Pengertian Tatbiq Syariat Islam

A. Pengertian Tatbiq Syariat Islam

Kata tatbiq berasal dari bahasa arab Tho-ba-qa yang berarti pelaksanaan atau penerapan. Suku kata syariah berasal dari akar kata syara’a syin-ra-‘ain berarti membuat peraturan atau bisa juga menerangkan 2 atau dari syir’ah dan syari’ah yang berarti suatu tempat yang dijadikan sarana mengambil air secara langsung sehingga orang yang mengambilnya tidak memerlukan bantuan dari alat lain. Kata syariah di dalam Al-Quran muncul di QS Al-Jatsiah [45]:18 dengan pengertian jalan yang mesti di ikuti. Kata bentuk syir’ah pula di sebut di surah yang ke 5:48 dengan pengertian jalan. Sementara kata akar syara’a pula muncul dua kali di dalam Al-Quran, dengan tuhan sebagai subyek di QS Al-Syura [42]:13 dan didalam kaitanya dengan orang-orang yang membangkang kepada agama tuhan di dalam surah ke 7:163. 3 Menurut Taufik Adnan Amal, secara etomologis, syariah adalah “jalan ke mata air” berasal dari syara’a, “yang di tetapkan atau didekritkan” 4 Sebagai hukum Tuhan, syariat menempati posisi teratas dan paling penting dalam masyarakat Islam. Ianya juga biasanya diklasifikasikan ke dalam ‘ibadah’ dan muamalah; ibadah ialah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, sedangkan mu’amalah mengatur 2 Munawwir, Kamus Al-Munawir, Pustaka Progresif, cetakan keempat belas, 1997. hlm. 711 3 Tafsir al-Quran 4 Taufik Adnan Amal Samsu Rizal Panggabean, “politik syari’at Islam dari Indonesia hingga Nigeria” Pustaka Alvabet,Jakarta-Disember 2004 hubungan manusia dengan manusia, benda dan penguasa. Ia ditujukan melindungi agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Dengan demikian, batasan yang disebutkan di atas adalah syariat mengontrol serta mangatur seluruh perilaku publik dan privat manusia. Ianya juga mengatur dan memiliki aturan tentang kebersihan pribadi, perilaku seksual, dan membesarkan anak. Ia mengemukakan aturan-aturan spesifik tentang shalat, puasa, sedekah, dan berbagai masalah religius lainnya. Bahkan masalah keperdataan dan kepidanaan juga tercakup dalam syariat. Disamping itu, syariat mengatur bagaimana satu kelompok berinteraksi dengan kelompok lainnya dan bagaimana mengatasi perbatasan, perselisihan, konflik dan peperangan antar Negara serta masalah kelompok minoritas di dalam Negara. 5 Menurut Dr. Yusuf Qordowi yang merupakan ulama’ kontemporer saat ini, secara etomologi syariat berarti peraturan atau ketetapan yang Allah perintahkan kepada hamba-hambanya seperti: puasa, shalat, haji, zakat, dan seluruh kebajikan. 6 Selain itu, kata syariat Islam juga merupakan pengindonesiaan dari kata Arab, yaitu as-syari’ah al-islamiyyah. Mengikut pendapat tim Hizbut tahrir, secara etomologis, kata as-syari’ah mempunyai konotasi masyra’ah al-ma’ sumber air minum 7 Orang Arab tidak menyebut sumber tersebut dengan sebutan syari’ah kecuali jika sumber tersebut airnya berlimpah dan tidak pernah kering. Dalam Bahasa 5 Ibid., h. 2 6 Yusuf Qardhawi, membumikan Syariat Islam Keluwesa Aturan Ilahi Untuk Manusia, Bandung, Arasy Mizan Pustaka, cet pertama,2003, h. 13 7 Ibn al-Manzhur, Lisan al ‘Arab, juz I, hlm. 175; Tim Penulis Hizbut Tahrir Indonesia,Menegakkan Syari’at Islam, cetakan pertama, Nov 2002. hlm. 19 Arab, syara’a bererti nahajamenempuh awdhaha menjelaskan, dan bayyana al- masalik menunjukkan jalan Syariat dapat juga berarti madzhab dan thariqah mustaqimah jalan lurus. 8 Dalam istilah syariah sendiri, syariah berarti agama yang ditetapkan oleh Allah S.w.t untuk hamba-hambanya yang terdiri dari berbagai hukum dan ketentuan yang beragam. Hukum-hukum dan ketentuan tersebut disebut syariat karena memiliki konsistensi atau kesamaan dengan sumber air minum yang menjadi sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Dengan demikian, agama dan syariat mempunyai konotasi yang sama. Yaitu berbagai ketentuan dan hukum yang ditetapkan oleh Allah Swt bagi hamba-hambanya. 9 Mahmud Syaltuh pula mendefinisikan syariat sebagai peraturan yang diturunkan Allah kepada manusia agar dipedomani dalam perhubungan dengan Tuhannya, sesamanya, lingkungannya, dan kehidupannya. Di sisi lain pula katanya, dalam konteks hukum Islam, syariat tidak dapat dipisahkan dengan fiqih. Sebab fiqih adalah formula yang difahami dari syariat. Demikian juga syariat tidak dapat dijalankan dengan baik, tanpa difahami melalui fiqih atau pemahaman yang memadai dan diformulasikan secara baku. Dalam pengertian termologis pula, fiqih adalah hukum-hukum syara’ bersifat praktis amaliyah yang diperoleh dari dalil- dalil suci. 8 Kamus al-Munawwir 9 Ibid. hlm. 19 Sementara itu, kata al-Islam Islam secara etomologis mempunyai konotasi inqiyad tunduk dan istislam li Allah berserah diri pada Allah. Istilah tersebut selanjutnya dikhususkan untuk menunjuk agama yang disyari’atkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam konteks inilah, Allah menyatakan kata Islam sebagaimana termaktub dalam firmannya: ﺎ د م ﻹا ﻜ ﺿرو ﻜ أو ﻜ د ﻜ آأ مﻮ ا “Pada hari ini telah ku sempurnakan untuk kamu agama mu, dan telah Ku-cukupkan kepada mu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.”Al- Maidah: 3 Karena itu, secara syar’ie Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW untuk mengatur hubungan manusia dengan penciptanya, dirinya sendiri, dan sesamanya. Hubungan manusia dengan Penciptanya meliputi masalah akidah dan ibadah; hubungan manusia dengan dirinya sendiri meliputi akhlak, makanan, dan pakaian, hubungan manusia dengan sesamanya meliputi muamalat dan persanksian. Syariat juga mengontrol serta mengatur seluruh perilaku publik dan privat manusia. Dengan kata lain syariat Islam bukan hanya mengatur seluruh aktivitas fisik manusia, tetapi juga mengatur seluruh hati manusia yang biasa disebut dengan akidah Islam. Karena itu syariat Islam tidak dapat dipresentasikan hanya sekadar bagian dari ketentuan Islam dalam masalah Hudud seperti hukum rejam, potong tangan dan sebagainya. Namun jauh dari itu, ia mencakup seluruh pola kehidupan dalam masyarakat. Karena itu penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksudkan dengan syariat Islam adalah segala ketentuan yang ditetapkan oleh Allah untuk hambanya baik mengenai akidah, ibadah, akhlak, muamalat, maupun seluruh segi kehidupan yang lainnya dengan segala cabangnya bagi merealisasikan kebahgiaan kita di dunia dan di akhirat kelak.

B. Sejarah dan Perkembangan