Bahan Organik Kation Basa dan KTK

antara. Sedangkan nilai Al-dd pada kedalaman 20 cm – 40 cm di hutan primer berbeda nyata jika dibandingkan dengan areal TPTJ, kecuali dengan areal bekas tebangan 2 tahun untuk jalur antara.

5.1.4.2. Bahan Organik

Tabel 16 menunjukkan bahwa kandungan C organik di hutan primer dan areal bekas tebangan 0, 2, 3, 4 tahun TPTJ berkisar antara 1,39 - 3,805 , dari kisaran tersebut dapat diketahui bahwa kandungan C organik dalam tanah di seluruh plot penelitian termasuk dalam kategori rendah sampai tinggi berdasarkan kategori yang disusun oleh Pusat Penelitian Tanah 1983 di acu dalam Hardjowigeno 2003. Tabel 16. Bahan organik tanah pada hutan primer dan areal TPTJ C-organik N-total Plot penelitian 0–20 20-40 0–20 20-40 Hutan primer 2,885 a 1,51 a 0,285 ab 0,15 a Jalur tanam ABT0 1,39 a 1,55 a 0,13 ab 0,15 a ABT2 2,04 a 1,6 a 0,195 ab 0,15 a ABT3 3,095 a 1,745 a 0,245 ab 0,17 a ABT4 2,925 a 1,985 a 0,27 ab 0,185 a Jalur antara ABT0 1,815 a 1,685 a 0,07 a 0,15 a ABT2 2,025 a 1,415 a 0,18 ab 0,13 a ABT3 3.765 a 1,6 a 0,305 b 0,15 a ABT4 3,805 a 1,73 a 0,32 b 0,155 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf pengujian 0.05 ABT0 = Areal bekas tebangan 0 tahun ABT2 = Areal bekas tebangan 2 tahun ABT3 = Areal bekas tebangan 3 tahun ABT4 = Areal bekas tebangan 4 tahun Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak kegiatan pemanenan kayu dan perlakuan silvikultur TPTJ pada kandungan C organik tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan hutan primer dan memiliki kecenderungan meningkat pada seluruh areal bekas tebangan. Kandungan N total di seluruh plot penelitian berkisar antara 0,13 - 0,32 , dari kisaran tersebut dapat diketahui bahwa kandungan N total dalam tanah di seluruh plot penelitian termasuk dalam kategori rendah sampai tinggi berdasarkan kategori yang disusun oleh Pusat Penelitian Tanah 1983 di acu dalam Hardjowigeno 2003. Kandungan N total dalam tanah tidak berbeda nyata pada areal TPTJ untuk jalur tanam, dan jalur antara pada areal bekas tebangan 2 tahun jika dibandingkan dengan hutan primer Tabel 16.

5.1.4.3. Kation Basa dan KTK

Kandungan kalsium Ca di hutan primer dan areal bekas tebangan 0, 2, 3, 4 tahun TPTJ berkisar antara 0,28 me100 g – 0,58 me100 g, sehingga dapat diketahui bahwa kandungan kalsium Ca dalam tanah di seluruh plot penelitian termasuk dalam kategori sangat rendah berdasarkan kategori yang disusun oleh Pusat Penelitian Tanah 1983 di acu dalam Hardjowigeno 2003. Kandungan kalsium Ca dalam tanah tidak berbeda nyata pada seluruh plot penelitian dan kedalaman, baik pada kedalaman 0 – 20 cm maupun 20 cm – 40 cm Tabel 17. Tabel 17. Kation basa dan kapasitas tukar kation KTK tanah pada hutan primer dan areal TPTJ Ca Mg K KTK Plot penelitian 0–20 20-40 0–20 20-40 0–20 20-40 0–20 20-40 Hutan primer 0,555 a 0,465 a 0,325 b 0,235 ab 0,055 a 0,03 a 8,107 bc 7,8 ab Jalur tanam ABT0 0,39 a 0,49 a 0,3 ab 0,33 b 0,045 a 0,03 a 4,67 ab 5,2 ab ABT2 0,51 a 0,28 a 0,31 ab 0,225 ab 0,115 a 0,115 b 2,98 a 2,95 a ABT3 0,33 a 0,4 a 0,185 ab 0,21 ab 0,035 a 0,02 a 7,56 abc 8,5 ab ABT4 0,525 a 0,54 a 0,265 ab 0,19 ab 0,025 a 0,03 a 10,585 c 10,2 b Jalur antara ABT0 0,45 a 0,325 a 0,25 ab 0,235 ab 0,045 a 0,04 a 5,42 ab 4,42 ab ABT2 0,45 a 0,315 a 0,15 a 0,135 a 0,025 a 0,06 ab 5,97 abc 5,595 ab ABT3 0,495 a 0,25 a 0,255 ab 0,155 a 0,035 a 0,03 a 9,6 bc 5,98 ab ABT4 0,58 a 0,41 a 0,235 ab 0,18 ab 0,025 a 0,04 a 10,935 c 8,285 ab Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf pengujian 0.05 ABT0 = Areal bekas tebangan 0 tahun ABT2 = Areal bekas tebangan 2 tahun ABT3 = Areal bekas tebangan 3 tahun ABT4 = Areal bekas tebangan 4 tahun Kandungan kalium K di hutan primer dan areal bekas tebangan 0, 2, 3, 4 tahun TPTJ berkisar antara 0,02 me100g – 0,115 me100g, sehingga dapat diketahui bahwa kandungan kalium K dalam tanah di seluruh plot penelitian termasuk dalam kategori sangat rendah sampai rendah berdasarkan kategori yang disusun oleh Pusat Penelitian Tanah 1983 di acu dalam Hardjowigeno 2003. Kandungan magnesium Mg di seluruh plot penelitian berkisar antara 0,15 me100g – 0,33 me100g. Menurut Pusat Penelitian Tanah 1983 di acu dalam Hardjowigeno 2003 kandungan magnesium Mg dalam tanah di seluruh plot penelitian tersebut termasuk dalam kategori sangat rendah. Tabel 17 menunjukkan bahwa kandungan magnesium Mg tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan hutan primer, kecuali areal bekas tebangan 0 tahun pada kedalaman 0 – 20 cm untuk jalur antara, areal bekas tebangan 3 tahun pada kedalaman 0 – 20 cm untuk jalur antara dan areal bekas tebangan plot penelitian. Adanya kegiatan pemanenan kayu dan perlakuan silvikultur TPTJ ternyata tidak berpengaruh secara nyata terhadap kandungan basa-basa kation kalsium Ca, magnesium Mg, kalium K bila dibandingkan dengan hutan primer. Kapasitas tukar kation KTK pada areal TPTJ dan hutan primer berkisar antar 4,42 me100g – 10,935 me100g. Kapasitas tukar kation KTK terendah pada areal bekas tebangan 0 tahun pada kedalaman 20 – 40 cm untuk jalur antara sedangkan Kapasitas tukar kation KTK tertinggi pada areal bekas tebangan 4 tahun pada kedalaman 0 – 20 cm untuk jalur antara Tabel 17. Dari hasil uji statistik, menunjukkan bahwa perubahan kapasitas tukar kation KTK tanah di hutan primer pada kedalaman 0 – 20 cm berbeda nyata jika dibandingkan dengan areal bekas tebangan TPTJ 0, 2, 3, 4 tahun, kecuali dengan areal bekas tebangan 3 tahun pada kedalaman 0 – 20 cm untuk jalur tanam. 5.1.5. Sifat Biologi Tanah pada Hutan Primer dan Areal TPTJ 5.1.5.1. Biomassa Karbon Mikroorganisme C mic Hasil pengukuran biomassa karbon mikroorganisme C mic pada hutan primer dan areal TPTJ di sajikan pada Tabel 18. Kandungan biomassa karbon mikroorganisme C mic diseluruh plot penelitian berkisar antara 137,345 µgg – 622,89 µgg. Kandungan biomassa karbon mikroorganisme C mic terendah pada areal bekas tebangan 4 tahun pada kedalaman 0 – 20 cm untuk jalur tanam, sedangkan kandungan biomassa karbon mikroorganisme C mic tertinggi pada areal bekas tebangan 2 tahun pada kedalaman 0 – 20 cm untuk jalur tanam. Tabel 18. Sifat biologi pada hutan primer dan areal TPTJ C mic µgg CN C mic C org Plot penelitian 0-20 20-40 0-20 20-40 0-20 20-40 Hutan primer 576,59 a 359,105 bc 10,255 a 10,375 a 2,0335 a 2,4742 ab Jalur tanam ABT0 534,875 a 268,56 ab 10,555 a 10,335 a 3,5093 a 1,7403 ab ABT2 622,89 a 471,79 c 10,46 a 10,66 a 1,1790 a 2,0573 ab ABT3 347,455 a 352,62 bc 12,55 a 10,29 a 1,5951 a 3,0128 b ABT4 213,645 a 451,545 bc 10,835 a 10,805 a 0,7239 a 1,7727 ab Jalur antara ABT0 275,105 a 501,175 c 64,5 a 11,26 a 3,2113 a 2,9707 b ABT2 437,425 a 451,36 bc 11,25 a 10,865 a 0,8900 a 2,2779 ab ABT3 272,675 a 266,84 ab 12,485 a 10,63 a 2,2534 a 3,3438 b ABT4 366,195 a 137,345 a 11,51 a 11,295 a 1,1457 a 0,8109 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf pengujian 0.05 ABT0 = Areal bekas tebangan 0 tahun ABT2 = Areal bekas tebangan 2 tahun ABT3 = Areal bekas tebangan 3 tahun ABT4 = Areal bekas tebangan 4 tahun Secara statistik biomassa karbon mikroorganisme C mic di hutan primer tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan areal bekas tebangan 0, 2, 3, 4 tahun TPTJ, kecuali dengan areal bekas tebangan 0 tahun pada kedalaman 20 cm – 40 cm untuk jalur antara, areal bekas tebangan 2, 3 dan 4 tahun pada kedalaman 20 cm – 40 cm untuk jalur tanam dan areal bekas tebangan 0, 3 tahun pada kedalaman 20 cm – 40 cm untuk jalur antara memiliki perbedaan yang nyata jika dibandingkan dengan hutan primer pada kedalaman 20 cm – 40 cm.

5.1.6. Rasio CN