Efek Ekstrak Daun Yacon (Smallanthus sonchifolius) Terhadap Kadar Glukosa Darah, Berat Badan, dan Kolesterol Tikus yang Diinduksi Streptozotosin. 2015

(1)

EFEK EKSTRAK DAUN

YACON

(

SMALLANTHUS

SONCHIFOLIUS

) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH,

BERAT BADAN, DAN KOLESTEROL TIKUS YANG

DIINDUKSI STREPTOZOTOSIN

Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Myra Patricia

NIM : 1112103000062

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

SONCHIFOLIUS

) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH,

BERAT BADAN, DAN KOLESTEROL TIKUS YANG

DIINDUKSI STREPTOZOTOSIN

Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Myra Patricia

NIM : 1112103000062

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan

hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ciputat, 14 Mei 2015

Myra Patricia

Materai 6000


(4)

(5)

(6)

v

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat Nya sehingga saya dapat

menyelesaikan penelitian dengan judul “Efek ekstrak daun yacon (Smallanthus sonchifolius)

terhadap kadar glukosa darah, berat badan, dan kolesterol tikus yang diinduksi oleh

streptozotocin” ini dengan baik. Shalawat serta salam tidak lupa saya curahkan kepada Rasulullah, Nabi Muhammad SAW.

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, dalam pelaksanaan penelitian ini, saya memperoleh banyak bantuan baik berupa dukungan maupun masukan, sehingga penelitian ini mampu diselesaikan dengan baik. Maka dari itu saya ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak tersebut, diantaranya :

1. Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan dan

Kedokteran UIN,

2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter,

3. dr. Nouval Shahab, SpU, PhD, FICS, FACS selaku Penanggung Jawab Modul Riset

Program Studi Pendidikan Dokter 2012,

4. dr. Flori Ratna Sari, PhD selaku pembimbing saya yang selalu membimbing,

memberikan banyak saran, serta selalu mendukung, memfasilitasi, dan menyemangati saya disepanjang penelitian ini berjalan.

5. dr. Hari Hendarto, SpPD, PhD, FINASIM selaku pembimbing kedua saya yang telah

membimbing, memberi saran, mengkoreksi, dan menilai mulai dari pembuatan proposal hingga hasil laporan penelitian saya agar hasilnya menjadi lebih baik.

6. Kedua orang tua saya yang tercinta, Uum Umamih dan Welly Irianto Tjandra dan

seluruh keluarga besar saya yang selalu memberikan kasih sayang, doa, semangat, sehingga memotivasi saya selama penelitian ini dilakukan.

7. Ibu Nurlaely Mida R, S.Si, M.Biomed, DMS, Ph. D selaku PJ Animal house, Ibu


(7)

vi

Annisa Hendarmin, Ph.D selaku PJ laboratorium Riset, dr. Nurul Hiedayati, Ph.D selaku PJ laboratorium Farmakologi, dan Ibu Zeti Haryati, M.Biomed selaku PJ

laboratorium Biologi yang telah memberikan izin atas penggunaan laboratorium pada

penelitian ini.

8. Teman sekelompok dan seperjuangan penelitian, Miftahul Jannah Salwah Umah,

Hapsari Abdining Ilahi, Rachmah Ubat Harahap, dan Azmi Agnia atas segala dukungan dan perjuangan bersama dari awal hingga penelitian berakhir.

9. Ka Ika dan ka Bayu selaku senior saya dari Program Studi Kesehatan Masyarakat

angkatan 2010 yang telah membantu saya dalam pengolahan data penelitian.

10.Pihak-pihak kampus seperti Mba Ai, Mas Rahmadi, Mba Sur, dan pihak-pihak lain di

kampus yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang sangat membantu kelangsungan penelitian ini.

11.Pihak luar seperti penjual tikus Sparague dawley dari ITB, pemilik toko sekam serta

toko pakan tikus.

12.Seluruh mahasiswa PSPD 2012 dan seluruh teman, sahabat, serta pihak lain yang

tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Saya menyadari dalam penyusunan laporan penelitian ini mungkin masih banyak kekurangan. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak akan saya terima dengan baik demi menyempurnakan laporan ini agar menjadi lebih baik lagi. Demikian laporan penelitian ini saya tulis, semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi para pembaca yang lain.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, 14 Mei 2015


(8)

vii

ABSTRACT

Myra Patricia. Program Studi Pendidikan Dokter. Efek Ekstrak Daun Yacon

(Smallanthus sonchifolius) Terhadap Kadar Glukosa Darah, Berat Badan, dan

Kolesterol Tikus yang Diinduksi Streptozotosin. 2015.

Diabetes Melitus merupakan penyakit metabolik dengan Indonesia menduduki urutan ke-7 di dunia sebagai negara penderita diabetes melitus sebanyak 27-79 orang per 1000 penduduk. Hampir setengah dari penderita diabetes melitus mengalami komplikasi. Pengobatan yang tersedia merupakan obat pengontrol kadar glukosa darah yang jika dikonsumsi dalam jangka waktu lama akan menimbulkan banyak efek samping. Oleh karena itu, banyak pemikiran

untuk menggunakan obat tradisional sebagai terapinya. Yacon (Smallanthus sonchifolius)

merupakan salah satu tanaman pilihan untuk menurunkan kadar glukosa darah. Penelitian

sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian ekstrak yacon 300 mg/kgBB selama 14 hari

secara signifikan (p<0.05) dapat menurunkan kadar glukosa darah.Pada penelitian ini, tikus

Sprague dawley diinduksi streptozotosin, diterapi, dan diamati glukosa darah, berat badan,

serta kadar kolesterolnya. Hasilnya terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik (p<0.05) pada glukosa darah dan berat badan kelompok terapi dengan kelompok kontrol,

sedangkan perbedaan tidak signifikan secara statistik (p≥0.05) didapatkan pada data

kolesterolnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Smallanthus sonchifolius dengan dosis 100

mg/kgBB dan 300 mg/kgBB selama 28 hari berperandalammencegahpeningkatan kadar glukosa darah dan dalammelindungikehilangan berat badan tikus yang diinduksi streptozotosin.

Kata kunci : daun yacon, Smallanthus sonchifolius, glukosa darah, berat badan, kolesterol,

diabetes, streptozotosin.

Myra Patricia. Medical Education Study Program. Effect of Yacon (Smallanthus

sonchifolius) leaf extract on Blood Glucose, Weight , and Cholesterol in Rats induced by

Streptozotosin. 2015.

Diabetes Melitus is metabolic disease which Indonesia ranks seventh in the world as a country with diabetes melitus as many as 27 people per 1000 population. Almost half of patient with diabetes melitus have complications. Available treatment is drugs that controls blood glucose levels and when it consumed in the long term, it will cause a lot of side effects.

Because of that, many thought for using traditional medicine as its therapy.Yacon

(Smallanthus sonchifolius) is a plant option for lowering blood glucose levels. Previous

studies have shown that administration of yacon extract 300 mg/bodyweight for 14 days

significantly (p<0.05) lowered blood glucose levels. In this study, streptozotosin-induced rats

Sprague Dawley, treated, and observed blood glucose, weight, and its cholesterol levels. The

results are statistically significant differences (p<0.05) on blood glucose and body weight in treatment groups with control group, while the difference was not statistically significant

(p≥0.05) was found in the cholesterol data. So the conclusion is administration of

Smallanthus sonchifolius with a dose of 100 mg/bodyweight and 300 mg/bodyweight for 28

days have a role in preventing in blood glucose increased and weight loss instreptozotosin-induced rats.

Keywords : yacon leaf, Smallanthus sonchifolius, blood glucose, weight, cholesterol, diabetes


(9)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GRAFIK ... x

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan ... 4

1.4.1 Tujuan Umum ... 4

1.4.2 Tujuan Khusus ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.5.1 Bagi Peneliti ... 5

1.5.2 Bagi Institusi Akademis ... 5

1.5.3 Bagi Masyarakat ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1 Landasan Teori ... 6

2.1.1 Fisiologi Pankreas ... 6

2.1.2 Fisiologi Insulin ... 7

2.1.3 Definisi Diabetes ... 9

2.1.4 Patofisiologi Diabetes ... 9

2.1.5 Manifestasi Klinis Diabetes ... 11

2.1.6 Yacon (Smallanthus sonchifolius) ... 11

2.1.7 Streptozotocin ... 14

2.2 Kerangka Konsep ... 17

2.3 Definisi Operasional ... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 19

3.1 Desain Penelitian ... 19

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

3.3 Populasi dan Sampel ... 19

3.3.1 Kriteria Inklusi ... 20

3.3.2 Kriteria Eksklusi ... 20

3.4 Cara Kerja Penelitian ... 21

3.4.1 Persiapan Kandang ... 21

3.4.2 Adaptasi Tikus ... 21

3.4.3 Penyuntikkan Streptozotocin (STZ) ... 21

3.4.4 Proses Ekstraksi Daun Yacon ... 22


(10)

3.4.6 Pemberian Ekstrak ... 24

3.4.7 Pengukuran Berat Badan ... 24

3.4.8 Pengukuran Glukosa Darah ... 25

3.4.9 Pengambilan Sampel Plasma ... 25

3.4.10 Pengukuran Kolesterol ... 26

3.5 Alur Penelitian ... 27

3.5 Pengolahan dan Analisis Data ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1 Glukosa Darah ... 29

4.2 Berat Badan ... 32

4.3 Kadar Kolesterol ... 35

4.4 Keterbatasan Penelitian ... 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

BAB VI KERJASAMA PENELITIAN ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42


(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tipe Sel pada pankreas beserta produk sekresinya ... 7

Tabel 2.2 Kandungan nutrisi yacon ... 12

Tabel 4.1 Rata-rata Glukosa Darah Pada Seluruh Sampel ... 29

Tabel 4.2 Hasil Analisa Data Rata-rata Glukosa Darah Pada Seluruh Sampel ... 31

Tabel 4.3 Rata-rata Berat Badan Pada Seluruh Sampel ... 32

Tabel 4.4 Hasil Analisa Data Rata-rata Berat Badan Pada Seluruh Sampel ... 33

Tabel 4.5 Rata-rata Kadar Kolesterol Pada Seluruh Sampel ... 35

Tabel 4.6 Hasil Analisa Data Rata-rata Kadar Kolesterol Pada Seluruh Sampel ... 36

DAFTAR GRAFIK Grafik 4.1 Rata-Rata Glukosa Darah Hari 28 Pada Seluruh Sampel ... 30

Grafik 4.2 Rata-Rata Persentase Berat Badan Hari 28 Pada Seluruh Sampel ... 32

Grafik 4.3 Rata-Rata Kadar Kolesterol Pada Seluruh Sampel ... 35

Grafik 7.1 Rata-Rata Glukosa DarahPada Seluruh Sampel ... 60

Grafik 7.2 Rata-Rata Persentase Berat Badan PadaSeluruh Sampel ... 61

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Anatomi Pankreas ... 6

Gambar 2.2 Mekanisme sekresi insulin di dalam sel beta ... 8

Gambar 2.3 Tanaman yacon ... 11

Gambar 2.4 Mekanisme Streptozotocin ... 15

Gambar 7.1 Kondisi Animal House ... 44

Gambar 7.2 Kondisi kandang tikus ... 44

Gambar 7.3 Proses membersihkan kandang tikus ... 44

Gambar 7.4 Pengambilan darah untuk tes GDS ... 44

Gambar 7.5 Tes GDS ... 44

Gambar 7.6 Proses pembakaran ekor tikus ... 44

Gambar 7.7 Anestesi tikus menggunakan eter ... 45

Gambar 7.8 Pengukuran BB menggunakan timbangan digital ... 45

Gambar 7.9 Pengukuran pH buffer sitrat ... 45

Gambar 7.10 Na Sitrat yang akan dijadikan buffer sitrat ... 45

Gambar 7.11 Spektrofotometer ... 45

Gambar 7.12 Reagen Kolesterol ... 45

Gambar 7.13 Oven ... 46

Gambar 7.14 Autoklaf ... 46

Gambar 7.15 Uji lipid plasma ... 46

Gambar 7.16 Sacrifice ... 46

Gambar 7.17 Pengambilan darah dari vena cava ... 46

Gambar 7.18 Larutan Sukrosa ... 46

Gambar 7.19 Streptozotocin ... 47

Gambar 7.20 Neraca analitik ... 47

Gambar 7.21 Vortex ... 47

Gambar 7.22 Penghancuran daun insulin menggunakan blender ... 47

Gambar 7.23 Serbuk hasil blender ... 47


(12)

Gambar 7.25 Surat keterangan sehat hewan ... 49

Gambar 7.26 Surat identifikasi bahan uji ... 50

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Gambar Proses Penelitian ... 44

Lampiran 2 Surat Keterangan Sehat Hewan ... 49

Lampiran 3 Hasil Determinasi / Identifikasi Bahan Uji ... 50

Lampiran 4 Perhitungan Dosis ... 51

Lampiran 5 Data Awal Semua Kelompok Penelitian ... 53

Lampiran 6 Hasil Data Uji Statistik ... 57

Lampiran 7 Grafik Trend ... 60


(13)

xii

DAFTAR SINGKATAN

ACTH : Adreno Corticotropic Hormone

ADP : Adenosine Diphosphate

ATP : Adenosine Triphosphate

BB : Berat Badan

cAMP : cyclic Adenosine Mono Phosphate

D : Diabetes

DM : Diabetes Melitus

DNA : Deoxyribo Nucleic Acid

EDTA : Ethylene Diamine Tetraacetic Acid

FOS : Fructo Oligo Saccharide

GABA : Gamma Amino Butyric Acid

GDS : Gula Darah Sewaktu

GLP : Glucagon Like Peptide

GLUT : Glucose Transporter

IAA : Insulin Auto Antibodies

IAPP : Islet Amyloid Poly Peptide

ICA : Islet Cell Antibodies

IDDM : Insulin Dependent Diabetes Melitus

IDF : International Diabetes Federation

IPB : Institut Pertanian Bogor

IRS : Insulin Receptor Substrate

kgBB : kilogram Berat Badan

mg : mili gram

MIT : Mitochondria

mL : mili Liter

N : Normal

NAD : Nikotinamida Adenina Dinukleotida

NIDDM : Non Insulin Dependent Diabetes Melitus

NIH : National Institutes of Health

NO : Nitrit Oxide

PAU : Pusat Antar Universitas

PKB : Protein Kinase B

PP : Pancreatic Polypeptide

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

SD : Standar Deviasi

Ss : Smallanthus sonchifolius

STZ : Streptozotocin

TG : Trigliserida

TRB3 : Tribble 3

VLDL : Very Low Density Lipid


(14)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolik endokrin yang ditandai dengan adanya hiperglikemia kronik, disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat,

protein, lemak akibat terganggunya insulin, baik kerjanya, sekresinya, atau keduanya.1

Pada tahun 2013, sekitar 382 juta orang di dunia yang menderita diabetes dan

diperkirakan akan terus meningkat hingga 592 juta orang pada tahun 2035.2 Menurut

data yang terdapat di International Diabetes Federation (IDF), pada tahun 2013,

Indonesia menduduki urutan ke-7 di dunia sebagai negara dengan penderita diabetes melitus, baik itu diabetes tipe 1 maupun tipe 2, sebanyak 8,554 % atau 27-79

penderita per 1000 penduduk.2 Berdasarakan data dari Riskesdas tahun 2013, provinsi

di Indonesia yang memiliki angka prevalensi tertinggi penderita diabetes melitus

adalah provinsi Sulawesi Tengah (3,7 %).19

Faktor resiko dari diabetes melitus terbagi menjadi dua, yaitu faktor risiko yang dapat

diubah dan yang tidak dapat diubah.19 Contoh dari faktor risiko yang bisa diubah

adalah perilaku hidup yang kurang sehat, diet yang tidak seimbang, obesitas,

kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, dan merokok.19 Sedangkan contoh

dari faktor risiko yang bisa diubah adalah ras, etnik, usia, jenis kelamin, dan riwayat

penyakit keluarga diabetes melitus.19

Angka kematian yang disebabkan karena diabetes melitus di Indonesia sudah mencapai 172.601 jiwa, sehingga Indonesia mendapatkan gelar sebagai negara dengan

angka kematian tertinggi ke-5 akibat diabetes melitus.2 Ciri khas penderita diabetes

melitus adalah terdapatnya polifagi, polidipsi, dan poliuri yang diiringi dengan penurunan berat badan. Dan berdasarkan penelitian Todd di tahun 2008, sepertiga hingga setengah dari total penderita diabetes melitus mengalami komplikasi. Komplikasi yang dapat terjadi meliputi komplikasi mikrovaskular (retinopati, nefropati, neuropati) hingga komplikasi makrovaskular (penyakit jantung iskemik,


(15)

2

Berdasarkan data-data yang telah dipaparkan diatas, dapat dilihat bahwa diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang harus di waspadai karena tingginya angka kejadian, kemungkinan kearah terjadinya komplikasi, serta angka kematiannya. Pengobatan secara medika mentosa yang tersedia untuk diabetes melitus seperti insulin dan obat anti diabetik oral merupakan terapi pengontrol kadar glukosa yang tinggi di darah. Perihal bahwa diabetes melitus tidak dapat di obati namun hanya bisa

dikontrol perlu diketahui pasien.4 Namun obat-obatan tersebut memiliki banyak efek

samping, seperti hipoglikemik, nyeri perut, mual, muntah, diare, peningkatan berat

badan, reaksi alergi, dan resistensi.5 Oleh karena alasan itu, banyak pemikiran untuk

menggunakan obat tradisional sebagai terapi DM, baik itu hanya adjuvan bahkan

hingga terapi utama.3

Obat tradisional telah digunakan bertahun-tahun, terutama sejak tahun 1990, baik di negara maju maupun di negara berkembang, sebagai perawatan, pencegahan, maupun

pengobatan berbagai penyakit fisik maupun mental.1 Obat tradisional yang berasal

dari tanaman digunakan oleh 60 % penduduk dunia sebagai terapi diabetes melitus dikarenakan harganya yang lebih murah dan efek samping yang lebih sedikit

dibandingkan obat diabetik.6 Sedangkan di negara berkembang, sebagian besar

penduduknya menggunakan obat tradisional untuk pengobatan primer.6 Indonesia,

yang merupakan salah satu dari negara berkembang, penggunaan obat tradisional merupakan hal yang sangat lumrah dan salah satunya adalah untuk terapi diabetes melitus.

Pada penelitian ini akan dibahas mengenai efek dari obat tradisional yang berasal dari

tanaman Smallanthus sonchifolius, atau yang lebih dikenal sebagai tanaman yacon

atau daun insulin. Dosis yang akan diujikan adalah dosis 100 mg/kgBB dan 300

mg/kgBB dikarenakan pada studi yang telah dilakukan sebelumnya, pemberian yacon

dosis 400 mg/kgBB dapat menurunkan glukosa darah yang bermakna.14 Pada

penelitian ini diharapkan agar dapat diketahui nya dosis terapeutik yang lebih efektif untuk digunakan sebagai terapi penurun glukosa darah pada penderita diabetes.


(16)

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat perbedaan hasil yang signifikan pada pengukuran kadar

glukosa darah kelompok tikus diabetes dengan pemberian ekstrak yacon jika

dibandingkan dengan kelompok kontrol?

2. Apakah terdapat perbedaan hasil yang signifikan pada pengukuran berat badan

kelompok tikus diabetes dengan pemberian ekstrak yacon jika dibandingkan

dengan kelompok kontrol?

3. Apakah terdapat perbedaan hasil yang signifikan pada pengukuran kadar

kolesterol kelompok tikus diabetes dengan pemberian ekstrak yacon jika

dibandingkan dengan kelompok kontrol?

1.3 Hipotesis

1. H0 : Tidak terdapat perbedaan hasil yang signifikan pada pengukuran kadar

glukosa darah pada kelompok tikus diabetes dengan pemberian ekstrak yacon

jika dibandingkan dengan kelompok kontrol.

H1 : Terdapat perbedaan hasil yang signifikan pada pengukuran kadar glukosa

darah pada kelompok tikus diabetes dengan pemberian ekstrak yacon jika

dibandingkan dengan kelompok kontrol.

2. H0 : Tidak terdapat perbedaan hasil yang signifikan pada pengukuran berat

badan pada kelompok tikus diabetes dengan pemberian ekstrak yacon dosis

jika dibandingkan dengan kelompok kontrol.

H1 : Terdapat perbedaan hasil yang signifikan pada pengukuran berat badan

pada kelompok tikus diabetes dengan pemberian ekstrak yacon jika

dibandingkan dengan kelompok kontrol.

3. H0 : Tidak terdapat perbedaan hasil yang signifikan pada pengukuran kadar

kolesterol pada kelompok tikus diabetes dengan pemberian ekstrak yacon jika


(17)

4

H1 : Terdapat perbedaan hasil yang signifikan pada pengukuran kadar

kolesterol pada kelompok tikus diabetes dengan pemberian ekstrak yacon jika

dibandingkan dengan kelompok kontrol.

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari ekstrak yacon terhadap

kadar gula darah, berat badan, dan kadar kolesterol tikus diabetes.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui perbedaan kadar glukosa darah antara tikus diabetes yang

diberikan ekstrak yacon dosis 100 mg/kgBB selama 28 hari, tikus diabetes

yang diberikan ekstrak yacon dosis 300 mg/kgBB selama 28 hari, tikus

diabetes yang tidak dilakukan pemberian ekstrak selama 28 hari, dan tikus yang tidak diabetes selama 28 hari.

2. Mengetahui perbedaan berat badan antara tikus diabetes yang diberikan

ekstrak yacon dosis 100 mg/kgBB selama 28 hari, tikus diabetes yang

diberikan ekstrak yacon dosis 300 mg/kgBB selama 28 hari, tikus diabetes

yang tidak dilakukan pemberian ekstrak selama 28 hari, dan tikus yang tidak diabetes selama 28 hari.

3. Mengetahui perbedaan kadar kolesterol antara tikus diabetes yang

diberikan ekstrak yacon dosis 100 mg/kgBB selama 28 hari, tikus diabetes

yang diberikan ekstrak yacon dosis 300 mg/kgBB selama 28 hari, tikus

diabetes yang tidak dilakukan pemberian ekstrak selama 28 hari, dan tikus yang tidak diabetes selama 28 hari.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Peneliti

a. Dapat menambahkan pengalaman melakukan suatu penelitian agar

dapat melakukan penelitian yang lebih baik lagi kedepannya.

b. Mendapat pengetahuan tentang terapi tradisional dengan

penggunaan ekstrak yacon untuk penurunan kadar gula darah dan


(18)

c. Dapat memenuhi syarat untuk memperoleh gelar S1 kedokteran dengan menyelesaikan penelitian ini.

1.5.2 Bagi Institusi Akademis

Dapat memberikan kontribusi untuk penambahan kepustakaan serta referensi penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

1.5.3 Bagi Masyarakat

Dapat memberikan informasi tentang obat tradisional ekstrak yacon

yang dapat menurunkan kadar gula darah & kolesterol, serta dapat menaikkan berat badan, terutama pada pasien diabetes melitus.


(19)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Fisiologi Pankreas

Pankreas berasal dari kata pan (semua) dan creas (daging), terletak

retroperitoneal di bagian posterior dari curvature mayor gaster. Pankreas memiliki cauda, corpus, dan caput yang menyambung dengan duodenum

dengan panjangnya 12-15 cm. Beratnya 1-2 gram pada manusia dewasa.8

Gambar 2.1 Anatomi Pankreas

(Tortora, 2009)

Pankreas merupakan kelenjar yang tergolong eksokrin maupun endokrin. Fungsinya sebagai kelenjar eksokrin adalah mengekskresikan enzim-enzim

pencernaan yaitu amylase, trypsin, chymotrypsin, carboxypeptidase, elastase,

lipase, ribonuclease, dan deoxyribonuclease. Enzim pencernaan disekresikan

melalui duktus pancreaticus mayor (duktus Wirsungi) dan duktus aksesorius

ke duodenum. Sedangkan fungsinya sebagai kelenjar endokrin adalah mengekskresikan insulin, glukagon, somatostatin, dan polipeptida. Gangguan pada kelenjar pankreas dapat menyebabkan gangguan pada homeostasis nutrisi,

termasuk sekelompok gejala klinis yang disebut diabetes melitus.9

Pada kelenjar pankreas, secara histologis, 99% merupakan sel acini yang mensekresikan enzim-enzim pencernaan (fungsi eksokrin) dan sisa 1%


(20)

endokrin). Meski begitu terdapat sekitar 1 juta kelenjar endokrin—Islet of

Langerhans—yang tersebar. Ada 4 tipe sel di pankreas, sel α, sel β, sel δ (D),

dan sel PP.9 Berikut tabel penjelasannya :

Tabel 2.1 Tipe Sel pada pankreas beserta produk sekresinya

Tipe Sel (di dorsal) Jumlah (di ventral) Jumlah Produk Sekresi

Sel α 10% < 0.5% Glukagon, Proglukagon, GLP-1,

GLP-2

Sel β 70—80% 15—20% Insulin, Proinsulin, C-peptide,

Amylin, GABA

Sel δ (D) 3—5% < 1% Somastostatin

Sel PP < 2% 80—85% Pancreatic Polypeptide

(Greenspans, 2007)

2.1.2 Fisiologi Insulin

Insulin disekresikan sekitar 30 unit per harinya pada orang dewasa normal.

Konsentrasi insulin basal pada darah manusia adalah 10 μ unit/mL (90-120 menit setelah makan). Sedangkan konsentrasi insulin pada kontrol normal

adalah 100 μ unit/mL (puncaknya yaitu setelah 30-45 menit setelah makan).9

Keberadaan glukosa dalam darah akan memicu disekresikannya insulin, meskipun begitu, kadar glukosa darah basal manusia (di bawah 100 mg/dL) tidak cukup untuk menstimulasi pelepasan insulin. Adanya stimulasi eksogen (glukosa dari makanan) akan meningkatkan kadar glukosa darah yang

kemudian akan direspon oleh sel beta pankreas.9

Glukosa masuk ke sel beta pankreas dengan cara difusi pasif, difasilitasi oleh

protein membran spesifik Glucose Transporter (GLUT). Di dalam sel beta

pankreas, glukosa akan difosforilasi menggunakan enzim glukokinase. Hasil

dari katabolisme glukosa ini adalah Adenosine Triphosphate (ATP) intrasel.


(21)

8

pankreas, sehingga terjadilah depolarisasi sel. Keadaan depolarisasi ini akan mengaktivasi kanal kalsium, dan kalsium akan didapatkan. Kalsium adalah modulator penting dalam sekresi insulin. Maka dengan meningkatnya kalsium uptake, meningkat pula sekresi insulin. Selain kalsium, modulator lain yang

berperan penting dalam sekresi insulin adalah Cyclic Adenosine

Monophosphate (cAMP), Leucine, Stimulasi Vagal, dan Sulfonylurea.9

Gambar 2.2 Mekanisme sekresi insulin di dalam sel beta

(Harrison, 2012)

Insulin bekerja pada reseptornya di permukaan membran sel target. Hampir semua sel tubuh mempunyai reseptor spesifik insulin dan protein untuk

memfosforilasi nya, Insulin Reseptor Substrate (IRS). Substrat yang

teraktivasi tersebut akan merekrut kinase, fosfatase, dan molekul signaling

yang akan melewati metabolic pathway yang akan meregulasi metabolisme

nutrisi.9

Down regulation, adalah keadaan abnormalitas dari reseptor insulin, dimana

jumlah reseptornya berkurang akibat peningkatan kronik kadar insulin di sirkulasi. Hal ini diduga akibat meningkatnya degradasi intrasel. Dan


(22)

sebaliknya, saat kadar insulin darah rendah, jumlah reseptor akan ditingkatkan. Kondisi yang berhubungan dengan meningkatnya kadar insulin darah adalah obesitas, asupan karbohidrat berlebih, dan asupan insulin eksogen berlebih. Sedangkan kondisi yang berhubungan dengan menurunnya kadar insulin darah

adalah olahraga, puasa, dan peningkatan kortisol.9

Pada kondisi resistensi insulin, diduga kesalahan utama bukanlah terdapat

pada reseptor insulinnya, namun karena adanya defek dari postreceptor

intraselular signaling pathways.9

Fungsi utama insulin adalah untuk mengolah agar nutrisi yang masuk kedalam tubuh tersimpan, dan kerjanya hampir di semua jaringan tubuh. Efek insulin pada hati adalah menghambat katabolisme dan bekerja secara anabolik

(glikogenesis), serta meningkatkan sintesis trigliserida dan very low density

lipid (vldl). Efek insulin pada otot adalah peningkatan sintesis protein dan

glikogen. Sedangkan efek pada jaringan adiposa adalah peningkatan

lipogenesis dan menginhibisi lipolisis.9

2.1.3 Definisi Diabetes

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik dengan gejala hiperglikemia akibat gangguan pada insulin, baik itu pada produksi (kerusakan pankreas),

kerja insulin, maupun keduanya.11

2.1.4 Patofisiologi Diabetes

Diabetes melitus disebabkan karena kekurangan kadar insulin, baik itu absolut maupun relatif, yang kemudian menyebabkan terjadinya peningkatan

konsentrasi glukosa darah.12 Diabetes melitus memiliki klasifikasi :

DM Tipe 1

DM tipe 1 merupakan interaksi dari faktor genetik, faktor lingkungan, dan

faktor imunologik.8 Pada DM tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus

(IDDM), terjadi kekurangan kadar insulin yang absolut (pasien sudah pasti memerlukan insulin eksternal) akibat dari proses autoimun yang


(23)

10

menyebabkan timbulnya lesi pada sel beta pankreas. Proses autoimun itu

sendiri dapat teraktivasi akibat pengaruh lingkungan, misalnya infeksi virus.12

Pulau-pulau pankreas akan diinfiltrasi oleh limfosit T dan terdeteksi juga

autoantibodi pulau pankreas, Islet Cell Antibodies (ICA) dan Insulin Auto

Antibodies (IAA).12 Gejala diabetes baru akan terlihat apabila mayoritas sel

beta pankreas telah rusak (70 – 80 %). DM Tipe 1 bersifat herediter, terjadi

lebih sering pada pasien yang membawa antigen HLA-DR3 dan HLA-DR4.12

DM Tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes Melitus

(NIDDM) adalah DM yang paling sering terjadi di masyarakat. Pada pasien DM Tipe 2, terdapat kekurangan insulin relatif (yang tidak terlalu memerlukan insulin eksogen), dikarenakan sekresi insulin oleh beta pankreas mungkin normal, meski lebih sering terdapat keabnormalitasan sekresi insulin, namun organ target insulinlah yang menurun sensitivitasnya terhadap insulin (resistensi insulin).12

Terdapat peran herediter pada DM Tipe 2. Kebanyakan pasien DM tipe 2

adalah overweight – obesitas, yang disebabkan karena herediter, intake

makanan berlebih, dan aktivitas yang sedikit, sehingga ketidakseimbangan antara asupan dengan penggunaan menyebabkan peningkatan glukosa darah. Keadaan ini memaksa sel beta pankreas untuk mensekresi lebih banyak insulin, yang justru lambat laun menjadi down regulation pada reseptor insulin di

jaringan hingga akhirnya menjadi resisten.12

Obesitas memang faktor pemicu DM tipe 2. Namun selain itu, DM tipe 2 juga terjadi akibat adanya disposisi genetik. Beberapa gen yang berperan adalah gen pemicu obesitas dan gen pembuat jaringan tubuh memiliki kecenderungan

dalam penurunan sensitivitas insulin.12

Diabetes dapat terjadi tanpa adanya faktor genetik, namun terdapat faktor lingkungan. Contohnya seperti pankreatitis, peningkatan sekresi hormon


(24)

(stress), progesteron, choriomammotropin (kehamilan), ACTH, hormon

thyroid, glukagon, dan somatostatin.12

2.1.5 Manifestasi Klinis Diabetes

Pada keadaan defisiensi insulin akut, tidak adanya insulin yang berperan dalam metabolisme glukosa menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Akumulasi glukosa darah membuat keadaan menjadi hiperosmolaritas. Karena glukosa sudah tidak tertampung lagi, maka glukosa akan diekskresikan oleh ginjal ke urin. Karena keadaan intravaskular sedang hiperosmolaritas, maka terjadilah yang disebut dengan diuresis osmotik (usaha tubuh untuk menurunkan hiperosmolaritasnya adalah dengan cara mengekskresikan banyak cairan plasma hiperglikemia ke urin, poliuria). Karena banyaknya cairan yang dikeluarkan via urin, maka dehidrasi tidak terhindarkan dan akan muncul rasa

haus pada pasien DM, maka pasien DM akan lebih sering minum (polidipsi).12

Di dalam urin yang diekskresikan, tentunya ada juga elektrolit yang terbuang

seperti natrium (Na+), kalium (K+), fosfat (Pi), dan magnesium. Defisiensi

insulin juga akan menyebabkan peningkatan degradasi protein pada otot dan jaringan lain menjadi asam amino. Peningkatan degradasi otot bersama dengan penurunan kadar elektrolit akan menyebabkan kelemahan otot. Degradasi protein dan lemak, serta poliuria inilah yang akan menyebabkan penurunan

berat badan.12

2.1.6 Yacon (Smallanthus sonchifolius)

Gambar 2.3 Tanaman yacon (kiri : bunga yacon, kanan : akar yacon)


(25)

12

Smallanthus sonchifolius atau yacon termasuk dalam keluarga bunga matahari.

Tanamannya dapat tumbuh setinggi 1,5 – 2,5 m. Akar dari tanaman yacon

digunakan sebagai tempat penyimpanan nutrisinya yang rasanya manis dan

dapat dikonsumsi mentah. Bagian akar tanaman yacon inilah yang secara

tradisional sering digunakan dalam pengobatan.13 Berikut kandungan dari

yacon :

Tabel 2.2 Kandungan nutrisi yacon

(Sumber : Yacon fact sheet http://www.cipotato.org)

Yacon berasal dari dataran tinggi Andean di Argentina Utara. Namun

sekarang telah dikembangkan di negara-negara lain seperti Brazil, Korea,

Czech, Rusia, Taiwan, US, dan Jepang. Yacon dipanen pada awal musim hujan

(bulan September dan November di Argentina).13

Oligofruktosa pada yacon mengandung hanya 1,5 kcal/g sehingga tidak akan

meningkatkan kadar gula darah dan baik untuk dikonsumsi oleh pasien diabetes dan obesitas. Selain itu oligofruktosa ini juga merupakan prebiotik dan serat sehingga dapat mencegah konstipasi. Studi pada hewan

menunjukkan bahwa oligofruktosa yacon meningkatkan absorbsi kalsium,

mengurangi kadar kolesterol, dan meningkatkan sistem imun.13

Yacon juga menunjukkan perbaikan resistensi insulin pada penderita diabetes

mellitus tipe 2.20 Kerja yacon diamati lebih baik pada perbaikan resistensi

insulin hepatic, namun tidak ada efek pada resistensi insulin otot skeletal.20


(26)

penurunan phosphoenolpyruvate carboxykinase1 sebanyak 49% dan

glucose-6-phosphatase sebanyak 64% yang diambil dari jaringan hepar, dimana

keduanya merupakan enzim penting dalam jalur glukoneogenesis.20 Selain itu

juga diamati dari hasil penelitian pada tikus yang diberi yacon, bahwa terjadi

penurunan TRB3 hepar sebanyak 43 %.20 TRB3 adalah protein yang

meningkat pada keadaan resistensi insulin dan berkontribusi pada resistensi

insulin dengan cara menginhibisi aktivasi protein kinase B (PKB). 20 PKB

bekerja dalam metabolisme glukosa.

Pada akar dan daun tanaman yacon, terkandung polifenol yang bersifat sebagai

antioksidan. Ekstrak daun yacon telah menunjukkan hasil pada penurunan

kadar glukosa darah tikus diabetes dan non-diabetes.13

Pada penelitian yang dilakukan Silmara, dkk (2008), pemberian ekstrak yacon

400 mg selama 14 hari terbukti efektif menunjukkan hasil peningkatan berat badan pada hewan diabetes serta menurunkan glukosa darah pada hewan diabetes (59%).14

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa daun tanaman yacon memiliki efek

imunomodulasi, antioksidan, dan sitoprotektor. Selain itu daun tanaman yacon

juga menurunkan GDS dengan cara meningkatkan konsentrasi insulin plasma tikus diabetik. Penjelasan lain tentang penurunan kadar glukosa plasma, yaitu

ditemukannya interferensi pada absorbsi karbohidrat di usus.14

Toksisitas akut dari pemberian yacon yang diadministrasikan secara oral

sangat rendah kejadiannya. Tidak ada kematian maupun efek samping lain

yang diamati hingga dosis 5000 mg/kgBB.14 Perlu diperhatikan bahwa efek

dari pemberian ekstrak pada glukosa darah tikus diobservasi dalam jangka

waktu tertentu, yang menyatakan bahwa substansi aktif yacon membutuhkan

jangka waktu periode tertentu untuk mencapai konsentrasi aktif pada organisme.14

Berikut beberapa kemungkinan mekanisme yang menyebabkan penurunan

konsentrasi GDS14:


(27)

14

 Penurunan hormon yang meningkatkan pelepasan glukosa

 Peningkatan jumlah dan sensitivitas reseptor insulin

 Penurunan dari pelepasan degradasi glikogen

 Peningkatan penggunaan glukosa oleh jaringan dan organ

 Reduksi absorbsi glukosa di intestinal

2.1.7 Streptozotosin

Streptozotosin (STZ) adalah glucosamine nitrosourea yang secara spesifik

menargetkan sel beta pankreas, masuk via Glucose Transporter 2 (GLUT 2)

dan mengalkilasi DNA. DNA yang terserang menginduksi aktivasi

poly-ADP-ribosylation (deplesi dari NAD+ dan ATP selular) dan membentuk

formasi radikal superoksida yang kemudian merusak sel beta.15

Efektivitas STZ bergantung pada kadar ekspresi GLUT 2 yang dipengaruhi oleh usia jenis kelamin, ras, atau spesies. Produk ini tidak boleh digunakan

pada manusia.15

STZ digunakan secara umum untuk menginduksi diabetes pada hewan

eksperimen. Mekanisme dari STZ sebagai sitotoksik glukosa analog pada sel β

pankreas telah dipelajari dan telah dipahami dengan baik.16

Aksi sitotoksik pada keadaan diabetes adalah akibat Reactive Oxygen Species

(ROS). Namun, pada STZ terdapat peran dari siklus redox dengan formasi radikal superoksida. Radikal tersebut akan mengalami dismutasi oleh hidrogen peroksida. Kemudian akan terjadi reaksi fenton yang mengakibatkan

pembentukan High Reactive Hydroxyl Radical.16

STZ masuk ke sel β via GLUT2 dan menyebabkan alkilasi DNA. Kerusakan DNA menginduksi aktivasi poly-ADP-ribosylation, yang akan menyebabkan

deplesi NAD+ selular dan ATP. Peningkatan defosforilasi ATP akibat

pemberian STZ menyebabkan terjadinya pembentukan substrat Xanthine

Oxidase yang kemudian menjadi radikal superoksida. Secara bersamaan juga

terjadi pembentukan hidrogen peroksida dan radikal hidroksil. Lalu, STZ akan membebaskan toksik dari nitrit oksida yang akan menginhibisi aktivitas


(28)

Gambar 2.4 Mekanisme streptozotosin menginduksi keadaan toksik pada sel β pankreas. MIT – mitochondria; XOD – xanthine oxidase

(Sumber : Szkudelski, 2001)

STZ digunakan untuk menginduksi baik itu Insulin Dependent Diabetes

Melitus (IDDM) maupun Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM).

Dosis yang sering digunakan pada tikus dewasa untuk menginduksi DM yaitu antara 40-60 mg/kgBB intraperitoneal, meski dosis lebih dari itu masih dapat digunakan. Sedangkan dosis dibawah 40 mg/kgBB kemungkinan tidak efektif.16

Kerja STZ di sel β adalah mempengaruhi kadar insulin dan glukosa darah. Dua

jam setelah penyuntikkan STZ, diamati bahwa terjadi penurunan dari kadar insulin darah dan terjadinya hiperglikemia. Sekitar enam jam kemudian, terjadilah hipoglikemia dengan tingginya kadar insulin darah. Akhirnya baru


(29)

16

terjadilah hiperglikemia dan penurunan kadar insulin darah. Perubahan dari

kadar glukosa darah tersebut menunjukkan adanya abnormalitas pada sel β.16 STZ mengganggu proses oksidasi glukosa dan menurunkan sintesis dan

sekresi insulin. Diamati juga bahwa STZ awalnya membuat sel β tidak respon

terhadap glukosa, dengan cara STZ masuk ke dalam sel β via GLUT 2 dan

membuat kerusakan pada selnya, seperti yang dijelaskan pada gambar 2.4.16

Kembalinya respon sel β terhadap glukosa secara sementara memang terjadi

namun setelah itu diikuti dengan kerusakan sel secara permanen.16

Penelitian terbaru menyebutkan bahwa cara utama STZ menyebabkan

kematian sel β adalah akibat alkilasi DNA. Aktivitas alkilasi oleh STZ berhubungan dengan nitrosourea (NO). STZ adalah sama dengan mendonor NO secara tidak langsung (NO merupakan molekul yang dibebaskan saat STZ

dimetabolisme di dalam sel β), dan NO telah terbukti menjadi perusak sel islet

pankreas, sifat sitotoksik, pada beberapa eksperimen. Meski pada penelitian-penelitian lain pun menunjukkan bahwa zat yang bersifat sitotoksik tidak

hanya molekul NO ini saja.16

STZ dibuktikan juga menghasilkan Reactive Oxygen Species (ROS) yang juga

berkontribusi dalam fragmentasi DNA dan menyebabkan perubahan berupa beberapa delesi pada sel. Formasi superoksida di mitokondria akan menginhibisi siklus Krebs yang kemudian mengurangi kadar oksigen di sel dan akhirnya sangat membatasi pembentukan ATP yang menyebabkan deplesi

nukleotida di sel β. Restriksi ATP mitokondria parsialnya juga merupakan

aktivitas NO via inhibisi enzim aconitase.16

Defosforilasi ATP meningkatkan suplai dari Xanthine Oxidase yang

menyebabkan peningkatan produksi asam urat, produk akhir dari degradasi

ATP. Xanthine Oxidase tersebut bekerja sebagai pengkatalase reaksi dari

superoxide, yang kemudian menghasilkan hidrogen peroksida dan hidroksil radikal. STZ juga menginduksi kerusakan DNA dengan mengaktivasi ADP-ribosylation, yang kemudian menyebabkan deplesi dari NAD intraselular dan


(30)

2.2 Kerangka Konsep

(-) STZ (Analog

glukosa sitotoksik)

Masuk ke sel β pankreas via GLUT

2 Di metabolisme Menghasilkan NO Inhibisi aconitase Kerusakan DNA sel β

Abnormalitas sel β permanen

Pembentukan ROS

Fragmentasi DNA sel β

Inhibisi

Siklus Krebs Kadar O2⇓

Pembentukan ATP ⇓

Inhibisi sintesis insulin

Sel β tidak respon terhadap

glukosa Gangguan produksi insulin

Kadar insulin darah ⇓

Kadar glukosa darah ⇑

Hiperglikemi a Hiperosmolaritas intravaskular Diuresis Osmotik Poliuria Dehidrasi Diuresis ⇑

Polidipsi Smallanthus sonchifolius Mengandung polifenol Interferensi absorbsi karbohidrat

⇓ Kadar glukosa plasma Uptake glukosa terganggu Degradasi lemak Degradasi protein

BB ⇓ Kadar

Kolesterol Darah ⇑

Aktivasi poly-ADP-ribosylation STZ meng-alkilasi DNA Deplesi NAD+ dan ATP Kerusakan DNA


(31)

18

2.3 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara

Pengukuran

Skala Ukur

1. Glukosa

darah

Glukosa Darah Sewaktu sampel yang dicek tiap

minggu dalam 28 hari

Strip dan Gluko meter

Dari darah

ekor tikus Numerik

2. Berat

Badan

Berat badan sampel yang dicek setiap hari selama 28

hari

Neraca digital

Tikus

ditimbang Numerik

3. Kadar

kolesterol

Kadar kolesterol sampel setelah 28 hari pemberian

ekstrak yacon

Sclavo kit dan Spektro- fotometer

Dari plasma


(32)

19

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah desain eksperimental.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi di Animal House, Laboratorium Biologi, Laboratorium Biokimia, Laboratorium Farmakologi, dan Laboratorium Riset di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Kertamukti No.05, Pisangan, Ciputat 15419, Tangerang Selatan.

