Posisi Muhammad Baqir As-Shadr diantara para Pemikir Ekonomi

42 misalnya, Abu Yusuf 182798 , Al – Syaibani 189804, Abu Ubaid 224838, Yahya bin Umar 289902, Al – Mawardi 4501058, Ibnu Hazm 4561064, dan lainnya. Para ekonom muslim ini diikuti oleh tokoh intelektual terkenal lainnya. Seperti, Al-Ghazali 451-5051055-1111, Ibnu Taimiyah 661-7281263-1328, Al – Syatibi 790 H, Ibnu Khaldun 732- 8081332-1404, dan Al – Maqrizi 845 H. Jejak sejarah pemikiran mereka berlanjut pada masa Shah Wali Allah 1114-11761703-1762, Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhab 12061787, Muhammad Abduh 12301905, Muhammad Iqbal 13561932 dan masih banyak pemikir ekonomi islam lainnya, 71 telah memberikan kontribusi yang besar terhadap kelangsungan dan perkembangan peradaban dunia, khususnya pemikiran ekonomi, melalui sebuah proses evolusi yang terjadi selama berabad-abad. Masa berikutnya adalah masa dimana lahir banyak tokoh pemikir kontemporer yang mengkhususkan diri dalam menekuni bidang ekonomi Islam yang lebih sistematis dan dengan mengikuti perkembangan ilmu ekonomi modern, diantaranya adalah Khursyid Ahmad, Nejatullah Siddiqi, Umer Chapra, Afzalurrahman, M.A Mannan, Monzer Kahf dan lain-lain. Dalam tataran paradigma seperti ini, ekonom-ekonom muslim tidak menghadapi masalah perbedaan pendapat yang berarti. Namun, ketika mereka diminta untuk menjelaskan apa dan bagaimanakah konsep ekonomi islam itu, mulai muncullah perbedaan pendapat. Sampai saat ini, pemikiran ekonom- ekonom muslim kontemporer dapat kita klasifikasikan setidaknya menjadi tiga 71 Azyumardi Azra, “Pengantar”, dalam Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, Jakarta : Pustaka Asatrus, 2005, h. xii 43 mazhab, yakni : Mazhab Baqir Sadr, Mazhab Mainstream, dan Mazhab Alternatif-Kritis. 72 Mazhab Baqir as-Sadr 73 berpendapat bahwa sumber daya pada hakikatnya melimpah dan tidak terbatas. Pendapat ini didasari oleh dalil QS. Al-Qomar 54 : 49 yang menyatakan bahwa : ⌧ ” Sesungguhnya telah Kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya.” Dengan demikian, karena segala sesuatu sudah terukur dengan sempurna, maka pasti Allah telah memberikan sumber daya yang cukup bagi seluruh manusia. Baqir Sadr juga menolak pendapat yang menyatakan bahwa keinginan manusia tidak terbatas. Ia berpendapat bahwa manusia akan berhenti mengonsumsi suatu barang atau jasa apabila tingkat kepuasan terhadap barang atau jasa tersebut menurun atau nol. Karena itu, mazhab ini berkesimpulan bahwa keinginan yang tidak terbatas itu benar adanya, sebab pada kenyataannya keinginan manusia itu terbatas. Bandingkan pendapat ini dengan teori Marginal Utility, Law of Diminishing Returns, dan Hukum Gossen dalam ilmu ekonomi. 74 72 Adiwarman Karim. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,

2007, Edisi Ketiga, h.30

73 Baqir al-Hasani, The Concept of Iqtisad, dalam Baqir al-Hasani dan Abbas Mirakhor, Essays on Iqtishad : The Islamic Approach to Economic Problems, Silver Spring : NUR, 1989, h.21 74 Ibid., 21-23 44 Namun, yang menjadi perhatian dan permasalahan utama dari ilmu ekonomi adalah adanya ketimpangan sumber daya yang tidak merata di antara manusia. Oleh sebab itu, sistem harga yang dipercaya oleh ekonom konvensional mampu mengatasi permasalahan ekonomi tidaklah cukup, sehingga perlu adanya mekanisme tambahan yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan distribusi. Pendapat ini diperkuat dari adanya hadist Nabi yang menyebutkan bahwa di antara sebagian harta kita ada hak untuk orang lain. Dalam ekonomi Islami, mekanisme distribusi ini dilengkapi dengan instrumen kewajiban pembayaran zakat bagi para mustahik dan mekanisme lain yang termuat dalam syariah. 75 Berkenaan dengan zakat, Ibnu Hazm memperluas jangkauannya tidak hanya zakat, tetapi ada kewajiban sosial di luar zakat yang harus dipenuhi oleh orang kaya. Ini merupakan bentuk kepedulian dan tanggung jawab sosial mereka kepada orang miskin, anak yatim, dan orang-orang yang lemah secara ekonomi. 76 Pernyataan Ibnu Hazm tentang hal ini adalah : ” Orang-orang kaya dari penduduk suatu negeri wajib menanggung kehidupan fakir miskin di antara mereka. Pemerintah harus memaksakan hal ini terhadap mereka jika zakat dan harta kaum muslimin Baitul Mal tidak cukup untuk mengatasinya.” 77 Mannan menyebutkan bahwa teori ekonomi modern mengenai distribusi merupakan suatu teori yang menetapkan harga jasa produksi. Mannan berusaha menemukan nilai jasa dari berbagai faktor produksi. Dalam 75 Ibid., h.21. 76 Euis Amalia. Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia ,Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2009. h.128 77 Ibnu Hazm, al Muhalla, h.45. Lihat juga Sadeq dan Ghazali Ed., Reading in Islamic Economic Thought, h.72