Pengertian Distribusi TINJAUAN TEORITIS TENTANG DISTRIBUSI

49 bahwa yang dimaksud dengan distribusi adalah usaha menyampaikan barang dari produsen kepada konsumen. 2 Berkenaan dengan distribusi dalam arti penyebaran dan penukaran hasil produksi ini, Islam telah memberikan tuntunan yang wajib diikuti oleh para pelaku ekonomi, pemerintah maupun masyarakat luas. Tuntunan tersebut secara hukum normatif tertuang dalam fiqh al-mu’amalah. 3 Dalam fiqh al-mu’amalah ditetapkan kaidah hukum bahwa hukum asal dalam mu’amalah, sebagai bentuk distribusi, itu boleh sampai ada nash yang menyatakan keharamannya. Berkaitan dalam prinsip ini, berbagai kegiatan ekonomi boleh dilakukan dalam upaya pendistribusian hasil produksi bila tidak ditemukan ketentuan nash yang melarangnya. Oleh karena itu, distribusi dalam perspektif Islam sangat luas, kegiatan distribusi apapun boleh dilakukan sepanjang tidak ada larangan dari nash. Selain itu, dalam fiqh al-mu’amalah juga ditetapkan bahwa transaksi yang dilakukan dalam distribusi boleh dilakukan dengan cara apapun, termasuk kebiasaan baik dan benar ‘urf shahih yang berjalan dalam kehidupan umat manusia. 4 Menurut Ibn Taimiyyah, sebagaimana dikutif al-‘Assal, setiap cara yang oleh orang banyak dapat dihitung jual beli atau pengupahan adalah jual beli dan pengupahan. Tetapi, kalau istilah orang-orang itu berlainan dalam 2 Suradjiman, Ekonomi 1 untuk Sekolah Menengah Umum Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996, h.38 3 A. Djazuli dan Yadi Janwari, H.A, Lembaga-lembaga perekonomian umat sebuah pengenalan , Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2002 h. 32 4 Ibid., h.32 50 lafazh dan prakteknya, maka transaksi pada setiap kaum diselenggarakan menurut bentuk dan praktek yang mereka pahami bersama. Sebenarnya, distribusi merupakan lanjutan ekonomi setelah produksi. Hasil produksi yang diperoleh kemudian dipindahtangankan dari pemilik ke pihak lain. Mekanisme yang digunakan dalam distribusi ini tiada lain adalah dengan cara barter mubadalah atau antara hasil produksi dengan alat tukar uang. Di dalam syariat Islam bentuk distribusi ini dikemukakan dalam pembahasan ‘aqd transaksi.

B. Prinsip-Prinsip dan Tujuan Distribusi

Prinsip moral Islam mengarahkan kepada kenyataan bahwa pengakuan hak milik harus berfungsi sebagai pembebas manusia dari karakter materialistis. Hanya karena pembebasan itu, manusia bisa mendapatkan kemuliaannya, bukan sebaliknya. 5 Dalam Islam legitimasi hak milik akan tergantung dan sangat terkait erat kepada pesan moral untuk menjamin keseimbangan, di mana hak pribadi diakui, namun hak kepemilikan tersebut harus bisa berfungsi sebagai nafkah konsumtif bagi diri dan keluarga, berproduksi dan berinvestasi, alat untuk mengapresiasikan kepedulian sosial zakat, infaq dan sedekah dan jaminan distribusi kekayaan, menjamin mekanisme kerja fisabilillah dan semangat pembangunan serta penataan. 6 5 Mustafa Edwin Nasution. Pengenalan Eksklusif : Ekonomi Islam. Jakarta : Kencana, 2007.Ed. I. Cet.2.h.122 6 Ibid., h.122 51 Pemahaman ini bermuara pada pengakuan bahwa sang pemilik hakiki dan absolut hanyalah Allah SWT, Tuhan semesta alam, dalam QS. Ali Imran 3 : 189 ☺ ⌧ “ Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu “. Artinya, manusia hanya diberi hak kepemilikan terbatas, yaitu sebagai pihak yang diberi wewenang untuk memanfaatkan, dan inti dari kewenangan tersebut adalah tugas taklif untuk menjadi seorang khalifah agen pembangunan pengelola yang beribadah di muka bumi ini. Masalah distribusi kekayaan yang sulit dan rumit sekaligus penting itu telah mendapat perhatian khusus. Banyak pakar ekonomi filsafat dan politik telah beberapa kali membahas masalah itu, dalam berbagai kesempatan dan mencoba untuk menyelesaikannya, meskipun mereka telah mencoba usaha yang terbaik tetapi akhirnya mereka tetap gagal menemukan penyelesaian yang tepat. 7 Sekelompok pemikir berpandangan bahwa seseorang seharusnya memiliki kebebasan sepenuhnya supaya bisa menghasilkan sejumlah kekayaan yang maksimal dengan menggunakan kemampuan yang dia miliki, juga mengingatkan agar tidak membatasi hak individu atas hartanya dengan memberikan pembagian harta. 8 7 M. Sholahuddin, Asas-asas Ekonomi Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007, h.199 8 Afzalurrahman, Dokrin Ekonomi Islam . Jakarta : PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995, h.92