Waktu penelitian mulai dari Agustus 2014 hingga Februari 2015.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah menggunakan hewan tikus jantan usia 16 minggu

dari strain Sprague dawley sejumlah 80 ekor. Berat sampel bervariasi dalam rentang

192 – 337 gram. Sampel diperoleh dari IPB. Sampel yang digunakan sebanyak 80

ekor karena dalam kelompok riset kami akan diujikan juga pengaruh ekstrak kayu manis (oleh anggota riset lain selain saya), sehingga jika yang dihitung hanya untuk

eksperimen uji ekstrak yacon saja, jumlah tikus yang digunakan sebagai sampel

adalah 57 ekor tikus (penjelasan lebih lanjut ada di lampiran).

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi empat kelompok sampel yaitu :

(1) Tikus normal = N

(2) Tikus DM = D

(3) Tikus DM + Ekstrak yacon 100 mg/kgBB = D+Ss100

(4) Tikus DM + Ekstrak yacon 300 mg/kgBB = D+Ss300

Pada penelitian menggunakan sampel hewan laboratorium, umumnya untuk memperkirakan jumlah sampel yang akan digunakan pada eksperimen adalah


(33)

20

menggunakan Mead’s Equation. Mead’s Equation dapat memberi perkiraan jumlah

sampel yang sesuai meski standar deviasi antar sampel mungkin sulit untuk

diperkirakan.21

Mead’s Equation Formula adalah sebagai berikut :

E = N – B – T

10 = (N-1) – 0 – (T-1) 10 = (N-1) – 0 – (4-1) 10 = (N-1) – 3 10 = N – 4 N = 14

E = N – B – T

20 = (N-1) – 0 – (T-1) 20 = (N-1) – 0 – (4-1) 20 = (N-1) – 3 20 = N – 4 N = 24

Jumlah sampel antara 14 – 24 ekor tikus. Karena jumlah kelompok nya ada 4 maka

sampel yang digunakan per kelompoknya adalah 4 – 6 ekor.

3.3.1 Kriteria inklusi

Kelompok normal : tikus jantan Sprague dawley dengan GDS < 250 mg/dl

Kelompok diabetes : tikus jantan Sprague dawley dengan GDS > 250 mg/dl

3.3.2 Kriteria eksklusi

Kelompok normal dan DM : mati

Kelompok diabetes : tikus yang gagal dalam induksi streptozotosin setelah 3 kali pengukuran

RUMUS MEAD

E = N – B – T

E : Error Component (10—20)

N : jumlah sampel (dikurangi 1)

B : Blocking Component (dikurangi 1)


(34)

3.4 CARA KERJA PENELITIAN 3.4.1 Persiapan Kandang

Alat dan bahan yang digunakan untuk persiapan kandang adalah sarung tangan, masker, jas lab, kandang plastik 26 buah, sekam secukupnya, kotak makan 26 buah, pakan secukupnya, penutup kandang (kawat), batu pengganjal, botol

minum 52 buah, air keran secukupnya, dan label 26 buah.

Pertama kandang plastik dipersiapkan, kemudian kandang diisi dengan sekam sebagai alasnya. Di dalam kandang harus disediakan kotak makan yang sudah diisi pakan untuk makanan tikus. Tiap kandang harus ditutup dengan penutup kandang yang terbuat dari kawat, lalu ditindih lagi dengan batu agar penutup kandang tidak mudah terbuka. Botol minum yang sudah diisi penuh dengan air keran juga diletakkan di atas kandang untuk minuman tikus. Dan terakhir,

diberikan label di bagian luar kandang mulai dari 1 – 26 untuk mempermudah

penelitian.

3.4.2 Adaptasi Tikus

Tiap kandangnya dapat diisi 3 – 4 tikus. Adaptasi dilakukan di animal house

selama 2 minggu. Selama di periode adaptasi ini, tikus harus dicek makanan dan minumannya. Satu wadah makanan berisi pakan yang dapat mencukupi kebutuhan 3 ekor tikus dalam 1 hari. Untuk minumannya, disediakan 2 botol

penuh yang harus diisi untuk mencukupi kebutuhannya. Sekam diganti 2 – 3

hari sekali agar kotoran maupun urin tikusnya tidak terlalu menumpuk. Lingkungan kandang harus bebas dari polusi baik itu polusi udara maupun polusi suara. Suara yang terlalu bising dapat membuat tikus stres yang nantinya dapat sangat mempengaruhi hasil dari penelitian.

3.4.3 Penyuntikan Streptozotosin (STZ)

Alat dan bahan yang digunakan untuk melakukan penyuntikkan streptozotosin

adalah STZ dosis 55 mg/kgBB, buffer citrate pH 4.5, spuit 1 cc, toples, kapas,


(35)

22

tikus yang akan dibuat diabetes dicek glukosa darah nya dengan glukometer dan dipuasakan selama kurang lebih 4 jam.

Pertama adalah dibuatnya toples bius. Kapas secukupnya dimasukkan kedalam toples. Lalu kapas dibasahi dengan eter secukupnya. Jangan biarkan kapas alkohol terlalu lama terbuka dan terpapar udara, segera tutup toples, karena alkohol mudah menguap.

Kemudian tikus dibius dengan memasukkannya ke dalam toples bius. Biarkan tikus beberapa saat di dalam toples. Jika tikus sudah terlihat lemas, segera keluarkan tikus agar tikus tidak mati. Lalu STZ disuntikkan secara intraperitoneal dengan dosis 55 mg/kgBB. Sukrosa 10% diberikan secara sonde setelah penyuntikkan STZ untuk menghindari hipoglikemia berlebihan.

3.4.4 Proses Ekstraksi Daun Yacon

Alat dan bahan yang digunakan dalam proses ekstraksi daun yacon adalah

daun yacon, blender, alat pengayak, ethanol 70%, hot plate stirer, dan

saringan mikro.

Pertama, daun yacon disiapkan secukupnya. Kemudian daun yacon tersebut

dihaluskan dengan menggunakan blender, dan agar lebih halus lagi dilanjutkan

dengan pengayakan, hingga didapatkan serbuk yacon. Serbuk yacon ini

kemudian di larutkan dalam ethanol 70% dengan perbandingan 10 mg serbuk

yacon dalam 100 ml ethanol 70%. Larutan yacon-ethanol diaduk menggunakan

hot plate stirer selama 5 jam. Setelah itu larutan disaring menggunakan saringan mikro. Kini bentuk dari daun yacon telah berubah menjadi ekstrak yacon cair. Ekstrak yacon cair ini perlu di evaporasi agar didapatkan ekstrak yacon kering dalam bentuk serbuk. Proses evaporasi dilakukan di PAU Institut Pertanian Bogor (IPB).

3.4.5 Pembuatan Ekstrak

Alat dan bahan yang digunakan untuk pembuatan ekstrak adalah yacon

(sediaan serbuk), neraca analitik, kertas perkamen, sendok pengaduk, tabung valcon 2 buah, akuades 300 cc untuk tiap tabungnya, dan vortex.

Kertas perkamen ditaruh di atas timbangan (neraca analitik) terlebih dahulu.


(36)

serbuk diambil dengan menggunakan sendok dan ditaruh diatas kertas perkamen, sampai angka di neraca menunjukkan angka yang dibutuhkan.

Serbuk yacon yang sudah ditimbang dimasukkan ke dalam tabung valcon yang

telah berisi akuades steril sesuai dengan perhitungan. Lalu isi tabung valcon tersebut diaduk sampai rata menggunakan vortex.

Perhitungan pembuatan ekstrak yacon dosis 100 mg :

� � � = � / ��� = ��� � = � � =

Jumlah tikus x BB rata-rata x ketentuan dosis = Jumlah ekstrak

20 tikus x 300 mg x ��

��

=

600 mg

, =

6 � �

� = 6 � � , � = 6

Jadi untuk membuat ekstrak yacon 100 mg/0,1ml/kgBB untuk 20 tikus dengan

rata-rata BB 300 mg, dibutuhkan 600 mg yang dilarutkan dalam 6 ml akuades steril.

Perhitungan pembuatan ekstrak yacon dosis 300 mg :

� � � = 3 � / ��� = 3 ���� = 3 � � = 3 �

Jumlah tikus x BB rata-rata x ketentuan dosis = Jumlah ekstrak

20 tikus x 300 mg x 3 ��

��

=

1800 mg

3 � , =

8 � �

� = 8 � � , 3 � � = 6


(37)

23

Jadi untuk membuat ekstrak yacon 300 mg/0,1ml/kgBB untuk 20 tikus dengan

rata-rata BB 300mg, dibutuhkan 1800 mg yang dilarutkan dalam 6 ml akuades steril.

3.4.6 Pemberian Ekstrak

Alat dan bahan yang digunakan dalam pemberian ekstrak adalah ekstrak yacon

100 mg, ekstrak yacon 300 mg, sarung tangan, sarung tangan tebal, spuit 1 cc

dua buah, dan sonde bengkok.

Ekstrak yacon diberikan satu kali setiap harinya selama 28 hari. Setiap akan

dilakukan pemberian ekstrak, sarung tangan dan sarung tangan tebal harus digunakan kedua-duanya untuk mencegah tercakarnya tangan peneliti akibat tikus yang memberontak. Dengan menggunakan spuit 1 cc dan sonde

bengkok, ekstrak yacon diambil dari tabung valcon. Ekstrak yang diambil

harus disesuaikan dengan berat tikus. Berikut perhitungannya :

Yacoon 100 = 100 mg/kgBB = 100 mg/1000 gramBB = 10 mg/100 gramBB Jadi untuk tikus dengan berat 100 gram dibutuhkan 10 mg yacoon. Karena 100

mg yacon sebanding dengan 0,1 ml, maka untuk tikus dengan BB 100 gram

dibutuhkan 0,01 cc ekstrak yacon.

Contoh : berat tikus 300 gram  ekstrak yang diberikan 0,03 cc

Ekstrak di sonde melalui mulut tikus secara perlahan namun tanpa melukai tikus dan tidak mencekik tikus.

3.4.7 Pengukuran Berat Badan

Alat dan bahan yang digunakan dalam pengukuran berat badan adalah neraca digital, gelas plastik besar, sarung tangan, sarung tangan tebal, kertas koran, dan alat tulis.

Setiap hari hingga hari 28, BB tikus ditimbang dengan menggunakan timbangan (neraca digital) dan bantuan gelas plastik besar (tikus dimasukkan ke dalam gelas plastik agar lebih mudah dilakukan pengukuran). Selama melakukan pengukuran, sarung tangan dan sarung tangan tebal harus digunakan untuk menghindari luka akibat cakaran tikus. Timbangan dialasi


(38)

dengan kertas koran untuk menjaga kebersihan. Angka yang ditunjukkan di neraca merupakan hasil pengukuran beratnya.

3.4.8 Pengukuran Glukosa Darah

Alat dan bahan yang digunakan dalam pengukuran glukosa darah adalah sarung tangan, sarung tangan tebal, silet, swab alkohol, korek api, glukometer merk easy touch, glukostrip, toples bius eter, kertas koran (alas), dan alat tulis.

Pengukuran GDS dilakukan satu kali tiap minggunya selama 28 hari. Selain memakai sarung tangan, sarung tangan tebal juga harus dipakai. Pertama tikus dimasukkan ke dalam toples eter untuk dibius, tunggu beberapa saat sampai tikus terlihat lemas. Kemudian tikus dikeluarkan dan diletakkan di atas alas koran. Karena yang akan digunakan untuk dicek GDSnya adalah darah ekor, maka daerah ekor dibersihkan dengan menggunakan swab alkohol. Lalu ekor tikus digores sedikit darah keluar. Tetesan darah ditempelkan pada glukostrip dan hasil GDSnya dicek dengan glukometer. Bekas goresan dibersihkan dengan swab alkohol lalu ekor sedikit dibakar menggunakan korek api untuk menghentikan perdarahannya.

3.4.9 Pengambilan Sampel Plasma

Alat dan bahan yang digunakan dalam pengambilan sampel plasma adalah spuit 3 cc, tabung EDTA, sentrifuge makro, mikropipet 100, tip biru, tube eppendorf, dan kulkas -80°C.

Sejumlah darah tikus diambil dari vena cava inferior menggunakan spuit 3 cc. Kemudian darahnya dimasukkan ke tabung EDTA. Tabung EDTA selanjutnya dimasukkan ke dalam sentrifuge dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit. Setelah itu, supernatannya diambil dengan menggunakan mikropipet dan dipindahkan ke tube eppendorf. Plasma dapat disimpan didalam kulkas dengan suhu -80°C.


(39)

25

3.4.10 Pengukuran Kolesterol

Alat dan bahan yang digunakan dalam pengukuran kolesterol adalah plasma

10 μL dari tiap sampel, kit kolesterol Sclavo, autoklaf, tabung reaksi 25 buah,

akuades 10 μL, mikropipet 100 dan 10, tip kuning 1 box, tip biru 1 box, kuvet

2 buah, beker glass 1 buah, alat spektrofotometer, dan label.

Pertama plasma 10 μL disiapkan di tube eppendorf dan pastikan alat-alat yang

akan digunakan sudah di autoklaf sebelumnya. Tabung reaksi sebanyak 25 buah disusun berderet dan sudah diberi label (nama sampel) agar tidak tertukar dan memudahkan peneliti. Kolesterol reagent (ada dari kit kolesterol)

dimasukkan ke semua tabung reaksi sebanyak 1000 μL. Kemudian sampel

(plasma) 10 μL dimasukkan ke dalam tabung reaksi, begitu juga dengan kontrol positif (ada dari kit kolesterol) dan blanko (akuades) dengan jumlah

sama, 10 μL. Kemudian tabung reaksi diinkubasi dalam suhu ruangan (37°C)

selama 10 menit.

Setelah inkubasi selesai, campuran sampel + reagent di dalam tabung reaksi dimasukkan ke dalam kuvet menggunakan mikropipet dan dimasukkan ke spektrofotometer. Hal ini juga dilakukan pada campuran kontrol+reagent dan blanko + reagent. Hasil absorbansinya akan terlihat pada spektrofotometer.


(40)

3.5 Alur Penelitian

Hari 0-14

15

15-19

19

19-46

47

Adaptasi tikus

Penyuntikkan STZ

Pemberian Ekstrak pada kelompok D+ Ss100 dan kelompok

D+Ss300

Pengukuran BB Pengukuran GDS

Sacrifice Pengambilan sampel

plasma

Pengukuran Kolesterol Menunggu STZ bereaksi

Cek GDS, pastikan GDS > 250 mg/dL

Di Analisa Statistik Pembagian kelompok tikus


(41)

26

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

Pengambilan data untuk penelitian pada tikus jantan strain Sprague dawley ini

dilakukan dengan menginduksi kelompok tikus D menggunakan STZ yang kemudian

diberi ekstrak yacon dosis 100 mg dan 300 mg. Penelitian ini memiliki dasar dari

penelitian-penelitian sebelumnya yaitu berupa panduan dosis ekstrak yacon yang

efektif, yang tidak efektif, maupun dosis yang belum diujikan.

Data yang diamati adalah berupa BB, GDS, dan kadar kolesterol (dibandingkan juga dengan kontrol negatifnya). Kemudian, pengolahan data dilakukan secara komputerisasi dengan menggunakan aplikasi SPSS versi 16.0.

Uji yang digunakan adalah One Way Anova, sebab penelitian ini merupakan

penelitian analitik kategorik numerik yang membandingkan antar variabel dengan skala pengukuran numerik pada lebih dari dua kelompok yang tidak berpasangan.

Sebelum dilakukannya uji One Way Anova, perlu dilakukan uji normalitas data dan uji

homogenitas data. Jika salah satu dari kedua uji tersebut tidak terpenuhi, maka tidak

bisa dilakukan uji One Way Anova dan dialihkan menjadi uji non-parametric

Kruskal-Wallis.


(42)

29

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Glukosa Darah Sewaktu

Data glukosa darah berikut merupakan hasil dari rata-rata glukosa darah tikus dalam satu kelompok. Dalam satu kelompok terdapat empat ekor tikus, sehingga data yang dilampirkan dibawah ini merupakan hasil dari rata-rata glukosa darah empat ekor tikus. Tabel berikut mencantumkan data rata-rata gula darah seluruh sampel setiap minggunya hingga hari 28.

Tabel 4.1 Rata-Rata Glukosa Darah Pada Seluruh Sampel

GDS Mean±SD (mg/dL)

Sampel Hari 1 Hari 7 Hari 14 Hari 21 Hari 28 N 83.3±10.5 116.8±12 94.3±17.3 117.5±12.6 103.3±7.5 D 481.3±98.2 532.8±91.2 521±102.4 531.5±26.3 600±0 D+Ss100 539.3±36.8 541.5±58.9 416±223.9 490.3±91.4 494.5±71.5 D+Ss300 519±51 556.5±48.7 586.5±15.6 565±30.1 517.5±81

Keterangan : GDS, Gula Darah Sewaktu; SD, Standar Deviasi, N, Kelompok tikus normal (n=4); D, Kelompok tikus diabetes (n=4); D+Ss100, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus

sonchifolius 100 mg/kgBB (n=4); D+Ss300, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus

sonchifolius 300 mg/kgBB (n=4).

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa pemberian streptozotosin efektif dalam meningkatkan glukosa darah pada tikus kelompok diabetes sehingga didapatkan rata-rata gula darah tikus kelompok diabetes >250 mg/dL (sebagai syarat penegakan diagnosis diabetes pada tikus) pada hari 1. Data tersebut merupakan data rata-rata gula darah dari total empat data (empat tikus) yang dijumlahkan dan kemudian di rata-ratakan. Data didapatkan dari hasil pengukuran glukosa darah pada hari 1, hari 7, hari 14, hari 21, dan hari 28. Angka pada standar deviasi merupakan selisih dari rata-rata dengan varians data, yang mengandung arti bahwa semakin besar angka standar deviasi maka data yang dimiliki semakin besar pula variasi datanya.

Perbedaan bermakna rata-rata gula darah kelompok tikus diabetes antara kelompok

tikus diabetes non-terapi Smallanthus sonchifolius dan kelompok tikus diabetes dengan

terapi Smallanthus sonchifolius terlihat pada hari 7, hari 14, hari 21, dan hari 28 untuk


(43)

30

tikus diabetes dengan pemberian Smallanthus sonchifolius dosis 300 mg/kgBB,

didapatkan perbedaan rata-rata gula darah bermakna dengan tikus diabetes non-terapi hanya pada hari 28.

Keterangan : N, Kelompok tikus normal (n=4); D, Kelompok tikus diabetes (n=4); D+Ss100, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius 100 mg/kgBB (n=4); D+Ss300, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius 300 mg/kgBB (n=4).

Grafik 4.1 Rata-Rata Glukosa Darah Hari 28 Pada Seluruh Sampel

Untuk melihat rata-rata perbedaan sampel pada dua kelompok penelitian, dilakukan uji lain yaitu uji T. Namun karena hasil dari uji distribusi data glukosa darah tidak normal

maka digunakan uji statistik nonparametrik yaitu uji Mann Whitney. Hasilnya

menunjukan bahwa terdapat perbedaan rata-rata kadar glukosa darah hari ke 28 yang

signifikan pada kelompok sampel N dan D (p value = 0,014), kelompok sampel N dan

D+Ss100 (p value = 0,021), kelompok sampel N dan D+Ss300 (p value = 0,021),

kelompok sampel D dan D+Ss100 (p value = 0,047), dan kelompok sampel D dan

D+Ss300 (p value = 0,047). Sementara itu, tidak terdapat perbedaan rata-rata kadar

glukosa darah hari ke 28 yang signifikan antara kelompok sampel D+Ss100 dan

D+Ss300 (p value = 0,663).

p=0.663 p=0.014* p=0.047*

p=0.021*

0 100 200 300 400 500 600

N D D+Ss 100 mg D+Ss 300 mg

G

DS

(m

g

/dl

)

Kelompok Sampel

N D D + Ss100 D + Ss300 p=0.021*


(44)

Selanjutnya dilakukan perhitungan statistik menggunakan uji One Way Anova untuk mengetahui signifikasi perbedaan antar kelompok dalam pengujian kadar gula darah ini. Uji distribusi data dan uji homogenitas yang memenuhi merupakan syarat

diperbolehkannya dilakukan uji One Way Anova. Namun karena hasil dari uji distribusi

data normal namun varians tidak homogen, maka perhitungan statistik tidak bisa

menggunakan uji One Way Anova dan dilanjutkan menggunakan uji non-parametric

yaitu uji Kruskal-Wallis.

Berikut uji statistik menggunakan uji Kruskal-Wallis:

Tabel 4.2 Hasil Analisa Data Rata-Rata Glukosa Darah Pada Seluruh Sampel

Kategori Kelompok Mean±SD (mg/dl) p-value

Glukosa darah N 103.04±14.46

D 533.3±52 0.015 D+Ss100

D+Ss300

496.3±45.2 548.9±31.4

Keterangan : Mean Rank, rata-rata; N, Kelompok tikus normal (n=4); D, Kelompok tikus diabetes (n=4); D+Ss100, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius 100 mg/kgBB (n=4); D+Ss300, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius 300 mg/kgBB (n=4).

Dari tabel hasil analisa data statistik menggunakan uji Kruskal Wallis pada rata-rata kadar gula darah sewaktu setiap kelompok penelitian selama 28 hari didapatkan hasil seperti pada tabel 4.2. Nilai p-value 0.015 (p<0.05) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada rata-rata kadar gula darah antar kelompoknya. Hal ini terjadi

mungkin akibat dari efek pemberian ekstrak daun yacon yang bersifat anti-diabetik,

penurun glukosa darah.

Pada studi sebelumnya yang dilakukan oleh Candra,dkk (2013), pemberian ekstrak

daun yacon dengan dosis 300 mg/kgBB/hari selama 14 hari memiliki perbedaan


(45)

32

0 20 40 60 80 100 120 140

N D D+Ss 100 mg D+Ss 300 mg

B

B

(

%g)

4.2 Berat Badan

Data berat badan yang digunakan adalah rata-rata dari berat badan suatu kelompok uji (n=4). Untuk satu kelompok terdapat 28 data dikarenakan data berat badan diambil tiap harinya dalam periode 28 hari.

Tabel berikut mencantumkan data rata-rata dan selisih persentase berat badan seluruh sampel hari 1 dengan rata-rata selama 28 hari :

Tabel 4.3 Rata-rata Berat Badan Pada Seluruh Sampel

Kelompok BB Hari 1±SD

(gram)

Rata-rata 28 Hari ±SD Persentase Rata-rata 28 Hari

(gram) dibandingkan Hari 1 (%)

N 267±40 289.8±37.2 108.5 (naik)

D 223.75±14.25 204.1±24.8 91.2 (turun)

D+Ss100 228.5±15.5 216.7±11.3 94.8 (turun)

D+Ss300 231.3±37.25 205.1±28.9 88.6 (turun)

Keterangan : N, Kelompok tikus normal (n=4); D, Kelompok tikus diabetes (n=4); D+Ss100, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius 100 mg/kgBB (n=4); D+Ss300, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius 300 mg/kgBB (n=4).

Keterangan : N, Kelompok tikus normal (n=4); D, Kelompok tikus diabetes (n=4); D+Ss100, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius 100 mg/kgBB (n=4); D+Ss300, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius 300 mg/kgBB (n=4).

Grafik 4.2 Rata-rata Persentase Berat Badan Hari 28 Pada Seluruh Sampel

p=0.001*

p=0.002* p=0.005*

N D D + Ss100 D + Ss300 p=0.211

Kelompok Sampel

p=0.405 p=0.939


(46)

Untuk melihat rata-rata perbedaan sampel pada dua kelompok penelitian, dilakukan uji lain yaitu uji T. Karena hasil dari uji distribusi data berat badan normal maka digunakan

uji statistik parametric T-Independent. Hasilnya menunjukan bahwa terdapat perbedaan

rata-rata persentase berat badan hari ke 28 yang signifikan pada kelompok sampel N

dan D (p value = 0,001), kelompok sampel N dan D+Ss100 (p value = 0,002),

kelompok sampel N dan D+Ss300 (p value = 0,005). Sementara itu tidak terdapat

perbedaan rata-rata persentase berat badan yang signifikan pada kelompok sampel D

dan D+Ss100 (p value = 0,211), kelompok sampel D dan D+Ss300 (p value = 0,939),

dan kelompok sampel D+Ss100 dan D+Ss300 (p value = 0,405).

Selanjutnya dilakukan perhitungan statistik menggunakan uji One Way Anova untuk

mengetahui signifikasi perbedaan antar kelompok dalam pengujian kadar gula darah ini. Uji distribusi data dan uji homogenitas yang memenuhi merupakan syarat

diperbolehkannya dilakukan uji One Way Anova.

Dari hasil uji distribusi dan uji normalitas, didapatkan data normal. Dari hasil uji homogenitas, didapatkan varians homogen (p>0.05), maka perhitungan statistik adalah

menggunakan uji One Way Anova.

Berikut uji statistik menggunakan uji One Way Anova :

Tabel 4.4 Hasil Analisa Data Rata-Rata Berat Badan Pada Seluruh Sampel

Kelompok Mean±SD(%g) Homogenitas Anova p-value

N 108.5±4.8

0.743 0.000 D 91.1±3.5

D+Ss100 D+Ss300

94.8±3.2 89.3±6.3

Keterangan : BB, Berat Badan; Mean, Rata-rata; SD, Standar Deviasi; N, Kelompok tikus normal (n=4); D, Kelompok tikus diabetes (n=4); D+Ss100, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak

Smallanthus sonchifolius 100 mg/kgBB (n=4); D+Ss300, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak

Smallanthus sonchifolius 300 mg/kgBB (n=4).

Dari hasil analisa data berat badan setiap kelompok penelitian menggunakan uji One

Way Anova, didapatkan bahwa p-value nya 0.000 (p<0.05) yang menunjukkan bahwa


(47)

34

kelompok nya. Untuk mengetahui kelompok mana saja yang memiliki perbedaan

bermakna maka analisa dilanjutkan dengan menggunakan uji post-hoc.

Hasil dari uji post-hoc menunjukkan bahwa kelompok yang memiliki perbedaan

bermakna pada data rata-rata persentase berat badannya adalah kelompok N dengan kelompok D, lalu kelompok N dengan kelompok D+Ss100, dan kelompok N dengan kelompok D+Ss300.

Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Candra, dkk (2013) didapatkan hasil

bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna (p≥0.05) pada berat badan tiap kelompoknya,

baik itu kelompok normal, kelompok diabetes, dan kelompok diabetes dengan terapi

yacon dengan dosis 300 mg/kgBB selama 14 hari.18 Hal ini dapat terjadi mungkin


(48)

4.3 Kadar Kolesterol

Data kadar kolesterol diambil setelah hari 28 perlakuan pada setiap kelompok sampel. Data yang dicantumkan di tabel berikut merupakan data rata-rata kadar kolesterol tikus dalam tiap kelompoknya (n=4):

Tabel 4.5 Rata-Rata Kadar Kolesterol pada Seluruh Sampel

Sampel Mean±SD (mg/dl) N 109,9 ± 39,9 D 272,6 ± 97,6 D+Ss100 188,7 ± 162,7 D+Ss300 126,2 ± 102,8

Keterangan : Mean, Rata-rata; SD, Standar Deviasi; N, Kelompok tikus normal (n=3); D, Kelompok tikus diabetes (n=4); D+Ss100, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius

100 mg/kgBB (n=4); D+Ss300, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius

300 mg/kgBB (n=4).

Keterangan : N, Kelompok tikus normal (n=3); D, Kelompok tikus diabetes (n=4); D+Ss100, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius 100 mg/kgBB (n=4); D+Ss300, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius 300 mg/kgBB (n=4).

Grafik 4.3 Rata-Rata Kadar Kolesterol pada Seluruh Sampel

0.0 50.0 100.0 150.0 200.0 250.0 300.0 350.0

N D D+Ss100 D+Ss300

K

o

leste

ro

l

(m

g

/dL

)

Kelompok Sampel

p=0.724

p=0.083 p=0.724

p=0.386 p=0.248


(49)

36

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa rata-rata kadar kolesterol pada kelompok tikus diabetes memiliki angka tertinggi (272,6 mg/dL) dibandingkan kelompok yang

lain. Pada kelompok tikus diabetes dengan terapi yacon 300 mg/kgBB, angka rata-rata

kadar kolesterol lebih rendah (126,2 mg/dL) bila dibandingkan dengan kelompok tikus

diabetes dengan terapi yacon 100 mg/kgBB (188,7 mg/dL). Hal tersebut dapat terlihat

lebih jelas pada grafik 4.3.

Untuk melihat rata-rata perbedaan sampel pada dua kelompok penelitian, dilakukan uji lain yaitu uji T. Namun karena hasil dari uji distribusi data kadar kolesterol tidak

normal maka digunakan uji statistik nonparametrik yaitu uji Mann Whitney. Hasilnya

menunjukan bahwa terdapat perbedaan rata-rata kadar kolesterol yang signifikan pada

kelompok sampel N dan D (p value = 0,034). Sedangkan tidak terdapat perbedaan

rata-rata kadar kolesterol yang signifikan pada kelompok sampel N dan D+Ss100 (p value =

0,724), kelompok sampel N dan D+Ss300 (p value = 0,724), kelompok sampel D dan

D+Ss100 (p value = 0,248), kelompok sampel D dan D+Ss300 (p value = 0,083), dan

kelompok sampel D+Ss100 dan D+Ss300 (p value = 0,386).

Selanjutnya dilakukan perhitungan statistik menggunakan uji One Way Anova untuk

mengetahui signifikasi perbedaan antar kelompok dalam pengujian kadar gula darah ini. Uji distribusi data dan uji homogenitas yang memenuhi merupakan syarat

diperbolehkannya dilakukan uji One Way Anova. Namun karena hasil dari uji distribusi

data tidak normal (p ≥ 0.05), maka perhitungan statistik tidak bisa menggunakan uji

One Way Anova dan dilanjutkan menggunakan uji non-parametric yaitu uji

Kruskal-Wallis.

Berikut uji statistik menggunakan uji Kruskal-Wallis :

Tabel 4.6 Hasil Analisa Data Rata-rata Kadar Kolesterol Pada Seluruh Sampel

Kelompok Mean±SD (mg/dl) p-value

N 109.9±39.9

D 272.6±97.6 0,168 D+Ss100

D+Ss300

188.6±162.7 126±102.8

Keterangan : Mean, Rata-rata; SD, Standar Deviasi; N, Kelompok tikus normal (n=4); D, Kelompok tikus diabetes (n=4); D+Ss100, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius

100 mg/kgBB (n=4); D+Ss300, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius


(50)

Dari hasil analisa data statistik uji Kruskal-Wallis mengenai rata-rata kadar kolesterol setiap kelompok penelitian, didapatkan bahwa hasilnya tidak ada perbedaan yang

signifikan (p≥0.05), karena p-value yang didapat adalah 0.168. Hal ini menunjukkan

bahwa pemberian ekstrak yacon dengan dosis 100 mg/kgBB dan dosis 300 mg/kgBB

tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kadar kolesterol tikus diabetes, dilihat dari tidak terlalu jauh perbedaan kadar kolesterolnya dengan kontrol negatifnya (kelompok N) juga kontrol positifnya (kelompok D).

Sedangkan dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, didapatkan bahwa

pemberian ekstrak yacon dengan dosis 140 mg/kgBB pada pasien diabetes wanita usia

30-44 tahun yang disertai dengan obesitas setiap harinya selama 120 hari mampu menurunkan berat badan disertai dengan perbaikan kadar kolesterol total secara

signifikan menurut statistik (p<0.05).17 Perbedaan ini mungkin dapat terjadi akibat dari

perbedaan jumlah sampel, lama waktu pemberian, perbedaan dosis, dan perbedaan populasi sampel.


(51)

38

4.4 Keterbatasan Penelitian

Berikut merupakan keterbatasan penelitian yang merupakan hambatan yang terjadi selama penelitian berlangsung,

1. Tikus tidak diawasi 24 jam penuh, maka tinggi resiko terjadinya hal-hal yang tidak

diinginkan.

2. Referensi mengenai penelitian efek ekstrak yacon masih sedikit di Indonesia.

3. Terdapat bising dari lingkungan sekitar lokasi penelitian.


(52)

39

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

5.1 Terdapat perbedaan hasil yang signifikan (p: 0.015) pada pengukuran kadar

glukosa darah kelompok tikus diabetes dengan pemberian ekstrak yacon jika

dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Hasil pengukuran glukosa darah kelompok terapi yacon dosis 100 mg/kgBB

tampak lebih baik jika dibandingkan dengan terapi yacon dosis 300 mg/kgBB,

sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak yacon terutama pada

dosis 100 mg/kgBB berperan dalam pencegahan peningkatan kadar glukosa darah.

5.2 Terdapat perbedaan hasil yang signifikan (p: 0.000) pada pengukuran berat

badan kelompok tikus diabetes dengan pemberian ekstrak yacon jika

dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Hasil pengukuran berat badan menunjukkan bahwa penurunan berat badan

lebih sedikit terdapat pada kelompok terapi yacon dosis 100 mg/kgBB

dibandingkan dengan kelompok terapi yacon dosis 300 mg/kgBB, sehingga

dapat disimpulkan bahwa bahwa pemberian ekstrak yacon terutama pada dosis

100 mg/kgBB berperan lebih jauh dalam melindungi kehilangan berat badan.

