Konsep tatbiq Syariah Islam menutut PKS dan (PAS) Partai Islam se-Malaysia

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Pensyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh :

HASWADI BIN MAT HUSSIN NIM: 105045203538

KONSENTRASI KETATANEGARAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A 1431 H / 2010M


(2)

SEMALAYSIA telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 17 mei 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Jinayah Siyasah Konsentrasi Ketatanegaraan Islam (Siyasah Syariyyah).

Jakarta, 17 mei 2010

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM.

NIP: 195505051982031012

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

1. Ketua : Dr. Asmawi,M.Ag. (..…....………)

Nip: 197210101997031008

2. Sekretaris : Sri Hidayati, M.Ag. (..…....………) Nip: 197102151997032002

3. Pembimbing : Prof. Dr. Masykuri Abdillah. (..…....………) Nip: 195812221989031001

4. Penguji I : Prof. Dr. H. Amin Suma, SH, MA, MM. (..…....………) Nip: 195505051982031012

5. Penguji II : Dr. Hj, Isnawati Rais, MA. (..…....………) Nip: 195710271985032001


(3)

Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh:

Haswadi Bin Mat Hussin NIM: 105045203538

Di Bawah Bimbingan Pembimbing

Prof. Dr. H. Masykuri Abdillah, MA NIP: 195812221989031001

KONSENTRASI KETATANEGARAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A 1431 H / 2010M


(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah C. Tujuan dan Manfaat Penelitian D. Tinjauan Kepustakaan

E. Metode Penelitian F. Sistematika Penyusunan

BAB II PENGERTIAN SYARIAH SECARA UMUM A. Pengertian Tatbiq Syariah Islam

B. Sejarah Tatbiq Syariah Islam dan Perkembangannya C. Sumber-sumber Syariat Islam

D. Prinsip-prinsip Penerapan Syariat Islam 1. Hubungan Antara syariat dan Fikih

2. Hubungan antara syariat dan Taqnin (Undang-undang) BAB III IDEOLOGI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) dan KONSEP PENERAPAN SYARIAH

A. Partai Keadilan Sejahtera B. Visi, Misi dan Ideologi PKS

C. Konsep Tatbiq Syariah Menurut PKS


(5)

B. Visi, Misi dan Ideologi PAS

C. Konsep Tatbiq Syariah Menurut PAS

BAB V STUDY PERBANDINGAN DI ANTARA PKS DAN PAS A. Perbandingan PKS dan PAS

1. Ideologi da Pemikiran 2. Ibadah

3. Konsep Tatbiq Syariat Islam BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan B. Saran


(6)

Syari’ah Islam, yang biasanya difahami dengan hukum Islam, terkadang amat ditakuti dan digeruni oleh sebagian masyarakat, baik dari masyarakat non muslim hingga masyarakat muslim sendiri. Namun tidak sedikit juga yang berpendapat dan berpegang bahwa syari’at Islam itu bukan hanya sekadar hiasan di dalam Al-Quran yang seharusnya dibaca dan dijadikan pedoman oleh umat Islam sehari-hari. Tetapi merupakan satu kata yang harus direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari baik suka atau tidak. Apatah lagi bagi sebuah Negara yang di anggap Negara islam dan mayoritasnya merupakan Masyarakat Islam.

Wacana Syariah Islam sering saja dikaitkan semata-mata dengan hukuman potong tangan, rajam, dan hukum-hukum lain yang diaggap memiliki potensi diskriminasi. Di Indonesia sendiri pertentangan antara penerapan syariah Islam dan Pancasila, terkuak begitu soeharto meresmikan berdirinya ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) yang di pimpin oleh B.J. Habibie.1

Ketika itulah strategi Syari’atisasi dalam politik Indonesia berubah dari tuntutan dasar Negara (kulliyyah) ke artificial (furu’iyyah). Berbagai RUU dan aturan lainnya yang berbau penerapan Syariah bermunculan mulai dari RUU perbankan yang ditetapkan dan dilanjutkan dengan pembukaan gerai Syariah di bank-bank

1

Arsekal Salim dan Azyumardi Azra, Syari’a and politics in modern Indonesia (Institute of South East Asia,Singapore 2003)


(7)

umum milik pemerintah. Bukan hanya mereka yang memang berangkat dari idealisme, melainkan mulai dari pengikut setia soeharto, para petualang politik, hingga pelaku rente, kapitalis dan banker pun berlomba. Dengan klaim-klaim moralnya, Syariah dengan segala unsur-unsur artifisialnya tiba-tiba menjadi komoditi politik yang laris manis dan mengusai wacana politik Indonesia.

Komodifikasi politik legislasi Syariah artifisial itu berlanjut hingga kini, terutama di daerah-daerah seiring dengan penerapan Undang-Undang (UU) Otonomi daerah yang sekarang marak muncul di segenap propinsi di Indonesia. Muncul misalnya berbagai jenis peraturan daerah dan SK bupati semisal Jum’at Khusu’, Ramadan Khusu’, Keharusan Pandai Baca Quran dan zakat di berbagai Daerah.

Makin nyaringnya suara dan fatwa Ulama’ Indonesia (MUI), bukan hanya di pusat tapi juga di daerah, tentang Syari’atisasi ini diiringi tersebarnya para petualang politik dan pemilik modal yang sedang mengais celah untuk menancapkan pijakan kekuasaan di daerah. Fenomena ini disifatkan sebagai syari’atisasi merangkak

(creeping syari’atizazion) ala Indonesia oleh Azyumardi Azra.2

Menurut beberapa pengamat politik, implementasi syariat Islam di berbagai Negara tidaklah sama. Hal ini terkait dengan latar ekonomi-sosial-politik yang berbeda.

Bagi umat Islam, syariat adalah “tugas umat manusia yang menyeluruh” meliputi moral, teologi dan etika pembinaan umat, aspirasi spiritual, ibadah formal

2 ibid


(8)

dan ritual yang rinci. Syariat mencakup semua aspek hukum publik dan perorangan, kesehatan dan bahkan kesopanan dan akhlak. Syariat adalah sistem hukum yamg bersifat alamiyah (mendunia) tidak dibatasi oleh sekat teritorial tertentu dan siap diterapkan disetiap kurun waktu dan tempat. Hal ini dikarenakan watak sumber

(masdhar) hukumnya yang bersifat murunah (elastis) sehingga memungkinkan kita untuk mencari penyelesaian atas setiap masalah yang dihadapi, kapan dan dimana saja.3 Semuanya menunjukkan syariat yang diberlakukan mencakup ruang privat dan publik. Ia memiliki aturan tentang kebersihan pribadi, prilaku seksual, dan membesarkan anak. Ia juga memuat aturan-aturan spesifik tentang shalat, puasa, sedekah dan berbagai masalah religius lainnya. Ketentuan masalah keperdataan dan kepidanaan juga tercakup. Syariat Islam bahkan mengatur bagaimana individu berperilaku di dalam masyarakat, bagaimana suatu kelompok berinteraksi denagn kelompok lain, bagaimana mengatasi masalah perbatasan, perselisihan, konflik, dan peperangan antar Negara, serta kelompok minoritas di dalam Negara. Hal ini terkait dengan Islam itu sendiri dan ini berdasarkan ucapan Nabi yang mengatakan, “Al Islamu ya’lu wa la yu’la ‘alaih” (Islam itu unggul dan tidak ada yang dapat mengunggulinya) beginilah betapa syumulnya hukum Islam yang berbicara dan

mengatur dari segala kehidupan di alam jagad ini. Bagi sebuah partai Islam, tentunya konsep dan ideologi yang dibawanya juga

Islam. Salah satu partai yang menjadi pusat perhatian adalah Partai Keadialan

3

Topo Susanto, Membumikan Hukum Pidana Islam, Penegakan Syari’at Dalam Wacana dan Agenda, (Jakarta, Gema Insani Pres, 2003), h.xiii, Cet ke 1.


(9)

Sejahtera (PKS) yang dipandang sarat dengan nilai-nilai Islam, disamping para kedernya yang memiliki integritas terhadap agamanya. Jika dilihat sekilas, pemikiran PKS tidak jauh bedanya dengan pemikiran Hasan Al-Banna yang merupakan pendiri Ikhwanul Muslimun. Namun secara struktural, PKS bukanlah perpanjangan tangan dari Ikhwanul Muslimun, namun PKS lebih kepada terkena imbas dari riak Ikhwanul Muslimun. Dan tidak dinafikan kalau pemikiran Hasan Al-Banna yang pernah diterapkan pada Ikhwanul Muslimun menjadi inspirasi bagi para aktivis PKS. Titik temu yang paling kuat diantara PKS dan pemikiran Hasan Al-Banna adalah dalam konteks Tarbiahnya.

Dalam upaya konsep tatbiq syariah Islamnya, PKS menyebut dirinya sebagai partai da’wah karena politik adalah salah satu bagian dari dakwah.4 Filosofi ini secara konsisten menjadi dasar bagi setiap aktivitasnya di seluruh bidang kehidupan. PKS menginginkan Tegaknya Keadilan Dan Kesejahteraan Dalam Bingkai Persatuan Ummat Dan Bangsa”.5

Jika dikaji, PKS sendiri tidak menyebutkan klausal-klausal syariah Islam dalam misi dan visi partai yang dijabarkan secara detail dalam program-programnya6, Namun secara umum, konsep itu haruslah mampu memberikan kesejahteraan lahir

4

Setjen pks bidang Arsip dan sejarah, ‘Dari Kader Untuk Bangsa’ (Bandung, Fitrah Rabbani, 2007), h 18, Cet ke 1

5

Nur Hasan Zaidi, “Mereka Bicara PKS” (Fitrah Rabbani Bandung: 2006) 6

Yon Machmudi, Partai Keadilan Sejahtera, Wajah Baru Islam Politik Indonesia, (Harakatuna Publishing, Bandung, Cetakan kedua 2006) h. 96.


(10)

dan batin kepada bangsa Indonesia. Mampu memberikan ketenangan, keamanan, keadilan dan jauh dari kemungkinan-kemungkinan diskriminasi.7

Selain itu di Malaysia, PAS sebagai partai politik Islam yang terbesar di Malaysia, merupakan sebuah partai politik oposisi yang sedang berjuang dalam tatbiq syariat Islam. Sampai saat ini dalam sistem politik, mereka baru berhasil menguasai satu Negeri bagian di timur Malaysia yaitu Negeri Bagian Kelantan. Namun belum seutuhnya bisa menerapkan syariat Islam yang diharapkan. Partai PAS yang bermisikan “amar ma’ruf nahi munkar” sebagai misi utamanya sejak dari awal dipimpin Oleh Ulama’ atau seorang yang menguasai selok belok tentang agama Islam, dulunya mereka menginginkan seorang Ulama’ sebagai kepala Negara atau kepala pemerintahan di sana karena menganggap hanya Ulama’ yang bisa membawa dunia khususnya Negara Malaysia sebagai Negara Islam, Negara yang di pimpin oleh seorang Ulama’ dengan berpegang teguh terhadap Al-Quran dan As-Sunnah serta meletakkan prinsip-prinsip kebangkitan umat dan mampu menjadi pemimpin yang menghidupkan kembali Syariat Islam dan mampu menegakkan kembali tiang-tiang Islam yang hancur akibat kemunduran dan kelemahan umat, mengambil kendali dan menjadi inspirator solutif dunia Islam serta membebaskan manusia dari kezhaliman taghut dan mampu menerapkan sistem pemerintahan Islam seperti mana yang di terapkan oleh Rasulullah S.A.W dan para sahabatnya.

Oleh karena itu tujuan PAS adalah mewujudkan masyarakat yang dilaksanakan hukum Islam secara syumul di dalamnya. Maka sudah sewajarnya

7


(11)

landasan yang dilalui oleh PAS di dalam perjuangannya adalah Islam. PAS yang menjadikan Islam sebagai dasar perjuangan dan untuk mencapai matlamatnya PAS telah, sedang dan akan terus maju serta mendukung dasar Islam dalam usahanya mewujudkan sebuah masyarakat dan Negara yang di dalamnya terlaksana hukum Allah. Bila menyentuh mengenai agama Negara maka sudah semestinya akan melibatkan persoalan politik. Dan dalam kontek ini PAS tidak ada pilihan lain kecuali melibatkan diri dengan sistem politik dan pemilu karena dengan cara itu mereka bisa merebut secara sah kuasa demi menguat kuasakan amar ma’ru nahi munkar demi mencapai tujuan dan matlamat yang diperjuangkannya selama ini yaitu menegakkan syariat Islam. Baginya kuasa bukanlah tujuannya, namun wasilah atau cara mencapai tujuan.

