Karena menurut Palm dan Sanchez 1991 di acu dalam Hairiah et al 2004 serasah dikategorikan cepat lapuk apabila nisbah CN 25, kandungan lignin
15 dan polyphenol 3 . Sehingga perbedaan kandungan karbon dalam tanah dan serasah mungkin
lebih di pengaruhi oleh rumpang gap yang terbentuk. Di areal TPTJ, terutama areal bekas tebangan 0 tahun untuk jalur tanam memiliki keterbukaan tajuk yang
tinggi jika dibandingkan dengan plot penelitian yang lain. Hal ini menunjukkan adanya rumpang gap. Kondisi suhu yang lebih tinggi akan terjadi pada rumpang
gap yang terbentuk disuatu areal jika dibandingkan kondisi sekitarnya, walaupun tanah pada lapisan bawah di hutan lebih basah Jetten 1994a di acu
dalam Dam, 2001. Hal ini dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme untuk melakukan dekomposisi serasah. Kajian terhadap dekomposisi telah dilakukan
di Amerika dan diperoleh adanya perbedaan yang nyata antara ukuran rumpang gap dengan keterbukaan tajuk dan kecepatan dekomposisi Denslow et al 1998,
Luizäo et al 1998 di acu dalam Dam 2001. Sedangkan kajian di negara China yang dilakukan, menunjukkan adanya tingkat dekomposisi yang rendah pada
rumpang gap yang besar jika dibandingkan pada hutan dengan rumpang gap yang kecil dan hutan primer.
5.2.3. Sifat Fisik Tanah pada Hutan Primer dan Areal TPTJ
Suhu tanah merupakan faktor iklim mikro yang sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Karena di dalam lingkungan tanah, akar menyerap hara air
untuk pertumbuhannya serta berpengaruh terhadap keberadaan mikroorganisme tanah Oleh karena itu penting untuk mengetahui suhu lokasi tanah yang diteliti.
Pengukuran suhu tanah dilakukan pada saat pengambilan contoh tanah. Hasil pengukuran suhu tanah berkisar antara 24
C - 27 C. Pada saat penelitian
dan pengambilan sampel tanah, hasil pengukuran suhu tanah tertinggi pada areal bekas tebangan 0 tahun pada kedalaman 0 – 20 cm 27
C dan terendah pada areal bekas tebangan 3 tahun pada kedalaman 20 cm – 40 cm untuk jalur tanam
dan areal bekas tebangan 3 tahun jalur antara pada kedalaman 20 cm – 40 cm 24
C.
Secara umum kerapatan tajuk pada areal TPTJ lebih rendah jika dibandingkan dengan hutan primer, sehingga cahaya matahari yang masuk ke
lantai areal bekas tebangan lebih besar dibandingkan pada hutan primer. Kondisi ini mengakibatkan naiknya suhu dan menurunkan kelembaban tanah di areal
TPTJ, sehingga mempercepat aktivitas dekomposer didalam proses perombakan serasah. Suhu tanah di setiap plot penelitian memiliki kecenderungan menurun
seiring dengan kedalaman tanah. Suhu tanah pada areal TPTJ khususnya areal bekas tebangan 0 tahun
mempunyai suhu yang tertinggi pada kedalaman 0 – 20 cm jika dibandingkan dengan plot penelitian yang lain karena rendahnya biomassa serasah segar dan
serasah hancur yang dihasilkan pada areal tersebut terutama pada jalur tanam akibat dari rendahnya kerapatan tajuk yang terbentuk, sehingga banyak sinar
matahari yang dapat langsung sampai ke tanah. Peningkatan suhu tersebut berbeda nyata jika dibandingkan dengan hutan primer.
Namun terjadi penurunan suhu tanah yang nyata dengan bertambahnya umur areal TPTJ, karena semakin bertambahnya biomassa serasah segar, serasah
hancur dan biomassa akar pada areal tersebut. Kegiatan pembebasan vertikal dan horizontal maupun kegiatan pemangkasan pada areal TPTJ, telah membentuk
lapisan yang akan menghalangi cahaya matahari secara langsung untuk sampai kepermukaan tanah, sehingga suhu tanah menjadi lebih rendah jika dibandingkan
dengan areal bekas tebangan 0 tahun yang belum mendapat perlakuan pembebasan vertikal dan horizontal maupun kegiatan pemangkasan. Terutama
akumulasi biomassa serasah maupun akar yang terbentuk di areal bekas tebangan 3 tahun dapat mengurangi fluktuasi suhu tanah untuk jalur tanam pada kedalaman
20 cm – 40 cm 24 C dan jalur antara pada kedalaman 0 – 20 cm 24
C jika dibandingkan dengan suhu di areal bekas tebangan 0 tahuan yang berkisar antara
26 C – 27
C. Keragaman suhu pada kedalaman 0 – 20 cm lebih besar dibandingkan pada
kedalaman 20 cm – 40 cm, karena suhu pada lapisan 0 – 20 cm mengikuti fluktuasi suhu udara di atasnya. Perubahan suhu terjadi secara bertahap, dimana
suhu tanah pada permukaan akan mempengaruhi lapisan-lapisan di bawahnya. Dimulai dari lapisan terdekat dengan permukaan sampai lapisan yang lebih dalam.
