Pengaruh Konsentrasi Gibberellin dan Dosis Hara pada Media Tumbuh yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L)

(1)

PENGARUH KONSENTRASI GIBERELLIN

DAN DOSIS HARA PADA MEDIA TUMBUH YANG

BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL

CABAI MERAH (Capsicum annuum L)

T E S I S

Oleh

ANSORUDDIN

037001001/Agronomi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH KONSENTRASI GIBERELLIN

DAN DOSIS HARA PADA MEDIA TUMBUH YANG

BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL

CABAI MERAH (Capsicum annuum L)

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Agronomi Pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Oleh

ANSORUDDIN

037001001/Agronomi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH KONSENTRASI GIBERELLIN DAN DOSIS HARA PADA MEDIA TUMBUH YANG

BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL CABAI MERAH (Capsicum annuum L)

Nama Mahsiswa : ANSORUDDIN Nomor Pokok : 037001001 Program Studi : Agronomi

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. B. Sengli.J. Damanik MSc Ketua

Prof. Dr. Ir. J. M. Sitanggang MS Prof.Dr. Ir. Rosmayati MS Anggota Anggota

Ketua Program Studi Dekan

Prof. Dr. Ir. B.S.J. Damanik, Msc Prof. Dr. Ir. Darma Bakti. MS


(4)

Telah di uji pada

Tanggal 5 Agustus 2009

Panitia Penguji Tesis :

Ketua :

Prof. Dr. Ir. B. Sengli.J. Damanik MSc

Anggota

: 1.

Prof. Dr. Ir. J. M. Sitanggang MS

2.

Prof.Dr. Ir. Rosmayati MS

3.

Prof. Ir. Edison Purba, MS, Ph.D

4.

Dr. Ir. Chairani Hanum, MP


(5)

Abstract

Ansoruddin. The effect of Gibberelin Concentration and Nutrien Dosage in Different Growing Medium on Growth and Yield of Red Pepper (Capsicum annum L). The instructing committe : Chairman Mr. Prof Dr. Ir B. Sengli J. Damanik, M.Sc ; Mr. Prof . Dr. Ir. J.M. Sitanggang, MS ; and Mrs. Prof Dr. Ir Rosmayati MS as Co-committe

This researc has been conducted in Experiment Garden of Agriculture Faculty of Asahan University (UNA), Jend. A. Yani Street of Kisaran, on 10 m over sea level trough non-recovery. Dripping Irigation System in which the spraying and nutrient aplication were made in continous dripping in defenite priode of time

This research used Split Plot Design of three treatments and three replications. The first factor was Planting Medium of three level : M1 = River Sand, M2 = The Powder of coconat shell, M3 = mixture of river sand and powder of coconut shell (50 : 50) Second factor was Dosage of fertilizer of three level P1 = 0,2 g NPK/plant/d ; P2 = 0,4 g NPK /plant/d ; P3 = 0,6 g NPK /plant/d. The third factor wos concentration of gibberellin with four level : G0 = without aplication of GA3 ; G1 = 50 ppm of GA3 ; G2 = 100 ppm of GA3 ; G3 = 150 ppm of GA3

The result of research indicated that the planting medium indicated a significant effect on all variables except Relative Growth Rate (RGR) and number of aborted flowers and fruits. The planting medium of river sand produced the biggest weight of fruits. Per plant and number of harvested fruits (33,27 g/plant dan 27,66 fruits/plant). The treatmen of fertilizer dosage indicated significant effect on all variabels except RGR, in which treatmen P3 product the largest number of harvested fruits and weight of fruit per plant, 31,84 g/plant and 26,53 fruits/plant. The aplication of Gibberellin concentrattion indicated significant effect on variables of production and final height of plant, in which consentration of 150 ppm (P3) indicated heighest production of red pepper (39,58 g/plant) and number of harvested fruits (32,96 fruits/plant). This means gibberellin could decrease the number of aborted flower until 30,5 %, number of aborted fruit for 21,5 % and to increase number of establisished flower until 6,8 % and number of harvested fruit until 81,6 %

The interaction of planting medium and dosage of NPK fertilizer (MP) indecate significant effect on all parameter except heigher of plant, age of flowering, and number of established fruits. Interaction between fertilizer dosage and concentration of gibberellin (PG) indicated significant effect on RGR, Net Assimilation Rate (NAR), number of established flower and number of aborted flower. Interactinon between planting medium and concentration of gibberellin (MG) has no significant on all variable under observation.


(6)

ABSTRAK

ANSORUDDIN. Pengaruh Konsentrasi Gibberellin dan Dosis Hara pada Media Tumbuh yang Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L). Komisi Pembimbing, Ketua : Bapak Prof. Dr. Ir. S. J. Damanik, MSc., Bapak Prof. Dr. Ir. J.M. Sitanggang MS, dan Ibu Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS selaku anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Peranian Universitras Asahan (UNA) Jl. Jendral. A. Yani Kisaran, dengan ketinggian 10 m dpl, secara irigasi tetes (Drip irigation system non recovery) dimana penyiraman dan juga pemberian hara dilakukan dalam bentuk tetesan secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu.

Penelitian menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan 3 (tiga) faktor dan 3 (tiga) ulangan. Faktor pertama Media tanam dengan tiga taraf yaitu : M1=Pasir Kali, M2=Serbuk Sabut Kelapa, M3 = campuran Pasir Kali dan Serbuk

Sabut Kelapa (50: 50). Faktor kedua dosis pupuk dengan tiga taraf yaitu: P1= 0,2 g

NPK/tan./hr, P2= 0,4 g NPK/tan./hr, P3= 0,6 g NPK/tan./hr. Konsentrasi gibrellin

dengan 4 taraf yaitu: G0 = Tanpa Pemberian GA3, G1 = 50 ppm GA3, G2 = 100 ppm

GA3, G3 = 150 ppm GA3

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Media tanam menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap semua peubah kecuali Laju Pertumbuhan Relatif (LPR), jumlah bunga dan buah gugur. Media tanam pasir kali menghasilkan berat buah pertanaman dan jumlah buah panen terbesar (33,27g/tan dan 27,66 buah/tan). Perlakuan dosis pupuk menunjukkan pengaruh yang nyata pada semua peubah kecuali LPR, dimana perlakuan P3 menghasilkan jumlah buah panen dan berat buah pertanaman terbesar

yaitu masing-masing 31,84 g/tan dan 26,53 buah/tan. Pemberian hormone gibrellin menunjukkan pengaruh yang nyata pada peubah produksi dan tinggi tanaman terakhir, dimana dengan konsentrasi 150 ppm (P3) menunjukkan produksi tanaman cabai

tertinggi (39,58g/tan) dan jumlah buah panen sebesar 32,96 buah/tan. Hal ini berarti giberellin dapat menurunkan jumlah bunga gugur sampai 30,5 %, jumlah buah gugur sampai 21,5%, dan meningkatkan jumlah bunga terbentuk sampai 6,8%, dan jumlah buah panen sampai 81,6%

Interaksi media tanam dan dosis pupuk NPK (MP) menunjukkan perngaruh yang nyata pada semua parameter kecuali tinggi tanaman, umur berbunga dan jumlah bunga terbentuk. Interaksi antara dosis pupuk dengan konsentrasi Giberellin (PG) Laju Pertumbuhan Relatif, Laju Asimilasi Bersih, jumlah bunga terbentuk dan jumlah bunga gugur. Interaksi antara media tanaman dan konsentrasi giberellin (MG) tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap semua peubah yang diamati.


(7)

KATA PENGANTAR

Pertama sekali penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sekaligus dapat menyelesaikan tulisan ini. Tulisan ini adalah tesis yang disusun berdasarkan hasil penelitian yang berjudul “ Pengaruh Konsentrasi Gibberellin dan Dosis Hara pada Media Tumbuh yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L)”.

Penelitian ini diajukan pada Program Studi Agronomi Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pertanian.

Pada kesempatan ini izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir.B. Sengli. J. Damanik MSc, Bapak Prof. Dr. Ir. J.M. Sitanggang MS, dan Ibu Dr. Ir. Rosmayati MS selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang tiada dapat diselesaikan

Ucapan yang sama tak lupa penulis sampaikan kepada Bapak Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, Ketua dan Sekretaris Program Studi Agronomi dan seluruh staf, serta rekan-rekan sesama mahasiswa yang tidak dapat saya sebut namanya satu persatu.

Tak lupa pula penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ketua Yayasan Universitas Asahan, Bapak Drs. H. Risydin, M.Si, Rektor Universitas Asahan Bapak Prof. Dr. Ir. H. Darma Bakti, MS dan selurh civitas akademika Universitas Asahan yang telah membantu penulis baik moril maupun


(8)

moril semoga dukungan yang sama dapat ditingkatkan pada masa-masa yang akan datang.

Akhirnya tiada kata yang dapat saya rangkai untuk mengungkapkan terima kasih saya kepada keluarga penulis, ibunda tersayabg Hj. Mahaja Mahyar Diana Siregar, terutama istri tercinta Dra. Petti Megawati Daulay, beserta anak-anak Fauzan dan Ibnu, yang berkat do’a, ketulusan dan kesabaran mereka penulis mampu menyelesaikan tulisan ini, dan semua pihak yang telah memberikan bantuan baik dalam bentuk saran dan kritik terhadap materi tulisan, sumbangan materil dan terutama dalam peningkatan motivasi kepada penulis. Akhirnya penulis mengharap Allah juga yang akan membalas semuanya. Amin.

Medan, September 2006

Penulis


(9)

RIWAYAT HIDUP

Ansoruddin, dilahirkan di Tanjung Balai 8 Juni 1965, anak kedua dari enam bersaudara dri Bapak Alm. H. Mustafa Harahap dan ibu Hj Mahaja Mahyar Diana Siregar, telah menikah dengan Dra. Petti Megawati Daulay dan mempunyai dua orang putra yaitu Fauzan Akbar Al –Ansori dan Muhammad Ibnu.

Pendidikan yang dilalui adalah Sekolah dasar Negeri 1 Kisaran lulus tahun 1976, SMP Negeri 2 Kisaran lulus tahun 1980, SMA Negeri 1 Kisaran lulus tahun 1983. Program S1 pada fakultas Pertanian Universitas Medan Area (UMA) Medan jurusan Budidaya Pertanian lulus tahun 1990 dan mengikuti program S2 pada fakultas pertanian Universitas Sumatera Utara (USU) Medan lulus tahun 2009

Pekerjaan yang digeluti adalah staf pada Perkebunan Swasta PT Lubuk Hoteng Plantation Kab. Tapanuli Selatan tahun 1989 – 1990, dan sejak tahun 1990 mengabdi di fakultas Pertanian Universitas Asahan (UNA) Kisaran sampai saat ini.


(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………i

RIWAYAT HIDUP... ………iii

DAFTAR ISI ………..iv

DAFTAR TABEL ……… v

DAFTAR GAMBAR……….Vii I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ……… 1

2. Rumusan Masalah ………. 4

3. Tujuan Penelitian ……… 6

4. Hipotesis Penelitian………. 6

5. Kegunaan Penelitian……… 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Karakteristik dan Morfologi Tanaman Cabai Merah ……… 8

2. Faktor yang Mempengaruhi Gugur Bunga dan Buah ………. 9

3. Pengaruh GA3 terhadap pembungaan, pertumbuhan dan hasil cabai merah ……….. 11

4. Pengaruh Pemupukan Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Cabai Merah ………. 12

5. Pengaruh Media Tumbuh Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Merah pada Sistim Hidroponik Irigasi Tetes …… 13

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 1. Tempat Dan Waktu Penelitian ………. 17

2. Bahan Dan Alat Penelitian ………. 17

3. Metode Penelitian ……… 18

4. Pelaksanaan Penelitian ……… 19

a. Pembangunan Rumah Kasa (screen House) ……… 19

b. Persemaian/pembibitan ……….. 20

c. Persiapan media tanam ……….. 21

d. Penanaman ……… 22

e. Pemeliharaan tanaman ……….. 22

f. Aplikasi Gibberellin ………. 24

5. Pengamatan dan Peubah yang diamati ..……….. 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil ……….………. 30

a. Bobot Kering ……… 30

b. Luas Daun ……… 32

c. Laju Pertumbuhan Relatif ……… 35

d. Laju Asimilasi Bersih ………. 37


(11)

f. Umur Berbunga ……… 42

g. Jumlah Bunga ……….. 44

h. Jumlah Bunga Gugur ……… 47

i. Jumlah Buah Gugur ……… 51

j. Jumlah Buah panen ………. 54

k. Bobot Buah Panen ……… 57

2. Pembahasan ………..………. 66

V. KESIMPULAN DAN SARAN……….………. 78

1. Kesimpulan ……… 17

2. Saran ……… 17

DAFTAR PUSTAKA ………. 80


(12)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal. 1. Rata-rata Bobot Kering (g) Tanaman pada Perlakuan

Media Tanam, Pemupukan, dan Gibberellin. ... 31 2. Rata-rata Bobot Kering (g) Tanaman pada Perlakuan

Interaksi Faktor Media Tanam dan Dosis Pemupukan. ... 32 3. Rata-rata Luas daun total (cm2) Tanaman pada Perlakuan

Media Tanam, Pemupukan, dan Gibberellin. ... 34 4. Rata-rata Luas daun total (cm2) Tanaman Cabai pada Perlakuan

Interaksi Faktor Media Tanam dan Dosis Pemupukan……... 35 5. Rata-rata Laju Pertumbuhan Relatif (LPR) (g/cm2/hr) pada Perlakuan

Media Tanam, Dosis Pemupukan, dan Konsentrasi Gibberellin ... 37 6. Rata-rata Laju Pertumbuhan Relatif Perlakuan

Interaksi Media Tanaman, dan Dosis Pemupukan ... 38 7. Rata-rata Laju Asimilasi Bersih pada Perlakuan

Media Tanaman, Pemupukan dan Gibberellin. ... 39 8. Rata-rata Laju Asimilasi Bersih pada Perlakuan

Interaksi Faktor Media Tanaman, Pemupukan dan Gibberellin. ... 40 9. Rata-rata Tinggi Tanaman (cm) pada Perlakuan

Media Tanaman , Dosis Pemupukan dan Konsentrasi

Gibberellin umur 2 s/d 12 MST ... 42 10.Uji Beda rata-rata Umur Berbunga (hari) pada

Perlakuan Media Tanaman, Dosis Pemupukan dan

Konsentrasi Gibberellin ... 44 11.Rata-rata Jumlah Bunga pada Perlakuan Media Tanaman,

Dosis Pemupukan dan Konsentrasi Gibberellin ... 46 12.Rata-rata Jumlah Bunga Gugur (buah) pada Perlakuan

Media Tanaman, Dosis Pemupukan dan

Konsentrasi Gibberellin ... 49 13.Rata-rata jumlah bunga gugur (buah) pada Perlakuan

interaksi Media Tanam dan Pemupukan ... 50 14.Rata-rata jumlah bunga gugur (buah) pada Perlakuan

Interaksi Dosis Pemupukan dan Konsentrasi Gibberellin ... 51 15.Rata-rata Jumlah Buah Gugur pada Perlakuan

Media Tanaman, Pemupukan dan Gibberellin ... 52 16.Rata-rata Jumlah Buah Gugur pada Perlakuan

Interaksi Media Tanaman dan Pemupukan ... 53 17.Rata-rata Jumlah Buah Gugur pada Perlakuan

Interaksi Dosis Pemupukan dan Konsentrasi Gibberellin ... 54 18.Rata-rata Jumlah Buah Panen pada Perlakuan

Media Tanaman, Pemupukan dan Gibberellin ... 56 19.Rata-rata Bobot Buah Pertanaman (g) pada


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal. 1. Pengaruh Dosis Pemupukan Terhadap Bobot Kering Tanaman

(g) Tanaman Cabai Pada Berbagai Media Tanam ... 33

2. Pengaruh Dosis Pemupukan Terhadap Luas daun total Tanaman (cm2) Tanaman Cabai Pada Berbagai Media Tanam (umur 60 HST) ... 36

3. Pengaruh Dosis Pupuk Terhadap Laju Pertumbuhan Relatif Tanaman Cabai (Umur 60 HST) Pada Berbagai Media Tanam. ... 38

4. Laju Assimilasi Bersih Tanaman Cabai akibat Perlakuan Dosis Pupuk pada berbagai Media Tanam ... 41

5. Perkembangan Tinggi Tanaman Cabai Berdasarkan Perlakuan Media Tanam ... 43

6. Pengaruh dosis pupuk terhadap Tinggi Tanaman Cabai umur 12 MST ... 43

7. Pengaruh Media Tanam Terhadap umur Berbunga ... 45

8. Pengaruh Perlakuan Gibberellin Terhadap Umur Berbunga Tanaman Cabai... 45

9. Pengaruh Perlakuan Media Tanam Terhadap Jumlah Bunga Tanaman Cabai... ... 47

10. Pengaruh Dosis Pupuk Terhadap Jumlah Bunga Tanaman Cabai... 47

11. Pengaruh Gibberellin terhadap Jumlah Bunga Tanaman Cabai... 48

12 Pengaruh Dosis Pupuk Terhadap Jumlah Bunga Gugur Pada Berbagai Media tanam ... 50

13. Pengaruh konsentrasi Gibberellin Terhadap Jumlah Bunga Gugur Pada Berbagai Tingkat Dosis Pupuk... 51

14. Pengaruh Dosis Pupuk terhadap Jumlah Buah Gugur Tanaman Cabai pada berbagai Media Tanam... 54

15. Jumlah Buah Gugur Tanaman Cabai Pada Perlakuan Interaksi Dosis Pupuk dan Gibberellin. ... 55

16. Jumlah Buah Panen Tanaman Cabai Pada Perlakuan Media Tanam ... 56

17. Jumlah Buah Panen Tanaman Cabai Pada Perlakuan Dosis Pupuk... 57

18. Jumlah Buah Panen Tanaman Cabai Pada Perlakuan Gibberellin... 57

19. Bobot Buah Pertanaman Tanaman Cabai Pada Perlakuan Media Tanam... 59

20. Bobot Buah Pertanaman Tanaman Cabai Pada Perlakuan Dosis Pupuk... 59

21. Bobot Buah Pertanaman (g) Tanaman Cabai Pada Perlakuan Konsentrasi Gibberellin. ... 60


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hal.

1. Deskripsi Cabai Keriting Varitas CTH – 01 ... 75

2. Posisi Tanaman Dalam Plot (anak – anak Petak) dan letak tanaman sampel destruktif ... 76

3. Posisi Plot (anak – anak petak) dalam anak petak ... 77

4. Cara Penentuan Sampel Untuk Penentuan Luas Daun ……… 78

5. Sidik Ragam Bobot Kering Tanaman Cabai pada Umur 20-60 HST ... 79

6. Sidik Ragam Luas Daun Total Tanaman Cabai Umur 20-60 HST... 79

7. Sidik Ragam Laju Pertumbuhan Relatif Tanaman Cabai ... 80

8. Sidik Ragam Laju Assimilasi Bersih Tanaman Cabai ... 80

9. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Cabai pada Umur 20-60 HST ... 81

10.Sidik Ragam Umur Bunga Tanaman Cabai ... 82

11.Sidik Ragam Jumlah Bunga Terbentuk Tanaman Cabai ... 82

12.Sidik Ragam Jumlah Bunga Gugur Tanaman Cabai ... 83

13.Sidik Ragam Jumlah Buah Gugur ... 83

14.Sidik Ragam Jumlah Buah Panen pertanaman Tanaman Cabai ... 84

15.Sidik Ragam Bobot Buah Panen Pertanaman Tanaman Cabai ... 84


(15)

Abstract

Ansoruddin. The effect of Gibberelin Concentration and Nutrien Dosage in Different Growing Medium on Growth and Yield of Red Pepper (Capsicum annum L). The instructing committe : Chairman Mr. Prof Dr. Ir B. Sengli J. Damanik, M.Sc ; Mr. Prof . Dr. Ir. J.M. Sitanggang, MS ; and Mrs. Prof Dr. Ir Rosmayati MS as Co-committe

This researc has been conducted in Experiment Garden of Agriculture Faculty of Asahan University (UNA), Jend. A. Yani Street of Kisaran, on 10 m over sea level trough non-recovery. Dripping Irigation System in which the spraying and nutrient aplication were made in continous dripping in defenite priode of time

This research used Split Plot Design of three treatments and three replications. The first factor was Planting Medium of three level : M1 = River Sand, M2 = The Powder of coconat shell, M3 = mixture of river sand and powder of coconut shell (50 : 50) Second factor was Dosage of fertilizer of three level P1 = 0,2 g NPK/plant/d ; P2 = 0,4 g NPK /plant/d ; P3 = 0,6 g NPK /plant/d. The third factor wos concentration of gibberellin with four level : G0 = without aplication of GA3 ; G1 = 50 ppm of GA3 ; G2 = 100 ppm of GA3 ; G3 = 150 ppm of GA3

The result of research indicated that the planting medium indicated a significant effect on all variables except Relative Growth Rate (RGR) and number of aborted flowers and fruits. The planting medium of river sand produced the biggest weight of fruits. Per plant and number of harvested fruits (33,27 g/plant dan 27,66 fruits/plant). The treatmen of fertilizer dosage indicated significant effect on all variabels except RGR, in which treatmen P3 product the largest number of harvested fruits and weight of fruit per plant, 31,84 g/plant and 26,53 fruits/plant. The aplication of Gibberellin concentrattion indicated significant effect on variables of production and final height of plant, in which consentration of 150 ppm (P3) indicated heighest production of red pepper (39,58 g/plant) and number of harvested fruits (32,96 fruits/plant). This means gibberellin could decrease the number of aborted flower until 30,5 %, number of aborted fruit for 21,5 % and to increase number of establisished flower until 6,8 % and number of harvested fruit until 81,6 %

The interaction of planting medium and dosage of NPK fertilizer (MP) indecate significant effect on all parameter except heigher of plant, age of flowering, and number of established fruits. Interaction between fertilizer dosage and concentration of gibberellin (PG) indicated significant effect on RGR, Net Assimilation Rate (NAR), number of established flower and number of aborted flower. Interactinon between planting medium and concentration of gibberellin (MG) has no significant on all variable under observation.


(16)

ABSTRAK

ANSORUDDIN. Pengaruh Konsentrasi Gibberellin dan Dosis Hara pada Media Tumbuh yang Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L). Komisi Pembimbing, Ketua : Bapak Prof. Dr. Ir. S. J. Damanik, MSc., Bapak Prof. Dr. Ir. J.M. Sitanggang MS, dan Ibu Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS selaku anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Peranian Universitras Asahan (UNA) Jl. Jendral. A. Yani Kisaran, dengan ketinggian 10 m dpl, secara irigasi tetes (Drip irigation system non recovery) dimana penyiraman dan juga pemberian hara dilakukan dalam bentuk tetesan secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu.

Penelitian menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan 3 (tiga) faktor dan 3 (tiga) ulangan. Faktor pertama Media tanam dengan tiga taraf yaitu : M1=Pasir Kali, M2=Serbuk Sabut Kelapa, M3 = campuran Pasir Kali dan Serbuk

Sabut Kelapa (50: 50). Faktor kedua dosis pupuk dengan tiga taraf yaitu: P1= 0,2 g

NPK/tan./hr, P2= 0,4 g NPK/tan./hr, P3= 0,6 g NPK/tan./hr. Konsentrasi gibrellin

dengan 4 taraf yaitu: G0 = Tanpa Pemberian GA3, G1 = 50 ppm GA3, G2 = 100 ppm

GA3, G3 = 150 ppm GA3

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Media tanam menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap semua peubah kecuali Laju Pertumbuhan Relatif (LPR), jumlah bunga dan buah gugur. Media tanam pasir kali menghasilkan berat buah pertanaman dan jumlah buah panen terbesar (33,27g/tan dan 27,66 buah/tan). Perlakuan dosis pupuk menunjukkan pengaruh yang nyata pada semua peubah kecuali LPR, dimana perlakuan P3 menghasilkan jumlah buah panen dan berat buah pertanaman terbesar

yaitu masing-masing 31,84 g/tan dan 26,53 buah/tan. Pemberian hormone gibrellin menunjukkan pengaruh yang nyata pada peubah produksi dan tinggi tanaman terakhir, dimana dengan konsentrasi 150 ppm (P3) menunjukkan produksi tanaman cabai

tertinggi (39,58g/tan) dan jumlah buah panen sebesar 32,96 buah/tan. Hal ini berarti giberellin dapat menurunkan jumlah bunga gugur sampai 30,5 %, jumlah buah gugur sampai 21,5%, dan meningkatkan jumlah bunga terbentuk sampai 6,8%, dan jumlah buah panen sampai 81,6%

Interaksi media tanam dan dosis pupuk NPK (MP) menunjukkan perngaruh yang nyata pada semua parameter kecuali tinggi tanaman, umur berbunga dan jumlah bunga terbentuk. Interaksi antara dosis pupuk dengan konsentrasi Giberellin (PG) Laju Pertumbuhan Relatif, Laju Asimilasi Bersih, jumlah bunga terbentuk dan jumlah bunga gugur. Interaksi antara media tanaman dan konsentrasi giberellin (MG) tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap semua peubah yang diamati.


(17)

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Cabai merah (Capsicum annuum) merupakan tanaman hortikultura yang cukup penting di Indonesia karena merupakan salah satu jenis sayuran buah yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. (Haryantini, dan Muji Santoso 2001). Buah cabai terdapat hampir di setiap rumah di negara-negara tropis yang dikonsumsi dalam keadaan segar maupun kering. ( Sarker,. dan Fazlur, 2003).

Kebutuhan cabai merah dari tahun-ketahun semakin meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk (Haryantini,. dan Muji 2001) dan berkembangnya berbagai industri makanan yang membutuhkan bahan baku cabai (Sumarni,. dan Rini Rosliani 2001) seperti tepung cabai dan saus serta industri obat-obatan (Sukawa, dan Makmuri 1999) serta merupakan salah satu komoditi eksport yang masih potensil (Koesriharti, Titik Islami dan Respatijarti 1999b), namun produksi cabai masih belum mencukupi (Sumarni, dan Rini 2001), bahkan produktifitasnya masih sangat mungkin untuk dikembangkan dimana produksi maksimum di Indonesia masih rendah ( 3,5 ton/ha) bila dibandingkan dengan produksi Malaysia (12 ton/ha) (Javier, 1993)

Hasil ekonomis tanaman cabai adalah buah, sehingga tingi-rendahnya produksi tergantung pada jumlah, ukuran dan bobot buah yang dapat di panen, sehingga jumlah buah panen dipengaruhi oleh jumlah bunga yang terbentuk, serta jumlah bunga dan buah gugur.

Salah satu masalah utama dalam budidaya tanaman cabai adalah rentannya tanaman cabai terhadap pengguguran bunga dan buah yang dapat menyebabkan penurunan produksi yang cukup serius (Haryantini, dan Muji Santoso 2001), yaitu dari 500 buah bunga yang mungkin dihasilkan oleh satu tanaman hanya mampu


(18)

menghasilkan buah sebanyak 263 buah (Setiadi, 2005). Hal ini berarti bunga dan buah yang gugur mencapai 47,4 %. Masalah ini tidak saja terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain seperti Korea dan Nigeria bagian Utara. Kehilangan kuncup bunga, bunga dan buah muda pada tanaman cabai merupakan salah satu dari faktor penting yang membatasi produksi tanaman ini di darerah tropis. (Koesriharti, dkk., 1999b)

Kondisi lingkungan atau faktor luar seperti kelembaban tanah dan udara, status air tanah, dan fotoperiode serta nutrisi merupakan faktor penting yang mempengaruhi pembungaan dan pembentukan buah, disamping itu secara umum pertumbuhan dan perkembangan tanaman dikontrol oleh dua faktor internal yaitu nutrisional dan hormonal. (Sumarni, dan Rini, 2001).

Banyak faktor yang telah diidentifikasi mempengaruhi pengguguran bunga dan buah tanaman cabai seperti kegagalan pembuahan, suhu yang tinggi, dan kekurangan air terutama saat pembentukan bunga dan buah (Doorenbos dan Kassam, 1979 dalam Koesriharti, M.Dawam., dan Nurul. 1999a , ) yang diikuti dengan penaungan (Aloni, et. al., 1991), keseimbangan hormon (Wien, Turner, and Yang, 1989, Tamas et. al., 1979)) konsentrasi dan alokasi assimilate (Aloni, et. al. 1999.) intensitas cahaya yang rendah (Marcells, et. al. 2004)

Dengan diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi gugur bunga dan buah tanaman cabai maka dapatlah ditentukan cara mengatasi gugur bunga dan buah rersebut. Namun faktor tersebut bervariasi dari satu tanaman ketanaman lain, dan dari satu daerah ke daerah lain, sehigga perlu untuk mengidentifikasi faktor yang paling dominan dalam pengguguran bunga dan buah.


(19)

Banyak peneliti menyatakan bahwa pengguguran organ tanaman terutama diatur oleh hormon (Tamas et. al., 1979). Kontrol pengguguran dari organ vegetatif dan reproduktif dari berbagai spesies termasuk organ reproduktif cabai dikendalikan oleh kombinasi auksin dan etilen (Wien et. al., 1989). Namun pada penelitian Koesriharti, Dawam, dan Nurul (1999a) terhadap 9 (sembilan) kultivar tanaman lombok besar diperoleh bahwa pemberian auxin dalam bentuk IAA maupun NAA ternyata tidak dapat mengurangi terjadinya kerontokan buah.

Penelitian Haryantini, dan Muji (2001) memperlihatkan bahwa pemberian GA3

dengan konsentrasi 100 ppm terhadap tanaman cabai dapat menurunkan kerontokan bunga hingga 16 % dan menurunkan kerontokan buah hingga 5 % dibandingkan dengan tanpa pemberian GA3. demikian juga dengan penelitian Koesriharti, Titik, dan

Respatijarti (1999b) menunjukkan bahwa pemberian campuran BA, GA dan AVG dapat mengurangi terjadinya kerontokan buah dari 44,42 % menjadi 29,03%.

Konsep pemupukan didasarkan pada prinsip keseimbangan hara sehingga usaha untuk mencapai ketepatan dosis, cara dan waktu serta jenis pupuk yang diberikan merupakan usaha dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemupukan (Tarigan, 1999). Disamping itu karena pertumbuhan tanaman berlangsung secara sedikit demi sedikit setiap saat dan secara terus menerus, maka unsur hara yang dibutuhkan tanaman harus selalu tersedia setiap saat. (Loveles, 1991) mengatakan harus ada gerakan hara tersedia yang sinambung dari sumber hara ketempat hara tersebut terpakai.

Pemberian pupuk yang tepat dapat meningkatkan jumlah buah panen disamping parameter pertumbuhan lainnya yang berarti juga dapat menurunkan jumlah bunga yang gugur. Penelitian Sarker (2003) memperlihatkan bahwa pemberian kombinasi


(20)

hara yang tepat dapat meningkatkan jumlah buah pertanaman hingga menjadi 109 buah pertanaman dari 48 buah.

Penanaman cabai terutama di musim hujan sering kali mengalami kerugian karena faktor cuaca yang kurang mendukung bagi pertumbuhan tanaman cabai dan adanya serangan hama dan penyakit yang tinggi, sehingga dapat mengurangi kualitas dan kuantitas hasil. Terutama karena tanaman ini tidak tahan terhadap adanya genangan air maupun kekeringan terutama selama periode pembentukan buah (Koesriharti, 1999b)

Kekurangan air pada periode pertumbuhan akan mempengaruhi hasil, terutama kekurangan air pada saat pembungaan dan pembentukan buah (Koesriharti, 1999b), karena dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan menyebabkan gugurnya bunga dan buah. (Yoon et al., 1989 dalam Koesriharti, M. 1999a).

Salah satu alternatif untuk mengatasi kelebihan dan kekurangan air serta menjamin ketersediaan unsur hara secara sinambung dan efisien pada pertanaman yaitu dengan penanaman cabai secara hidroponik dengan irigasi tetes yang dilakukan di rumah kasa. Dengan cara tersebut faktor cuaca (kekurangan dan kelebihan air) serta serangan hama dan penyakit dapat diatasi.(Sumarni, dan Rini, 2001).

Penanaman cabai secara hidroponik adalah penanaman dalam larutan hara/nurtisi dengan media bukan tanah. Sebagai media dapat digunakan berbagai bahan seperti pasir, kerikil, perlite, vermienlite, kuntang, sabut kelapa dan lain-lain yang disebut kultur agregat hidroponik (Jansen, 1997) dimana bahan-bahan tersebut mempunyai sifat fisika dan kimia yang berbeda, sehingga pengaruhnya pada ertumbuhan dan hasil tanaman akan berbeda pula.


(21)

Rumusan Masalah

Tinggi rendahnya hasil tanaman cabai ditentukan oleh jumlah, ukuran dan bobot buah yang dapat dipanen, yang berarti juga tergantung pada jumlah bunga yang menjadi buah. Dalam budidaya cabai merah terdapat peristiw yang umum terjadi yaitu banyaknya bunga dan buah gugur. Fakta tersebut memperlihatkan bahwa potensi produksi tanaman cabai masih dapat ditingkatkan dengan jalan menekan jumlah bunga dan buah yang gugur.

Untuk mengurangi gugurnya bunga dan buah tersebut, dilakukan penyemprotan hormon Gibberelin (GA3) pada seluruh bagian tanaman, dimana pada beberapa kasus

hormon ini telah terbukti dapat menurunkan persentase bunga dan buah yang gugur. Disamping itu pembentukan bunga dan buah sangat berhubungan dengan keadaan pertumbuhan organ vegetatif tanaman serta aktifitas fotosintesis, sehingga berarti juga berhubungan dengan ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Dengan demikian pemberian hara yang tepat sangat diperlukan dalam mendukung peningkatan hasil panen.

Masalah lain yang dihadapi pada pertanaman cabai adalah kepekaan tanaman tersebut terhadap keadaan air, baik keadaan kekeringan maupun tergenang. Dengan demikian pemberian air dalam jumlah yang cukup dan tersedia sepanjang siklus hidup akan mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman.

Atas dasar kenyataan tersebut di atas, maka disusunlah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui: apakah hormon Gibberelin dapat menurunkan jumlah bunga dan buah yang gugur dan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai; dosis pupuk NPK yang tepat pada sistim irigasi tetes; serta melihat


(22)

pengaruh media terhadap pengguguran bunga maupun pertumbuhan dan hasil tanaman cabai.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh hormon Gibberelin (GA3), dosis pupuk NPK,

terhadap pertubuhan dan hasil tanaman cabai merah, terutama pada pengurangan gugurnya bunga dan buah pada berbagai media tumbuh.

Hipotesis Penelitian

1. Pemberian GA3 dapat mengurangi gugurnya bunga dan buah serta

meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah.

2. Perbedaan tingkat dosis pupuk NPK akan mempengaruhi gugur bunga dan buah serta pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah.

3. Perbedaan media tumbuh akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah.

4. Pemberian GA3 Dosis pupuk NPK dan media tumbuh akan saling

mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah. Kegunaan Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi ilmu pengetahuan terutama untuk petani dan pelaku agribisnis cabai merah.

2. Sebagai bahan penulisan tesis dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pertanian pada Sekolah Pasca Sarjana USU Medan.


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik dan Morfologi Cabai Merah

Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk dalam keluarga terong-terongan atau solanaceae (Crockett, 1972) yang berasal dari daerah tropika dan subtropika benua Amerika (Suherman, 2003) tepatnya Amerika Selatan dan Amerika Tengah termasuk Mexico (Wiryatna, 2005) dan Mexico dipercaya sebagai pusat asal penyebaran cabai merah yang masuk ke Indonesia pada abad ke – 16 oleh penjelajah Portugis dan Spanyol (Poulos, 1994). Tanaman ini juga tersebar di daerah-daerah tropika lainnya (Sastrapraja, dkk, 1977).

Terdapat 5 ( lima) species domestik dari genus Capsicum yaitu Capsicumm annuum, Capsicum frutescencens, Capsicum baccatum, Capsicum pubescens, dan Capsicum chinensis, dan sekitar 25 species liar. (Poulos, 1994). Dari kelima species tersebut C. annuum ( cabai besar, keriting, paprika) dan C. frutescens (cabai rawit) adalah merupakan species yang paling popular dan memiliki prospek ekonomi yang tinggi (Tarigan dan Wiryatna, 2004).

Cabai besar (C. annuum) atau lombok besar memiliki banyak varitas yang beberapa diantaranya dikenal di Indonesia antara lain cabai merah (var. longum), cabai bulat ( var. grossum), cabai hijau (var. annuum) (Setiadi, 2005). Beberapa varitas komersil yang banyak di budidayakan di Indonesia adalah : CTH -01 hibrida, Papiraus Hibrida, Arimbi -513 hibrida, Nenggala Hibrida, Tit Super Cabai Besar, Gada F1 Cabai besar hibrida, Prabu F1 Cabai Besar hibrida, Taro F1 Keriting hibridadll. (Wiryatna, 2005)

Walaupun varitas cabai besar cukup banyak, tetapi ciri umumnya seragam seperti batangnya tegak mencapai ketinggian 50 – 90 cm (Setiadi, 2005) bahkan dapat


(24)

mencapai 120 cm (Tarigan dan Wiryatna, 2004). Posisi bunga menggantung dengan warna mahkota putih dengan 5 – 6 helai daun mahkota dengan panjang 1 – 1,5 cm dan lebar sekitar 0,5 cm. panjang tangkai bunganya 1 – 2 cm ( Setiadi, 2005). Bunga tersebut terdapat pada ruas daun dengan jumlah yang bervariasi antara 1 – 8 bunga tiap ruas, dimana species C. annuum mempunyai satu bunga tiap ruas (Shantika, 2004), sehingga potensi tanaman cabai dalam menghasilkan bunga sejumlah 500 buah, namun sampai saat ini dengan perawatan yang tepat hanya mampu menghasilkan buah sebanyak lebih kurang 263 buah (Setiadi, 2005)

Faktor yang mempengaruhi gugur bunga dan buah

Dibawah kondisi cekaman lingkungan atau pengaruh kerusakan oleh hama penyakit, kerusakan daun atau tunas dapat meningkatkan produksi ethylen, suatu pengatur pertumbuhan yang dapat mereduksi laju produksi auxin dari organ, mengurangi laju transport auxin ke pedicle atau petiole dan mempercepat pembentukan lapisan absisi (Koesriharti dkk. 1999), inilah yang menyebabkan terjadinya pengguguran organ tanaman.

Banyak faktor yang telah diidentifikasi mempengaruhi pengguguran bunga dan buah tanaman cabai seperti kegagalan pembuahan, suhu yang tinggi (Doorenbos dan Kassam, 1979 dalam Koesriharti, M. 1999a) yang diikuti dengan penaungan (Aloni, et. al., 1991).

Kekurangan air pada setiap periode pertumbuhan tanaman terutama pada saat pembentukan bunga dan buah (Doorenbos dan Kassam 1979 dalam Koesriharti, dkk. 1999a; 1989, Koesriharti, 1999b) keseimbangan hormon (Wien et. al., 1989, Tamas et. al., 1979)) konsentrasi dan alokasi assimilate (Aloni, et. al. 1999.) intensitas cahaya


(25)

yang rendah (Marcells, et. al. 2004) adalah merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi gugurnya bunga dan buah.

Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa jika kekuatan source (pensuplay assimilat) meningkat, laju aborsi bunga juga meningkat secara linier, sementara kekuatan source menurun dengan adanya penaungan, kerapatan tanaman yang tinggi dan pemangkasan. Pengguguran bunga dan buah tidak hanya depengaruhi oleh kekuatan source, tapi juga oleh kekuatan sink dimana variasi pengguguran bunga dan buah paprika berhubungan dengan kekuatan source dan sink tanaman (Marcells, et. al. 2004)

Walaupun teory tentang hormon dan assimilat terlihat seperti dua teory yang bertentangan mengenai penjelasan gugur bunga dan buah, hal ini bisa jadi akibat perobahan ketersediaan assimilat adalah penyebab perobahan keseimbangan hormonal yang membawa kepada pengguguran.( Marcells, et. al. 2004), hal ini dapat dijelaskan oleh Wien et. al. (1989) yang mengatakan bahwa penaungan telah terbukti menurunkan kadar gula pada kuncup bunga cabai sementara ethilen berkorelasi negatif dengan kandungan gula pada tunas.

Pengaruh GA3 terhadap pembungaan, pertumbuhan dan hasil cabai merah

Gibberelin adalah sekelompok senyawa asam tetracyclic diterpenoid dengan struktur dasar berupa ent-gibberellane dengan 20 atau 19 atom C (Sponsel, 1995) yang sebenarnya telah ditemukan di Jepang sekitar tahun 1920-an (Heddy, 1986) sebelum tahun penemuan auxin tahun 1927 yaitu senyawa yang menghasilkan pertumbuhan longitudinal dari batang yang berlebihan. Namun karena penyelidikan


(26)

awal terhadap zat ini berlangsung di Jepang sehingga informasi tersebut tidak sampai kedunia barat hingga setelah perang dunia kedua, dan pada tahun 1961 Groos dkk telah merekonstruksi struktur asam gibberellat (GA.3)

Terdapat lebih kurang 90 jenis Gibberelin yang ditemukan pada tanaman meskipun hanya 2 (dua) jenis yang di produksi secara ekonomis dan tersedia dipasar yaitu GA3 dan campuran antara GA4 dan GA7 (Gianfaga, 1995)

Salah satu efek yang paling nyata dari Gibberelin adalah modifikasi pertumbuhan tanaman, namun efeknya bermacam-macam dan berlainan dari oragan ke oragan dan dari tanaman ke tanaman. Proses modifikasi itu dapat melalui pola pembelahan sel yang berubah yang mengakibatkan terbentuknya organ –organ lain, atau melalui perobahan dalam enzim yang dihasilkan sehingga tanaman tertentu menjadi berbunga dengan mengubah organ vegetatif menjadi organ floral, juga terhadap pengeluaran bunga dan perobahan jenis kelamin bunga.

Meskipun umumnya Gibberelin tidak berhubungan dengan pertumbuhan meristem apical namun pada keadaan lingkungan tertentu yang menyebabkan dormansinya tunas apical, dapat dibalik dengan pemberian Gibberelin.

Peranan Gibberelin yang dominan adalah pada perobahan meristem subapical yang dapat menyebabkan tanaman roset menjadi normal. Peranan lain pada peristiwa bolting (lompatan perobahan dari vase vegetatif ke vase pengeluaran bunga), juga bunga yang tidak difertilisasi pada beberapa tanaman dapat dibuat untuk menghasilkan buah tapi tidak berbiji (partnokarpi) dengan pemberian Gibberelin, sementara perannya pada pemuluran batang adalah kecil. Cleland, (1992).

Wattimena, (1988) mengatakan Gibberelin dapat memperbesar luas daun, besar bunga dan buah, mengganti suhu dingi yang dibutuhkan untuk pembungaan,


(27)

pembelahan dan pembesaran sel pada tanaman utuh, meskipun auksin lebih efektif bagi pembelahan dan perbesaran sel pada potongan-potongan organ seperti stek. Pengaruh pemupukan terhadap pertumbuhan dan hasil cabai merah

Pemberian pupuk melalui tanah dengan frekwensi yang sangat jarang (sekaligus, dua atau tiga kali sepanjang siklus pertumbuhan) membutuhkan jumlah pupuk yang sangat banyak karena adanya pencucian. (Rosliani dkk 2001) melaporkan bahwa dari pupuk N yang diberikan kedalam tanah, hanya 30 -50 % yang diserap tanaman, sedangkan pupuk P dan K lebih rendah lagi hanya sebesar 15 – 20 %, selebihnya menjadi residu dalam larutan tanah dan tercuci.

Rata-rata bobot buah cabai meningkat sejalan dengan peningkatan pemberian pupuk dan maksimum pada tingkat 166 kg/ha N, P2O5, K2O, pada tanah sandy loam,

dan pada 203 kg/ha pada tanah loamy sand karena kapasitas tukar kation loamy sand lebih rendah dari pada sandy loam. (Neary, et. al. 1995). Sementara Bracy, Edling, and Moser (1995) melaporkan bahwa tingkat pemberianpupuk memberikan pengaruh yang linier terhadap hasil pada saat awal panen dan total panen pada daerah beriklim Lembab

Suplay nutrisi dan pertumbuhan volume akar secara nyata meningkatkan partisi assimilat ke buah. Pemberian hara yang rendah ( 3- 0.5- 1,25 mM NPK) pada wadah yang kecil ( 9 dm3) mempercepat pembungaan dan mempersingkat siklus pembungaan sehingga mempercepat pembentukan dan pematangan buah, sementara peningkatan suplay nutrisi sampai pada kondisi menengah ( 6 – 1 – 2.5 mM NPK) mengurangi secara nyata penghambatan penyebaran akar juga total buah dan hasil akibat tekanan volume wadah yang kecil ( Xu,G. and U. Kafkafi, 2006)


(28)

Pemberian pupuk dalam bentuk larutan pupuk untuk tanaman cabai merah pada media pasir dengan interpal yang pemberian yang lebih rapat ( 3 hari sekali) memberikan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan pemberian yang lebih jarang ( 6 hari sekali) (Sumarni, dan Rini, 2001)

Pengaruh media tumbuh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah pada sistim hidroponik irigasi tetes

Greenhouse adalah struktur bangunan dengan lingkungan yang tertutup oleh bahan transparan (tembus cahaya) dengan memenfaatkan radiasi surya untuk pertumbuhan tanaman. Tujuan penanaman dalam greenhouse adalah untuk melindungi tanaman dari kondisi alam seperti sinar matahari, suhu udara, kelembaban, angin hujan salju dan lain-lain yang sifatnya tidak menguntungkan dan karenanya penutup greenhouse awalnya terdiri dari kaca.

Di Indonesia kondisi lingkungan lebih seseai bagi pertumbuhan tanaman cabi bila dibandingkan dengan di daerah sub-tropis sehingga tujuan utama penggunaan greenhouse adalah untuk melindungi tanaman dari terpaan air hujan, dan serangan hama penyakit pada tanaman yang diusahakan dengan sistim hidroponik. Pada umumnya penanaman sistim ini diusahakan pada jenis tanaman dengan potensi ekonomi penting sehingga memenuhi kualitas eksport (Widyastuti, 1996)

Saat ini bahan untuk atap green house tidak hanya terpaku pada kaca saja. Salah satu pertimbanganya adalah untuk menyesuaikan kebutuhan tanaman terhadap iklim terutama sinar matahari. Bahan –bahan yang sering digunakan sebagai atap dan dinding antara lain kaca, plastic, paranet, asbes dan seng. Greenhouse dengan penutup plastic saat ini lebih banyak ditemukan di Indonesia. Dilihat dari kondisi iklim dan tujuannya, pemakaian penutup dari bahan plastic cenderung lebih cocok untuk diterapkan terutama untuk komoditi eksport (Widyastuti, 1996).


(29)

Beberapa keunggulan budidaya sistem hidroponik antara lain adalah: (1) kepadatan tanaman per satuan luas dapat dilipatgandakan sehingga menghemat penggunaan lahan; (2) mutu produk (bentuk, ukuran, rasa, warna, kebersihan/higiene) dapat dijamin karena kebutuhan nutrient tanaman dipasok secara terkendali di dalam rumah kaca; (3) tidak tergantung musim/waktu tanam dan panen dapat diatur sesuai dengan kebutuhan pasar.

(

Wardi, dkk. 2006)

Terdapat 6 (enam) tipe dasar dari sistim hidroponik yaitu: Wick system, Water Culture System, Ebb dan Flow system, Drip System, NFT (Nutrien Film Technique) dan Aeroponik. Pada sistim yang recovery, penggunaan pupuk dan air lebih efisien karena larutan yang mengalir keluar wadah akan digunakan kembali sementara pada sistem yang non-recovery tidak demikian.

Jenis hidroponik dapat dibedakan dari media yang digunakan untuk tempat berdiri

tegaknya tanaman. Media tersebut biasanya bebas dari unsur hara (steril), sementara itu

pasokan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dialirkan ke dalam media tersebut melalui

pipa atau disiramkan secara manual. Media tanam tersebut dapat berupa kerikil, pasir,

gabus, arang, zeolit, atau tanpa media agregat (hanya air).

(

Wardi, dkk. 2006)

Drip irigation ( irigasi tetes) dewasa ini sangat banyak digunakan karena dianggap lebih efektif dalam menghemat air dan pupuk. Dalam sistem ini air diberikan tetes demi tetes sesuai dengan kebutuhan tanaman sehingga kecil sekali air yang terbuang. Walaupun peralatan untuk sistim ini agak rumit dan mahal, tetapi hasil yang diperoleh dan manfaatnya jauh lebih besar serta dapat dipakai berulang kali (Prihmantoro, dan Indriani. 2002)

Media tanam yang baik adalah yang dapat mendukung pertumbuhan dan kehidupan tanaman yaitu yang memenuhi beberapa persyaratan antara lain: dapat


(30)

menjadi tempat berpijak tanaman; mampu untuk mengikat air dan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, mempunyai drainase dan aerasi yang baik, dapat mempertahankan kelembaban daerah akar, tidak menjadi sumber penyakit, tidak mudah lapuk dan mudah didapat dan harganya relatif murah.(S, Dina Agus. 1994)

Perbedaan medium pertumbuhan tanaman cabai yang ditanam dalam greenhouse mempengaruhi terhadap total hara daun seperti yang dilaporkan oleh Padem, Alan (2006) bahwa kandungan NPKCa dan Mg daun secara nyata meningkat karena media tumbuh, dimana medium peat memberikan hasil tertinggi bila dibandingkan dengan tanah, perlite, pasir dan pumice.


(31)

III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Peranian Universitras Asahan (UNA) Jl. Jendral. A. Yani Kisaran, dengan ketinggian 10 m dpl, pada sistim irigasi tetes (Drip irigation system non recovery) dimana penyiraman dan juga pemberian hara dilakukan dalam bentuk tetesan secara terus menerus selama 12 (dua belas) jam perhari dalam tiga tahap.

Penelitian ini dilaksanakan selama 5 (lima) bulan mulai bulan Januari 2008 sampai dan bulan Mei 2008.

Bahan dan Alat

Tanaman cabai varitas CTH-01 ditanam dalam polibag hitam ukuran 40 x 50cm dengan media tanam berupa pasir kali dan serbuk sabut kelapa. Populasi tanaman cabai tersebut ditempatkan dalam bagunan beratap plastik ukuran 8 m x 28 m dengan suplai air dan hara diberikan secara tetesan (drip irrigation system non recovery). Untuk menghasilkan tetesan tersebut digunakan botol infuse sisa penggunaan di Rumah Sakit. Gibberelin (GA 3) dan larutan pupuk NPK.

Penggunaan bahan kimia untuk perlindungan tanaman relatif tidak digunakan karena sistim pertanaman yang digunakan adalah dalam naungan plastik. Untuk meningkatkan sterilisasi lokasi pertanaman maupun areal pembibitan, digunakan alcohol dan Curacron 500 EC.

Alat alat yang terkait dalam penelitian ini meliputi alat-alat pembuatan larutan pupuk dan GA3 seperti timbangan digital, gelas ukur, Erlenmeyer, pengaduk, pH

meter dll; alat aplikasi GA3 seperti hand sprayer, plastik pembatas; alat pengambilan


(32)

alat tulis serta alat Bantu lainnya seperti botol infuse, tiang penyangga tanaman, tali pengikat tanaman dan tali pembatas.

Metode Penelitian

Rancangan lingkunganyang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan 3 (tiga) faktor penelitian yaitu:

Faktor Jenis Media Pertumbuhan sebagai petak utama dengan 3 (empat) taraf perlakuan yaitu:

M1 = Media Pasir Kali

M2 = Media Serbuk Sabut Kelapa

M3 = Media campuran Pasir Kali dan Serbuk Sabut Kelapa ( 50 : 50 )

Faktor dosis pupuk NPK sebagai anak petak dengan 3 (tiga) taraf perlakuan yaitu: P1 = 0,2 g NPK /tanaman/hari

P2 = 0,4 g NPK /tanaman/hari

P3 = 0,6 g NPK /tanaman/hari

Faktor Konsentrasi Gibberelin sebagai anak-anak petak dengan 3 (tiga) taraf Perlakuan yaitu:

G0 = Tanpa Pemberian GA3

G1 = Pemberian GA3 50 ppm

G2 = Pemberian GA3 100 ppm

G3 = Pemberian GA3 150 ppm

Dari ketiga faktor tersebut diperoleh 36 plot kombinasi perlakuan dimana setiap perlakuan diulang sebanyak 3 (tiga) kali sehingga diperoleh 108 (seratus delapan) unit percobaan yang tiap unitnya terdiri dari 10 tanaman sehingga total populasi tanaman dalam penelitian ini adalah 1080 tanaman.

Pada setiap unit penelitian ditentukan 6 (enam) tanaman sebagai sample analisis pertumbuhan (sample destruktif) dan 3 (tiga) tanaman sebagai sample non destruktif.


(33)

Pelaksanaan Penelitian Pembangunan Tempat Penelitian

Dalam penelitian ini tanaman di tanam pada polibag hitam dalam rumah plastik sehingga dibutuhkan satu unit bangunan yang cukup untuk menampung seluruh tanaman. Rumah plastik yang disediakan adalah berupa bangunan persegi panjang dengan ukuran 10 m x 30 m dengan tinggi pada bagian tengah 4 m dan 2 m pada bagian tepi. Atap bangunan dibuat dari plastik transparan dan seluruh dindingnya dibuat dari kain kasa (screen) yang dilengkapi pintu dan ruang isolasi. (gambar sketsa bangunan tertera pada lampiran 5). Setelah seluruh bangunan selesai dikerjakan, kemudian seluruh bagian bangunan tersebut di sterilisasi dengan menggunakan alcohol dan Curacron 500 EC 2 cc/l air.

Persemaian/pembibitan

Persemaian dan pembibitan dilaksanakan sekaligus dalam polibag berukuran 8 x 12 cm dan ditempatkan pada bangunan persemaian yang keseluruhannya ditutupi dengan kain kasa. Bagian atas diberi atap daun rumbia untuk melindungi tanaman dari sinar matahari yang berlebihan, terpaan air hujan dan embun malam.

Areal persemaian disemprot dengan insektisida curacron 500 EC 2 cc/l air. Untuk memudahkan pemindahan bibit dari polibeg pembibitan ke polibag utama, maka media perkecambahan/pembibitan dibuat sesuai dengan media pertanaman yaitu pasir kali dan serbuk sabut kelapa.

Agar diperoleh bibit yang baik, sebelum digunakan sebagai media, pasir kali dan sabut kelapa terlebih dahulu disterilisasi dengan cara yang akan diterangkan pada bagian persiapan media.


(34)

Sebelum disemaikan, benih cabai direndam dahulu dalam air hangat ( 50 0 C) selama 1 (satu) jam untuk menghilangkan hama dan penyakit yang menempel pada benihdan mempercepat perkecambahan, kemudian direndam dalam larutan Natrium fospat (Na2PO4) 0.03 M 10 % selama 1 -2 jam untuk menghilangkan virus yang

menempel pada benih.(Duriat dan Gunairi, 2004; Sumarni, N., dan Rini Rosliani, 2003)

Kebutuhan hara dan air pada periode pembibitan disuplai melalui penyiraman dengan larutan pupuk NPK yang dikonversi dari Agro Industri menjadi 2,5 g/l. air dengan interval 5 hari sekali.

Persiapan media tanam

Tanaman cabai di tanam pada media pasir kali dan serbuk sabut kelapa, karena sistim pertanaman yang digunakan adalah sistim hidroponik.

Pasir yang digunakan sebagai media hidroponik terlebih dahulu diayak dengan ayakan halus agar diperoleh butiran pasir yang seragam. Agar media terhindar dari kemungkinan sebagai pembawa gulma hama dan penyakit, maka media tersebut disterilkan dengan cara merendam dalam air dan dicuci sambil membuang sampah dan kotoran yang ada, lalu dipanaskan dengan api dalam wadah seng.

Serbuk sabut kelapa diperoleh dengan menyerut sabut kelapa dengan alat serut yang terbuat dari kayu yang telah diberi paku sehingga serat sabut akan terpisah dari serbuknya. Sebelum digunakan serbuk sabut kelapa tersebut terlebih dahulu harus disterilkan dengan cara direndam dalam air kapur sampai air perendam menjadi bening atau bersih, selanjutnya serbuk sabut tersebut di rebus dalam air sampai mendidih dan kemudian dikering anginkan. Setelah kedua media tersebut disterilkan,


(35)

masing-masing media dimasukkan kedalam polibag penanaman dengan ukuran polibag 40 x 50 cm dan dipadatkan.

Penanaman

Setelah bibit berumur 30 hari setekah tanam bibit siap untuk dipindahkan ke polibeg penanaman. Satu hari sebelum pemindahan, bibit disiram terlebih dahulu sampai media menjadi jernih sehingga pada saat pemindahan media menjadi kompak. Pada bagian tengah media tanam dibuat lobang tanam dengan ukuran yang sesuai dengan ukuran polibeg pembibitan.

Bibit yang ditanam adalah bibit yang telah diseleksi dengan kriteria utama adalah keseragaman pertumbuhan baik tinggi maupun jumlah daun. pemindahan bibit dilakukan pada sore hari dimulai jam 15.00 WIB untuk menghindari penguapan yang tinggi.

Pemindahan dilakukan dengan hati-hati dimulai dengan memotong dan membuang bagian bawah polibeg bibit lalu media beserta polibegnya dimasukkan kedalam lobang tanam, selanjutnya plastik polibeg ditarik/dikeluarkan secara perlahan sambil menekan media tanam kearah media bibit sehingga media menjadi padat dan kompak.

Pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan konpensional pada system hidoponik relatif lebih sedikit, terutama karena ditanam pada media yang relatif bebas dari bibit gulma hama dan penyakit dan mikro organisme lain. Namun untuk menghindari serangan hama dan penyakit yang dapat mengganggu perolehan data, tindakan pengendalian dilakukan karena ada gejala serangan, dimulai dengan teknik manual sampai pada tindakan kemis.


(36)

Penyiraman seperti yang telah diterangkan diawal dilakukan dengan cara irigasi tetes (Drip Irigation System non Recovery) dimana penyiraman dilakukan sepanjang fase pertumbuhan, tetes demi tetes.

Sebagai perbandingan digunakan hasil penelitian pada cabai paprika, dimana jumlah kebutuhan air pertanaman selama pertumbuhan vegetatif adalah 200 ml tiap dua hari dan meningkat menjadi 400 ml pada vase generatif. (Suwandi, dkk. 2004) Pemupukan

Untuk memenuhi kebutuhan hara, tanaman diberikan pupuk NPK yang dilarutkan dalam air dengan dosis pupuk yang berbeda sesuai perlakuan. Sebagai patokan pemberian dosis pupuk adalah dari hasil penelitian Sumarni, dan Rini Rosliani, 2001 yang merekomendasikan penggunaan pupuk NPK 15:15:15 sebanyak 2 g/l sebanyak 300 – 600 ml/tanaman dengan interval waktu 3 hari sekali.

Dengan mengambil dosis terendah maka diperoleh dosis sebesar 0,2 gr/tan/hari. Sehingga perlakuan dosis pupuk yang dipakai dalam penelitian ini adalah berturut-turut 0,2 – 0,4 – 0,6 g/tan/hari.

Untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan unsur hara mikro, maka diberikan pupuk pelengkap cair Metalik yang mengandung sembilan unsur hara mikro yaitu 5 % Mg, 1,7 % Fe, 0,86 Zn, 2 % B, 0,24 % Mo, 0,87 % Cu, 2% MgO, Co, Ni, 5 % Protein, dan 4,5 % asam orgaik. Pemberian pupuk pelengkap cair Metalik diberikan melalui penyemprotan ketanaman dengan konsentrasi 1 ml/l, dan interval penyemprotan seminggu sekali.

Aplikasi Gibberelin

Pemberian Gibberelin dilakukan sebanyak 2 (dua) kali yaitu pada umur 30 hari setelah tanam ( menjelang terbentuknya kuncup bunga ) dan pada umur 50 hari


(37)

setelah tanam ( pada saat pembentukan buah). Konsentrasi Gibberelin sesuai dengan perlakuan.

Pemberian dilakukan menggunakan hand sprayer dengan menyemprotkan larutan Gibberelin keseluruh permukaan daun tanaman sesuai dosis yang ditentukan dengan menyemprotkan hanya air pada tanaman kontrol (tanpa GA) sehingga jumlah air yang dibutuhkan untuk membasahi seluruh permukaan daun dijadikan patokan jumlah larutan GA yang diberikan.

Untuk menghindari pembiasan larutan Gibberelin yang diberikan pada satu plot ke plot lainnya, maka pada saat penyemprotan plot tersebut di batasi dengan pembatas plastik dengan ketinggian 1 (satu) meter, sehingga kemungkinan pembiasan larutan GA menjadi lebih kecil.

Pengamatan dan Peubah yang diamati

Data diperoleh dari pengamatan terhadap 9 (sembilan) tanaman sample yang terdiri dari 6 tanaman sample destruktif dan 3 tanaman sample non destruktif untuk tiap unit perlakuan. Sample destruktif digunakan untuk pengamatan terhadap peubah Laju Assimilasi Bersih, Laju pertumbuhan Relatif, Total luas daun, dan Bobot kering tanamaan. Sample non destruktif digunakan untuk pengamatan peubah jumlah cabang produktif, umur panen, jumlah bunga, jumlah bunga gugur, jumlah buah gugur, jumlah buah panen dan bobot buah pertanaman.

1. Bobot Kering Tanaman

Perhitungan laju pertumbuhan relatif, laju Assimilasi Bersih diperolah dengan menggunakan hasil pengukuran terhadap bobot kering tanaman. Pengeringan tanaman dilakukan dengan cara memisahkan tanaman menjadi 3 bagian yaitu, akar, batang/ranting dan daun, ( sebelum pengukuran bobot kering, daun digunakan terlebih


(38)

dahulu untuk menghitung luas daun total), kemudian masing-masing organ tersebut di cincang sampai halus dan rata lalu dimasukkan pada wadah kertas yang tebal dan diberi label sesuai perlakuan. Bahan dalam wadah kertas tersebut dikeringkan dalam oven dengan temperatur 600 C lalu ditimbang, kemudian dikeringkan kembali dalam oven dengan waktu dan temperatur yang sama kemudian ditimbang kembali.

Bila hasil penimbangan pertama dan kedua telah menunjukkan angka yang relatif konstan (tidak terjadi penurunan bobot kering) maka pengeringan dihentikan dan diperolehlah nilai bobot kering tanaman, namun bila masih terjadi penurunan bobot kering yang mencolok penimbangan terus dilakukan dengan temperatur dan waktu yang sama sehingga diperoleh bobot yang konstan. Bahan/sample yang belum dikeringkan, setelah ditimbang bobot segarnya segera disimpan dalam lemari es agar tidak terjadi penurunan bobot kering tanaman.

Pengamatan terhadap peubah Bobot kering Tanaman (g) dilakukan pada umur 20, 40, dan 60 hst. Pada saat ini juga dilakukan pengamatan terhadap luas daun total tanaman.

2. Luas Daun Total

Metode yang digunakan dalam mengukur luas daun total adalah dengan metode perbandingan bobot (Sitompul dan Guritno, 1995). Dengan asumsi Perbandingan luas daun sample dan bobot daun sample adalah sama dengan perbandingan antara Luas Daun Total dan Bobot daun total. Sehingga jika bobot dan luas daun sample serta bobot total daun diketahui maka total luas daun dapat dihitung dengan rumus:

LDT = n πr2 BDS BDT

Dimana :


(39)

BDT = Bobot Daun Total BDS = Bobot Daun Sampel

n = jumlah potongan daun sample r = jari-jari ukuran daun sample.

Tahapan pengukuran luas daun dimulai dengan memisahkan semua daun dari tangkainya kemudian menimbang bobot total daun sehingga diperoleh Bobot Daun Total (BDT), kemudian sepuluh helai daun yang diambil secara acak disusun secara berlapis lalu dilobangi dengan pelobang kertas pada posisi tengah tepat pada tulang daun, bagian helaian daun dan baian tepi daun (gambar pengambilan sampel daun pada lampiran 3) sehingga diperoleh jumlah potongan daun sample (n ) sebanyak 30. seluruh potongan daun tersebut ditimbang sehingga diperoleh Bobot Daun Sampel (BDS) lalu aangka-angka tersebut dimasukkan ke dalam rumus sehingga diperolehlah nilai Luas Daun Total.

3. Laju pertumbuhan relatif

Laju pertumbuhan relatif menunjukkan peningkatan bobot kering dalam suatu interval waktu 20 hari dalam hubungannya dengan bobot awal (Gardner). Perhitungan terhadap LPR dilakukan mengikuti rumus

LPR =

1 2

1 2

T T

ln W ln W

 

Dimana W1 = Bobot kering tanaman pada pengamatan ke 1,

W2 = Bobot kering tanaman pada pengamatan ke 2 ,

T1 = Umur tanaman pada pengamatan ke 1

T2 = Umur tanaman pada pengamatan ke 2,

4. Laju Assimilasi Bersih (LAB)

Laju Assimilasi Bersih (Net Assimilation Rate/NAR) atau laju satuan daun adalah hasil bersih dari Fotosintesis persatuan luas daun dan waktu (Gardner) yang


(40)

dalam banyak literatur disebut Harga Satuan Daun (HSD) (Sitompul, S.M. dan Bambang Guritno. 1995) dengan asumsi luas daun yang meningkat maka LAB dihitung dengan rumus sbb.

LAB =

) LD -(LD ) T -(T ) LD ln -LD (Ln ) W -(W 1 2 1 2 1 2 1 2 dimana:

LAB = Laju Assimilasi Bersih atau Harga Satuan Daun W1 = Bobot kering tanaman pada pengamatan ke 1

W2 = Bobot kering tanaman pada pengamatan ke 2

T1 = Umur tanaman pada pengamatan ke 1,

T2 = Umur tanaman pada pengamatan ke 2,

LD1 = Luas Daun pada pengamatan ke 1,

LD2 = Luas Daun pada pengamatan ke 2,

5. Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai tanaman berumur 2 (dua) minggu setelah tanam dengan interval 2 (dua) minggu sekali sampai tanaman mengeluarkan bunga. Tinggi tanaman diukur dari mulai 5 cm di atas pangkal batang yang ditandai dengan patok, sampai bagian tanaman tertinggi.

6.Umur Berbunga (hari)

Umur berbunga dihitung pada saat 75 % tanaman dalam tiap plot telah mengeluarkan bunga dan perhitungan dimulai sejah tanaman dipindahkan ke pertanaman.

7. Jumlah Bunga (buah)

Jumlah bunga dihitung dengan menggunakan data jumlah bunga dan buah yang gugur serta jumlah buah panen, sehingga penghitungannya dilakukan pada saat panen terakhir dengan asumsi bahwa total jumlah bunga yang terbentuk adalah jumlah dari


(41)

jumlah buah yang dipanen ditambah jumlah buah yang gugur dan jumlah bunga yang gugur.

8. Jumlah Bunga Gugur (buah)

Jumlah bunga gugur dihitung setiap hari langsung dilokasi penelitian mulai sejak tanaman mengeluarkan bunga ( 30 hari setelah tanam) sampai panen pertama kemudian dijumlahkan dari penghitungan pertama sampai akhir. Penghitungan dilakukan dengan memungut semua bunga yang gugur dati tanaman dalam setiap plot, lalu di bagi jumlah tanaman yang ada sehingga diperoleh jumlah bunga gugur per tanaman.

9. Jumlah Buah Gugur (buah)

Penghitungan jumlah buah gugur sama dengan penghitungan jumlah bunga gugur hanya saja dimulai dari saat pembentukan buah awal (umur 50 hari stelah tanam).

10. Jumlah buah Panen (buah)

Pemanenan dilakukan dengan interval 3 – 7 hari sekali dengan memanen buah yang telah memenuhi kriteria. Dengan demikian penghitungan jumlah buah panen dilakukan setiap panen dengan menghitung jumlah buah panen setiap tanaman dan akhirnya seluruh angka yang diperoleh tiap panen di jumlahkan pada panen terakhir. 11. Bobot Buah Pertanaman (g)

Buah yang telah dipanen dari tiap tanaman pada setiap periode panen lalu ditimbang dan diperolehlah angka bobot buah panen pertanaman untuk sekali panen, lalu akhirnya pada panen terakhir seluruh angka yang diperoleh untuk tiap tanaman dijumlahkan sehingga diperoleh angka bobot buah panen pertanaman.


(42)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Bobot Kering (g)

Sidik ragam perlakuan media tanam, dosis pupuk dan konsentrasi gibberellin pada peubah bobot kering tanaman 20, 40, dan 60 HST (hari setelah tanam) dapat dilihat pada Lampiran 6.

Perlakuan media tanam dan dosis pemupukan NPK berpengaruh sangat nyata pada umur 20, 40 dan 60 HST, namun tidak begitu dengan faktor gibberellin, dimana pemberian konsentrasi gibberellin yang berbeda tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada peubah bobot kering tanaman pada semua umur pengamatan. Hasil uji beda rata-rata bobot kering tanaman pada perlakuan media tanam, dosis pemupukan dan konsentrasi gibberellin dapat dilihat pada Tabel 1.


(43)

Tabel 1. Rata-rata Bobot Kering (g) Tanaman pada Perlakuan Media Tanam, Pemupukan, dan Gibberellin.

Berat Kering Total (g) Perlakuan

20 HST 40 HST 60 HST

Media Tanam

Media Pasir Kali (M1) 2.13 a A 5.57 a A 13.15 a A

Media Serbuk Sabut Kelapa (M2) 1.89 c C 4.64 c C 11.39 c C

Media Campuran (M3) 2.02 b B 5.25 b B 12.20 b B Pemupukan

0.2 g (P1) 1.85 c C 4.59 c C 10.91 c C

0.4 g (P2) 2.01 b B 5.29 b B 12.29 b B 0.6 g (P3) 2.18 a A 5.58 a A 13.55 a A Gibberellin

Tanpa Gibberellin (G0) 2.00 5.14 12.06

GA3 50 ppm (G1) 2.04 5.16 12.26

GA3 100 ppm (G2) 1.98 5.16 12.29

GA3 150 ppm (G3) 2.04 5.17 12.39

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % (hurup kecil) dan 1 % (huruf Besar)

Pengaruh perlakuan konsentrasi gibberellin terhadap bobot kering tanaman baik secara tunggal maupun interaksinya dengan kedua faktor lainnya secara umum tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Perlakuan interaksi antara media tanam dan dosis pupuk (MP) tidak berpengaruh nyata pada pengamatan umur 20 HST namun berpengaruh sangat nyata pada umur 40 dan 60 HST. Uji beda rata-rata untuk peubah bobot kering tanaman pada perlakuan interaksi antara media tanam dan dosis pemupukan (MP) dapat dilihat pada tabel 2 berikut.


(44)

Tabel 2. Rata-rata Bobot Kering (g) Tanaman pada Perlakuan Interaksi Faktor Media Tanam dan Dosis Pemupukan

Berat Kering Total (g) Perlakuan

20 HST 40 HST 60 HST

Interaksi

M1P1 2.03 5.00 d D 11.05 dc C M1P2 2.12 5.73 b B 13.49 b B M1P3 2.25 5.99 a A 14.92 a A M2P1 1.65 4.35 f F 10.78 d C M2P2 1.95 4.83 e E 11.36 cd C M2P3 2.08 4.75 e E 12.03 c C M3P1 1.87 4.42 f F 10.89 d C M3P2 1.98 5.32 c C 12.01 c C M3P3 2.22 6.01 a A 13.70 b AB

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % (hurup kecil) dan 1 % (huruf Besar)

Hubungan antara dosisi pupuk NPK pada berbagai media tanam untuk peubah bobot kering tanaman umur 60 HST dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Pengaruh Dosis Pemupukan Terhadap Bobot Kering Tanaman (g) Tanaman Cabai Pada Berbagai Media Tanam umur 60 HST


(45)

Dari gambar tersebut terlihat bahwa pola hubungan antara dosis pupuk terhadap bobot kering tanaman berbentuk linier positif, namun terdapat perbedaan respon pemupukan pada media yang berbeda.. Peningkatan dosis pupuk NPK menyebabkan peningkatan bobot kering tanaman cabai merah, namun peningkatan tersebut lebih tinggi pada media pasir kali (M1), disusul media campuran (M3) dan

terendah pada media serbuk sabut kelapa (M2).

4.1.2 Luas Daun (cm2)

Sidik ragam perlakuan media tanam, dosis pupuk dan konsentrasi gibberellin pada peubah luas daun total umur 20, 40, dan 60 HST (hari setelah tanam) dapat dilihat pada Lampiran 7.

Perlakuan Media dan Dosis pemupukan NPK berpengaruh sangat nyata pada peubah luas daun total untuk semua umur pengamatan. Pemberian konsentrasi gibberellin yang berbeda tidak menunjukkan pengaruh yang nyata untuk peubah luas daun total tanaman pada semua umur pengamatan

Uji beda rata-rata untuk peubah luas daun total tanaman pada perlakuan media tanam, dosis pemupukan dan konsentrasi Gibberellin dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.

Secara umum rata-rata luas daun total tanaman pada setiap amatan untuk perlakuan media tanam mengalami kenaikan yang cukup nyata, meskipun pada pengamatan pertama (20 HST) perlakuan M2 dan M3 tidak berbeda nyata pada taraf

1%. Hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan Media Pasir Kali (M1), disusul oleh

perlakuan Media Campuran Pasir Kali dan Serbuk Sabut Kelapa (M3) dan terendah


(46)

Tabel 3. Rata-rata Luas daun total (g) Tanaman pada Perlakuan Media Tanam, Pemupukan, dan Gibberellin.

Luas Daun Total (cm2) Perlakuan

20 HST 40 HST 60 HST

Media Tanam

Media Pasir Kali (M1) 396.17 a A 522.72 a A 1108.70 a A Media Serbuk Sabut Kelapa (M2) 359.51 c B 450.21 c C 914.64 c C Media Campuran (M3) 380.35 b B 495.99 b B 975.45 b B Pemupukan

0.2 g (P1) 358.76 c 443.22 c C 865.76 c C 0.4 g (P2) 382.57 b 499.13 b B 1022.89 b B 0.6 g (P3) 394.69 a 526.57 a A 1110.14 a A Gibberellin

Tanpa Gibberellin (G0) 379.01 495.97 987.77 GA3 50 ppm (G1) 384.28 488.02 988.85

GA3 100 ppm (G2) 371.63 476.10 1013.24 GA3 150 ppm (G3) 379.79 498.47 1008.52 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan

berbeda nyata pada taraf 5 % (hurup kecil) dan 1 % (huruf Besar)

Pada perlakuan dosis pemupukan NPK, rata-rata luas daun total tertinggi terdapat pada perlakuan P3 ( 0,6 g) untuk setiap jenis amatan (umur 20,40 dan 60

HST) disusul dengan perlakuan P2 (0,4 g) dan P1 (0,2g), namun pada pengamatan

pertama (20 HST) perlakuan P1 dan P2 tidak berbeda nyata pada taraf 1%. .

Pengaruh konsentrasi gibberellin baik secara tunggal maupun interaksinya dengan kedua faktor lainnya secara umum tidak menunjukkan pengaruh yang nyata.

Uji beda rata-rata untuk peubah luas daun total tanaman pada perlakuan interaksi antara media tanam dan dosis pemupukan (MP) dapat dilihat pada Table 4.


(47)

Tabel 4. Rata-rata Luas daun total (cm2) Tanaman Cabai pada Perlakuan Interaksi Faktor Media Tanam dan Dosis Pemupukan

Luas Daun Total (cm2) Perlakuan

20 HST 40 HST 60 HST

Interaksi

M1P1 373.47 488.67 de DE 898.94 de DE M1P2 405.69 507.52 b B 1181.52 b B M1P3 409.36 571.97 b B 1245.64 a A M2P1 329.21 419.93 f F 834.88 f F M2P2 367.48 476.23 e E 914.76 e E M2P3 381.84 454.47 d CD 994.28 d D M3P1 373.61 421.05 f F 863.45 f F M3P2 374.56 513.63 c C 972.40 c C M3P3 392.88 553.28 a A 1090.50 b B Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % (hurup kecil) dan 1 % (huruf Besar)

Perlakuan interaksi anatara Media tanam dan Dosis pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap Luas Daun Total pada umur 20 HST namun berpengaruh sangat nyata pada umur 40 dan 60 HST dimana hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan M1P3, disusul oleh M3P3 dan terendah pada perlakuan M2P1

Hubungan antara dosisi pupuk NPK pada berbagai media tanam untuk peubah luas daun total tanaman umur 60 HST dapat dilihat pada Gambar 2.


(48)

Gambar 2. Pengaruh Dosis Pemupukan Terhadap Luas daun total Tanaman (cm2) Tanaman Cabai Pada Berbagai Media Tanam (umur 60 HST)

Dari gambar tersebut terlihat bahwa pola hubungan antara dosis pupuk terhadap luas daun total tanaman berbentuk linier positif, namun terdapat perbedaan respon pemupukan pada media yang berbeda dimana media pasir kali memiliki respon yang lebih baik dibandingkan dengan kedua media lainnya.

4.1.3 Laju Pertumbuhan Relatif

Daftar Sidik ragam untuk peubah laju pertumbuhan relatif periode pertama dan kedua (LPR 1 dan LPR 2) akibat perlakuan media tanam, dosis pupuk dan konsentrasi gibberellin dapat dilihat pada Lampiran 8.

Dari daftar sidik ragam terlihat bahwa perlakuan media tanam dan dosis pupuk maupun konsentrasi gibberellin tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada peubah Laju Apertumbuhan relatif periode pertama dan kedua. Rata-rata laju pertumbuhan relatif pada perlakuan media tanam, dosis pupuk dan konsentrasi gibberellin dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.


(49)

Tabel 5. Rata-rata Laju Pertumbuhan Relatif (LPR) (g/cm2/hr) pada Perlakuan Media Tanam, Dosis Pemupukan, dan Konsentrasi Gibberellin.

Perlakuan Laju Pertumbuhan Relatif Media Tanam

Media Pasir Kali (M1) 0.0686 0.0608 Media Serbuk Sabut Kelapa

(M2)

0.0644 0.0639 Media Campuran (M3) 0.0678 0.0602

Pemupukan

0.2 g (P1) 0.0650 0.0617

0.4 g (P2) 0.0690 0.0599

0.6 g (P3) 0.0667 0.0633

Gibberellin

Tanpa Gibberellin (G0) 0.0671 0.0605 GA3 50 ppm (G1) 0.0664 0.0616 GA3 100 ppm (G2) 0.0683 0.0620 GA3 150 ppm (G3) 0.0660 0.0623

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % (hurup kecil) dan 1 % (huruf Besar)

Laju pertumbuhan relative hanya berpengaruh sangat nyata pada perlakuan interaksi media tumbuh dan dosis pupuk baik pada amatan pertama maupun kedua. Uji beda rata-rata laju pertumbuhan relative pada perlakuan interaksi antara media tumbuh dan dosis pemupukan dapat dilihat pada Table 6 berikut.

Hubungan antara laju pertumbuhan relative dengan dosis pupuk pada berbagai media tumbuh menunjukkan hubungan yang linier seperti dapat dilihat pada Gambar 3 berikut


(50)

Tabel 6: Rata-rata Laju Pertumbuhan Relatif Perlakuan Interaksi Media Tanaman,dan dosis Pemupukan

Perlakuan Laju Pertumbuhan Relatif

Interaksi Periode I Periode II

M1P1 0.0644 b BCD 0.0750 c D M1P2 0.0714 a A 0.0813 b C M1P3 0.0699 a AB 0.0868 a A M2P1 0.0693 a AB 0.0861 a A M2P2 0.0649 b BC 0.0812 b B M2P3 0.0590 c D 0.0882 a A M3P1 0.0614 bc CD 0.0857 ab AB M3P2 0.0708 a A 0.0771 c CD M3P3 0.0713 a A 0.0781 bc CD

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % (hurup kecil) dan 1 % (huruf Besar) .

Gambar 3. Pengaruh Dosis Pupuk Terhadap Laju Pertumbuhan Relatif Tanaman cabai (Umur 60 HST) Pada Berbagai Media Tumbuh

Gambar 3 memperlihatkan hubungan yang berbeda-beda antara dosis pupuk dan Laju Pertumbuhan Relatif pada ketiga perlakuan media dimana hubungan yang linier positif pada perlakuan M1. kuadratik pada perlakuan M2 dan linier negative pada

perlakuan M3. Respon laju pertumbuhan relatif terbaik terjadi pada media pasir kali


(51)

4.1.4 Laju Assimilasi Bersih

Sidik ragam pada peubah laju assimilasi bersih (LAB 1 dan LAB 2) pada perlakuan media tanam, dosis pupuk dan konsentrasi gibberellin dapat dilihat pada Lampiran 9.

Daftar Sidik ragam untuk peubah Laju Asimilasi Bersih periode pertama dan kedua (LAB 1 dan LAB 2) akibat perlakuan media tanam, dosis pupuk dan konsentrasi gibberellin dapat dilihat pada Lampiran 9. Dari daftar sidik ragam terlihat bahwa perlakuan media tanam dan dosis pupuk menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap peubah laju asimilasi bersih, sedangkan perlakuan konsentrasi gibberellin tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Uji beda rata-rata laju asimilasi bersih pada perlakuan media tanam, dosis pupuk dan konsentrasi gibberellin dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.

Dari tabel di atas terlihat bahwa Perlakuan media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap peubah laju asimilasi bersih pada pengamatan pertama dan kedua dimana rata-rata laju assimilasi tertinggi diperoleh pada perlakuan media pasir kali (M1) media campuran pasir kali dan serbuk sabut kelapa (M3) disusul dengan media

campuran pasir kali dan serbuk sabut kelapa dan terendah pada media serbuk sabut kelapa (M2).

Pengaruh perlakuan dosis pupuk NPK terhadap peubah Laju Asimilasi Bersih menunjukkan pengaruh yang sangat nyata pada kedua waktu pengamatan, dimana peningkatan dosis pemupukan akan meningkatkan laju asimilasi bersih dengan bentuk hubungan yang linier positif dan hasil trtinggi diperoleh pada perlakuan P3 (0,6


(52)

Tabel 7. Rata-rata Laju Asimilasi Bersih pada Perlakuan Media Tanaman, Pemupukan dan Gibberellin.

Perlakuan Laju Assimilasi Bersih (LAB) Media Tanam

Media Pasir Kali (M1) 11.50 a A 264.55 a A Media Serbuk Sabut Kelapa (M2) 4.90 b B 171.24 b B Media Campuran (M3) 9.88 a A 169.77 b B Pemupukan

0.2 g (P1) 4.37 b B 134.57 c C 0.4 g (P2) 9.57 a A 211.16 b B 0.6 g (P3) 12.34 a A 259.83 a A Gibberellin

Tanpa Gibberellin (G0) 9.11 182.79 GA3 50 ppm (G1) 7.20 191.89 GA3 100 ppm (G2) 8.98 229.64 GA3 150 ppm (G3) 9.76 203.09

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % (hurup kecil) dan 1 % (huruf Besar)

Pengaruh interaksi antara perlakuan media tanam dengan Dosis Pupuk; menunjukkan hasil yang sangat nyata pada pengamatan pertama dan kedua. Uji beda rata-rata pengaruh interaksi perlakuan media tanam dan dosis pupuk terhadap peubah Laju asimilasi bersih dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.


(53)

Tabel 8. Rata-rata Laju Asimilasi Bersih pada Perlakuan Interaksi Faktor Media Tanaman, Pemupukan dan Gibberellin

Perlakuan Laju Assimilasi Bersih (LAB)

Interaksi Periode I Periode II

M1P1 6.734 bc bc 108.75 c B M1P2 11.099 ab ab 342.07 a A M1P3 16.672 a a 342.83 a A M2P1 5.183 bc bc 140.89 bc B M2P2 6.460 bc bc 145.60 bc B M2P3 3.067 c c 227.22 b AB M3P1 1.205 c c 154.07 bc B M3P2 11.154 ab ab 145.80 bc B M3P3 17.277 a a 209.46 b B

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % (hurup kecil) dan 1 % (huruf Besar)

Hubungan antara dosis pemupukan dan laju asimilasi bersih pada berbagai media tanam dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.

Gambar 4. Laju Assimilasi Bersih Tanaman Cabai akibat Perlakuan Dosis Pupuk pada berbagai Media Tanam .


(54)

Gambar 4 memperlihatkan bahwa secara umum pengaruh dosis pemupukan terhadap laju asimilasi bersih memperlihatkan hubungan yang linier positif meskipun terdapat tingkat respon yang berbeda pada setiap media yang dicobakan. Respon laju asimilasi bersih terhadap perlakuan dosis pupuk tertinggi diperoleh pada media pasir kali (M1). LAB akibat perlakuan M2 pada dosis pupuk 0,2 g (P1) lebih tinggi dari

perlakuan M3, namun peningkatannya menurun sejalan dengan peningkatan dosis

pupuk sehingga pada tingkat 0,6 g (P3) M2 menjadi lebih rendah dari M3.

4.1.5 Tinggi Tanaman

Sidik ragam pada peubah tinggi tanaman berdasarkan umur tanaman (2, 4, 6, 8, 10 dan 12 MST) dapat dilihat pada Lampiran 10. Dari daftar sidik ragam terlihat bahwa media tanam berpengaruh sangat nyata pada alpha 1% pada peubah tinggi tanaman disetiap jenis amatan berdasarkan waktu. Begitu juga faktor pemupukan berpengaruh sangat nyata pada peubah tinggi tanaman. Namun tidak begitu dengan faktor Gibberellin, perlakuan pemberian Gibberellin memberi pengaruh yang nyata pada peubah tinggi tanaman pada umur 10 dan 12 MST. Uji beda rata-rata tinggi tanaman pada perlakuan media tanam, pemupukan dan Gibberellin dapat dilihat pada Tabel 9.

Rata-rata tinggi tanaman pada setiap amatan untuk perlakuan media tanam tertinggi terjadi pada media tanam pasir kali (M1) disusul dengan media campuran

pasir kali dan serbuk sabut kelapa (M3) dan terendah terdapat pada perlakuan media

serbuk sabut kelapa. Perkembangan tinggi tanaman akibat pengaruh perlakuan media tanam dapat dilihat pada gambar 5. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa pola pertumubuhan tinggi tanaman relatif konstan pada setiap pengamatan.


(55)

Tabel 9. Rata-rata Tinggi Tanaman (cm) pada Perlakuan Media Tanaman , Dosis Pemupukan dan Konsentrasi Gibberellin umur 2 s/d 12 MST

Tinggi Tanaman (cm) Perlakuan

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST

Media Tanam Media Pasir Kali

(M1) 15.94 aA 22.70 aA 37.94 aA 47.43 aA 56.17 aA 58.31 aA Media Serbuk Sabut

Kelapa (M2) 12.88 cC 18.53 cC 30.91 cC 38.63 cC 47.58 cC 49.85 cC Media Campuran

(M3) 13.68 bB 19.84 bB 33.07 bB 41.37 bB 49.20 bB 51.32 bB

Pemupukan

0.2 g (P1) 13.44 cC 19.19 cC 32.06 Cc 40.09 cC 48.96 cC 51.07 cC 0.4 g (P2) 14.22 bB 20.43 bB 34.06 bB 42.58 bB 51.01 bB 53.21 bB 0.6 g (P3) 14.84 aA 21.45 aA 35.80 Aa 44.75 aA 52.98 aA 55.20 aA

Gibberellin

Tanpa Gibberellin

(G0) 13.91 19.80 33.12 41.41 49.98 bB 52.17 bB GA3 50 ppm (G1) 14.25 20.46 34.10 42.64 50.95 abAB 53.09 abAB

GA3 100 ppm (G2) 13.96 20.36 33.98 42.46 50.95 abAB 53.23 abAB G23 150 ppm (G3) 14.56 20.80 34.69 43.38 52.06 aA 54.16 aA Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan

berbeda nyata pada taraf 5 % (hurup kecil) dan 1 % (huruf Besar)

Gambar 5. Perkembangan Tinggi Tanaman Cabai Berdasarkan Perlakuan Media Tanam

Perlakuan dosis pemupukan terhadap peubah tinggi tanaman menunjukkan pengaruh yang sangat nyata pada setiap umur pengamatan seperti yang terlihat pada tabel 10, dengan pola hubungan yang linier positif seperti ang terlihat pada gambar 6 di bawah ini


(56)

Gambar 6. Pengaruh dosis pupuk terhadap Tinggi Tanaman Cabai umur 12 MST Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa dosis pupuk memberikan pengaruh yang sangat nyata dan memberntuk hubungan yang linier terhadap tinggi tanaman. memperlihatkan dosis pupuk 0.6 g NPK/tanaman/hari memberikan tinggi tanaman paling tinggi dibandingkan media tanam lainnya pada tiap waktu amatan. Nilai tertinggi terjadi pada masa tanam 12 MST.

4.1.6 Umur Berbunga

Sidik ragam peubah umur berbunga pada perlakuan media tanam, dosis Pupuk dan konsentrasi gibberellin dapat dilihat pada Lampiran 11. Dari daftar sidik ragam terlihat bahwa media tanam dan konsentrasi gibberellin berpengaruh sangat nyata pada alpha 1%. Namun tidak begitu dengan faktor dosis pupuk.

Rata-rata umur berbunga pada perlakuan media tanam berbeda sangat nyata. Begitu juga pada faktor Gibberellin, dimana rata-rata umur berbunga tertinggi terjadi pada media tanam campuran (M3) dan konsentrasi Gibberellin 0 ppm (G0), sedangkan

umur berbunga terendah akibat perlakuan media tanam adalah pada media pasir kali. Uji beda rata-rata umur berbunga pada perlakuan media tanam dapat dilihat pada Tabel 10.


(57)

Tabel 10. Uji Beda rata-rata Umur Berbunga (hari) pada Perlakuan Media Tanaman, Dosis Pemupukan dan Konsentrasi Gibberellin

Perlakuan Umur Berbunga (hari)

Media Tanam

Media Pasir Kali (M1) 25.44 b B Media Serbuk Sabut Kelapa (M2) 26.44 aA Media Campuran (M3) 26.53 aA

Pemupukan

0.2 g (P1) 26.03

0.4 g (P2) 26.06

0.6 g (P3) 26.33

Gibberellin Tanpa Gibberellin (G0) 27.07 aA

GA3 50 ppm (G1) 26.44 bB GA3 100 ppm (G2) 26.07 bB G23 150 ppm (G3) 24.96 cC

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % (hurup kecil) dan 1 % (huruf Besar)

Gambar 7. Umur Berbunga Tanaman Cabai pada Perlakuan Media Tanam

Gambar 7 memperlihatkan media campuran pasir kali dengan serbuk sabut kelapa (M3) memiliki umur berbunga paling lama dibandingkan media tanaman lainnya meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan media serbuk sabut kelapa (M2). Dengan demikian perlakuan media pasir kali dapat mempercepat umur berbunga pada tanaman cabai


(1)

Padem, H. R. Alan 2006 The Effects of Some Substrates On Yield And Chemical Composition of Pepper Under Greenhouse Condition. II Symposium on Protected Cultivation of Solanaceae in Mild Winter Climate in ISHS Acta Horticulturae 366.

Permadi,A.H 2004. Pemuliaan Tanaman Cabai. Dalam : Santika Adhi (ed)Agribisnis Cabai. Penebar Swadaya Jakarta Hal.22-24.Prihmantoro, H., Yovita H.I. 2002. Hodroponik Sayuran Semusim Untuk Bisnis dan Hobi. Penebar Swadaya Jakarta

Poulos, J.M. 1994. Capsicum L. in : Siemonsma, J.S. and K. Piluek (eds).Plant Resource of South – East Asia. Prosea Bogor Indonesia hal. 136-140. Rosliani, Rini, Nani Sumarni, dan Nunung Nurtika 2001. Penentuan Pupuk Makro

dan Macam Naungan Untuk Tanaman Cabai di Musim Hujan. J. Hort. 11(2):102-109

Sarker, N.K.H.J.U, and A.H.M. Fazlul Kabir. 2003. Response of Chilli to Integrated Fertilizer Management in Nort-eastern Brown Hill Siols of Bangladesh. OnLine Journal of Biological science 3 (9): 797-801

Sponsel, M.V. 1995. The Biosintesis and Metabolism of Gibberellins in Higher Plants. In: Davies, P.J. Plant Hormons : Physiology Biochemistry and Molecular Biology. Kluwer Academik Publishers. Hal. 66

Setiadi 2005. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya Jakarta hal.4-5

Sitompul, S.M. dan Bambang Guritno 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman Gajahmada University Press. Hal. 160-200.

Sukawa, A dan H. Makmuri 1999. Usaha Tani dan Pemasaran Cabai Merah di Lampung. Bulletin Teknik Pertanian IV. (I): 12-14

Sumarni, N. dan Rini Rosliani 2001 Media Tumbuh dan Waktu Aplikasi Larutan Hara untuk Penanaman Cabai Secara Hodroponik. J. Hort. 11 (4):237-243

Sutiyoso, Yos 2003. Meramu Pupuk Hidroponik, Seri Agritekno. Penebar Swadaya Jakarta

S, Dina Agus 1994. Aneka Jenis Media Tanam dan Penggunaannya. Penebar Swadaya Jakarta. Hal 3-12

Tamas, I.A., Wallace. D.H., Ludford P.M., Ozbun J.L. 1979. Effect of older fruits on abortions and abscisic acid consentration of younger fruits in Phaseolus vulgaris L. Plant Physiology 64, 620-622

Tarigans, D.D. 1999. Pemupukan Tanaman Perkebunan dan Kehutanan dengan Pupuk Lambat tersedia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan, Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. 5(2): 15-19

Wardi, H., Sudarmojo, dan Djoko Pitoyo 2006. Teknologi Hidroponik Media Arang Sekam Untuk Budidaya Hortikultura.

Wattimena, G.A 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Diperbanyak oleh Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor Bekerja Sama Dengan Lembaga Sumberdaya Informasi – IPB. Hal. 12 – 15.


(2)

Wien, H.C., Turner A.D., and Yang S.F. 1989. Hormonal Basis for low light intensity induced flower bud abscission of pepper. Journal of the American Society for Horticultural Science 114. 981-985.

Widyastuti, Y.E. 1996. Greenhouse Rumah Untuk Tanaman. Penebar Swadaya Jakarta.

Wiryatna, B.T.W 2005. Bertanam Cabai Pada Musim Hujan, Kiat Mengatasi Mengatasi Permasalah Praktis, Agromedia Pustaka hal 1-19

Wuryaningsih, S., Budi Marwoto, dan Ai Mintarsih 2001. Tanggap Klon Harapan Krisan Pot Terhadap Media Tumbuh Tanpa tanah. J.Hort. 11 (2): 76-85.

Neary, P.E., Graig A. Storlie and James W. Peterson 1995. Fertilization Requirements for Drip Irigated Bell Peppers Grown on Loamy Sandy Soil. Proceeding of 5th International Microirigation Congress, April 2-6 p. 175-180. in Kansas state University Research and Ekstension.

Xu, G. U. Kafkafi 2006 Nutrien Supply and Container Size Effects on Flowering, Fruiting, Assimilate Allocataion, and Water Relations of Sweet Pepper. World Congress on Soiless Culture: Agriculture in the Coming Millenium in ISHS Acta Horticulturae 554


(3)

LAMPIRAN

Lampiran 1. DESKRIPSI CABAI KERITING VARITAS CTH-01

Asal tanaman : Introduksi dari Chia Tai Seed Co. Ltd. Umur (Setelah Tanam) : - berbunga : 32 hari

: - Panen : 78 – 125 hari Tinggi tanaman : 79 – 94 cm

Bentuk Kanopi : Tegak

Warna Batang : Hijau bergaris ungu

Warna daun : Hijau

Ukuran daun ( Px L) : 8 x 2,5 cm

Keseragaman : Seragam

Warna buah muda : hijau

Warna buah tua : merah

Ukuran buah ( P x L) : ( 12 – 14) x ( 0,6 x 0,9) cm Warna kelopak bunga : hijau

Warna tangkai bunga : hijau Warna mahkota bunga : putih Warna kotak sari : ungu

Warna kepala putik : putih kekuningan Jumlah helai mahkota : 5 – 6

Jumlah kotak sari : 5 – 6

Bentuk buah : keriting

Kulit buah : kasar

Ujung buah : lancip

Berat buah : 1,78 kg

Kekompakan : sedang

Tebal kulit buah : 0,1 cm Jumlah biji perbuah : 60 Berat biji perbuah : 0,4 g

Warna biji : kuning

Berat 1000 biji : 2,8 g

Rasa : pedas

Berat buah pertanaman : 0,45 – 0,8 kg Potensi hasil : 9 – 16 ton/ha

Ketahanan penyakit antraknose : toleran skor ( 2,6 – 3) pada skor ( 1 – 5) Ketahanan hama lalat trips : toleran skor 3,0 pada skor (1 -5)

Jarak tanam : 50 – 60 cm

Peneliti/penguji : Nasib Wignjo Wibowo, Mulyantoro

Sumber: Lampiran SK. Menteri Pertanian N0. 141/Kpts/TP.240/3/2000 tanggal 7 Maret 2000.


(4)

Lampiran 2. Posisi Tanaman Dalam Plot (anak – anak Petak) dan letak tanaman sampel destruktif

50 cm

25 cm 25 cm

25 cm 50 cm 25 cm

150 cm


(5)

Lampiran 3. Posisi Plot Dalam Anak Petak

PETAK UTAMA M 1

ANAK PETAK ( PUPUK NPK)

P 1 P 2 P 3

G1

G 0

4,5 m

6 m G 3

G 2 A

N A K

– A N A K

P E T A K

G I B B E R E L L I N


(6)

Lampiran 4. Cara Pengambilan Sample untuk Penentuan Luas Daun