Oleh karena inilah penulis merasa perlu dan tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang bagaimana konsep Tatbiq syariat Islam di dalam ke dua partai ini dan merasa perlu untuk membuat perbandingan di antara kedua partai ini dalam “KONSEP TATBIQ SYARIAH ISLAM MENURUT PKS (PARTAI KEADILAN SEJAHTERA) DAN PAS (PARTAI ISLAM SEMALAYSIA)” sebagai judul skripsi untuk memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Srata satu (S1).


(12)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk lebih memfokuskan pembahasan, maka penulis akan membatasi penulisan ini kepada:

1. Bagaimana konsep tatbiq syariat menurut PKS. 2. Bagaimana konsep tatbiq syariat Islam menurut PAS.

3. Bagaimana perbandingan konsep tatbiq syariat diantara kedua partai.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian;

Sesuai dengan perumusan masalah yang di jelaskan, maka penulisan ini bertujuan untuk;

a. Mengetahui pengertian syariat menurut PKS dan PAS serta beberapa tokoh dan ulama’.

b. Mengetahui secara jelas secara teori konsep tatbiq syariat Islam menurut PKS.

c. Mengetahui secara mendalam secara teori tentang konsep tatbiq syariat Islam menurut PAS.

d. Mengungkap persamaan dan perbedaan kedua partai tersebut tentang teori konsep tatbiq Syari’at Islam mengikut pandangan masing-masing partai.


(13)

2. Manfaat Penelitian:

a. Hasil penelitian ini di harapkan punya nilai tersendiri dalam pencarian yang ideal dalam konsep tatbiq Syariat Islam yang baik, khususnya bagi Negara yang berpenduduk mayoritas Muslim.

b. Hasil penelitian ini juga diharapkan punya nilai yang signifikan bagi membantu para tokoh yang pro dan kontra dalam perdebatan seputar Syariat Islam demi mencapai wacana pegakkan Negara Islam.

c. Di harap dari analisis kritis atas aksi partai politik Islam ini bisa berpresentasi membuat sejumlah catatan yang tidak bisa di maknai sebagai sebuah tawaran dalam rangka mencari format yang tepat bagi aktualisasi partisipasi penegakan Syariat Islam dalam konteks ke-Indonesiaan dan ke-Malaysiaan yang tengah diserang dan memasuki masa sekularisasi dan liberalisasi dalam berbagai aspek.

d. Diharapkan juga hasil ini bisa dihadirkan untuk ilmu pengetahuan dan penambah wawasan yaitu sebagai sumbangsih terhadap dunia ilmu pengetahuan tentang penegakan Syariat Islam. Dan secara khusus adalah untuk pengembang pengetahuan bagi penulis dan mahasiswa jurusan Siyasah Syar’iyyah Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah.


(14)

C. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan masalah yang telah di uraikan pada latar belakang penulisan ini, maka penulis telah membuat beberapa kajian terhadap beberapa skripsi dan tulisan yang telah ada serta membedakan dengan tulisan yang sudah ada dan dapat disimpulkan;

Dalam karya tulis Prof. Wahbah Zuhaili, MA yang berjudul Syari’at Islam Solusi Universal8 menjelaskan runtutan dari sejarah kemanusiaan telah mencatat bahwa hukum Allah SWT alias syariat Islam telah berhasil menghantarkan manusia menemukan fitrah ke-manusiaan dan ke-hambaannya. Adapun hukum buatan manusia yang “dipaksakan” telah terbukti selalu gagal membawa manusia kepada keaslian dan jati dirinya. Namun satu hal yang patut disyukuri bahwa berbagai kalangan dari umat Islam di seantaro mayapada ini dengan ruh dan semangat ash-shahwah al-islamiayah (kebangkitan Islam) terus-menerus menggeliat meneriakkan pemberlakuan Syariat Islam dalam kehidupan nyata di segala aspek kehidupan. Dan beliau juga mempertanyakan bagaimana “teriakan” itu bisa menjadi kekuatan efektif menyadarkan ummat Islam yang sebagian besarnya terlelap dalam tidur dengan mimpi-mimpinya?

Karya tulis yang disusun oleh Muhammad Hawari dengan judul Politik Partai, beliau menyimpulkan bahwa banyaknya partai politik dan organisasi-organisasi yang hadir di akhir abad ini menunjukkan semakin tumbuhnya ghirah

8

Wahbah Az-Zuhail, Prof. Dr, “Syari’at Islam Solusi Universal”,(Pustaka Nawaitu,Jakarta 1425H)


(15)

(semangat) umat Islam untuk kembali menjadikan Islam sebagai way life (jalan hidup), tetapi dilihat pada gagalnya mereka dakam membangkitkan umat, seolah-olah hanya sekadar mengulangi kegagalan yang telah dilalui oleh partai-partai sebelumnya. Beliau mengibaratkan juga seolah-olah partai yang lahir tidak mau mengambil pelajaran dengan melihat apa yang telah dan penyebab kegagalan partai-partai Islam terdahulu. Di samping itu penulis menyebutkan juga beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan organisasi atau partai-partai yang berwarnakan Islam ini.

1. Ketidak jelasan gagasan atau idea (fikrah) yang di perjuangkan. 2. Ketidak jelasan metode perjuangan yang ditempuh.

3. Ketidak mampuan mengait gagasan atau idea dengan metode untuk merealisasikannya.

4. Tertumpu pada orang yang tidak berkompeten. 5. Kerapuhan ikatan yang mengikat para aktivisnya. 9

Inilah di antara hal-hal yang menjadi kegagalan organisasi,gerakan dan partai-partai yang ada.

Karya tulis Syeikh Abu Muhammad Iqamuddin yang berjudul PAS bukan Partai Islam.10 Beliau menyifatkan bahwa Partai Pas bukanlah Partai Islam karena beberapa perkara. Diantaranya adalah:

9

Muhammad Hawari, “Politik Partai: Strategi Baru Perjuangan Partai Politik Islam” (Al-Azhar Press Jakarta:2007) h. VIII

10

Syiekh Abu Muhammad Iqamuddin, PAS Bukan Partai Islam, (RZ Emas Sri Selasih Sdn Bhd, Cetakan ke 1 2003)


(16)

1. Perjuangan PAS tidak berlandaskan Aqidah Ahli Sunnah Wal Jamaah 2. Partai PAS tidak menepati ciri-ciri Partai Islam

3. Sikap dan pendirian PAS yang berbeda dengan Ahli Sunnah Wal Jamaah Karya tulis Sapto waluyo dalam bukunya yang berjudul Kebangkitan Politik Dakwah11 yang mengungkap sejarah dan rahsia kesuksesan Partai Keadilan Sejahtera. Bermula dengan nama Partai Keadilan (PK) dan sempat tidak lolos electoral threshold (ET) pada Pemilihan Umum tahun 1999, namun tetap menjadi fenomenal politik nasional Indonesia yang luar biasa sehingga lahirnya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan berhasil menduduki ranking keenam dalam perolehan suara Nasional Pemilu 2004. Melihat kepada realitas yang terjadi di masyarakat yang masih kebingungan mencari dan menetapkan sebuah partai Islam yang ideal, sebuah partai Islam yang benar-benar mempunyai visi dan misi ingin menegakkan Syariat Islam

ang dipancarkan sehingga sukar untuk erealisasikan penerapan Syariat Islam.

Karya Kamarudin yang berjudul Partai Politik Islam di Pentas Reformasi12

yang berusaha untuk mendiskripsikan perkembangan Politik Islam sejak tumbangnya kekuasaan Presiden Soeharto. Di dalamnya mengulas tentang kemunculan kembali partai-partai Islam. Akan tetapi pada waktu yang sama ia juga menjelaskan secara gamblang, melalui antara lain angka-angka hasil pemilu 1999, bahwa kekuatan politik Islam tidak sebesar kesan y

m

11

Sapto Waluyo, Kebangkitan Politik Dakwah (Harakatuna Publishing, Bandung, 2005) 12

Kamarudin, Partai Politik Islam Di Pentas Reformasi, Refleksi Pemilu 1999 untuk Pemilu 2004, (Visi Publishing, Jakarta 2003)


(17)

D. Metod

ya ilmiah ini, maka penulis akan menjelaskan bagai berikut:

1. Jenis

emudian membuat perbandingan di antara keduanya. 2. Tehn

boleh ran dan penulisan ilmiah di dalam majalah-majalah.

3. Tehn

dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi ataupun tindakan e Penelitian

Dalam menyelesaikan kar metode penelitian se

penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan pendekatan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah dengan melihat dan mengkaji teori dan penerapan yang dilakukan oleh PKS dan PAS dalam pelaksanaan syariat Islam dan k

ik Pengumpulan Data.

Dengan kaidah pengumpulan data-data kualitatif melalui studi kepustakaan. Data-data kualitatif diperoleh melalui bahan primer dan sekunder. Data sekunder diperoleh lewat internet melalui situs-situs pemerintah dan badan NGO. Juga

didapati melalui Koran-ko ik Analisis Data.

Dalam menganalisis data, diterapkan tehnik analisis isi secara kualitatif, nantinya data-data yang ada dibaca, diselektif dan dianalisis mengikut kesesuaian judul atau bab yang terkait, bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang


(18)

dengan cara deskripsi dalam konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.13

a. Penulisan.

Adapun teknik penulisan skripsi ini adalah merujuk kepada Buku Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syariah Dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, 2007, Jakarta.

E. Sistimatika penulisan laporan

Karya tulis ini terdiri dari enam bab, adapun sistimetika penulisannya sebagai berikut:

Bab I, berupa pendahuluan yang memaparkan tentang latar belakang masalah, kemudian mengenai pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, Tinjauan kepustakaan yaitu membedakan penelitian yang sudah ada dengan penelitian yang akan dibuat. Kemudian metode penelitian yakni menguraikan tentang cara kerja yang sistematis yang dilakukan untuk mencapai tujuan, dan yang terakhir sistematika penulisan.

Bab II, tinjauan secara umum tentang konsep tatbiq syariat Islam secara umum baik dari sejarah dan perkembangannya hingga Hubungan antara Syariat dan Fiqih

13

Lexy J Moeleong, Metodologi Pnelitian Kualitatif, (Bandung, Rosda Karya, 2005), h.6, Cet ke 21


(19)

Bab III, tinjauan tentang Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tentang penerapan syariat Islam dikaji bermula dari sejarah berdirinya PKS dan perkembangannya, serta ideologi yang dipegang PKS.

Bab IV, tinjauan secara jelas tentang konsep tatbiq syariat dalam pandangan PAS, sejarah berdirinya PAS dan perkembangannya, serta ideologi yang di pegang oleh PAS

Bab V, analisis terhadap tatbiq syariat Islam dalam pandangan PKS dan PAS serta menjelaskan perbedaan pandangan di antara PKS dan PAS dalam konsep tatbiq syariat Islam

Bab VI, penutup, berisi saran dan kesimpulan terhadap kajian dan penulisan yang telah di lakukan.


(20)

Gagasan tentang penegakan syariat Islam merupakan satu isu yang sangat menarik untuk dibahas. Munculnya Isu penerapan syariat islam ini baik di Indonesia maupun di Malaysia dilatari oleh beberapa faktor, di antaranya adalah justifikasi keagamaan, persoalan politik dan krisis ekonomi. Berbagai permasalahan sering muncul sehubungan dengan tuntutan pelaksanaan syariat Islam dalam sesuatu Negara yang berpenduduk mayoritas muslim seperti di Indonesia dan Malaysia. Syariat Islam merupakan jalan hidup umat Islam secara keseluruhan tanpa melihat batas Negara, dan karena itu ia bisa menjadi dasar hukum Negara. Bahkan seorang ahli hukum Sudan, Abdullah Ahmad An-Na’im dengan tegas menyatakan dalam bukunya {Toward Islamic Reformation: Civil Liberties, Human Rights and International Law}: “Umat Islam di dunia berhak melaksanakan hak kolektif mereka yang sah untuk menentukan nasib mereka sendiri dalam hal identitas Islam, termasuk

pelaksanaan hukum Islam, bila mereka menginginkan demikian….”.1

Sebelum membahas lebih panjang, perlu diuraikan beberapa pengertian dari beberapa tokoh dan ulama’ dalam menafsirkan “syariat Islam”.

1

Rifyal Ka’bah, Dr, MA, Penegakan Syariat Islam di Idonesia, (Jakarta, Khairul Bayan, Sumber Pemikiran Islam, 2004) h. 45


(21)

A. Pengertian Tatbiq Syariat Islam

Kata tatbiq berasal dari bahasa arab Tho-ba-qa yang berarti pelaksanaan atau penerapan.

