BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kecanggihan dunia modern dengan teknologi informasinya, ternyata tidak diikuti dengan kemajuan dibidang akhlak. Dunia semakin maju tapi disisi lain
manusia makin terbelakang. Manusia berhasil mencapai cita-citanya di dunia tapi ia gagal memikirkan nasib dirinya di akhirat kelak. Ironisnya, kemunduran akhlak ini
juga melanda para generasi Islam yang merupakan tulang punggung perjuangan Islam di kemudian hari.
Dengan kecanggihan teknologi dan derasnya arus informasi memungkinkan dampak globalisasi terhadap individu sampai dengan negara dapat terwujud. Kultur
kehidupan remaja dimasa sekarang juga telah diliputi suasana keterbukaan informasi mengenai seksualitas. Informasi mengenai hal yang tabu yaitu seksualitas tidak hanya
disajikan didalam kecanggihan teknologi saja tetapi sudah menjalar dan masuk ke ruang lingkup media massa, baik itu media cetak maupun elektronik.
Media massa telah menjadi bagian hidup dari manusia. Dengan media massa terjadi interaksi tak langsung antar manusia. Lewat media massa pula manusia
memperoleh hampir segala informasi kejadian yang ada di planet Bumi.
1
Namun itu semua mempunyai dampak yang sangat besar apabila tidak adanya suatu penyaringan
1
A.B. Susanto, Potret-potret Gaya Hidup Metropolis, Jakarta: Kompas, 2001, Cet ke-1, h.16
filterisasi setiap apa-apa yang akan dan ingin disajikan ke khalayak ramai masyarakat. Banyak sekali media cetak yang ingin laku di pasaran menggunakan
berbagai macam cara diantara memuat foto-foto wanita “telanjang” di cover atau sampul depan majalah tersebut.
Akibat gencarnya ekspos seks di media massa, menyebabkan remaja modern kian permissif bersifat terbuka terhadap seks. Jika pada masa silam, buku-buku
klasik tentang pelajaran seks yang bertajuk Kama Sutra hanya dibaca oleh orang tua dan selalu disembunyikan maka sekarang orientasinya telah berubah. Buku tersebut
telah menjadi barang laris di toko buku dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan termasuk remaja. Bukan menjadi suatu keanehan pula apabila putra-putri kita di masa
sekarang lebih mengenal berbagai buku yang menonjolkan pornografi dan blue film daripada orang tuanya. Hal ini menunjukkan bahwa di era sekarang pandangan
remaja terhadap seks telah mengalami pergeseran bahkan sangat jauh sekali.
2
Demikianlah pornografi dan pornoaksi telah secara nyata menimbulkan dampak yang sangat signifikan dalam merosotnya nilai-nilai moral dalam masyarakat
seperti yang telah diungkapkan oleh Yoyoh Yusroh Wakil Pansus RUU APP Komisi VII DPR bahwa : “Pornografi dan pornoaksi dapat membuat pekerja kehilangan
etos kerja, dan pelajar merosot prestasinya dan kondisi itu harus diperbaiki”.
3
Perdebatan mengenai erotika dan pornografi muncul ke permukaan, tidak hanya untuk menentukan makna sebenarnya dari kata porno itu sendiri. Perdebatan
2
Abu Al-Ghifari, Pernikahan Dini, Dilema Generasi Ekstravaganza, Bandung: Mujahid Press, 2002, Cet ke-2, h.38-39
3
“RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi Berjalan Alot”, Kompas, 31 Januari 2006, h.18
kemudian berputar-putar pada sudut pandang objek dan subjek yang selalu tidak bersimpul.
4
Itu disebabkan karena penafsiran yang berbeda-beda menurut visi dan persepsi orang-perorang, dan mengikuti perkembangan nilai-nilai dalam masyarakat
dari zaman ke zaman. Ambil kasus pengadilan atas diri N. Riantiarno Pimpinan Redaksi Majalah
MATRA oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tahun 2000. Hakim memutuskan bahwa Nano, demikian biasa dipanggil, dianggap “bersalah” karena
memuat gambar pada sampul depan yang “merangsang” dan menyinggung rasa kesusilaan masyarakat. Sedang bagi MATRA, gambar-gambar tersebut adalah sebuah
kreasi seni dan teknologi yang tinggi – yang tak layak dihukum. Sebagai kreasi seni ia sama nilainya dengan lukisan-lukisan perempuan telanjang karya Basuki
Abdullah.
