B. Mutasi Horizontal Mutasi horizontal merupakan pemindahan pegawai dari
posisijabatanpekerjaan ke pekerjaan lain tetapi masih dalam tingkat yang sama, sering juga diistilahkan dengan transfer. Adapun beberapa
macam mutasi horizontal yaitu : a. Mutasi tempat, yaitu pemindahan karyawan dari suatu
tempatdaerah kerja lain tetapi masih dalam jabatan posisipekerjaan yang tingkatnya sama.
b. Mutasi jabatan, yaitu pemindahan seorang pegawai dari suatu jabatan ke jabatan lain pada tingkat yang sama dan dalam lokasi
yang sama juga. c. Rehabilitasi, yaitu suatu kebijakan organisasi untuk
menempatkan kembali seorang pegawai pada posisi jabatanpekerjaan terdahulu, setelah pegawai yang
bersangkutan menyelesaikan suatu tugas tertentu.
I.5.2.6 Syarat-syarat Mutasi
Menurut Bambang Wahyudi 1996, ada beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan pada pelaksanaan mutasi, yaitu:
a. Setiap mutasi yang dilakukan hendaknya jangan sampai dirasakan sebagai suatu hukuman bagi pegawai yang bersangkutan. Maka dari itu
organisasi hendaknya melakukan konsultasi dahulu dengan pegawai yang bersangkutan sebelum mutasi dilakukan.
b. Hendaknya mutasi dilakukan untuk memperkuat kerja sama kelompok. Oleh karena itu, suatu organisasi harus sungguh-sungguh
mempertimbangkan dan melakukan seleksi dengan ketat setiap pegawai yang dipindahkan apabila setelah pelaksanaan mutasi
ternyata malah menimbulkan konflik, maka jelas mutai tersebut mengalami kegagalan.
c. Mengurangi kejenuhankebosanan dari pegawai. Seorang pegawai yang secara terus menerus berada dalam satu jabatan dapat
menimbulkan kejenuhan atau kebosanan terhadap tugas jabatannya. Adanya mutasi diharapkan menjadi jalan keluar dari masalah tersebut.
Di dalam pelaksanaannya, mutasi seringkali dianggap suatu masalah yang menjadi hambatan bagi pegawai, adapun beberapa permasalahan yang
harus dihadapi dalam mutasi jabatan menurut Wahyudi 2002 adalah : a. Formasi kepegawaian dalam organisasi, suatu kebijakan mutasi
seringkali tidak dapat dilaksanakan karena tidak tersedianya formasi pegawai. Misalnya karena seluruh formasi kepegawaian yang ada telah
terisi penuh. b. Adanya anggapan atau pandangan yang bersifat etismoral terhadap
suatu mutasi yang sering merugikan, khususnya bagi pegawai yang bersangkutan. Misalnya pandangan bahwa pegawai yang dipindahkan
berarti dihukum. c. Kesulitan dalam menentukan standar untuk mutasi. Seringkali
pelaksana kebijakan mutasi mengalami kesulitan dalam menentukan
secara objektif dasar penilaian yang akan menjadi dasar mutasi seseorang.
I.5.2.7 Kendala Pelaksanaan Mutasi
Sastrohadiwiryo 2002 mengemukakan ada tiga jenis penolakan pegawai terhadap mutasi pegawai, yaitu:
a. Faktor logis atau rasional, penolakan ini dilakukan dengan pertimbangan waktu yang diperlukan untuk menyesuaikan diri, upaya
ekstra untuk belajar kembali, kemungkinan timbulnya situasi yang kurang diinginkan seperti penurunan tingkat keterampilan karena
formasi jabatan tidak memungkinkan, serta kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh perusahaan.
b. Faktor Psikologis, penolakan berdasarkan faktor psikologis ini merupakan penolakan yang dilakukan berdasarkan emosi, sentimen,
dan sikap. Seperti kekhawatiran akan sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya, rendahnya toleransi terhadap perubahan, tidak menyukai
pimpinan atau agen perubahan yang lain, rendahnya kepercayaan terhadap pihak lain, kebutuhan akan rasa aman.
c.
Faktor Sosiologis kepentingan kelompok, penolakan terjadi karena beberapa alasan antara lain konspirasi yang bersifat politis, bertentangan
dengan nilai kelompok, kepentingan pribadi, dan keinginan mempertahankan hubungan relationship yang terjalin sekarang.
I.5.2.8 Indikator Pengukuran Mutasi Kerja