Jadi semakin jauh letak suatu lapisan dari permukaan, semakin kecil lapisan tersebut menerima pengaruh dari perubahan suhu yang terjadi di permukaan
tanah. Dampak pemanenan kayu dan perlakuan silvikultur TPTJ terhadap bobot isi
tanah adalah nyata. Bobot isi tanah tertinggi pada areal bekas tebangan 0 tahun untuk jalur tanam 1,405 gcm
3
pada kedalaman 0 – 20 cm. Hal ini di sebabkan pemadatan tanah akibat pemanenan kayu dan oleh serasah segar 0,54 tonha dan
serasah hancur 0,14 tonha yang dihasilkan pada areal bekas tebangan 0 tahun pada jalur tanam sangat sedikit jika dibandingkan dengan plot penelitian lain.
Dari Tabel 9 menunjukkan adanya penurunan perbedaan biomassa serasah segar, serasah hancur dan akar yang dihasilkan dari areal TPTJ, hal ini berarti
adanya peningkatan biomassa yang dihasilkan dari areal TPTJ. Kecenderungan ini berlangsung seiring dengan bertambahnya umur areal TPTJ yang diikuti oleh
nilai bobot isi yang menurun. Bobot isi makin menurun dengan meningkatnya kandungan bahan organik,
karena bahan organik dapat menciptakan struktur tanah yang lebih baik sehingga porositas meningkat dan bobot isi akan menurun. Menurut Djajakirana 1996
peranan bahan organik terhadap tanah yang terdegradasi sangat penting, khususnya dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Hal ini
di perkuat oleh pernyataan Adam 1973 di acu dalam Rawls et al 2004, bahwa karbon organik memiliki efek yang signifikan terhadap bobot isi tanah. Bahan
organik dapat mengurangi nilai bobot isi tanah dengan membentuk agregasi tanah. Bobot isi terendah berasal dari areal bekas tebangan 4 tahun untuk jalur
antara pada kedalaman 20 cm – 40 cm yaitu 1,075 gcm
3
, bahkan nilai bobot isi ini lebih rendah jika dibandingkan dengan hutan primer. Hal ini berhubungan
dengan biomassa serasah segar dan serasah hancur yang dihasilkan pada plot tersebut. Dimana biomassa pada areal bekas tebangan 4 tahun untuk jalur antara
adalah tertinggi jika dibandingkan dengan areal bekas tebangan yang lain, terutama untuk biomassa serasah hancur yaitu 1,51 tonha dan 5,25 tonha untuk
serasah segar. Perkembangan perakaran tanaman diduga ikut berperan terhadap agregasi dan menghasilkan struktur tanah yang lebih sarang yang pada akhirnya
menyebabkan penurunan bobot isi tanah
Bobot isi bulk density lebih tinggi pada areal bekas tebangan untuk jalur tanam dan cenderung meningkat dengan makin dalamnya tanah. Hal ini
berhubungan erat dengan komponen dan komposisi bahan penyusun tanah tersebut. Dengan meningkatnya kedalaman tanah, jumlah bahan organik
didalamnya menurun sehingga tanah menjadi lebih padat. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya biomassa serasah dan akar pada areal bekas tebangan 0 tahun
untuk jalur tanam. Keberadaan akar yang menyebar di berbagai lapisan dalam profil tanah, akan meningkatkan kandungan bahan organik tanah
dan menggemburkan tanah sehingga dapat meningkatkan jumlah air yang masuk ke dalam tanah.
Beberapa proses yang terlibat dalam pembentukan agregat tanah antara lain oleh pengikat butiran-butiran kasar atau agregat mikro oleh bahan koloida seperti
liat dan bahan organik, dimana bahan organik menghasilkan bahan penyemen yang berfungsi sebagai bahan pengikat butiran tanah membentuk agregat.
Porositas tanah merupakan bagian yang tidak terisi bahan padat tanah terisi oleh udara dan air. Peningkatan porositas disebabkan produksi biomassa yang
berbeda antar plot penelitian. Perbedaan biomassa yang dihasilkan akan mempengaruhi produk akhir berupa residu bahan organik tanah. Peningkatan
porositas tanah berkaitan dengan meningkatnya residu bahan organik seiring dengan meningkatnya umur areal bekas tebangan dan menurun seiring dengan
makin dalamnya tanah. Menurut Hardjowigeno 2003, porositas tanah akan meningkat jika bahan
organik tinggi. Tanah-tanah dengan struktur granuler atau remah mempunyai porositas yang lebih tinggi dari pada tanah-tanah dengan struktur massive pejal.
5.2.4. Sifat Kimia Tanah pada Hutan Primer dan Areal TPTJ