5.3 Tidak terdapat perbedaan hasil yang signifikan (p: 0.168) pada pengukuran

kadar kolesterol kelompok tikus diabetes dengan pemberian ekstrak yacon

jika dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Meskipun dalam penilaian statistik didapatkan hasil yang tidak signifikan,

namun jika dilihat dari angka nya saja, kelompok terapi yacon dosis 300

mg/kgBB memiliki kadar kolesterol yang lebih rendah dibandingkan

kelompok terapi yacon dosis 100 mg/kgBB dan kelompok non-terapi.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan penelitian selanjutnya mengenai topik ini dengan jumlah sampel yang lebih besar.


(1)

2. Uji ANOVA

Descriptives

persen_BB_28hr

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

Diabetes 4 91.1607 3.54138 1.77069 85.5256 96.7958 88.54 96.17

Normal 4 1.0854E2 4.86445 2.43223 100.7953 116.2761 105.21 115.77

Yacon 100 4 94.8616 3.28109 1.64054 89.6407 100.0826 91.91 99.12

Yacon 300 4 89.3161 6.31349 3.15674 79.2699 99.3622 80.92 96.10

Total 16 95.9685 8.81895 2.20474 91.2692 100.6678 80.92 115.77

ANOVA

persen_BB_28hr

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 906.119 3 302.040 13.914 .000

Within Groups 260.490 12 21.707

Total 1166.609 15

Multiple Comparisons

persen_BB_28hr Bonferroni

(I)

No_sampel (J)

No_sampel

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

Diabetes Normal -17.37500* 3.29450 .001 -27.7615 -6.9885

Yacon 100 -3.70089 3.29450 1.000 -14.0874 6.6856

Yacon 300 1.84464 3.29450 1.000 -8.5419 12.2312

Normal Diabetes 17.37500* 3.29450 .001 6.9885 27.7615

Yacon 100 13.67411* 3.29450 .008 3.2876 24.0606

Yacon 300 19.21964* 3.29450 .000 8.8331 29.6062

Yacon 100 Diabetes 3.70089 3.29450 1.000 -6.6856 14.0874

Normal -13.67411* 3.29450 .008 -24.0606 -3.2876

Yacon 300 5.54554 3.29450 .709 -4.8410 15.9321

Yacon 300 Diabetes -1.84464 3.29450 1.000 -12.2312 8.5419

Normal -19.21964* 3.29450 .000 -29.6062 -8.8331

Yacon 100 -5.54554 3.29450 .709 -15.9321 4.8410


(2)

3. Uji Kruskal Wallis a. Glukosa Darah

Kruskal-Wallis Test Ranks

No_sampel N Mean Rank

rata_GDS_28hr Diabetes 4 11.50

Normal 4 2.50

Yacon 100 4 7.75

Yacon 300 4 12.25

Total 16

Test Statisticsa,b

rata_GDS_28hr

Chi-Square 10.522

df 3

Asymp. Sig. .015

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: No_sampel

b. Kolesterol

Kruskal-Wallis Test Ranks

No_sampel N Mean Rank

Kolesterol Diabetes 4 12.00

Normal 3 6.00

Yacon 100 4 8.00

Yacon 300 4 5.50

Total 15

Test Statisticsa,b

Kolesterol

Chi-Square 5.050

df 3

Asymp. Sig. .168

a. Kruskal Wallis Test


(3)

LAMPIRAN 7 Grafik Trend 1. Glukosa Darah

Keterangan : GDS, Gula Darah Sewaktu; N, Kelompok tikus normal (n=4); D, Kelompok tikus diabetes (n=4); D+Ss100, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius 100 mg/kgBB (n=4); D+Ss300, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius 300 mg/kgBB (n=4).

Grafik 7.1 Rata-Rata Glukosa Darah Pada Seluruh Sampel

Grafik 7.1 memperlihatkan keseluruhan data gula darah kelompok tikus penelitian. Dapat dilihat bahwa kadar gula darah pada sampel normal berada jauh di bawah kadar gula darah sampel diabetes (baik itu dengan terapi dan non-terapi). Selain itu, dapat dilihat bahwa kelompok tikus yang di induksi dengan streptozotosin memiliki kadar gula darah >250 mg/dL, yaitu sebesar 481,25 mg/dl (D), 539,25 mg/dl (D +Ss100), dan 519 mg/dl (D+Ss300) pada hari 1. Dengan pemberian terapi yacon 100 mg/kgBB dan yacon 300 mg/kgBB dapat terlihat adanya penurunan kadar glukosa darah pada sampel yang mendapat perlakuan terapi.

Untuk kelompok tikus diabetes, atau dapat juga disebut kontrol negatif, tidak diberikan terapi ekstrak yacon. Sehingga dapat dilihat data rata-rata gula darah tikus diabetes terus mengalami peningkatan dari hari 1, hari 7, hari 14, hari 21, hingga hari 28. Peningkatan gula darah bukanlah keadaan yang baik pada keadaan diabetes, justru menandakan keadaan yang buruk yaitu kadar gula

0 100 200 300 400 500 600 700

Hari 1 Hari 7 Hari 14 Hari 21 Hari 28

G

DS

(m

g

/dL

)

Kelompok Sampel


(4)

darah tak terkontrol. Pada grafik diatas dapat dilihat bahkan didapatkan rata-rata gula darah tikus diabetes pada hari 28 mencapai 600 mg/dL, yang merupakan batas atas glukometer yang digunakan dalam penelitian.

Berdasarkan grafik 7.1 juga dapat dilihat bahwa rata-rata kadar gula darah pada kelompok sampel diabetes dengan pemberian terapi ekstrak yacon dari hari 1, hari 7, hari 14, hari 21, hingga hari 28 mengalami fluktuasi. Bila rata-rata kadar gula darah hari 1 dibandingkan dengan hari 28 maka dapat dilihat bahwa terjadi penurunan kadar gula darah pada sampel tersebut. Penurunan cukup berarti terjadi pada pengukuran di hari ke-14 (D+Ss100). Sedangkan pada data dari kelompok D+Ss300, justru terlihat adanya kenaikan kadar gula darah pada pengukuran hari 7 dan hari 14, yang kemudian kembali menurun di hari 21 dan hari 28.

2. Berat Badan

Keterangan : BB (% g), Berat Badan gram dalam persentase; N, Kelompok tikus normal (n=4); D, Kelompok tikus diabetes (n=4); D+Ss100, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius 100 mg/kgBB (n=4); D+Ss300, Kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak Smallanthus sonchifolius 300 mg/kgBB (n=4).

Grafik 7.2 Rata-Rata Persentase Berat Badan Pada Seluruh Sampel

Data pada grafik 7.2 merupakan data persentase rata-rata berat badan kelompok tikus, yaitu dari total empat data (dari empat tikus) dijumlahkan dan di rata-ratakan,

0 20 40 60 80 100 120 140

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28

B

B

(

%

g

)

Hari


(5)

kemudian diubah menjadi persen. Data hari 1 merupakan data patokan sehingga data hari ke-1 dijadikan 100%. Data didapatkan dari hasil pengukuran BB setiap hari mulai hari 1 hingga hari 28.

Grafik 7.2 memperlihatkan keseluruhan data persentase rata-rata berat badan kelompok tikus penelitian. Dapat dilihat bahwa persentase rata-rata berat badan pada kelompok normal cenderung mengalami peningkatan, sedangkan pada persentase rata-rata berat badan kelompok diabetes cenderung mengalami penurunan (baik itu dengan terapi maupun non-terapi).

Meski dari kedua grafik terapi (yacon 100 mg/kgBB dan yacon 300 mg/kgBB) diketahui terdapat kecenderungan mengalami penurunan, pada hari 10 di grafik persentase rata-rata kelompok diabetes dengan terapi yacon 100 mg/kgBB didapatkan mengalami kenaikan sebesar 6,3%. Meski kemudian mengalami penurunan kembali hingga hari terkahir pengukuran.

Bila kurva grafik persentase rata-rata berat badan tikus seluruhnya dibandingkan, yang menduduki peringkat pertama berat badan terberat (dilihat pada hasil pengukuran hari 28) adalah kelompok normal, diikuti oleh kelompok diabetes dengan terapi yacon 100 mg/kgBB, lalu kelompok diabetes tanpa terapi, dan yang terakhir adalah kelompok diabetes dengan terapi yacon 300 mg/kgBB.


(6)

LAMPIRAN 8 Tentang penulis

IDENTITAS DIRI

Nama : Myra Patricia

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 21 tahun

Tanggal Lahir : 14 April 1994 Gol. Darah : O

Agama : Islam

Kebangsaan : Indonesia

No. Telepon : 08961007094 / 085813802040

Alamat : Bumi Lestari H 13 no. 19 Tambun, Bekasi, Jawa Barat Email address : myrapatricia44@gmail.com

Riwayat Pendidikan

 Elementary School : SD Al-Muslim, Year 1997—2005

 Junior High School : SMP 1 Tambun Selatan, Year 2005—2008

 Senior High School : SMA 1 Tambun Selatan, Year 2008—2011


Dokumen yang terkait

Pengaruh Ekstrak Daun Yakon (Smallanthus sonchifolia) terhadap Berat Badan, Glukosa Darah, serta Kadar Kolesterol Tikus Diabetes strain Sprague dawley yang Diinduksi dengan Aloksan. 2014

0 7 63

Efek Ekstrak Daun Insulin (Smallanthus sonchifolia) Terhadap Kadar Glukosa Darah, Berat Badan, dan Kadar Trigliserida pada Tikus Diabetes strain Sprague dawley yang Diinduksi Aloksan. 2014.

0 15 61

Efek Ekstrak Daun Yakon “Smallanthus Sonchifolius” terhadap Kadar Glukosa Darah, Berat Badan dan Berat Organ Pankreas, Ginjal, dan Jantung pada Tikus Jantan Strain Sprague dawley yang Diinduksi Aloksan. 2014

0 16 51

Efek Ekstrak Daun Yakon “Smallanthus Sonchifolius” terhadap Kadar Glukosa Darah, Berat Badan dan Berat Organ Pankreas, Ginjal, dan Jantung pada Tikus Jantan Strain Sprague dawley yang Diinduksi Aloksan. 2014.

0 9 51

Efek Ekstrak Daun Insulin (Smallanthus sonchifolius) terhadap Kadar Glukosa Darah, Berat Badan, dan Kadar High Density Lipoprotein (HDL) pada Tikus yang Diinduksi Streptozotosin. 2015

0 17 87

Efek Ekstrak Daun Insulin (Smallanthus sonchifolius) Terhadap Kadar Glukosa Darah, Berat Badan, dan Low Density Lipoprotein pada Tikus yang Diinduksi Streptozotosin. 2015

1 18 71

Efek Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum cassia) Terhadap Kadar Glukosa Darah, Berat Badan dan Low Density Lipoprotein (LDL) pada Tikus yang Diinduksi Streptozotosin. 2015

0 6 72

Efek Ekstrak Kulit Kayu Manis (Cinnamomum cassia) terhadap Glukosa Darah, Berat Badan, dan Kolestrol Tikus yang Diinduksi Streptozotosin(STZ)

1 15 66

Efek Ekstrak Daun Insulin (Smallanthus sonchifolius) Terhadap Kadar Glukosa Darah, Berat Badan, dan Low Density Lipoprotein pada Tikus yang Diinduksi Streptozotosin. 2015

0 17 71

Efek Ekstrak Daun Insulin (Smallanthus sonchifolia) Terhadap Kadar Glukosa Darah, Berat Badan, dan Kadar Trigliserida pada Tikus Diabetes strain Sprague dawley yang Diinduksi Aloksan. 2014

0 3 61