Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah telah mencatat bahwa sudah seabad bangsa Indonesia bangkit. Semarak gempita dalam kemeriahan perayaan yang diselenggarakan pada tanggal 20 Mei 2008 di Senayan, Gelora Bung Karno mengundang keprihatinan yang mendalam di tengah keterpurukan bangsa Indonesia. Kebangkitan Nasional bukan sekedar peringatan seremonial dengan penghamburan dana, tenaga dan emosi yang sia-sia. Namun, pemaknaan semangat perubahan untuk mencapai Indonesia yang lebih baik. Seratus tahun kebangkitan nasional merupakan moment yang tepat untuk membangunkan masyarakat Indonesia secara nyata dan terencana dengan tujuan yang terukur dan pasti. Sudah seharusnya, kebangkitan nasional dapat mengugah semangat para generasi penerus bangsa untuk melakukan perubahan dipelbagai bidang dan menggapai cita-cita nasional dengan mengibarkan bendera merah putih di segala penjuru dunia dengan segudang prestasi. Kebangkitan Nasional diawali dengan berdirinya Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Budi Utomo adalah organisasi pendidikan yang sangat peduli terhadap nasib bangsa terutama di bidang pendidikan. Budi Utomo berusaha memajukan rakyat agar terlepas dari belenggu kemiskinan, dan kebodohan. Kebangkitan Nasional tidak dapat dipisahkan dari aspek pendidikan. Pendidikan merupakan kunci utama untuk meraih kemajuan dan perubahan. Kebangkitan Nasional yang bermula dari organisasi pendidikan berusaha untuk memajukan negara dan rakyat, dengan munculnya kaum Intelektual yang mengubah negara ke arah yang lebih baik. Kebangkitan nasional hendaknya dapat dihayati maknanya dengan aplikasi yang nyata. Kemajuan suatu bangsa tidak hanya tergantung oleh kekayaan yang dimiliki atau jumlah penduduk yang banyak, tetapi ditentukan oleh kemampuan sumber daya manusia dalam menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi. Disinilah peran pendidikan sebagai sarana untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas, karena pada hakikatnya keberhasilan pendidikan berarti keberhasilan menyongsong masa depan bangsa yang lebih cerah. Banyak contoh yang dapat dipetik dari berbagai bangsa atas keberhasilannya mencetak sumber daya manusia yang berkualitas meskipun sumber daya alam yang dimiliki tak berlimpah, seperti Korea Selatan, Hongkong, Taiwan, Singapura dan Malaysia. Keberhasilan tersebut dikarenakan peran pendidikan yang tinggi. Pendidikan Tinggi di Indonesia diharapkan dapat berperan sebagai agen perubahan. 1 Perilaku masyarakat Indonesia dikenal dengan etos yang rendah. Hal ini tampak pada kondisi yang terjadi pada mahasiswa di perguruan tinggi. Tercatat dalam penelitian bahwa perguruan tinggi di Indonesia hanya menempati urutan 50 dan 70 di tingkat Asia. Sedangkan di tingkat dunia, Indonesia hanya menempati posisi 500. Nampaknya, Indonesia akan benar-benar tertinggal dari Myanmar dan Laos. 2 1 Sidhunata, Menggagas Paradigma Baru Pendidikan Demokratisasi, Otonomi, Civil Society, Globalisasi , Yogyakarta : Kanisius, 2000, hal. 61. 2 Nn, 3 PT di Indonesia masuk 500 Universitas Terbaik, 15 Oktober 2008, diakses melalui situs internet http:gogle.com Masa depan bangsa Indonesia sangat ditentukan oleh kaum terpelajar. Namun, mahasiswa sebagai agen perubahan tak dapat mencerminkan etos keilmuan yang tinggi. Mereka cenderung malas untuk meningkatkan kompetensi, akuntabilitas dan kreatifitas dalam bidang akademik. Selain itu, mahasiswa tidak lagi menghargai disiplin dan sering kali bolos. Islam mengajarkan bahwa seseorang akan memperoleh sesuai dengan ikhtiar yang dilakukannya. Hal itu dipertegas dalam Al-quran pada surat Al-Anfaal : 53. + , - .0 1 2  567 8 9 : ;; = ? A B C DE artinya : siksaan yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan meubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. Dengan demikian, tidak ada manusia yang dapat makmur tanpa usaha yang sungguh-sungguh. Maka dapat ditafsirkan bahwa perubahan nasib sangat tergantung pada etos. Ada dua indikator yang membicarakan mengenai relevansi usaha penumbuhan dan pengembangan etos keilmuan dikalangan Islam yaitu pertama, faktor sosiologis-demografis; semata-mata berdasarkan kenyataan bahwa rakyat Indonesia sebagian beragama Islam. Kedua, faktor historis-ideologis; untuk jangka waktu yang lama Islam telah menunjukkan kejeniusannya sebagai pendukung dan pendorong pesatnya perkembangan etos keilmuan. 3 Lebih lanjut, dalam studi yang dilakukan oleh Geertz pada tahun 1950-an menyatakan pertumbuhan ekonomi dan pembaruan Islam berjalan secara beriringan. Mohammad Sobary dalam Kesalehan dan Tingkah laku Ekonomi 1999 juga menyimpulkan hal yang sama untuk masyarakat Betawi di Desa Suralaya dan Ahmad Janan Asifudin 2003 membuktikan bahwa agama Islam menjadi basis etos kerja Islami untuk menghasilkan kemajuan. Fakta yang terjadi berbanding terbalik dengan yang seharusnya. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berbasis pada agama Islam masih terdapat banyak mahasiswa yang memperlihatkan indikasi etos belajar yang rendah. Mahasiswa cenderung belajar instans dalam kondisi keterpaksaaan dan keinginan belajarnya hanya timbul ketika ujian dengan sistem kebut semalam. 4 Padahal, etos belajar dan orientasi kuliah menentukan kematangan intelektual dan jiwa kemandirian. Ironi memang, Islam selalu mengajarkan bahwa manusia hendaknya bersikap, berpikir dan berbuat sesuai dengan pedoman Al-quran dan Hadis. Islam juga sangat mendorong etos belajar. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang seluruh mahasiswanya muslim seharusnya mempunyai etos belajar yang tinggi. Nampaknya, Tingkat religiusitas mahasiswa sangat mempengaruhi dalam pembentukkan sikap di kehidupannya termasuk bidang akademik. Selain itu, faktor sosial budaya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta juga ikut andil dalam pembentukan etos belajar mahasiswa. 3 Nurcholish Madjid. Tradisi Islam Peran dan fungsinya, Jakarta: PARAMADINA, 1997, hal. 31. 4Eri Sumarwan, Meluruskan Orientasi Kuliah, 30 Desember 2004, diakses melalui situs internet http:yahoo.com pada tanggal 11 Agustus 2008.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah