Rastioma H. Manullang : Pengaruh Sektor Pertanian Dan Sektor Perdagangan, Hotel Dan Restoran Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara, 2009.
USU Repository © 2009
65 Disamping itu pengaruh dari sektor non ekonomi juga turut mempengaruhi
perekonoian Indonesia yang selanjutnya berpengaruh terhadap perekonomian Sumatera Utara, seperti terjadinya musim kemarau yang berkepanjangan, dan
kondisis polotik yang tidak stabil. Dalam perkembangan selanjutnya aktivitas perekonomian Sumatera Utara
berusaha bangkit dengan berbagai indikator ekonomi yang nantinya akan mempengaruhi perekonomian Sumatera Utara ke arah yang lebih baik. Seperti yang
tejadi pada tahun 2003 sampai tahun 2004 pertumbuhan ekonomi tahun 2004 tumbuh 5.74 lebih tinggi dari tahun 2003 sebesar 4.31 , disamping itu indikator
ekonomi. Sumatera Utara relatif mengalami perbaikan, sehingga turut mempengaruhi roda pemerintahan Sumatara Utara secara keseluruhan. Begitu juga memasuki tahun
2005, tidak terlalu banyak mengalami perubahan dari tahun 2003, walaupun sedikit diwarnai perkembangan yang cukup ketat akibat kebijakan pemerintah menaikkan
harga bahan bakar minyak BBM. Pada tahun 2005 terjadi penurunan perekonomian dari tahun sebelumnya.
Beberapa indikator ekonomi tersebut misalnya dapat dilihat dari:
a. Laju Inflasi
Perkembangan suatu daerah dapat dilihat dari kenaikan harga-harga barang dan jasa inflasi di daerah tersebut. Pada dasarnya inflasi berkaitan dengan
fenomena interaksi permintaan dan penawaran. Namun pada kenyataannya tidak terlepas dari faktor-faktor lainnya, seperti tata niaga dan kelancaran dalam arus lalu
lintas barang serta peranan kebijakan pemerintah.
Rastioma H. Manullang : Pengaruh Sektor Pertanian Dan Sektor Perdagangan, Hotel Dan Restoran Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara, 2009.
USU Repository © 2009
66 Inflasi adalah kecenderungan harga-harga naik secara terus-menerus,
sehingga dalam memproduksi suatu produk yang di ekspor akan mengalami kenaikan biaya produksi cost production sehingga berpengaruh pada volume
ekspor terutama pada ekspor manufaktur. Tingkat inflasi yang sangat tinggi jelas merupakan hal yang sangat merugikan
perekonomian suatu negara. Disamping memperkecil nilai riil dari pendapatan juga akan memperlambat perkembangan produksi yang akhirnya akan menghambat
perkembangan produksi yang akhirnya akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Inflasi di Sumatera Utara mengalami fluktuasi. Pada tahun 1992 inflasi
Sumatera Utara turun menjadi 8.56 dari tahun sebelumnya 1991 sebesar 8,99 . Penurunan perlahan terjadi tahun 1994,1995 dan 1996 walaupun tingkat inflasi masih
tinggi yakni 8,28 , 7,24 , 8,7 . Sejak krisis moneter memporakporandakan perekonomian bangsa Indonesia mulai tahun 1997, inflasi Sumatera Utara naik
menjadi 13,1 dan puncaknya pada tahun 1998 setelah kejadian lengsernya Presiden Suharto sehingga keamanan di Indonesia dan Sumatera Utara menjadi
sedikit terganggu sehingga mengakibatkan meroketnya inflasi hingga 83,56 . Seiring dengan membaiknya perekonomian, laju inflasi Sumatera Utara juga
cukup rendah. Inflasi tahun 2003 sebesar 9.66 lebih rendah daripada tahun 2002
yang sebesar 10,49 .
Sebelum krisis moneter terjadi inflasi di Sumatera Utara masih berada pada posisi yang tidak terlalu parah, namun pada tahun 1998 sejak krisis melanda
perekonomian inflasi melonjak tajam mencapai 83.56 . Ini menjadi tingkat inflasi yang paling parah yang pernah terjadi dalam perekonomian Sumatera Utara. Kondisi
Rastioma H. Manullang : Pengaruh Sektor Pertanian Dan Sektor Perdagangan, Hotel Dan Restoran Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara, 2009.
USU Repository © 2009
67 ini turut mempengaruhi kurs rupiah yang mencapai angka Rp 18.000 per US dollar.
Terjadi lonjakan harga yang sangat tinggi mengakibatkan biaya produksi meningkat tajam.
Namun seiring perkembangannya laju inflasi dapat menurun perlahan –lahan pada posisi 11.37 tahun 1999 ketika secara lambat laun perekonomian bangkit
kembali.Pada posisi Desember 2005, inflasi Sumatera Utara mencapai 22.41 . Angka ini meningkat dari tahun 2004 yang berada pada posisi 6.81 . Sebelumnya
pada tahun 2003 inflasi Sumatera Utara mencapai 9.66 turun dari posisi 10.49 pada tahun 2002.
Tabel 2 Perkembangan Inflasi Sumatera Utara Tahun 1985-2005
Tahun Inflasi
1985 4.61
1986 3.82
1987 4.40
1988 6.78
1989 6.64
1990 7.56
1991 8.99
1992 8.56
1993 9.75
1994 8.28
1995 7.24
1996 8.70
1997 13.10
1998 83.56
1999 11.37
Rastioma H. Manullang : Pengaruh Sektor Pertanian Dan Sektor Perdagangan, Hotel Dan Restoran Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara, 2009.
USU Repository © 2009
68
2000 15.73
2001 15.50
2002 10.49
2003 9.66
2004 6.81
2005 22.41
2006 6.11
2007 6.60
Sumber : Keuangan Daerah Sumut 2005, Bank Indonesia Medan Dari kondisi ini tergambar bahwa laju inflasi di Sumatera Utara masih belum
stabil, tergantung pada kondisi yang terjadi baik karena faktor ekonomi maupun non ekonomi. Misalnya secara fundamental tingginya inflasi tahun 2005 dapat terjadi
karena kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM sehingga memberi dampak makro yang cukup besar. Kondisi ini telah membuat tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap harga terpuruk. Jika dibandingkan dengan inflasi nasional, inflasi di Sumatera Utara
terkhusus tahun 2005 jauh di atas inflasi secara nasional yang berkisar 7,43. Tingginya tingkat inflasi di Propinsi Sumatera Utara terkhusus beberapa tahun
belakangan ini terlihat dari beberapa faktor seperti tingginya permintaan akan kelompok barang makanan akibat pelaksanaan hari besar keagamaan, sementara
untuk kelompok diluar barang makanan terlihat pada keadaan kenaikan harga barang seperti perumahan, listrik, gas, air minum dan lain-lain. Namun demikian jika
dibandingkan dengan tahun 2004, inflasi di Sumatera Utara dan inflasi secara nasional telah mengalami penurunan pada tahun 2005.
Tabel 3 Perkembangan Inflasi Nasional dan Regional Sumut
Tahun 2005-2007
Rastioma H. Manullang : Pengaruh Sektor Pertanian Dan Sektor Perdagangan, Hotel Dan Restoran Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara, 2009.
USU Repository © 2009
69
Wilayah 2005
2006 2007
Indonesia 17.11
6.60 6.59