Suku kata syariah berasal dari akar kata syara’a (syin-ra-‘ain) berarti membuat peraturan atau bisa juga menerangkan2 atau dari syir’ah dan syari’ah yang berarti suatu tempat yang dijadikan sarana mengambil air secara langsung sehingga orang yang mengambilnya tidak memerlukan bantuan dari alat lain.

Kata syariah di dalam Al-Quran muncul di (QS Al-Jatsiah [45]:18 dengan pengertian jalan yang mesti di ikuti. Kata bentuk syir’ah pula di sebut di surah yang ke 5:48 dengan pengertian jalan. Sementara kata akar syara’a pula muncul dua kali di dalam Al-Quran, dengan tuhan sebagai subyek di QS Al-Syura [42]:13 dan didalam kaitanya dengan orang-orang yang membangkang kepada agama tuhan di dalam surah ke 7:163.3

Menurut Taufik Adnan Amal, secara etomologis, syariah adalah “jalan ke

mata air” berasal dari syara’a, “yang di tetapkan atau didekritkan”4 Sebagai hukum Tuhan, syariat menempati posisi teratas dan paling penting dalam masyarakat Islam. Ianya juga biasanya diklasifikasikan ke dalam ‘ibadah’ dan muamalah; ibadah ialah

yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, sedangkan mu’amalah mengatur

2

Munawwir, Kamus Al-Munawir, Pustaka Progresif, cetakan keempat belas, 1997. hlm. 711

3

Tafsir al-Quran

4

Taufik Adnan Amal & Samsu Rizal Panggabean, “politik syari’at Islam dari Indonesia hingga Nigeria” (Pustaka Alvabet,Jakarta-Disember 2004)


(22)

hubungan manusia dengan manusia, benda dan penguasa. Ia ditujukan melindungi agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.

Dengan demikian, batasan yang disebutkan di atas adalah syariat mengontrol serta mangatur seluruh perilaku publik dan privat manusia. Ianya juga mengatur dan memiliki aturan tentang kebersihan pribadi, perilaku seksual, dan membesarkan anak. Ia mengemukakan aturan-aturan spesifik tentang shalat, puasa, sedekah, dan berbagai masalah religius lainnya. Bahkan masalah keperdataan dan kepidanaan juga tercakup dalam syariat. Disamping itu, syariat mengatur bagaimana satu kelompok berinteraksi dengan kelompok lainnya dan bagaimana mengatasi perbatasan, perselisihan, konflik dan peperangan antar Negara serta masalah kelompok minoritas di dalam Negara.5

Menurut Dr. Yusuf Qordowi yang merupakan ulama’ kontemporer saat ini, secara etomologi syariat berarti peraturan atau ketetapan yang Allah perintahkan kepada hamba-hambanya seperti: puasa, shalat, haji, zakat, dan seluruh kebajikan.6

Selain itu, kata syariat Islam juga merupakan pengindonesiaan dari kata Arab, yaitu as-syari’ah al-islamiyyah. Mengikut pendapat tim Hizbut tahrir, secara

etomologis, kata as-syari’ah mempunyai konotasi masyra’ah al-ma’ (sumber air

minum)7 Orang Arab tidak menyebut sumber tersebut dengan sebutan syari’ah

kecuali jika sumber tersebut airnya berlimpah dan tidak pernah kering. Dalam Bahasa

5

Ibid., h. 2

6

Yusuf Qardhawi, membumikan Syariat Islam Keluwesa Aturan Ilahi Untuk Manusia, Bandung, Arasy Mizan Pustaka, cet pertama,2003, h. 13

7

Ibn al-Manzhur, Lisan al ‘Arab, juz I, hlm. 175; Tim Penulis Hizbut Tahrir Indonesia,Menegakkan Syari’at Islam, (cetakan pertama, Nov 2002.) hlm. 19


(23)

Arab, syara’a bererti nahaja(menempuh) awdhaha (menjelaskan), dan bayyana al-masalik (menunjukkan jalan) Syariat dapat juga berarti madzhab dan thariqah mustaqimah (jalan lurus). 8

Dalam istilah syariah sendiri, syariah berarti agama yang ditetapkan oleh Allah S.w.t untuk hamba-hambanya yang terdiri dari berbagai hukum dan ketentuan yang beragam. Hukum-hukum dan ketentuan tersebut disebut syariat karena memiliki konsistensi atau kesamaan dengan sumber air minum yang menjadi sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Dengan demikian, agama dan syariat mempunyai konotasi yang sama. Yaitu berbagai ketentuan dan hukum yang ditetapkan oleh Allah

Swt bagi hamba-hambanya.9

Mahmud Syaltuh pula mendefinisikan syariat sebagai peraturan yang diturunkan Allah kepada manusia agar dipedomani dalam perhubungan dengan Tuhannya, sesamanya, lingkungannya, dan kehidupannya. Di sisi lain pula katanya, dalam konteks hukum Islam, syariat tidak dapat dipisahkan dengan fiqih. Sebab fiqih adalah formula yang difahami dari syariat. Demikian juga syariat tidak dapat dijalankan dengan baik, tanpa difahami melalui fiqih atau pemahaman yang memadai dan diformulasikan secara baku. Dalam pengertian termologis pula, fiqih adalah hukum-hukum syara’ bersifat praktis (amaliyah) yang diperoleh dari dalil-dalil suci.

8

Kamus al-Munawwir

9


(24)

Sementara itu, kata al-Islam (Islam) secara etomologis mempunyai konotasi

inqiyad (tunduk) dan istislam li Allah (berserah diri pada Allah). Istilah tersebut selanjutnya dikhususkan untuk menunjuk agama yang disyari’atkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam konteks inilah, Allah menyatakan kata Islam sebagaimana termaktub dalam firmannya:

"

ﺎ د

م ﻹا

ﺿرو

أو

ﻜ د

آأ

مﻮ ا

"

“Pada hari ini telah ku sempurnakan untuk kamu agama mu, dan telah Ku-cukupkan kepada mu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Al-Maidah: 3)

Karena itu, secara syar’ie Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW untuk mengatur hubungan manusia dengan penciptanya, dirinya sendiri, dan sesamanya. Hubungan manusia dengan Penciptanya meliputi masalah akidah dan ibadah; hubungan manusia dengan dirinya sendiri meliputi akhlak, makanan, dan pakaian, hubungan manusia dengan sesamanya meliputi muamalat dan persanksian. Syariat juga mengontrol serta mengatur seluruh perilaku publik dan privat manusia. Dengan kata lain syariat Islam bukan hanya mengatur seluruh aktivitas fisik manusia, tetapi juga mengatur seluruh hati manusia yang biasa disebut dengan akidah Islam. Karena itu syariat Islam tidak dapat dipresentasikan hanya sekadar bagian dari ketentuan Islam dalam masalah Hudud (seperti hukum rejam, potong tangan dan sebagainya). Namun jauh dari itu, ia mencakup seluruh pola kehidupan dalam masyarakat.


(25)

Karena itu penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksudkan dengan syariat Islam adalah segala ketentuan yang ditetapkan oleh Allah untuk hambanya baik mengenai akidah, ibadah, akhlak, muamalat, maupun seluruh segi kehidupan yang lainnya dengan segala cabangnya bagi merealisasikan kebahgiaan kita di dunia dan di akhirat kelak.

B. Sejarah dan Perkembangan

Syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad S.A.W telah tiba dengan sempurna. Sejak pidato perpisahan yang beliau ucapkan di bukit arafah, di hadapan kaum muslimin membuktikan sempurnanya syariat ini, turunlah firman Allah S.W.T yang bermaksud:

“Pada hari ini telah Ku–sempurnakan untuk kamu agama mu, dan telah Ku-cukupkan kepada mu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.”(Al-Maidah: 3)

Maka sejak saat itu jugalah Islam telah sempurna. Setelah wafatnya Nabi Muhammad S.A.W, nash-nash syariat sudah final. Para sahabat berupaya dengan sungguh-sungguh mengikutinya, bermujahadah, agar syariat dapat diaplikasikan secara luas, menjadi rahmat bagi seluruh alam. Maka dapat kita saksikan contohnya, Khalifah Abu Bakar Ash-shiddiq tidak segan mengangkat senjata melawan para


(26)

mereka bahkan walaupun disebabkan mereka enggan membayar seutas tali yang dahulu biasa mereka bayarkan kepada rasulullah.” 10

Turunnya Islam dalam arti proses munculnya hukum-hukum syara’ hanya terjadi pada era kenabian. Sebab syariat itu datangnya dari Allah yang ditandai dengan turunnya wahyu dan berakhir dengan wafatnya Nabi Muhammad Saw. Dengan kesempurnaan itu, tidak ada yang tidak dijawab oleh Islam. Semuanya terkupas tuntas dalam al-Quran dan as-Sunnah, yang kemudian diaplikasikan secara maksimal oleh para sahabat dan tabi’in.

Menegakkan syariat Islam tidak harus menunggu tegaknya Daulah Islamiyah atau khilafah Islamiyah selama kita belum mampu mewujudkannya. Memang mewujudkkan Khilafah Islamiyah yang dengannya seluruh hukum Allah dapat ditegakkan merupakan kewajiban umat Islam yang tidak dapat ditinggalkan, Namun apabila kita tidak mampu menegakkannya tidak berarti bahwa hukum-hukum Allah yang dapat dijalankan tanpa adanya Daulah atau Khilafah dengan serta merta boleh diabaikan begitu saja. Hukum Islam harus tetap diamalkan baik adanya khilafah ataupun tidak. Ketidak mampuan kita melaksanakan secara keseluruhan tidak berarti kita boleh meninggalkannya secara keseluruhan. Kaidah ushul Fiqh mengatakan:

آ

كﺮ

آ

كر

‘Sesuatu yang tidak dapat dikerjakan secara keseluruhan tidak boleh ditinggalkan seluruhnya’

10

Musa’id bin Abdillah as-Salman, Indahnya Syari’at Islam, Pustaka at-Tazkia, (cetakan pertama, Jakarta:2007) h.vii


(27)

Menurut Taufik Adnan Amal dan Samsu Rezal Panggabean, mereka berpendapat bahwa syariat Islam mengalami perkembangan yang menakjubkan selama periode formatifnya, yakni hingga abad ke-10. Dalam kesarjanaan Muslim, hukum Islam dipandang bermula dengan pemahyuan al-Quran dan keputusan-keputusan Nabi. Karena itu dapat dipastikan bahwa sumber material syariat Islam adalah al-Quran dan As-Sunnah Nabi. Instruksi-instruksi spesifik dari kedua sumber ini kemudian diperluas dan di kodifikasikan ke dalam fikih oleh para fuqaha’ dengan menggunakan peralatan-peralatan interpretative atau sumber-sumber prosedur syariat, seperti qiyas (penalaran analogis), ijma’ (consensus), maslahah (kepentingan umum), dan lain-lain.11

Dalam sejarah Islam, kita dapati ada empat mazhab hukum sunni selain Syi’ah, yang muncul dan mengkristalkan dalam rentang waktu tersebut, yang kemudian memiliki pengaruh besar dalam dunia Islam hingga dewasa ini.

Mazhab yang pertama adalah Mazhab Hanafiyah, di bangun oleh Imam Abu Hanifah (699-767), yang kebayakan pengikutnya berada di Turki, sebagian di Mesir, Suriah, Libanon dan Irak, sebagian penduduk Yordania, Palestina, Balkan, Kaukasus, Afganistan, Pakistan, India, republik-republik di Asia Tengah dan Cina.

Yang kedua adalah Mazhab Malikiyah, didirikan oleh Imam Malik ibn Anas (713-795), yang kebanyakan diikuti masyarakat Maroko, Aljazair, Tunisia, Libia, Sudan, Bahrain, Nigeria, dan Kuwait.

11


(28)

Mazhab ketiga adalah Mazhab Syafi’iyyah, didirikan oleh Imam Muhammad Bin Idris al-Syafi’i (767-820), Mazhab Syafi’i kebanyakan diikuti masyarakat di sebagian daerah Mesir, terutama di rural, India, Malaysia, Brunei, Indonesia, sebagian penduduk Palestina, Yordania, Suriah, Libanon, Irak, Pakistan dan India serta kelompok Sunni di Iran dan Yaman. 12

C. Sumber-Sumber Syariat Islam

Ulama’ berbeda pendapat tentang berapa dan apa saja yang menjadi sumber syariat itu. Berikut beberapa pendapat yang bisa penulis kemukakan tentang sumber syariat. Pertama pendapat dari Syeikh Yusuf Qordhowi, ia mengatakan bahwa: pada hakikatnya, syariat Islam itu hanya mempnyai satu sumber hukum, yakni wahyu Ilahi. Wahyu Ilahi itu dikelompokkan menjadi dua macam: pertama wahyu yang

berupa Al-Quran, kedua berupa As-Sunnah.13 Syeikh Muhammd Syaltut pula

berpendapat bahwa syariat itu bersumber dari al-Quran, As-Sunnah, dan Ar-Ra’yu, yaitu penelitian terhadap makna-makna ayat-ayat Al-Quran dan A-Sunnah yang kemungkinan mempunyai beberapa pengartian, mempertemukan (mempersamakan) hukum-hukum yang sudah ditetapkan nasnya, menerapkan kaidah-kaidah yang diambil dari hukum-hukum al-Quran terhadap peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi.14

12

Syurbashi, Dr. Ahmad. (biografi Empat Imam Mazhab), (Media Insani Press. Juli 2006)

13

Yusuf al-Qardhawi, Membumikan Syari’at Islam, (terj) Abdul Hayy Katani, (Surabaya: Darul ulum, 1997), h. 35

14


(29)

Menurut prof Dr. Harun Din yang merupakan tokoh Islam di Malaysia dan Abdullah Ahmad Naim pula, empat sumber syariat adalah Al-Quran, Hadis Nabi (sunnah), Ijma’ Ulama’, dan Qiyas. Dan dua yang terakhir ini biasanya diterjemahkan dengan consensus dan penalaran melalui analogi.15

Setelah dikaji dari berbagai pendapat di atas, penulis lebih cenderung kepada pendapat yang terakhir, yang diajukan oleh Prof Dr. Harun Din dan Abdullah Ahmad Naim, bahwa sumber syariat Islam itu ada empat yaitu Al-Quran, Hadis, Ijma’, dan Qiyas. Menurut beliau bahwa dasar yang menjadi sumber syariat Islam ialah Al-Quran dan Al-Hadis sebagai tempat rujukan dalam usaha mengambil apa pun keputusan hukum. Apabila suatu jawaban tidak didapati dalam Al-Quran dan Hadis, kita beralih kepada sumber yang ketiga yaitu Al-Ijma’. Jika tidak juga didapati, bolehlah mengambil kesimpulan pemikiran berdasarkan kepada syarat-syarat atau prinsip-prinsip yang tertentu, sumber ini dinamakan Al-Qiyas yang bersumberkan pemikiran.16 Kemudian baru bisa menggunakan kaidah-kaidah lain seperti ijhad para Ulama’ dan kaidah-kaidah lain.

15

Haron Din, (Manusia dan Islam) Syah Alam: Hizbi, 2003) h.204 & Abdullah Ahmad An-Naim, (Dekonstruksi Syari’ah) (yogyakarta: LKIS, 1994), h. 40

16


(30)

D. Prinsip-prinsip Penerapan/ Tatbiq Syariat Islam

Dalam merespon penerapan Syariat Islam, maka dibutuhkan prinsip-prinsip sehingga proses penerapan Syariat Islam berjalan dengan baik. Prinsip-prinsip yang harus difahami dan dilaksanakan adalah sbb:

1. Syumuliyah dan Kaaffah ( Integral dan Menyeluruh)

Bahwa syariat Islam adalah ajaran dan hukum yang bersumber dari Allah SWT untuk menjadi pedoman bagi seluruh manusia sampai akhir zaman. Oleh karenanya syariat Islam adalah syariat yang lengkap, integral dan sempurna. Syariat Islam mencakup semua aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh manusia, seperti aspek ibadah dan ritual, aspek aqidah dan akhlak, aspek hukum dan undang-undang, aspek keluarga dan sosial, aspek ekonomi dan keuangan, aspek politik dan jihad dll.

Dengan demikian masyarakat muslim seharusnya memahami tentang kesempurnaan syariat Islam. Dan syariat Islam tidak sekedar masalah ibadah, syiar dan memakai jilbab sahaja. Kewajiban menerapankan syariat Islam bersifat integral, menyeluruh dan sempurna, bukan hanya satu atau beberapa aspek saja. Allah SWT. berfirman di QS Al-Baqarah (2):208

ﱞوﺪ

ْ ﻜ

إ

نﺎﻄْﺸ ا

تاﻮﻄﺧ

اﻮ

ﺎ و

ﺔ ﺎآ

ْ ا

اﻮ ﺧْدا

اﻮ اء

ﺬ ا

ﺎﻬ أﺎ

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.


(31)

2. Tadaruj (Bertahap)

Dalam menerapkan syariat Islam harus dilakukan secara bertahap. Hal ini sesuai ketentuan Allah SWT. dalam menurunkan wahyu kepada Rasulullah saw. Begitu juga apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dalam membimbing umatnya agar komitmen dan menerapkan syariat Islam. Tadarruj adalah sunnah dalam segala lapangan kehidupan. Allah SWT. menciptakan langit, bumi dan seisinya termasuk manusia dilakukan secara bertahap. Pertumbuhan manusia berjalan secara bertahap, begitu juga pemahaman manusia tentang sesuatu termasuk pemahaman tentang Syariat Islam terbentuk secara bertahap.

3. Taisiir dan Tabsiir (Memudahkan dan Memberikan Kabar Gembira) Rasulullah saw. bersabda:

اوﺮ

و

اوﺮﺸ و

اوﺮ

و

اوﺮ

“Berilah kemudahan, jangan dipersulit, dan berilah kabar gembira, jangan dijauhkan” (Muttafaqun ‘alaihi).

Masyarakat Islam sudah terlalu kenyang dirundung kesusahan, penindasan dan kezhaliman dari mulai penjajahan Barat dimana-mana sampai sekarang. Oleh karena itu harus diupayakan bahwa syariat Islam yang akan dijalankan adalah syariat yang memberi kemudahan, kabar gembira dan dapat memberikan jalan keluar bagi problematika mereka. Dan sejatinya bahwa syariat Islam adalah syariat yang mudah dan tidak sempit, seperti adanya rukhsoh dalam solat ketika bermusfir dll. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Baqarah(2): 185 dan dalam QS Al-Hajj (22): 78


(32)

ﺮْ ْا

ﺪ ﺮ

ﺎ و

ﺮْ ْا

ا

ﺪ ﺮ

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”

ْﺟا

ﻮه

دﺎﻬﺟ

ﻖﺣ

ا

اوﺪهﺎﺟو

جﺮﺣ

ْ

ﺪ ا

ْ ﻜْ

ﺎ و

ْ آﺎ

“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan”.

4. Madzhabiyah ( Mengikuti Madzhab)

Ketika berbicara tentang syariat Islam, maka tidak bisa lepas dengan Fiqih Islam seperti mana telah dijelaskan sebelumnya. Dalam Fiqih Islam terdapat banyak madzhab. Dan yang paling besar dan berkembang ke seluruh dunia ada 4 madzhab, yaitu: Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki, Madzhab Syafi’i dan Madzhab Hambali. Keempat madzhab tersebut biasa dikenal dengan Madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam Fiqih Islam.

Dalam penerapan syariat Islam ini baik di Indonesia, Malaysia atau di mana saja dapat mengikuti keempat Madzhab tersebut. Namun, jika keempat madzhab itu semuanya diikuti, niscaya akan mengalami kesulitan, terutama dalam memilih satu pendapat. Apalagi dengan keterbatasan ulama dan mujtahid.

Dengan melihat kondisi yang ada, maka akan lebih baik dalam menerapkan syariat Islam berpatokan dengan salah satu madzhab saja. Jika madzhab yang berkembang dan dominan di Indonesia dan Malaysia adalah Madzhab Syafi’i, maka dengan memberlakukan madzhab Syafi’i akan banyak memberikan kemudahan.


(33)

Kemudahan dari aspek SDM, dari aspek buku dan rujukan dan dari aspek kemudahan aplikasi.

Keterikatan pada satu madzhab, tidak lantas menimbulkan ashobiyah dan

menutup mata terhadap madzhab lain. Jika menurut kajian Fiqih, pendapat madzhab yang diikuti lemah hujjahnya, maka dapat mengambil pendapat yang kuat dari madzhab lain.

5. Muro’aat Aulawiyaat (Memperhatikan Skala Prioritas)

Kesempurnaan syariat Islam secara konsep, tidak otomatis dapat diaplikasikan langsung secara sempurna dari semua aspeknya. Oleh karena itu dalam aplikasinya harus memperhatikan skala prioritas. Hal-hal yang prinsip dan mendasar harus didahulukan dari yang lainnya, misalnya pelaksanaan rukun Islam, busana muslim, mencegah kemaksiatan dan lain-lain.

Aspek syariat Islam yang memberikan rasa aman dan sejahtera harus mendapat prioritas dalam pelaksanaannya. Begitu juga harus dihindari hal-hal yang menimbulkan ketakutan dan peluang terjadinya antipati terhadap syariat Islam. Sehingga dengan demikian tidak terjadinya fitnah dan salah faham terhadap agama ini oleh segelintir orang.

6. Nasyrul Dakwah (Penyebaran Nilai Islam dengan Dakwah)

Sesuatu yang tidak kalah pentingnya sebelum pemberlakuan syariat Islam, terlebih dahulu masyarakat harus memahami Islam. Karena pemberlakuan syariat Islam tanpa disertai dengan pemahaman dan kesadaran, dapat dipastikan akan


(34)

menimbulkan kontra produktif. Para sahabat mengungkapkan suatu pernyataan yang

mereka terima dari Rasul saw: “Kami menerima Iman sebelum Qur’an”. Artinya

beriman lebih dahulu kepada syariat Islam, baru kemudian melaksanakan hukum-hukumnya.

Sosialisasi terhadap syariat Islam harus dilakukan secara merata, Sehingga masyarakat dalam kondisi siap dan mendukung pemberlakuan syariat Islam.

7. Dauroh li I’dadil Qudhot wal Ulama (Pelatihan bagi Para Hakim dan Ulama)

Diantara sarana dan fasilitas yang sangat mendukung pemberlakuan syariat Islam adalah ketersediaan SDM, khususnya yang menguasai syariat Islam. Di mana pun, penerapan syariat Islam sulit dilaksanakan jika SDM yang akan melaksanakan tidak mencukupi dan tidak memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan. Oleh karenanya harus diperbanyak program pelatihan dan training bagi para hakim dan ulama sebagai ujung tombak penegakan syariat Islam.

8.Ta’awun baina Anasirul Ummah (Kerjasama dengan Semua Komponen

Umat)

Proyek penerapan syariat Islam adalah masalah yang besar, sehingga harus melibatkan sebanyak mungkin komponen umat Islam. Penglibatan tersebut tidak terbatas pada umat Islam di Indonesia atau umat Islam di Malaysia sahaja. Tetapi juga harus melibatkan umat Islam di seluruh Dunia. Apalagi di Era Globalisasi dan Informasi sekarang, dimana tekanan untuk menghadang dan menolak


(35)

pemberlakuakan syariat Islam dilakukan secara internasional, masif dan menyeluruh, maka dukungan pun harus seimbang dan harus muncul dari seluruh Dunia Islam.

1. Hubungan Antara Syari’at dan Fiqih

Banyak yang beranggapan bahwa apabila berbicara tentang hukum ilahi

dalam Islam biasanya di-ekspresikan dengan kata fiqh (fikih) dan syariah. Dan

sememangnya antara syariah, fikih dan hukum atau qanun (undang-undang)

mempunyai hubungan dan kaitan yang erat.

Menurut Taufiq Adnan Amal dan Samsu Rizal Panggabean, secara orisinal fikih bermakna pemahaman dalam pengertian yang luas. Seluruh upaya untuk mengolaborasi rincian hukum ke dalam norma-norma spesifik Negara, menjastifikasikannya dengan merujuk kapada wahyu, mendebatnya, atau menulis kitab dan risalah tentang hukum-hukum merupakan contoh-contoh fikih. Jadi kata fikih menunjukkan kepada aktivitas manusia dan para sarjana, khususnya untuk menderivasi hukum dari wahyu tuhan.

Pendapat lain mengatakan bahwa syariat adalah hukum-hukum Allah yang ditetapkan berdasarkan dalil-dalil kitab dan sunnah serta dalil-dalil yang berkaitan keduanya seperti ijmak ulama’ (konsensus ulama’) dan qiyas (analogi atas hukum tertentu). Manakala fikih pula ilmu yang berkaitan dengan kesimpulan-kesimpulan hukum agama yang bersifat praktis disertai dalil-dalil yang terperinci. Karena itu ada


(36)

ijtihad yang memerlukan pengkajian”. Imam Al-Jurjani berkata, ‘Fikih adalah ilmu yang dihasilkan dari kesimpulan logika dan ijtihad yang memerlukan pengkajian.”

