BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. AGAMA
1. Agama dalam Perspektif Sosial
Banyak pendapat yang mendefinisikan mengenai agama. Salah satunya, Hendropuspito yang mendefinisikan agama sebagai suatu jenis sistem sosial yang
dibuat oleh penganut-penganutnya yang berporos pada kekuatan-kekuatan non- empiris yang dipercayai dan didayagunakan untuk mencapai keselamatan bagi diri
mereka dan masyarakat luas pada umumnya. Pengertian mengenai agama yang dikemukakan oleh Hendropuspito nampaknya sejalan dengan pendapatnya Durkheim,
yang menekankan ciri kolektif dalam definisinya. Durkheim menyatakan bahwa agama adalah sistem yang menyatu mengenai berbagai kepercayaan dan peribadatan
yang berkaitan dengan benda-benda yang terpisah dan terlarang kepercayaan- kepercayaan dan peribadatan-peribadatan yang mempersatukan semua orang yang
menganutnya ke dalam suatu komunitas moral yang disebut gereja.”
12
Sedangkan Yinger mengemukakan definisi yang bersifat fungsional. Menurutnya, Agama
merupakan sistem kepercayaan dan peribadatan yang digunakan oleh berbagai bangsa
12 Betty R. Scharf, Sosiologi Agama, Jakarta : Prenada Media, 2004, hal. 34.
dalam perjuangan mereka mengatasi persoalan-persoalan tertinggi dalam kehidupan manusia.
13
2. Fungsi Agama
Dalam menjalani kehidupannya, manusia selalu menghadapi masalah. Manusia tidak mampu menyelesaikan semua permasalahan yang dihadapinya dengan
akalnya semata namun berdasarkan pada agama yang dianutnya. Berbagai permasalahan yang sering dihadapi oleh manusia, yaitu ketidakmengertian,
ketidakpastian, keterbatasan manusia untuk mengatasi masalahnya serta kelangkaan sumber-sumber kebutuhan manusia. Dalam menghadapi masalah tersebut, muncul
beban psikologis seperti perasaan takut, bingung, kesal, putus asa, dan tertekan. Kemajuan ilmu pengetahuan maupun teknologi sering tidak mampu memecahkan
semua masalah itu. Agama yang dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan beban psikologis tersebut. Oleh karena itu, manusia memberikan beberapa fungsi
terhadap agama, diantara adalah sebagai berikut: a. Fungsi edukatif
Agama memiliki fungsi edukatif yang mencakup tugas mengajar dan bimbingan. Dalam menyampaikan ajaran-ajarannya agama memiliki
perantara, seperti Nabi, kyai, pendeta. Selain itu, manusia diberi petunjuk untuk mencapai keselamatan baik didunia maupun diakhirat melalui kitab
suci. Agama memberi pedoman pada manusia untuk menjalankan aktivitasnya didunia agar mendapatkan karunia Tuhan. Jika manusia kehilangan arah atau
13 Betty R. Scharf, Sosiologi Agama, hal. 35.
menyimpang dari norma atau nilai yang berlaku, maka agama dapat mengembalikan keseimbangan.
b. Fungsi penyelamatan Setiap manusia menginginkan keselamatan baik dalam hidup pada saat ini
hingga kehidupan sesudah mati. Agama mengajarkan dan memberikan jaminan untuk mencapai kebahagiaan di kehidupan mendatang sesudah
mati. Manusia percaya bahwa seseorang yang religius dapat mencapai titik kebahagiaan tersebut.
c. Fungsi pengawasan sosial Agama
memiliki fungsi
pengawasan sosial
dimana agama
bertanggungjawab atas adanya norma-norma susila yang berlaku dalam masyarakat. Agama menyeleksi kaidah-kaidah susila yang ada dan
mengukuhkan yang baik sebagai kaidah yang baik dan menolak kaidah yang buruk untuk ditinggalkan sebagai larangan atau tabu. Selain itu, agama juga
memberikan sanksi kepada manusia yang melanggar dan melakukan pengawasan yang ketat pada pelaksanaanya. Sebagai manusia yang beragama,
individu senantiasa harus konsekuen terhadap aturan-aturan agamanya dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Manusia kelak akan
kembali ke pangkuan Sang Pencipta dan mempertanggungjawabkan segala perbuatan di dunia.
d. Fungsi memupuk persaudaraan Konflik dan perpecahan seringkali terjadi dalam masyarakat. Dalam hal
ini, agama mengajarkan untuk cinta perdamaian dan persatuan dengan
mengukuhkan toleransi dan sikap saling menghargai diantara sesama umat beragama dan antar umat beragama. Bila nilai-nilai positif tersebut
ditanamkan pada setiap individu maka konflik yang terjadi akan dapat diredam.
e. Fungsi transformatif
Fungsi transformasi memiliki pengertian mengubah bentuk kehidupan masyarakat lama dalam bentuk kehidupan baru. Hal ini berarti mengubah nilai-nilai
lama dengan mengganti nilai-nilai baru. Kehidupan masyarakat lama dibentuk oleh nilai-nilai adat yang diwariskan dari generasi ke generasi, sehingga pola pikir dan
tingkah laku telah terbentuk sesuai dengan nilai adat yang berlaku. Seiring dengan perkembangannya, agama membawa pengaruh terhadap nilai-nilai adat yang telah
dianut oleh masyarakat. Apabila nilai adat ada yang bertentangan dengan nilai agama dan dianggap kurang wajar, maka transformasi terjadi dengan mengubah kesetiaan
manusia adat dan membentuk kepribadian manusia yang ideal. Dalam hal ini, transformasi memiliki pengertian membina dan mengembangkan nilai-nilai sosial
adat yang baik dan dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih luas.14
3. Dimensi-dimensi Keberagamaan