5
Kalaulah sebuah foto artis “telanjang” itu dianggap seni, sementara itu akan membuat mental dan prestasi generasi bangsa terus kian merosot dan bobrok apakah
itu sesuatu yang dibenarkan dan tetap harus beredar di tengah-tengah masyarakat kita yang berbudaya ala ke Timur-timuran bukan budaya barat. Ironisnya wanita porno ini
masih jadi perdebatan. Munculnya perdebatan ini karena standar nilai yang diusung masing-masing pihak berbeda. Ironisnya lagi, banyak dari kalangan pakar yang
4
Burhan Bungin, Pornomedia, Konstruksi Sosial Tekologi Telematika Perayaan Seks di Media Massa
, Bogor: Kencana, 2001, Cet ke-1, h. 82-83
5
“Pornografi di Eropa, Arab, dan Indonesia”, Matra, Agustus 2000, Edisi No. 69 h. 75
notabene beragama Islam, namun mengusung hukum-hukum di luar Islam dengan alasan yang tak masuk akal.
6
Belum lama ini Majalah Playboy Pimpinan Redaksi Erwin Arnada melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh Majalah MATRA pada 7
tujuh tahun silam. Namun belum juga mendapat putusan yang memuaskan dari pengadilan yang menangani kasus tersebut.
Apa yang akan terjadi bila permasalahan ini tidak segera dituntaskan dan memberi ketegasan serta pengertian yang jelas tentang arti pornografi dan pornoaksi,
sementara norma-norma Islam kian memudar sebagai imbas gencarnya arus informasi Barat yang masuk, sementara itu pendidikan agama di sekolah-sekolah umum terus
dikurangi. Akibatnya, generasi muda kini semakin rentan terhadap berbagai penyimpangan seks.
7
Sementara dilaksanakan rapat-rapat yang diadakan pada tahun 2005 oleh DPR membahas tentang Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi
sampai dengan 2006 adanya revisi terhadap RUU APP, karena adanya penolakan dan berbenturan dengan UU Pers No. 40 tahun 1999, sampai dengan pertengahan tahun
2006 anggota Dewan Perwakilan Rakyat sepertinya kurang responsif soal pornografi, anggota DPR membantah anggapan seperti itu. Dan sampai sekarang agenda untuk
membuat UU APP tidak terwujud. Dan seakan-akan pemerintah tidak serius untuk menanggulangi maraknya pornografi dan pornoaksi di negeri ini.
6
Abu Al-Ghifari, Wanita Bukan Makhluk Penggoda, Bandung: Mujahid Press, 2003, Cet ke-2, h. 41
7
Abu Al-Ghifari, Remaja Korban Mode, Bandung: Mujahid Press, 2003, Cet ke-1, h. 47
Hal di atas merupakan salah satu fenomena yang berkembang di masyarakat kita, pada saat ini dan harus mendapat perhatian yang serius dari pemerintah dan
lembaga-lembaga terkait diantaranya yaitu lembaga-lembaga yang sangat menonjol dan begitu antusias menumpas habis bahkan memerangi pornografi dan pornoaksi
yaitu Front Pembela Islam atau disingkat “FPI” yang dipimpin oleh Al-Habib Rizieq bin Husein Shihab dan sesuai dengan misinya yaitu menegakkan amar ma’ruf nahi
munkar secara kaffah di segenap sektor kehidupan, dengan tujuan menciptakan umat
shaleh yang hidup dalam baldah thoyyibah dengan limpahan keberkahan dan keridhoan Allah ‘Azza wa Jalla. Insya Allah.
8
Perintah untuk beramar ma’ruf nahi munkar misalnya, dilaksanakan secara berbeda antara kelompok-kelompok Islam di
Indonesia, ada yang melalui jalan yang secara lembut persuasif damai dan ada pula dengan jalan kekerasan atau ketegasan.
9
Demikian halnya kemunculan gerakan yang dipelopori oleh sejumlah ulama dan habaib yang bernama FPI, yang diketuai oleh
habib Muhammad Rizieq Syihab Lc, yang secara resmi berdiri pada tahun 1998.
10
FPI secara proaktif mengoreksi penafsiran keagamaan Islam khususnya yang menyangkut perintah amar ma’ruf nahi munkar menyeru orang untuk berbuat baik
dan mencegah kemunkaran, oleh pendahulunya dalam hal ini NU dan Muhammadiyah. Salah satu bentuk kelemahan gerakan-gerakan tersebut terletak pada
kurang adanya konkritisasi gagasan amar ma’ruf nahi munkar dari mimbar ke
8
TAP04MNS-1FPISYA1424 H
9
Alip Purnomo, FPI Disalahfahami, Jakarta: Mediatama Indonesia, 2003, h. 1
10
Al- Habib Rizieq Syihab, Dialog FPI’ Amar Ma’ruf Nahi Munkar, Jakarta: Pustaka Ibnu Sidah, 2004, h. 126
lapangan. Karena sebagaimana kita ketahui bahwasanya tugas amar ma’ruf nahi munkar bukan hanya tanggungjawab setiap muslim yang peduli dengan semakin
merajalelanya kemaksiatan kemunkaran dalam kehidupan masyarakat. Gerakan FPI mempunyai visi dan akar sejarah yang jelas. FPI meyakini
bahwa ajaran agama Islam sebagai benteng moral serta satu-satunya, sehingga berbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dan umat Islam pada
khususnya, dalam pandangan FPI dapat diselesaikan dengan cara kembali kepada ajaran al Qur’an dan as Sunnah. Semua ini tampak dari semangat kelompok FPI
dalam mengusung tema-tema penegakkan Syariat Islam di Indonesia. Sudah bukan rahasia lagi di negara ini kemunkaran semakin marak saja,
minuman keras, narkotika, perjudian dan pelacuran semakin menjamur terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, pornografi dan pornoaksi semakin bebas.
Aparat hukum seakan tidak mampu memberantas semua itu secara tuntas, bahkan seolah membiarkan saja, karena itulah FPI mencoba untuk terjun langsung
dalam memerangi dalam segala bentuk kemunkaran, yang mereka sebut sebagai Gerakan Anti Maksiat. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah turunnya azab dari
Allah SWT.
Sabda Nabi Muhammad SAW:
ﺎ ﻮ
م ﻬ
ا ﺎ
ص ﺪ
ر و
ن أ ﻰ
ن ﻐ
ﺮ و
ا ﻐ
ﺮ و
أ ﱠ إ ا ﺎ
ﻬ ﷲا
ﺬ با
أ ن
ﻮ ت
. أ اور
ﻮ دواد
11
Artinya: “Tidak ada suatu kaum yang pada mereka ada seorang, yang mengerjakan kemaksiatan dan mereka mampu untuk mengubahnya, namun mereka tidak
melakukannya, melainkan Allah meratakan azab kepada mereka sebelum mereka mati.”
HR Abu Daud
Umat Islam tidak boleh berdiam diri ketika melihat kemaksiatan yang meraja lela melainkan harus bertindak. Jika tidak, maka Allah akan menurunkan azab-Nya.
Padahal azab Allah tentunya akan merata menimpa semua warga masyarakat, baik itu si pelaku maksiat ataupun orang-orang yang baik di antara masyarakat. Hal ini
disebabkan orang-orang yang baik atau sholeh diam, tidak melarang dan mengabaikan syiar amar ma’ruf nahi munkar. Sesungguhnya adanya orang-orang
yang melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar menjadi penyelamat dari azab secara umum. Allah SWT berfirman:
و اﻮ ﱠا
ﺔ ﱠ
ﱠ ﺬﱠا
اﻮ ﻜ
ﺔﱠ ﺂ و
اﻮ ا ﱠنأ
ﷲا ﺪ ﺪﺷ
بﺎ ا .
لﺎ ﻷا :
25
Artinya: “Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu, dan ketahuilah bahwa Allah
amat keras siksaan-Nya.” Q.S Al Anfal 25
11
Al-Faqih Abu Laits As- Samarkandi, Tanbihul Ghafilin Jilid 1, Jakarta : Pustaka Amani, 1999,h. 152. Lihat juga : Abu Daud Sulaiman bin Al-Asy al-Sijistani, Sunan Abu Daud juz 4, Mesir
: Dar Al- hadits,1998, h.120
Kemaksiatan kemunkaran adalah perbuatan yang sangat dibenci Allah SWT. Nabi Muhammad SAW memerintahkan agar setiap muslim terlibat aktif dalam
memberantas kemunkaran. Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah, menyatakan bahwa wajib
hukumnya mengingkari ataupun membenci kemunkaran. Namun hal itu hanya
dilakukan sesuai dengan kemampuannya, adapun mengingkari dalam hati adalah suatu keharusan dan apabila tak diingkari dengan hati maka hal itu merupakan dalil
bukti atas hilangnya iman di hati seseorang. Sebagaimana sabda Nabi SAW:
ر ىأ
ﻜ ﻜ
ﺮ ا
ﻐ ﺮ
ﺪ ،
ﺈ ن
ﻄ ﺎ
إ و ن
ﻄ ،
و ذا
ﻚ أ
ﺎ ف
ا ﻹ
نﺎ .
اور
12
Artinya: “Barangsiapa yang melihat kemunkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, apabila tidak mampu, maka dengan lisannya, dan jika
tidak mampu dengan lisan, maka dengan hatinya, yakni diam saja, dan itulah iman yang paling lemah” H.R. Muslim
Berangkat dari adanya pro dan kontra terhadap aktifitasnya yang oleh sebagian masyarakat dianggap meresahkan karena terkesan anarkis dan radikal
namun oleh sebagian yang lain justru menggembirakan karena dianggap memerangi kemaksiatan.
Dengan bertolak pada visinya yaitu menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, Front Pembela Islam mengutamakan metode tegas dengan langkah menggunakan
12
Muhammad Faiz Almath, 1100 Hadits Terpilih : Sinar Ajaran Muhammad
[
Qobasun Min Nuri Muhammad],diterjemahkan oleh A.Aziz Salim Basyarahil, cet 1, Jakarta: Gema Insani Press,
1991, hal 117
kekuatan atau kekuasaan bila mampu, jika langkah tadi tidak mampu, menggunakan lisanpena, bila langkah tidak mampu maka menggunakan hati yang tertuang dalam
ketegasan sikap. Oleh karena itu, agama Islam yang diturunkan untuk menjaga moralitas
masyarakat, dalam kitab suci al Qur’an telah menggariskan kepada umat manusia agar tidak terjerumus ke dalam pornoisme, budak seks, atau menggemari pornografi.
Cara yang ditempuh al Qur’an untuk menjelaskan moralitas masyarakat terhadap dampak pornografi dan eksploitasi seksual sangat simpatik, ada yang
dikemukakan sebagai langkah preventif yakni dengan memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menjaga pandangan, menjaga kemaluan, dan menutup aurat.
Bagaimanapun pornografi dan pornoaksi adalah permasalahan yang sangat rumit karena ia berkaitan dengan semua aspek yang ada dalam kehidupan
masyarakat. Persoalannya adalah bahwa pornografi secara terus menerus mengintensifkan kepentingan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan. Selain itu
pornografi juga menjadi penyebab merosotnya moral masyarakat dan generasi muda termasuk kita yang masih mengenyam bangku pendidikan.
Bertolak pada itu semua maka dianggap perlu untuk mengetahui bagaimana tanggapan dan reaksi mahasiswa yang berlatar belakang pendidikan Islami
memandang fenomena yang terjadi di masyarakat akhir-akhir ini, yaitu pergulatan yang seru antara Front Pembela Islam FPI dengan Pimpinan redaksi majalah
Playboy mengenai pornografi dan pornoaksi. Untuk itu skripsi ini mengangkat judul:
“RESPONS MAHASISWA PROGRAM STUDI SIYASAH SYAR’IYYAH UIN JAKARTA TERHADAP GERAKAN ANTI PORNOGRAFI DAN ANTI
PORNOAKSI FRONT PEMBELA ISLAM FPI”. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Melihat judul di atas tentang respons mahasiswa Program Studi Siyasah Syar’iyyah UIN Jakarta terhadap Gerakan Anti Pornografi dan Pornoaksi FPI, yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah respon. Respon adalah reaksi penolakan atau pengiyaan ataupun sikap acuh tak acuh yang terjadi dalam diri
seseorang setelah menerima pesan.
13
Dari uraian dan pengertian respon, penulis ingin mengetahui respon mahasiswa khususnya Program Studi Siyasah Syar’iyyah UIN Jakarta terhadap
Gerakan Anti Pornografi dan Pornoaksi FPI dalam penegakkan syariat. Agar penulisan ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan, lebih terarah dan
efisien serta menghindari dari kesalahan data dalam penelitian, maka diperlukan perumusan-perumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut :
a. Apakah mahasiswa Program Studi Siyasah Syar’iyyah UIN Jakarta memiliki
pengetahuan respon kognitif tentang Pornografi dan Pornoaksi dan mengetahui tentang organisasi masyarakat Islam yaitu Front Pembela Islam
FPI?
13
Astrid. S. Susanto, Komunikasi Sosial di Indonesia, Jakarta: Bina Cipta, 1980, Cet ke- 1, h. 125
b. Bagaimana sikap respon afektif mahasiswa Program Studi Siyasah
Syar’iyyah UIN Jakarta terhadap gerakan yang bertujuan menegakkan syariat yaitu memerangi dan mencegah maraknya Pornografi dan Pornoaksi dalam
media massa? c.
Apakah ada dampak atau kecenderungan bertindak respon konatif mahasiswa Program Studi Siyasah Syar’iyyah UIN Jakarta terhadap aksi FPI
yang melakukan aksi pengrusakan di Gedung Asean Aceh Fertilezer AAF, tempat pengelola penerbit majalah Playboy dan bebasnya Pimpinan Redaksi
Majalah Playboy Erwin Arnada dari jeratan hukum?
C. Tujun dan Manfaat Penelitian