaya pemberantasan pencucian uang OAS memusatkan perhatian pada Inter American Drug Abuse Commision CICAD. CICAD dibentuk berdasarkan Inter American Program of Action of Rio de Jeneiro Against Illicit Use, Production and Trafficking of Narcotic Drug and Psychotropic Substances, yang telah disetujui oleh OAS General Assembly pada tahun 1986. 4. Council of Europe kerjasama antara anggota-anggota Dewan Eropa, dimana mayoritas anggotanya menggunakan Napoleon Code, melalui Committee on Crime Problems yang melahirkan the Council of Europe Convention on Loundering, Search, Seizure and Confiscation of Proceed from Crime 1990. Kemudian Dewan Eropa menyetujui Council Directive on Prevention of Use of The Financial System for Purpose of Money Loundering 91308EEC yang menentukan, bahwa negara-negara penandatanganan konvensi diminta untuk mengambil langkah-langkah dalam menangani peredaran uang yang diperoleh dari hasil semua jenis kejahatan tidak saja terbatas pada hasil obat bius. Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 5. Pada tahun 1991 Masyarakat Ekonomi Eropa European Economic Community-EEC, mensahkan suatu Directive on Prevention of Use of The Financial System for Purpose of the Money Loundering, merupakan tambahan atas Pasal 57 dan Pasal 100a EEC Treaty. Directive ini merupakan upaya yang dilakukan oleh masyarakat eropa untuk mencegah digunakannya sistem keuangan negara anggota untuk tujuan pencucian uang. 6. Pada tingkat Regional Asia Pacific terbentuk Asia Pacific Group on Money Loundering APG pada bulan Februari 1997 yang terdiri dari 13 negara, yaitu Australia, Bangladesh, Taiwan, Hongkong, Jepang, New Zealand, RRC, Filiphina, Singapore, Srilangka, Thailand, USA dan Vanuatu. Keanggotaan APG terus berkembang dan sekarang sudah mencapai 22 negara termasuk Indonesia

C. Pengaruh International Legal Regime Anti Money Loundering Terhadap Indonesia