Oleh karena itu, Allah SWT tidak bisa disebut Faqih (ahli fiqih) karena Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Dan syariat adalah tujuan sedangkan fiqih adalah cara atau metode.

Istilah fiqih digunakan untuk seekumpulan hukum syariat yang bersifat praktis yang disimpulkan dari dalil-dalil yang terperinci. Oleh karena itu kita sering menyebut “kitab fiqih” dan “ensiklopedi fiqih”. Dalam konteks ini, fiqih berarti kumpulan hukum-hukum baku.

Bisa disimpulkan hukum-hukum syariat memiliki dua bentuk;

a. Hukum Qath’i (pasti) yang bersumber langsung dari nas-nas Kitab dan

Sunnah. Nas-nas tersebut secara tegas menyatakan tentang kepastian hukum. Walaupun posisinya sangat penting dan merupakan asas bagi

pembentukan hukum. Jumlah nas qath’i sangatlah sedikit, disisi lain

kaitannya dengan syariat tidak diragukan lagi.

b. Hukum zhanni (kurang pasti) yang mana merupakan hasil pemikiran dan

kesimpulan ijtihad ahli fiqih dari dalil-dalil kitab dan sunnah melalui qiyas (analogi), seperti istihsan (mengambil dalil yang lebih kuat dari dua dalil),

istishlah (menetapkan maslahat sesuai dengan tujuan syariat), istishhab


(37)

diperlukan) dan lainnya. Metode ini jika dikaji merupakan metode yang paling dominant dalam kajian fiqih dan ushul fiqih.

Dengan demikian bisa difahami bahwa fiqih merupakan bagian dari ilmu syariat, yang didasarkan pada wahyu. Proses penyimpulan hukum dalam fiqih tidak bersifat mutlak karena dalam pencarian dalil-dalilnya masih dibatasi oleh pokok-pokok syariat. Oleh karena itu, syariat tidak dapat berdiri sendiri. Ia adalah bunga rampai fikih Islam kecuali untuk problem-problem baru. Tujuan utama syariat dan basis pemberlakuan perintah dan larangan dalam syariat bukan hanya agar memberikan manfaat secara materi, melainkan lebih dari itu agar kebersihan dan kesucian jiwa terjaga.

Di sebalik apa yang telah dijelaskan, bisa difahami terdapat perbedaan karakteristik antara syariat dan fiqih, dimana apabila tidah difahami dengan baik dapat menimbulkan kerancuan yang bukan tidak mungkin akan melahirkan salah kaprah terhadap fiqih, yakni fiqih diindentikkan dengan syariat. Perbedaan-perbedaan tersebut sabagai berikut;

No SYARIAT FIQIH

1. Diturunkan oleh Allah.

(kebenarannya bersifat mutlak/ absolute)

Formula atau hasil kajian Fuqaha’. (kebenarannya bersifat relatif / nisbi)

2. Syariat adalah 1, (tunggal / unity) Bersifat beragam


(38)

4. Stabil dan tidak berubah-ubah Mengalami perubahan seiring dengan tuntutan ruang dan waktu

5. Idealistis Realistis

Dengan demkian syariat maupun fiqih merupakan istilah hukum Islam yang kedudukannya sangat penting dan menentukan pandangan hidup serta tingkah laku manusia, bahkan akan berdampak pada baik buruknya peradaban satu bangsa. Sebab dalam kaitannya dengan sosiologi hukum, hukum memainkan dua peranan penting.

Pertama, hukum dapat dijadikan sebagai alat untuk mengubah masyarakat (social engineering) menuju arah yang lebih baik dan sesuai tatanan yang berlaku. Kedua,

hukum dapat dijadikan sebagai alat pengatur perilaku sosial (social control).17 2. Hubungan Antara Syariat dan Taknin (Undang-Undang)

Qanun (lazimnya diterjemahkan undang-undang) adalah kata serapan. Dalam

Mu’jam al-Wasith, kata qanun merujuk pada makna yang mencakup segala sesuatu yang telah menjadi ketetapan hukum. Para ulama salaf mendefinisi kata ini dengan “kaidah umum yang berisi hukum-hukum.’

Apabila kata qanun dihubungkan atau disandingkan dengan syariat, maka

maksudnya adalah hukum-hukum buatan manusia untuk mengatur kehidupan individu, masyarakat, dan negara. Syariat bersendikan wahyu sedangkan

undang-undang adalah ciptaan manusia. Oleh karena itu undang-undang-undang-undang sering disebut

17

Fahmi, Nashir, Menegakkan Syariat Islam Ala PKS, Era IntErmedia, (Cet Pertama; September 2006) hal. 146


(39)

qanun al-wadh’i (undang-undang buatan manusia). Istilah qanun atau undang-undang sering juga digunakan untuk menyebut kitab hukum tertentu seperti kitab hukum pidana atau kitab-kitab hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan berbagai kasus.

Undang-undang pertama yang dikenal oleh manusia adalah kitab undang-undang Hamurabi. Kitab hukum klasik pertama yang terkenal adalah kitab hukum Romawi yang sangat berpengaruh terhadap hukum Barat modern, hukum-hukum negara-negara muslim di masa kemerdekaan, dan menurut segelintir orang-orang berpengaruh juga terhadap fiqih Islam. Menurut Dr. Yusuf Qardhawi, keyakinan ini sangat keliru karena fikih Islam memiliki pertumbuhan, sumber, falsafah, dan tujuan yang khas. 18

Perbedaan antara undang-undang dan syariat adalah bahwa fokus perhatian undang-undang hanya sekadar bagaimana menghimpun kesepakatan-kesepakatan, adat istiadat, dan kebudayaan manusia dalam bentuk perundang-undangan, sekalipun dalam kesepakatan-kesepakatan itu terdapat penyimpangan dan kehancuran yang dapat membahayakan masyarakat dan kemanusiaan.

Undang-undang adalah cermin baik dan buruk, bangkit dan tenggelam, serta kosisten dan penyelewangan dalam sebuah tatanan masyarakat. Sementara itu, syariat berkepentingan untuk mengangkat derajat umat, menggenggam tangan mereka, dan membantu mereka terbebas dari tekanan egoisme dan hawa nafsu, serta belenggu

18

Yusuf al-Qardhawi, Membumikan Syari’at Islam, (terj) Abdul Hayy Katani, (Surabaya: Darul ulum, 1997),h 29.


(40)

kebudayaan yang merusak pengetahuan yang menyesatkan. Fokus perhatian syariat adalah meluruskan penyelewengan sebuah masyarakat dan memperbaiki kerusakan, bukan mendukung kelemahan dan penyelewengan yang dilakukan masyarakat, lalu dilegalkan dengan perangkat hukum dan perundang-undangan. Syariat hanya mengakui kesepakatan masyarakat yang maslahat dan baik.19

Dalam hal ini, kita menemukan perbedaan nyata antara syariat Islam dan undang-undang Romawi. Syariat muncul sebagai “legislasi moral” yang menjadikan perintah dan norma-norma moral sebagai undang-undang, sedangkan undang-undang Romawi berpegang pada prinsip “legislasi adat” yang menghimpun kesepakatan-kesepakatan dan adat kebiasaan manusia dalam bentuk perundang-undangan.

Fokus perhatian syariat Islam setelah berusaha mewujudkan legislasi moral-adalah menjaga dan memperkukuh legislasi ini, serta memberikan sanksi kepada orang-orang yang melanggarnya. Untuk kejahatan-kejahatan moral seperti perbuatan zina dan minuman keras, syariat Islam sendiri yang langsung menetapkan sanksi-sanksinya. Sementara untuk menentukan sanksi yang pantas untuk perjudian dan pelanggaran etika umum lainnya, Islam menyerahkan kewenangannya kepada penguasa yang sah secara syariat.

19

Yusuf al-Qardhawi, Membumikan Syari’at Islam, (terj) Abdul Hayy Katani, (Surabaya: Darul ulum, 1997),h 113.


(41)

A. Partai Keadilan Sejahtera

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dulunya dikenali sebagai Partai Keadilan (PK). Sejarah PKS dimulai bukanlah sebagai sebuah gerakan politik. Namun pada awalnya lebih kepada gerakan keagamaan yang berbasis di kampus-kampus negeri pada awal 1980-an. Kemunculan Partai Keadilan Sejahtera berbeda dengan partai-partai Islam lainnya dan secara tidak langsung menjadi fenomena yang menarik dalam kehidupan kepartaian selepas orde baru. Di pemilu 1999, PK memang tidak berhasil meraih suara dan kursi yang signifikan, namun pada pemilu 2004 raihan suaranya menjungkir balikkan prediksi banyak kalangan dan pengamat-pengamat politik. Apalagi PK memang ideologis dan praksis politiknya bukan dari massa frustasi.1 PKS bahkan berhasil memperolah suara sebanyak 8,3 juta (7,4 persen) dan menempati ranking yang ke-6. sebanyak 45 kader PKS berhasil meraih kursi di lembaga legislasif, 157 kader di DPRD Provinnsi dan 900 kader di DPRD Kota/Kabupaten. Selain itu, PKS juga berhasil mengusung H. Hidayat Nur Wahid

1

Furkon, Partai Keadilan Sejahtera (Ideologi dan praksis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer), (Jakarta: Teraju, 2002), sampul buku bagian belakang.


(42)

menjadi ketua MPR RI periode 2004-2009 setelah mengalahkan Sutjipto, pesaing kuatnya dari PDIP.2

Oleh karena ini, penulis berusaha untuk membahas dalam bab ini tentang sejarah PKS, bagaimana proses kelahirannya sampai kepada visi dan misi PKS juga sejauh mana tentang konsep tatbiq syariat Islam yang diimpikan PKS.

1. Sejarah Partai Keadilan Sejahtera

Kemunculannya pada dekade 1980-1990 merupakan hasil dari sebuah proses yang panjang, berangkat dari musyawarah yang panjang, yang membahas tentang penyikapan era reformasi yang membuka peluang kebebasan berekspresi yang diantaranya adalah mendirikan partai poltik. Agenda ini hangat dibicarakan sehingga sebagian mengatakan tidak perlu mendirikan sebuah partai dan sebagian lagi mengatakan sangat perlu untuk mendirikan partai politik. Terjadi juga perlawanan latens dari gerakan politik Islam terhadap Orde Baru yang pada saat itu dinilai represif dalam melahirkan kebijakan dan menjadikan Islam sebagai ancaman. Dan beberapa bentuk perlawanan diantaranya melalui peristiwa.3 Dan antara beberapa kejadian yang menimpa umat Islam pada periode tersebut adalah;

Pertama, Peristiwa Berdarah Tanjung Periok pada dekade 1980. Peristiwa ini bisa dikatakan peristiwa yang terbesar di antara peristiwa-peistiwa yang menimpa

2

Untung Wahono, dkk, Profil Singkat Partai Keadilan Sejahtera, (Jakarta: Sekjen Bidang Arsip dan Sejarah DPP PKS, 2007), h 18-20.

3

Furkon, Partai Keadilan Sejahtera (Ideologi dan praksis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer), h 117-121


(43)

umat Islam saat itu. Ini karena jumlah korban yang meninggal dunia, siapa saja mereka dan dimakamkan dimana sampai saat ini belum jelas. Peristiwa ini terjadi setelah presiden Soeharto menyampaikan pidato kenegaraan 16 Agustus 1982, di mana presiden meminta agar Pancasila menjadi satu-satunya asas bagi partai politik dan organisasi kemasyarakatan yang mendapat tanggapan pro dan kontra dari umat Islam. Pada saat itu kondisi Jakarta cukup memanas, Para da’i dan muballigh mengkritik keras kebijakan tersebut. Kebijakan yang dianggap pemaksaan negara terhadap kehidupan private warga negara sehingga akhirnya membawa para da’i dan muballigh ini dicekal setiap selesai menyampaikan ceramah. Dalam pembangkangan kalangan Islam politik terhadap pemerintah ini sesungguhnya yang mereka tentang bukan Pancasila, namun kediktatoran penguasa Orde Baru karena Pancasila dianggap tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Kedua, takanan terhadap para mubaligh pada tanggal 13 Septembar 1984. empat orang mubaligh yang dianggap selalu mengkritik pemerintah ditangkap. Mereka adalah Abdul Qadir Djaelani, Tony Arfi, A. Rani Yunsih dan Mawardi Noor. Penangkapan ini terjadi berterusan dan umumnya mereka yang ditangkap adalah pimpinan korps Mubaligh Indonesia. Sejak itu pemerintah telah memberlakukan sensor terhadap para mubaligh yang kebanyakannya dari orang-orang yang menandatangani deklarasi yang berjudul “Pernyataan Umat Islam Jakarta” yang isinya “meminta pemerintah untuk tidak memaksa organisasi politik dan sosial


(44)

menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal organisasi” dengan cara harus menyerahkan teks khutbahnya sebelum naik ke atas mimbar.

Ketiga, Kasus usrah. Kasus ini terjadi di Jawa Tengah, khususnya di Solo,di mana seorang yang bernama Tubagus Muhammad Jiddan, petani dari desa Banaran-Kulon Progo-Yogyakarta dijatuhi hikuman 6 tahun penjara karena aktif mengikuti kagiatan usroh pada tahun 1986.

Gerakan usroh pada saat itu masih jarang ditemukan. Kegiatan yang biasanya terdiri dari tujuh hingga lima belas orang yang melakukan kajian keagamaan yang bersifat ibadah mahdhah (langsung) ini dituduh sebagai antek PKI oleh Jenderal Harsudiono yang saat itu menjabat sebagai Pangdam Diponogoro. Gerakan ini tidak diketahui sejak kapan mulai tumbuh dan berkembang di masyarakat, namun Jenderal Hursudiono menduga gerakan ini berasal dari Solo, sebab para terdakwa yang diadili menyebut nama Abu Bakar Ba’asyir sebagai imam mereka.

Keempat, kasus jilbab. Kasus ini muncul pada tahun 1980-an, yang

merupakan imbas revolusi Iran melalui media-media nasional dan Internasional. Semangat serta kesadaran pemakaian jilbab juga simbol perlawanan terhadap budaya yang hedonis di kalangan remaja. Akan tetapi pemakaian jilbab ini justru dilarang oleh pemerintah. Pemakaina jilbab yang semula hanya menjadi identitas anak pesantren malah menjadi marak di kalangan siswi SMAN. Namun anehnya semakin dilarang, justru pemakaian jilbab ini semakin tumbuh perlawanan yang dilakukan siswi-siswi berjilbab. Namun kemudian perlawanan ini membuat sekolah berang


(45)

hingga membawa kasus ini sampai ke meja hijau seperti halnya SMAN 68 jakarta yang sebelumnya mengeluarkan 6 siswinya. Penindasan ini setidaknya berlangsung sampai dekade 1982-1991.

Kelima, kasus Lampung yang dikenal dari versi pemerintah dengan “Gerakan Pengacau Kemanan (GPK) Warsidi’, namun dari kalangan LSM menyebut sebagai peristiwa Talangsari atau peristiwa Cihideung. Peristiwa berdarah yang terjadi 6 Februari 1989 berawal dari disharmonisasi hubungan antara komunitas Cihideung sebagai jamaah Warsidi dengan pihak Koramil Way Jepara. Peristiwa ini oleh kalangan LSM dinilai sebagai konspirasi politik antara pelaku, pihak pemerintahan sipil, bahkan intelijen.4

Jika melihat kondisi di atas, bisa dipastikan hampir semua ruang lingkup Islam ditutup oleh pemerintah. Namun justru perlawanan Islam terhadap tindakan represif pemerintah Orde Baru bukan berakhir, tapi malah menjadi kekuatan politik. Hal ini disebabkan karena agama mempunyai vitalitas (daya hidup) yang berbeda dengan politik. Jika tidak di permukaan, agama akan ‘bergerilya’ di bawah.5

Perlawanan yang dilakukan oleh umat Islam ini dimulai dengan transformasi gerakan tarbiyah secara pribadi melalui M. Natsir dan secara kelembagaan melalui Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) yang dibentuk pada 26 Februari 1967 untuk melakukan tugas-tugas dakwah yang akhirnya diperbolehkan memiliki

4

Ibid. h 116-121 5


(46)

perwakilan di daerah-daerah. Dengan ini M. Natsir kemudian membentuk poros ‘pesantren-masjid-kampus’, sebuah jaringan yang integral antara satu sama lain. Karena itu, Natsir kemudian mendirikan pesantren yang berdekatan dengan kampus. Di antaranya Pesantren Darul Falah di Bogor yang dekat dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Pesantren Ulil Albab di lingkungan kampus Ibnu Khaldun Bogor yang dibina oleh Dr. Didin Hafidudin.6

Apa yang digagas oleh Natsir waktu itu dengan membentuk poros ‘pesantren-masjid-kampus ternyata berhasil. Hal ini terlihat dari semakin membesarnya kader Tarbiyah yang kemudian menamakan diri sebagai Lembaga Dakwah Kampus (LDK) di setiap kampus. Dari LDK-LDK ini lah kemudian mereka sepakat untuk membentuk forum Silaturrahim Lembaga Dakwah Kampus (FS-LDK) dan melalui wadah inilah para aktivis masjid berkumpul dan berdiskusi tentang berbagai hal yang menyangkut dakwah. Forum ini mengadakan pertemuan dua tahun sekali di berbagai kampus. Pada pertemuan ke X, di universitas Muhammadiyah Malang (UMM), tanggal 25-29 Maret 1998, seusai acara silaturrahim dan diskusi, mereka mendeklarasikan sebuah lembaga aksi yang diberi nama KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia). Berdirinya KAMMI bukan tanpa alasan, namun karena ketika tekad KAMMI didirikan tentu para aktivis dakwah ini memiliki tujuan yang jelas.

6

Furkon, Partai Keadilan Sejahtera (Ideologi dan praksis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer), h 124-125


(47)

Setelah lahirnya KAMMI yang meunjukkan prestasi dalam kancah perpolitikan Indonesia, mulailah proses pembuatan partai di kalangan Aktvis Dakwah Kampus (ADK) dan musyawarah untuk membentuk partai pada jamaah tarbiyah terjadi setelah dewan dakwah ‘gagal’ membuat satu partai politik yang berazaskan Islam. Lahirnya Partai Bulan Bintang dengan Azas Pancasila membuat sebagian anggota Dewan Dakwah yang terlibat merumuskan partai Islam merasa kecewa.7 Pada saat itu, menurut Abu Ridha, jamaah yang kini menjadi Partai Keadilan (Sejahtera) sesungguhnya sedang menunggu dan memerhatikan Dewan Dakwah yang akan menyambut lahirnya partai politik Islam. Namun ketika lahir tidak dengan azas Islam, maka mereka kamudian mengadakan musyawarah tersendiri.

Dari musyawarah yang telah dilakukan, terjadi berbagai perbedaan pendapat sehingga musyawarah diperbesarkan lagi dengan mengadakan servei dan jejak pendapat berupa polling yang diharapkan mendapat masukan yang lebih objektif. Respondennya adalah dari kalngan aktivis dakwah dari kalangan aktivis kampus dan non kampus. Petanyaan servei lebih terfokus untuk mengetahui sejauh mana keinginan para aktivis ini dalam menyikapi arus perubahan reformasi. Salah satu diantara soalan yang ditanyakan adalah perlu atau tidak mendirikan sebuah partai.

Dari 6000 responden yang telah ditanyakan, sebanyak 5800 pertanyaan kembali. Dan dari 5800 responden yang kembali ini 86% lebih menginginkan untuk mendirikan partai politik. 27% persen sisanya meninginkan untuk mendirikan

7

Di antara anggota dewan dakwah yang ikut merumuskan partai Islam adalah Abu Ridha dan Abdullah Hehamahua (ketua Umum Partai Politik Islam Masyumi).


(48)

organisasi masyarakat, dan sisanya menginginkan mempertahankan habitat semula yaitu dalam bentuk yayasan, LSM, kampus, pesantren dan berbagai lembaga lainnya

amzah, SE, (9) Dr, H. Daud Rasyid Sitorus, MA, (10) H.

ewan Pendiri emba

dakwah dalam bentuk kepartaian dalam konteks formalitas politik yang ada sekarang. Survey ini mencerminkan tumbuhnya kesamaan sikap dikalangan sebagian besar aktivitas dakwah yang dapat

.8

Berangkat dari temuan ini, maka berkumpullah 52 aktivis untuk membicarakan hasil polling tersebut dan akhirnya musyawarah memutuskan untuk membentuk Partai Politik. Musyawarah ini diketuai oleh Dr. H.M. Hidayat Nur Wahid, MA. Dan sekretarisnya adalah H. Luthfi Hasan Ishaq, MA. Dikukuhkan lagi dengan dewan pendiri partai, di antaranya adalah: (1) Dr. Salim Segaf Aljufri, MA, (2) Mulyanto , Meng, (3) Dr. Ir H. Nurmahmudi Isma’il, Msc, (4) Drs. Abu Ridho, A.S, (5) H. Mutammimul Ula, SH, (6) Dr. H.M. Hidayat Nurwahid, MA, (7) K.H. Abdul Hasib Hasan, Lc, (8) Fahri H

Luthfi Hasan Ishaaq, MA.

Hasil dari musyawarah tersebut dinyatakan dalam konferensi pers di Auditorium Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang dihadiri oleh 50.000 massa dan Dr. H.M. Hidayat Nur Wahid sebagai Ketua D

m cakan pernyataan yang dikenal dengan Piagam Deklarasi, iaitu;

“partai Keadilan didirikan bukan atas inisiatif seseorang atau beberapa orang aktivisnya, namun merupakan perwujudan dari kesepakatan yang di ambil dari musyawarah yang aspiratif dan demokratis. Sebuah survey yang melingkupi cakupan luas dari para aktivis dakwah., terutama yang tersebar di masjid-masjid kampus di Indonesia dilakukan beberapa bulan sebelumnya untuk melihat respon umum dari kondisi politik yang berkembang di Indonesia. Survey ini menunjukkan bahwa sebagian besar mereka menyatakan bahwa saat inilah waktu yang tepat untuk meneguhkan aktivitas

8

Furqon, Aay muhamad, Partai Keadilan Sejahtera,( ideology dan Praksis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia Kontempore)r, (Jakarta, PT. Mizan Publika, cet I, Mei 2004) hal. 151


(49)

menjadi sebuah pola dinamis bagi pengendalian partai di kemudian hari. Terbukti setelah tekad mendirikan sebuah partai diputuskan maka kesatuan sikap secara menyeluruh menjadi kenyataan.9

Dalam waktu yang singkat partai ini mengkonsolidasikan diri dan ikut meraih simpati dalam gelanggang politik yang dilakoninya termasuk 3 partai politik yang muncul di Orde Baru.10 Dengan nomor 24 partai ini berhasil menempatkan kader-kadernya di 7 kursi DPR, 26 kursi DPRD Propinsi, 153 kursi DPRD Kabupaten. Bahkan Koran Kompas menilai bahwa PK adalah partai pemenang pemilu 1999 dikarenakan prestasi yang diraihnya tersebut. Bersama 41 partai lainnya PK memelopori tuntutan perubahan ketentuan UU Pemilu tentang electoral threshold.

Upaya ini mengalami kebuntuan karena dihadang oleh kekuatan partai besar yang khawatir akan rivalitas dari kekuatan yang baru tumbuh.

1. Dari PK ke PKS

Perolehan pemilu pada 1999 yang dibawah electoral threshold membuat masa empat tahun berikutnya digunakan PK untuk melakukan konsolidasi besar-besaran dengan memperbaharui nama partai dengan nama “Partai Keadilan Sejahtera” (PKS) yang diharapkan membuka jalan bagi nilai-nilai kebenaran, kebaikan, ketakwaan, keindahan dan kebahagiaan. Keadilan yang menyediakan ruang bagi setiap orang untuk mendapatkan hak-hak asasinya dan menebarkan rasa aman serta membebaskan manusia dari semua bentuk intimidasi dan rasa takut. 11

9

DPP PKS, Sekilas Partai Keadilan Sejahtera, h 34 10

Untung Wahono, dkk, Profil Singkat Partai Keadilan Sejahtera, (Jakarta: Sekjen Bidang Arsip dan Sejarah DPP PKS, 2007), h 18-20.

11


(50)

Partai berlambangkan dua bulan berwarna kuning emas dengan dua tangkai padi diantara kedua bulan sabit yang menghadap keluar juga berwarna kuning emas. Bulan sabit dan padi tersebut berada dalam satu kotak berwarna hitam dan dibawahnya terdapat tulisan “SEJAHTERA”. Di atas kotak hitam pula ada sebuah persegi panjang yang sama dengan kotak di bawahnya dan lebih pendek bertuliskan “PARTAI KEADILAN” dengan tulisan berwarna kuning emas. Dan antara kotak dan persegi panjang diatasnya dipisahkan oleh garis lurus warna putih. Secara keseluruhan dari kotak dan persegi panjang ini mensimbolkan Ka’bah, kiblat suci kaum muslimin yang melambangkan kesatuan umat dan secara menyeluruh makna dari lambang Partai Keadilan adalah; Menegakkan nilai-nilai keadilan berlandaskan pada kebenaran, persaudaraan, dan persatuan menuju kegemilangan kejayaan umat dan bangsa.12

Setiap partai pasti memiliki karakteristik yang tersendiri, begitu juga dengan PKS yang memiliki karakteristik moralis, profesional, patriotik demokrat, reformis, dan independen. Sedangkan prinsip dasar dari PKS adalah keadilan, persamaan, dan keseimbangan, kesatuan nasional, kemajuan, khidmat ummah demi persatuan dan kerjasama internasional.13

12

Furqon, Aay muhamad, Partai Keadilan Sejahtera,( ideology dan Praksis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia Kontempore)r, (Jakarta, PT. Mizan Publika, cet I, Mei 2004), h. 157, Waluyo, Sapto, Kebangkitan Politik Dakwah, h. 392

13


(51)

Partai Keadilan Sejahtera ini dideklarasikan oleh Drs. Al-Muzammil Yusuf yang menjabat sebagai Presidan PKS pada saat itu dengan dihadari oleh kira-kira 40.000 massa di silang menara Monas Jakarta pada tanggal 20 april 2002.14

Untuk meraih simpati masyarakat dan memperlihatkan kepeduliannya terhadap masyarakat, PKS banyak melakukan momentum-momentum besar seperti gerak jalan keluarga, Gelar Sambut Ramadhan, Isra’ Mi’raj Fair, PKS expo dan Ramadhan Fair yang biasanya diadakan di Istora Senayan Bung Karno-Jakarta. Selain itu dilakukan juga rekruitmen keanggotaan untuk lebih mengikat para kadernya. Konsolidasi juga dilakukan dengan aksi-aksi dalam rangka solidaritas internasional umat Islam, bantuan penaggulan dana bencana, penolakan terhadap pornografi, narkoba, korupsi, kekerasan dan lain sebagainya.

Dulunya PK sebagai parpol baru terbilang cukup serius untuk membawa suasana baru bagi masyarakat Indonesia baik lewat kader maupun jurkamnya. Parpol yang dulunya kecil dengan jumlah suara hanya 1,4% pada pemilu 1999 atau 7,34% pada pemilu 2004 (setelah jadi PKS), telah memiliki jaringan luar negari di 17 negara. Dan yang menariknya dari 17 daerah pemilihan di luar negeri yang mana PKS ikut disana meraih suara mayoritas di 14 negara.15 PKS yang mendapat nomor urut 16 mengusung jargon Bersih dan Peduli pada pemilu 2004, sebuah karakteristik yang harus diwujudkan dalam dakwah Islam dianggap berhasil dengan melakukan

14

Sejarah Singkat PKS, http://pks-anz.org/pkspedia/index.php?title=Sejarah Singkat PKS, artikel diakses pada tanggal 02 July, 2008.

15

Djony Edward, Efek Bola Salju (Partai Keadilan Sejahtera), (Bandung, PT Syaamil Cipta Media, Cet pertama 2006), h, 80


(52)

kampanye yang meriah, kreatif, tertib dan santun. Alhasil kerja keras yang dilakukan PKS dan kadernya membuahkan hasil yang menakjubkan. Bagaimana tidak, dengan dukungan perolehan suara sebanyak 8,3 juta (7,34%) dan menempati ranking ke-6, hasil didapati dukungan rakyat kepada partai ini melejit hampir 700%. Dengan itu konsekuensinya sebanyak 45 kader diutus PKS untuk berjuang di DPR RI, 157 kader di DPRD Provinsi dan 900 kader di DPRD Kota/Kabupaten. Tidak sebatas itu, dalam pemilihan pimpinan MPR, Presiden PKS H. M. Hidayat Nur Wahid dipercayai menjadi ketua MPR RI periode 2004-2009.

Dengan duduknya H. M. Hidayat Nurwahid sebagai ketua MPR, menjadi momentum keteladanan politik bagi bangsa ini. Beliau yang alumni dari Pesantren Gontor dan doktor lulusan Universitas Madinah ini dengan sukarela mundur dari jabatan Presidan PKS yang kemudian diganti sementara oleh Tifatul Sembiring. Oleh karena itu PKS menggelar Munas pertamanya pada akhir Juli 2005 di Hotel Century Senayan-Jakarta yang menetapkan Tifatul Sembiring sebagai Presiden PKS.

B. Visi, Misi dan ideologi pemikiran PKS

Setelah PK berganti nama PKS, maka visi dan misi juga mengalami sedikit perubahan sesuai dengan dinamika politik semasa yang terjadi di Indonesia, penerimaan masyarakat terhadap Islam. Namun tentunya tidak semudah yang dibayangkan dan tentu tidak merubah maknanya. 16 Dan dengan visi dan misi yang

16

Ketika masih bernama Partai Keadilan (PK), partai menjabarkan visi dan misinya dalam 10 poin yang terdiri dari;


(53)

baru ini nampaknya PKS lebih bersifat nasiolis dan akomodatif terhadap kebutuhan bangsa Indonesia saat ini dan kedepan secara universal. Apa lagi PKS mempunyai visi yang jelas, baik dari segala sudut yaitu “Sebagai partai dakwah penegak keadilan dan kesejahteraan dalam bingkai persatuan ummat dan bangsa”17 dan visi khususnya “Partai berpengaruh baik secara kekuatan politik, partisipasi, maupun opini dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang Madani.

Visi ini akan mengarahkan Partai Keadilan Sejahtera sebagai;

1. partai da’wah yang memperjuangkan Islam sebagai solusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

2. kekuatan transformatif dari nilai dan ajaran Islam di dalam proses pembangunan kembali umat dan bangsa di berbagai bidang.

Visi PK

1. Menjadi unsur perekat dan pengarah kesatuan umat dan bangsa.

2. Menjadi wadah pendidikan politik bagi umat islam khususnya dan bangsa Indonesia umumnya, sekaligus tangga menuju kepemimpinan nasional.

3. Menjadi pelopor pengembangan kultur pelayanan dalam tradisi politik Indonesia. 4. Menjadi dinamisator pembelajaran bagi bangsa Indonesia.

5. Menjadi akselerator bagi terwujudnya masyarakat madani di Indonesia.

Misi PK

1. Berjuang mewujudkan Masyarakat Madani di Indonesia. 2. Menegakkan eksistensi politik umat Islam di Indonesia.

3. Berjuang mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

4. Mengembangkan tradisi profesionalisme pengelolaan dalam berbagai bidang kehidupan berbagsa dan bernegara.

5. Ikut member kontribusi positif bagi pengembangan dan kemajuan peradaban dunia. Untuk lebih jelasnya, lihat DPP PKS, Sekilas Partai Keadilan, h 46-50 dan Said Danamik, Ali,

Fenomena Partai Keadilan, h 257 17

Visi dan Misi PKS, lihat di http://PKSpusat. Di akses pada 3 juli 2008, Untung Wahono, dkk, Profil Singkat Partai Keadilan Sejahtera, h 26.


(54)

3. Kekuatan yang mempelopori dan menggalang kerjasama dengan berbagai kekuatan yang secita-cita dalam menegakkan nilai dan Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

4. Akselerator bagi perwujudan masyarakat madani di indonesia.

Lebih jauh lagi, Partai Keadilan Sejahtera menetapkan Visi Indonesia yang dicita-citakannya adalah; Terwujudnya Masyarakat Madani yang adil, sejahtera, dan bermartabat” Dengan menyadari pluralitas etnik dan keagamaan masyarakat Indonesia yang mengisi wilayah beribu pulau dan beratus suku yang membentangi dari Sabang hingga Merauke, secara jelasnya visi di atas memberi arti;

Masyarakat Madani, masyarakat berperadaban tinggi dan maju yang berbasiskan pada: nilai-nilai, norma, hukum, moral yamg ditopang oleh keimanan; menghormati pluralitas; bersikap terbuka dan demokratis; dan bergotong royong menjaga kedaulatan Negara. Pengertian genuin dari masyarakat madani itu perlu dipadiukan dengan konteks masyarakat Indonesia di masa kini yang Ukhuwwah Islamiyyah (ikatan keislaman), Ukhuwwah Wathaniyyah (ikatan kebangsaan) dan

Ukhuwwah Basyariyyah (ikatan kemanusiaan), dalam bingkai NKRI.

Adil, adalah kondisi dimana entitas dan kualitas kehidupan baik pembangunan politik, ekonomi, hukum, dan sosial-kemasyarakatan-ditempatkan secara proposional dalam ukuran yang pas dan seimbang, tidak melewati batas. Yakni sikap moderat, suatu keseimbangan yang terhindar dari jebakan dua kutub ekstrem; mengurangi dan melebihi (tafrith dan ifrath)


(55)

Sejahtera, mengarahkan pada pemenuhan kebutuhan lahir dan batin manusia, agar manusia dapat memfungsikan dirinya sebagai hamba dan khalifah Allah, yakni keseimbangan antara kebutuhan dan sumber pemenuhannya. Kesejahteraan dalam arti yang sejati adalah keseimbangan (tawazun) hidup yang merupakan buah dari kemampuan seseorang memenuhi tuntutan-tuntutan dasar seluruh dimensi dirinya (ruh, akal, dan jasad).

Bermartabat, secara individual dan sosial menuntut bangsa Indonesia untuk menempatkan dirinya sejajar dengan bangsa lain di dunia. Bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang mampu menampilkan dirinya, baik dalam aspek sosial, politik, maupun budaya secara ilegan sehingga memunculkan dari akhlak dan budi pekerti yang baik, mentalitas, etos kerja dan akhirnya bermuara pada integritas kepribadian dan muncul dalam wujud produktivitas dan kreativitas. Sementara itu, Misi PK Sejahtera adalah;

1. menyebarluaskan dakwah Islam dan mencetak kader-kadernya sebagai

anashir taghyir.

2. Mengembangkan institusi-institusi kemasyarakatan yang islami di berbagai bidang sebagai markaz taghyir dan pusat solusi.

3. Membangun opini umum yang islami dan iklim yang mendukung bagi penerapan ajaran islam yang solutif dan membawa rahmat.

4. Membangun kesedaran politik masyarakat, melakukan pembelaan, pelayanan, dan pemberdayaan hak-hak kewarganegaraannya.


(56)

5. Menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar terhadap kekuasaan secara konsisten dan kontinyu dalam bingkai hukum dan etika Islam.

6. Secara aktif melakukan komunikasi, silaturahim, kerjasama dan ishlah

dengan berbagai unsur atau kalangan umat islam untuk terwujudnya

ukhuwah islamiyah dan wihdatul-ummah, dan dengan berbagai komponen bangsa lainnya untuk memperkokoh kebersamaan dalam merealisir agenda reformasi.

7. Ikut memberikan kontribusi positif dalam menegakkan keadilan dan menolak kezaliman khususnya terhadap negeri-negeri muslim yang tertindas. 18

B.Konsep Tatbiq Syariat Islam ala PKS

Seiring tumbangnya rezim otoriter Orde Baru dan tuntutan untuk terus mengadakan reformasi dalam segala bidang di Indonesia, maka diantara pembahasan-pembahasan krusial yang terjadi pada sidang tahunan MPR 2002 adalah mengadakan proses amandemen terhadap UUD tahun 1945. Pada saat itulah, pembahasan tentang Piagam Jakarta kembali mencuat ke permukaan dan tentu saja menimbulkan polemik yang cukup tajam. Di antara yang kuat memperjuangkan supaya diterima amendemen ini adalah dari PKS.

Polemik dalam menyikapi amandemen UUD tahun 1945, terkait dengan pasal 29 ayat 1, pada akhirnya menggiring pada dua arus besar. Pertama, kelompok politik

18


(57)

yang menghendaki tidak dilakukan perubahan. Kedua, kelompok politik yang pro perubahan. Untuk yang kedua ini kemudian memunculkan tiga pendapat dalam memahami amandemen tersebut, yaitu;

1. Perubahan dengan tetap mencantumkan Pancasila.

2. Perubahan dengan kembali kepada teks Piagam Jakarta, yaitu ‘Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’. 3. Perubahan dengan teks ayat 1 menjadi ‘ketuhanan Yang Maha Esa dengan

kewajiban menjalankan ajaran agama bagi masing-masing pemeluknya’

(diusulkan oleh fraksi Reformasi: PAN dan PK). 19

Pada awalnya, PKS (pada waktu itu PK) memandang bahwa pembahasan tentang hal-hal yang menyangkut hubungan antara syariat Islam dan konstitusi bukanlah menjadi agenda pokok umat. Karena konsolidasi kekuatan umat jauh lebih penting dibanding pelemparan sebuah isu yang tidak didukung oleh sebuah kekuatan signifikan di MPR yang justru akan membuat kontroversi. Sebab, kenyataannya menunjukkan bahwa kekuatan suara kelompok nasionalis Islam di MPR masih jauh dari bilangan dua pertiga, bahkan mungkin hanya sepertiga pada waktu itu.lebih dari itu, saat itu, kondisi masyarakat perlu banyak berkenalan dengan pengalaman syariat Islam yang telah melalui tahapan dan proses yang cukup panjang. 20

19

Suara Keadilan. Bayanat Sikap Partai Keadilan Terhadap Penegakan Syariat Islam yang Rahmatan lil Alamin Melalui Amandemen Pasal 29 ayat 2 UUD 1945. Vol. I. No. 09. September 2000. h. 4.

20

Untung Wahono. 2003. Penegakan Syariat Islam dan Koalisi Partai. Jakarta: Tarbiyatuna. h. 9.


(58)

Namun sebagai sebuah Partai Islam, PKS tetap menghormati pendapat yang memunculkan isu Piagam Jakarta. Sebab hal itu didorong oleh keinginan untuk ‘menegakkan syariat Islam’ di Indonesia melalui pencantuman teks syariat Islam dalam konstitusi.

Setelah dengan saksama mempelajari polemik tentang piagam Jakarta maka lahirlah beberapa penyikapan dari PKS, yaitu:

a. PKS tetap menjunjung tinggi rumusan Piagam Jakarta sebagai hasil ijtihad dari pejuang-pejuang muslim generasi awal kemerdekaan dalam berkompromi dengan pihak nasionalis Sekuler-Nasrani.

b. PKS menghargai upaya pihak-pihak yang menghendaki masuknya Piagam Jakarta dalam Konstitusi walau dalam pasal dan bukan dalam pembukaan. c. Meskipun dari sisi tahapan dakwah PKS memandang bahwa, momentum

sidang Tahunan MPR hasil Pemilu 1999 itu kurang tepat, tetapi PKS tetap memandang perlu untuk mendukung pemunculan isu syariat Islam ke ruang publik Indonesia.

d. PKS tidak memandang Piagam Jakarta hasil rumusan Panitia Sembilan sebagai sebuah rumusan final dan harus disakralkan bagi ekspresi pemberlakuan syariat Islam di Indonesia, walaupun mungkin rumusan tersebut dianggap terbaik pada zamannya. 21

Hal yang mengganjal bagi PKS dalam rumusan Piagam Jakarta adalah pernyataan bahwa kewajiban menjalankan agama hanya berlaku bagi umat Islam.

21


(59)

Teks ‘Ketuhanan dengan berkewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya’ mendasari pemahaman tersebut. Sedangkan hubungan antara umat-umat lain dengan agamanya tidak diatur, sehingga mengesankan teks tersebut hanya mengakomodasi kepentingan umat Islam untuk menjalankan syariat agamanya di kalangan mereka sendiri. 22

PKS bercermin dan mencontohi fenomena yang terjadi pada zaman Rasulullah yang majemuk dengan memberi rumusan lain dalam amendemen Piagam Jakarta yang dianggap lebih mencerminkan suasana masyarakat Islam masa Madinah. Rumusan tersebut berbunyi ‘Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Kewajiban Menjalankan ajaran agama bagi para pemeluknya’, yang kemudian oleh Hidayat Nur Wahid diistilahkan sebagai Piagam Jakarta berwawasan Piagam Madinah. 23

Bagi PKS, rumusan tersebut didsari oleh alasan fundamental, yaitu bahwa secara syar’i, Islam sangat antipati terhadap konsep sekularisasi dalam kehidupan beragama baik Muslim maupun non-Muslim. Hal ini didasari pada firman Allah yang menunjukkan perintah kepada setiap kaum Muslimin untuk menegakkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kaitan individu, masyarakat, maupun negara.24 Perintah tersebut juga berlaku bagi kaum Yahudi25 dan Nasrani.26 Ini

22

Ibid. h 15. 23

Nashir Fahmi, IMenegakkan Syariat Islam Ala PKS, (Era Intermedia, September; 2006). H. 191.

24

Asy-Syura: 13 25


(1)

menghunjam dan cabangnya tidak menjulang, kecuali apabila berada dalam suasana yang bebas dan iklim yang demokratis”.1

Dan menurut penulis, konsep Tatbiq syariat Islam yang disediakan oleh masing-masing partai, baik PKS ataupun PAS sangat baik, tinggal sahaja bagaimana pelaksanaannya mengikut kondisi dan situasi serta usaha untuk diterapkan di negara masing-masing agar bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat dan kaum yang ada.

Dari pembahasan yang telah disampaikan, dapat disimpulkan bahwa Syariat adalah “tugas umat manusia yang menyeluruh” meliputi moral, teologi dan etika pembinaan umat, aspirasi spiritual, ibadah formal dan ritual yang rinci. Syariat mencakup semua aspek hukum publik dan perorangan, kesehatan dan bahkan kesopanan dan akhlak. Ia juga memiliki aturan tentang kebersihan pribadi, prilaku seksual, dan membesarkan anak,j uga memuat aturan-aturan spesifik tentang shalat, puasa, sedekah dan berbagai masalah religius lainnya. Ketentuan masalah keperdataan dan kepidanaan juga tercakup. Syariat Islam bahkan mengatur bagaimana individu berperilaku di dalam masyarakat, bagaimana suatu kelompok berinteraksi dengan kelompok lain, bagaimana mengatasi masalah perbatasan, perselisihan, konflik, dan peperangan antar Negara, serta kelompok minoritas di dalam Negara. Hal ini terkait dengan Islam itu sendiri dan ini berdasarkan ucapan Nabi yang mengatakan, “Al Islamu ya’lu wa la yu’la ‘alaih” (Islam itu unggul dan tidak ada yang dapat mengunggulinya)

1


(2)

Pada kajian ini, terdapat hal yang bisa dijadikan sebagai catatan kesimpulan. Konsep dari kedua partai hampir sama, hanya saja berbeda dari segi pengungkapan yang digunakan, yang mana sama-sama ingin menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar. Namun tidak secara gamblang menyatakan ingin menegakkan negara Islam. Pendekatan yang diambil juga lebih kepada menyediakan konsep dan menjadikan demokrasi sebagai sarana penerapan syariat Islam. Atau bisa difahami juga menjadikan politik sebagai alat untuk mencapai tujuan.

B. Saran

1. Agar bisa diterima oleh semua masyarakat, konsep tatbiq Syariat Islam bagi kedua-dua Partai harus ditampilkan dan disajikan dengan gaya dan format kemoderenan, yakni sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga syariat Islam bisa menjadi jawaban dan alternative (solusi) terbaik dalam kehidupan manusia secara umum. Dan semua anggapan keliru dan menyesatkan tentang syariat Islam akan pudar dan sirna dengan sendirinya atas izin Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Namun demikian perlu selalu diingat bahwa memodernkan syariat Islam bukan berarti lepas dari nilai dan hilang control seperti yang sering dan terkadang terjadi. Yang benar justeru sebaliknya, proses memoderenkan syariat Islam dan menyesuaiakan dengan perkembangan kehidupan kontemporer dan memotivasi kaum muslim agar selalu berada dalam koridor Islam serta terus menerus mengadakan studi dan pengkajian terhadap syariat Islam itu sendiri. Dalam konteks ini ada tiga hal yang menjadi landasan, sekaligus mesti dihayati denga baik, yaitu;


(3)

a. Menghormati nash-nash (teks) syariat baik dari Al-Quran maupun hadits Rasulullah, baik yang bersifat qath’ie (pasti) maupun zhanniy (tidak pasti)

b. Memanfaatkan hasil ijtihad para ulama Islam terdahulu khususnya di bidang syariat (hukum). Dan pada masalah-masalah kontemporer yang belum mereka bahas dapat dilakukan ijtihad baru dengan melibatkan para ulama dan pakar Muslim dari pelbagai bidang disiplin ilmu secara komprehensif.

c. Harus selalu berorentasi kepada al-maslahah al-ammah (kemaslahatan umum), baik dalam skala individu, masyarakat maupun ummat secara keseluruhan dengan selalu tetap berada dalam koridor manhaj (system) Islam.

2. Harus konsisten dengan apa yang dilakukan dan sentiasa memperbaharui niat karena dalam dunia perpolitikan seringkali terjadi kelalaian hingga tergoda dengan nikmat-nikmat dunia yang tidak disadari yang menyebabkan lari dari visi dan misi.

3. Agar melakukan solialisasi yang menyeluruh kepada masyarakat umum di kedua-dua negara tentang bagaimana sebetulnya konsep tatbiq syariat Islam yang sebenarnya agar masyarakat tidak lagi keliru, apalagi takut dengan persoalan ini dan tidak laki berwasangka buruk terhadap pelaksanaan syariat


(4)

islam, yang mana sebelum ini, jika disebut syariat islam masyarakat memahami adalah potong tangan, rejam, sebat dan sebagainya.

4. Dan antara yang terpenting dalam usaha untuk keberlangsungan tatbiq syariat Islam adalah, bersatunya seluruh partai-partai yang berideologikan Islam dalam menetapkan arah tuju bangsa ini sebanarnya, agar agama rahmatan lil-‘alamin ini dapat terealisasi dan mengembalikan kembali sejarah kegemilangan Islam satu waktu dulu.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Sapto Waluyo, Kebangkitan Politik Dakwah (Harakatuna Publishing, Bandung, 2005)

Yon Machmudi, Partai Keadilan Sejahtera, Wajah Baru Islam Politik Indonesia, (Harakatuna Publishing, Bandung, Cetakan kedua 2006)

Ridha, Abu, Negara dan Cita-cita Politik (karakteristik siasah Islam), (Diterbitkan Pt Syaamil Cipta Media Anggota Ikapi Bandung 2004)

Aay Muhamad Furkan, Partai Keadilan Sejahtera, Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia. (Jakarta, Penerbit Teraju, Cetakan ke 1 2004)

Edward, Djony, Efek Bola Salju Partai Keadilan Sejahtera, (PT Syaamil Cipta Media, Cetakan Pertama 2006)

DPP Partai Keadilan Sejahtera, Departemen Kederisasi, Profil Kader Partai Keadilan Sejahtera (Diterbitkan Oleh Harakatuna Publishing, Bandung, 2005)

Zaidi, Nur Hasan, Mereka Bicara PKS: Telaah Objektif Perjalanan Dakwah Politik PKS, (Fitrah Robbani, Cetakan kedua, Bandung 2006)

Dhiauddin Rais, Muhammad Dr. Teori Politik Islam, (Gema Insani Press, Cetakan Pertama, Jakarta 2001)

Hawari, Muhammad, Politik Partai, Strategi Baru Perjuangan Partai Plitik Islam, (Al-Azhar Press, Cetakan Kedua, 2007)

Black, Anthony, Pemikiran Politik Islam, (PT Serambi Ilmu Semesta, Cetakan Pertama, 2006)

Kamarudin, Partai Politik Islam Di Pentas Reformasi, Refleksi Pemilu 1999 untuk Pemilu 2004, (Visi Publishing, Jakarta 2003)

Myhammad Iqamuddin, Syeikh Abu, PAS Bukan Partai Islam, RZ Emas Sri Selasih DN. BHD. Cetakan Pertama 2003)

Arsekal Salim dan Azyumardi Azra, Syari’a and politics in modern Indonesia (Institute of South East Asia,Singapore 2003)

Wahbah Az-Zuhail, Prof. Dr, “Syari’at Islam Solusi Universal”,(Pustaka Nawaitu,Jakarta 1425H)


(6)

Kamus Al-Munawwir

Husnul Khatimah, Dra. Mag, “Penerapan Syariat Islam (bercermin pada sistem aplikasi syariah zaman nabi)”(Pustaka Pelajar,Yogyakarta, april 2007)

Said A-Asmawi, Muhammad, “Problematika & Penerapan Syariat Islam Dalam Undang-Undang” Gaung Persada Press. Jakarta, September 2005

Abdillah as-Salam, Musa’id, “Indahnya Syariat Islam” Pustaka At-Tazkia, Jakarta, November 2007

Sekretariat Jenderal DPP PKS Bidang Arsip dan Sejarah, “Sikap Kami” Kumpulan Sikap Dakwah Politik PK & PKS Periode 1998-2005” Jakarta, April 2007.

Tim Penulis Hizbut Tahrir, Menegakkan Syariat Islam” Hizbut Tahrir Indonesia, Jakarta November 2002.

Ghanim As-Sadlan, Dr. Shalih, Aplikasi Syariat Islam, Darul Falah, Jakarta Timur Juli 2002.