Pengaruh International Legal Regime Anti Money Loundering Terhadap Indonesia

Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 5. Pada tahun 1991 Masyarakat Ekonomi Eropa European Economic Community-EEC, mensahkan suatu Directive on Prevention of Use of The Financial System for Purpose of the Money Loundering, merupakan tambahan atas Pasal 57 dan Pasal 100a EEC Treaty. Directive ini merupakan upaya yang dilakukan oleh masyarakat eropa untuk mencegah digunakannya sistem keuangan negara anggota untuk tujuan pencucian uang. 6. Pada tingkat Regional Asia Pacific terbentuk Asia Pacific Group on Money Loundering APG pada bulan Februari 1997 yang terdiri dari 13 negara, yaitu Australia, Bangladesh, Taiwan, Hongkong, Jepang, New Zealand, RRC, Filiphina, Singapore, Srilangka, Thailand, USA dan Vanuatu. Keanggotaan APG terus berkembang dan sekarang sudah mencapai 22 negara termasuk Indonesia

C. Pengaruh International Legal Regime Anti Money Loundering Terhadap Indonesia

Sebagaimana terhadap negara-negara lain, International Legal Regime juga berpengaruh bagi Indonesia. Untuk itu Indonesia harus juga mengikuti ketentuan yang sudah disepakati dan ada kemungkinan sanksi akan dikenakan jika Indonesia tidak mentaatinya. Indonesia bersama lima puluh satu negara lain seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filiphina, Jepang, Israel dan Amerika Serikat sendiri dimasukkan ke dalam Major Money Loundering Countries. Oleh Undang-Undang Amerika, Major Money Loundering Countries diartikan sebagai negara dengan lembaga keuangannya terlibat dalam transaksi yang meliputi sejumlah besar dana Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 yang berasal dari perdagangan gelap obat bius internasional. Alasan Amerika memasukkan Indonesia sebagai major money loundering countries antara lain, pertama, bank-bank Indonesia tidak pernah menanyakan asal-usul uang yang disimpan. Walaupun Indonesia telah menerapkan Know Your Costumer KYC namun dianggap belum optimal. Kedua, Indonesia menganut sistem devisa bebas dengan perekonomian terbuka. Ketiga, ketentuan-ketentuan rahasia bank di Indonesia dianggap masih sangat ketat. Keempat, krisis ekonomi yang menimpa Indonesia sejak 1997 yang dianggap belum pulih mengakibatkan Indonesia memerlukan pinjaman dana dari luar negeri. Tekanan internasional lain yang sangat berpengaruh bagi Indonesia berasal dari FATF. Pada Juni 2001, FATF memaskkan Indonesia sebagai negara yang tidak kooperatif dalam memberantas pencucian uang. Penilaian FATF ini antara lain karena selama ini Indonesia tidak mempunyai Undang-Undang Anti Pencucian Uang. Namun demikian setelah Indonesia memiliki Undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang ternyata Indonesia masih saja masuk dalam daftar hitam negara yang tidak kooperatif dalam pemberantasan pencucian uang. Kali ini alasannya Undang-undang Anti Pencucian Uang Indonesia dianggap banyak memiliki kelemahan. Dua kelemahan yang utama adalah bahwa Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan PPATK baru akan berfungsi secara sempurna setelah 18 bulan sejak undang-undang ini dikeluarkan. Masa 18 bulan ini dianggap terlalu lama dan selama itu walaupun Bank Indonesia akan bertindak sebagai badan analisis, hal tersebut tetap saja dianggap bahwa implementasi undang-undang ini belum dapat diberlakukan. Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 Kelemahan yang kedua berkaitan dengan batas minimum pelaporan transaksi yaitu 500 juta rupiah. Batas ini dianggap terlalu tinggi, sementara negara-negara lain menetapkan batas setara dengan 10.000 dollar Amerika. Dari kelemahan ini FATF menyimpulkan bahwa Indonesia tidak sungguh-sungguh dalam memberantas pencucian uang. FATF selalu menggunakan pendekatan yang funitive, artinya ada kemungkinan Indonesia akan dikenakan sanksi oleh anggota FATF lainnya apabila regim anti pencucian uang Indonesia dinilai tidak kooperatif. Pengaruh lain dari regim internasional ini berkaitan dengan Basle Committee on Banking Supervision, yang merekomendasikan agar sistem perbankan tidak digunakan sebagai sarana tindak pidana pencucian uang yang antara lain bank harus menerapkan prinsip KYC dengan disertai dengan sistem pelaporan yang memadai. Bank Indonesia No. 310PBI2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Idonesia No. 410PBI2001 tentang Perubahan atas PBI No. 310PBI2001. Program Kenalilah Nasabah semula dimaksudkan untuk mengisi kekosongan peraturan selama Indonesia belum mempunyai Udang-Undang mengenai Tindak Pencucian Uang. Selain itu PBI memenuhi prinsip kelima belas dari dua puluh lima Core Principal for Effecttive Banking Supervision juga dimaksud untuk memenuhi rekomendasi FATF. Pemerintah Indonesia khususnya sektor perbankan mengharapkan FATF menilai bahwa Indonesia cukup serius untuk berpartisipasi dalam memberantas kegiatan pencucian uang dan agar Indonesia keluar dari daftar hitam negara yang tidak kooperatif. Bank Indonesia juga telah mengeluarkan SE No. 329DPNP tanggal 13 Desember 2001 kepada Andyri Hakim Siregar : Penanganan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang Dari Hasil Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Studi Kasus LC Fiktif BNI 46, 2007. USU Repository © 2009 semua bank perihal Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah yang merupakan acuan standar minimum yang wajib dipenuhi oleh Bank. Prinsip KYC adalah untuk melindungi reputasi bank. Prinsip KYC juga dapat memfasilitasi kepatuhan bank terhadap ketentuan-ketentuan perbankan yang berlaku sebagai bagian dari prinsip kehati-hatian dalam praktik perbankan yang sehat. Dalam hal ini pada saat bank menarik nasabahnya agar menggunakan jasa bank yang bersangkutan, diharapkan setiap transaksi yang dijalankan oleh nasabah melalui bank tersebut sejalan dengan praktik perbankan yang sehat dan tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Prinsip KYC dapat melindungi bank agar tidak dimanfaatkan oleh nasabah untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang ilegal atau bank tidak dijadikan sasaran kejahatan.

D. Asas-Asas Dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana