Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

wanita atau hadiah berupa seks gratifikasi seks. Yakni, menggunakan wanita sebagai cara untuk memenangi berbagai tender dalam pengadaan barang dan jasa serta berbagai macam perjanjian. 12 Dalam hukum positif, perbuatan gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat discount, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. 13 Sedangkan gratifikasi seks, di negeri ini sebenarnya telah menjadi rahasia umum. Menjadi sesuatu yang lazim dilakukan pengusaha, kontraktor kepada pegawai negeri, pejabat penyelenggara negara. Pemberian hadiah yang satu ini bagi pegawai negeri, pejabat atau penyelenggara negara, jauh lebih menarik dari pada hadiah lainnya. Menjadi titik lemah setiap pegawai negeri, pejabat penyelenggara negara setelah menikmati hadiah yang satu ini. Lazimnya perilaku buruk ini terjadi saat ada kunjungan kerja, peninjauan lapangan, rapat-rapat yang dilakukan di luar kota atau kegiatan lainnya. 14 12 Jamal Wiwoho, Menyoal Gratifikasi Seks dalam Tindak Pidana Korupsi, Media Indonesia, diakses pada 07 Februari 2013 dari: httpjamalwiwoho.com20130207menyoal- gratifikasi-seks-dalam-tindak-pidana-korupsi.php 13 Doni Muhardiansyah, dkk, Buku Saku Memahami Gratifikasi, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, Cet. Pertama, 2010, Hal. 3 14 Jusuf Suroso, “Gratifikasi Seks”, diakses pada 21 Januari 2013 dari http:cps- sss.org?p=1104 Pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Ganjar Laksamana Bondan, mengatakan gratifikasi seks yang marak terungkap dalam kasus korupsi hanya sebagai layanan tambahan yang diberikan oleh pihak penyuap kepada pejabat negara. Dia menilai gratifikasi seks jarang diberikan sebagai menu suap utama penyelenggara negara. Sifatnya hanya tambahan, bukan yang utama. Fenomena gratifikasi seks bukan hal baru, dan tidak sulit untuk dibuktikan, karena aturan untuk menjerat pelaku juga sudah ada karena sifatnya sama saja seperti gratifikasi pada umumnya. 15 Komisi Pemberantasan Korupsi KPK memaparkan keberhasilannya dalam penanganan kasus korupsi pada tahun ini. Namun KPK mengakui belum pernah menangani kasus terkait gratifikasi seks dalam kasus-kasus korupsi yang ditangani KPK. Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto dalam jumpa pers di gedung KPK mengatakan: “kasus di CPIB Corrupt Practices Investigation Bureau akan menjadi contoh kasus, kita mau tiru itu”. CPIB merupakan lembaga serupa KPK dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Singapura. Tokoh yang kerap disapa BW ini menambahkan KPK telah menjalin komunikasi dengan CPIB untuk membahas masalah gratifikasi seks. Pasalnya CPIB pernah menangani dan menjerat pelaku korupsi dengan gratifikasi seks. Pembahasan ini perlu dilanjutkan antar dua lembaga tersebut dengan melakukan diskusi mendalam 15 Tempo.co, “Gratifikasi Seks Menjadi Pelengkap Suap”, diakses pada Sabtu, 22 Juni 2013 Sabtu, 22 Juni 2013 dari http:www.tempo.coreadnews20130622063490318Gratifikasi-Seks-Menjadi-Pelengkap- Suap dan seminar lebih lanjut untuk membicarakan khusus tentang masalah gratifikasi seks. KPK juga sudah berkomunikasi dengan negara lainnya. 16 Dalam hukum Islam, istilah gratifikasi itu termasuk kedalam risywah, yang mempunyai nama, sebutan, istilah dan model bervariasi. Ada modelnya berbentuk hadiah, bantuan, balas jasa, uang perantara, komisi dan lain-lain mungkin sampai ratusan istilah, akan tetapi semua itu pada hakikatnya sama yakni bermuara pada substansi risywah yang keji dan pelakunya dilaknat oleh Allah dan Rasul-Nya. 17 Dalam hal pemberian hadiah berupa seks tentunya Islam pun secara tegas melarangnya. Menurut M. Abduh Malik Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta gratifikasi seks dalam hukum Islam termasuk ke dalam jarimah zina. 18 Karena setiap hubungan kelamin di luar nikah sebagai zina dan diancam dengan hukuman, baik pelaku sudah kawin atau belum kawin, dilakukan dengan suka sama suka atau tidak. 19 Berdasarkan hal-hal di atas, permasalahan tindak pidana korupsi yang seiring berkembangnya perbuatan yang belum secara jelas terperinci dalam Perundang-undangan, karna kondisi saat ini masyarakat menganggap bahwa 16 Republika Online, “Ungkap Gratifikasi Seks, KPK Akan Kerjasama dengan Singapura”, diakses pada Senin, 30 Desember 2013 dari http:www.republika.co.idberitanasionalhukum131230mymjxa-ungkap-gratifikasi-seks-kpk- akan- 17 Abu Fida’ Abdur Rafi, Terapi Penyakit Korupsi dengan Tazkiyatun Nafs, Hal. 11 18 Hasil diskusi mata kuliah Muqaranah Madzahib Fiqh Fil Jinayah pada selasa, 26 November 2013 19 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, Cet. Pertama, 2005, Hal. 3 gratifikasi seks itu tidak sepenuhnya tertuang dalam Undang-undang. Kalaupun gratifikasi seks ini secara umum diakomodir dalam pasal 12b UU No.311999 Jo. UU No. 202001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan arti “Pemberian Hadiah berupa barang atau jasa atau fasilitas lainnya”, maka tuduhan-tuduhan yang mengarah kepada pelayanan seks seperti Antasari Azhar, dan Lutfi Hasan Ishaq seharusnya diadili, bukan hanya suap berupa uang saja yang diadili. Dengan kondisi yang masih absurd ini penulis merasa kesal terhadap penegak hukum yang masih kurang berani mengambil keputusan, maka penulis beranjak untuk mengkaji tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan suap dengan cara memberikan hadiah berupa jasa pelayanan seksual, dengan judul “TINDAK PIDANA KORUPSI MELALUI GRATIFIKASI SEKS Tinjauan Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Pembahasan tindak pidana korupsi dalam ranah hukum memiliki dimensi yang sangat luas, oleh karenanya pembatasan dalam mengkaji gratifikasi sangatlah penting. Berdasarkan hal itu permasalahan yang akan dibahas dibatasi pada pengkajian mengenai bagaimanakah kedudukan hukum perbuatan gratifikasi seks dalam konteks hukum pidana Islam dan hukum pidana positif.

2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Apakah perbuatan gratifikasi seks termasuk ke dalam Tindak Pidana Korupsi? b. Bagaimanakah kedudukan hukum perbuatan Gratifikasi Seks dalam Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif? c. Bagaimanakah sanksi bagi pelaku perbuatan Gratifikasi Seks?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis memiliki tujuan, yaitu sebagai berikut: a Untuk menjelaskan aturan hukum perbuatan gratifikasi seks. b Untuk menjelaskan secara eksplisit tentang kedudukan hukum perbuatan gratifikasi seks baik dalam hukum pidana Islam maupun hukum pidana positif. c Untuk menjelaskan sanksi Perbuatan gratifikasi seks dalam pandangan hukum pidana Islam dan hukum pidana positif.

2. Manfaat Penelitian

Secara teori, manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan pemahaman secara eksplisit tentang perbuatan korupsi dengan cara menerima hadiah berupa jasa seksual dan juga memberikan penjelasan mendalam status kedudukan hukum pidana positif dan hukum pidana Islam mengenai hadiah berupa jasa pelayanan seksual bagi masyarakat maupun pemerintah. Secara praktis, penelitian ini dapat dijadikan kontribusi bagi pemerintah dalam upaya menangani kasus-kasus korupsi yang berkaitan dengan perbuatan penerimaan hadiah berupa jasa pelayanan seksual.

D. Review Studi Terdahulu

Dalam tinjauan review kajian terdahulu, penulis mereview beberapa skripsi terdahulu yang berhubungan dengan kasus korupsi suap- menyuap dan penerimaan hadiah kepada pejabat. Berikut skripsi dan buku yang berkaitan dengan penelitian korupsi: 1 Skripsi karya Mahfuz, Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2007 yang berjudul “Takhrij Hadits tentang laknat bagi pelaku suap-menyuap”. Skripsi ini membahas lebih kepada hukuman bagi pelaku koruptor suap- menyuap dalam pandangan hukum islam. 2 Skripsi Efin Fardho, Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2006 yang berjudul “Pemberian hadiah sebagai modus Tindak Pidana Korupsi Pejabat Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang No. 20 tahun 2001”. 3 Skripsi Wahib Zain, Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun 2010 yang berjudul “Tindak Pidana Suap Studi Perbandingan UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan Hukum Pidana Islam”. Skripsi ini menggambarkan perbandingan hukum suap- menyuap dari dua sisi, yakni hukum pidana positif dan hukum pidana islam. 4 Buku karya Muhammad Nurul Irfan yang berjudul “Korupsi dalam Hukum Pidana Islam” yang diterbitkan oleh Amzah pada tahun 2012. Buku tersebut menjelaskan tentang perbandingan hukum korupsi dalam hukum pidana Islam dan hukum pidana positif. Ketiga skripsi dan satu buku tersebut pada dasarnya sama-sama membahas tentang perbuatan korupsi yang merugikan negara, tetapi dalam penelitian penulis terdapat perbedaan dari segi objek Tindak Pidana Korupsi, ketiga skripsi dan satu buku tersebut objeknya berupa uang atau barang, lain halnya dengan penelitian yang penulis lakukan, yaitu objeknya berupa jasa pelayanan seksual.

E. Kerangka Teori

Istilah kata korupsi berasal dari satu kata bahasa latin, yakni corupptio atau corruptus yang disalin dalam bahasa Inggris mejadi corruption atau corrupt, dalam bahasa Perancis menjadi corruption dan dalam bahasa Belanda disalin menjadi corruptie korruptie. Asumsi kuat menyatakan bahwa dari bahasa belanda inilah kata itu turun ke bahasa Indonesia, yaitu korupsi. Arti harfiah dari kata korupsi ialah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah. 20 Sedangkan berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999, dalam pasal 2 ayat 1 definisi korupsi ialah Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. 21 Sementara gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat discount, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik 20 M.Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, Hal. 33 21 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi