Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur Dampak Pemanenan Kayu Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Tanah di Hutan Alam Tropika

pelaksanaan operasinya menggunakan teknik pelaksanaan dan peralatan yang tepat serta diawasi secara intensif untuk meminimalkan kerusakan terhadap tegakan tinggal dan tanah Elias 2002. Menurut Klasen 1998 di acu dalam Tinambunan 1999, pengertian pemanenan hutan berwawasan lingkungan atau RIL secara luas mencakup semua kegiatan yang dimaksudkan untuk meminimalkan dampak negatif dari pengelolaan hutan dan pengeluaran hasil hutan. Dengan pengertian tersebut maka RIL meliputi perbaikan perencanaan jalan, konstruksi jalan, perencanaan pemanenan dan semua kegiatan dalam rangka pengeluaran kayu dari hutan. Tujuan implementasi RIL adalah untuk meminimalkan pengaruh negatif terhadap lingkungan erosi, sedimentasi dan pengeruhan air sungai, meningkatkan efisiensi pemanenan penekanan terhadap volume limbah pemanenan, biaya pemanenan dan peningkatan kualitas produksi kayu, menciptakan ruang tumbuh yang optimal dalam tegakan memaksimalkan pertumbuhan pohon dan hasil hutan non kayu, meningkatkan pendapatan, kesehatan dan keselamatan kerja pekerja dan masyarakat dan menciptakan prasyaratkondisi pengelolaan hutan alam lestari Elias 2002.

2.2. Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur

Sistem silvikultur TPTJ merupakan salah satu sistem penebangan yang digunakan oleh HPH dalam mengolah dan memanfaatkan hutan. Salah satu HPH yang menerapkan sisten silvikultur TPTJ adalah PT. Sari Bumi Kusuma. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 201Kpts-II1998 tanggal 27 Febuari 1998, PT. Sari Bumi Kusuma memperoleh perpanjangan Hak Pengusahaan Hutan atas kawasan hutan produksi seluas 208.300 ha untuk jangka waktu pengusahaan selama 70 tahun dengan menggunakan sistem silvikultur TPTJ. Sistem silvikultur TPTJ adalah sistem tebang pohon dengan diameter diatas 40 cm. Pada sistem silvikultur terdapat jalur bersih selebar 3 m untuk kegiatan penanaman pohon semi toleran dengan jarak tanam 5 m x 5 m dengan kegiatan pemeliharaan yang intensif. Jarak antar jalur penanaman adalah 25 m dan jalur penanaman harus bersih dari tunggak dan dari pohon penaung, kecuali pohon buah-buahan, komersial dan pohon yang dilindungi. Seiring dengan pertambahan umur pohon yang ditanam pada sistem silvikultur TPTJ dilakukan pelebaran jalur tanam. Pada tahun pertama jalur tanam dilebarkan menjadi 4 m, tahun kedua menjadi 6 m dan tahun ketiga menjadi 10 m.

2.3. Dampak Pemanenan Kayu Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Tanah di Hutan Alam Tropika

Tanah merupakan suatu sistem yang dinamis, yang tersusun dari empat bahan utama yaitu bahan mineral, bahan organik, air dan udara. Bahan-bahan penyusun tanah tersebut masing-masing berbeda komposisinya untuk setiap jenis tanah, kadar air dan perlakuan terhadap tanah Yunus 2004 di acu dalam Iqbal 2006. Froehlich 1982 di acu dalam Matangaran 1992 mengemukakan secara umum pengaruh kegiatan pemanenan kayu terhadap kondisi fisik tanah hutan adalah : 1. Meningkatkan kerapatan limbak tanah. 2. Berkurangnya total ruang pori. 3. Berkurangnya pori non kapiler 4. Terjadinya peningkatan pori kapiler pada tingkat pemadatan tanah yang rendah. 5. Berkurangnya pori kapiler jika terjadi tingkat pemadatan tanah yang tinggi. 6. Berkurangnya laju infiltrasi air pada tanah. 7. Berkurangnya permeabilitas tanah. 8. Berkurangnya diameter pori efektif. 9. Berkurangnya kemampuan kapasitas daya tampung air. 10. Meningkatkan kekuatan tanah tergantung dari kadar air tanah. 11. Terjadinya perubahan struktur butir tanah ke bentuk pipih jika terjadi peningkatan kekuatan tanah. Hamzah 1978, Howard dan Singer 1981 di acu dalam Sukanda 2002 mengemukakan bahwa untuk menduga derajat kepadatan tanah hutan akibat pemanenan kayu, dapat dilakukan dengan cara mengukur kerapatan massa tanahnya. Menurut Hamzah 1983 di acu dalam Sukanda 2002, kerapatan massa tanah ada kaitannya dengan kepadatan tanah dalam kedudukan alamiah, yaitu berat tanah itu tiap satuan volume gcm 3 dalam keadaan belum terganggu. Hovland et al 1966 di acu dalam Sukanda 2002 membedakan kepadatan tanah ke dalam beberapa kelas, yaitu : 1. Tanah longgar loose soils dengan kerapatan massa tanah 0,9 – 1,3 gcm 3 . 2. Tanah normal normal soils dengan kerapatan massa tanah 1,3 – 1,5 gcm 3 . 3. Tanah padat compact soils dengan kerapatan massa tanah 1,5 – 1,8 gcm 3 . Hasil penelitian yang dilakukan oleh Soedomo 1993, menunjukkan adanya penurunan porositas tanah sebesar 5,9 akibat dari kegiatan penebangan kayu, 12,4 akibat kegiatan pembuatan jalan dan 14,7 akibat kegiatan penimbunan kayu. Bobot isi tanah mengalami peningkatan sebesar 27,72 karena kegiatan penebangan kayu, 25, 0 karena pembuatan jalan dan 21,83 ditempat penimbunan kayu. Pada umumnya perubahan penggunaan lahan landuse, perbedaan pola tanam dan konversi hutan menjadi lahan pertanian dapat mempengaruhi kadar bahan organik tanah Anas, I., D.A, Santosa., R. Widyastuti, 1995. Demikian pula halnya dalam kegiatan pemanenan hutan dapat menurunkan bahan organik, khususnya C dan N secara drastis akibat perubahan suhu, lengas tanah dan aerasi Matson et al 1987 di acu dalam Buchari 2002. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pamoengkas 1997 terhadap sifat kimia lain seperti kapasitas tukar kation KTK dan kation yang dapat ditukar seperti kalium K, natrium Na, kalsium Ca dan magnesium Mg pada hutan yang belum terganggu dengan rumpang gap kecil yang berukuran 60 m 2 , rumpang gap besar berukuran 120 m 2 dan 2 jalan sarad yang masing-masing telah mendapat perlakuan 4 kali dan 15 kali di lalui traktor. Diperoleh adanya penurunan nilai KTK pada hutan dengan rumpang gap kecil yang relatif sama jika dibandingkan dengan dengan hutan primer, namun untuk hutan dengan rumpang gap besar terjadi penurunan nilai KTK yang reatif lebih tinggi. Sedangkan untuk nilai kation yang dapat ditukar seperti kalium K, natrium Na, kalsium Ca dan magnesium Mg pada setiap lokasi adalah relatif sama. Dampak pemanenan kayu terhadap sifat biologi tanah dapat diketahui dengan mengamati perubahan biomassa mikroorganisme C mic dalam tanah. Menurut Pamoengkas 2006, tolok ukur C mic lebih peka untuk menilai perubahan kandungan bahan organik tanah dibandingkan C organik . C mic tanah di hutan primer dan areal TPTJ berkisar antara 198,00 mgkg – 695,03 mgkg. Respon C mic pada areal TPTJ meningkat mulai dari areal bekas tebangan 1 tahun sampai areal bekas tebangan 4 tahun, namun menurun pada bekas tebangan 5 tahun.

2.4. Bahan Organik Tanah