Perumusan Masalah Policy Analysis for Marine Tourism Development (Case of Tagalaya dan Kumo Islands in North Halmahera District of North Moluccas Province)

Bagi negara berkembang yang memiliki daya tarik pariwisata berupa atraksi sumberdaya alam, umumnya mengandalkan kegiatan pariwisata ini sebagai sektor pendorong pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu persaingan dalam memperoleh para wisata dunia menjadi sangat kompetitif. Strategi yang dapat diterapkan dalam memenangkan persaingan ini adalah dengan memanfaatkan keunggulan kompetitif daya tarik wisata yang dimiliki. Daya tarik tersebut dapat berupa nilai historis, nilai budaya atau tradisi, wisata petualangan dan keindahan alam Dahuri 1993.

2.2 Pengembangan Wisata Bahari Berkelanjutan

Pengelolahan sumberdaya pesisir sebagaimana bentuk-bentuk pengelolahan lainnya seperti pengembangan masyarakat tidak lepas dari kebijakan pemerintah setempat maupun pemerintah pusat dalam konteks makro. Kebijakan pemerintah memegang peranan penting setidaknya dalam kontribusinya sebagai pihak yang mengeluarkan peraturan dan perundang-undangan yang relevan dengan obyek pengelolaan. Pengelolaan wilayah pesisir khususnya untuk pariwisata tidak terlepas dari pemanfaatkan sumberdaya alam untuk pembangunan.dimana pemanfaatan sumberdaya alam untuk pembangunan haruslah memperhatikan: tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh, dan memperhitungkan Generasi yang akan datang Reksohadiprodjo et al. 1992. Dalam pengelolaan wilayah pesisir untuk pariwisata bahari, kegiatan pembangunannya akan tetap berkelanjutan jika memenuhi tiga prasyarat dan daya dukung lingkungan yang ada. Pertama, bahwa kegiatan pariwisata harus ditempatkan pada lokasi yang secara biofisik ekologis sesuai persyaratan yang dibutuhkan untuk kegiatan ini. Selain itu penempatan kegiatan pariwisata bahari sedapat mungkin dihindari dari lokasi-lokasi yang sudah intensifpadat tingkat industrilisasinya. Kedua, jumlah limbah dari kegiatan pariwisata itu sendiri dan kegiatan lain yang dibuang kedalam lingkungan pesisirlaut hendaknya tidak melebihi kapasitas asimilasi – kemampuan suatu sistem lingkungan dalam menerima limbah tanpa terjadi indikasi pencemaran lingkungan. Ketiga , bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya alam yang dapat pulih hendaknya tidak melebihi kemampuan pulih sumberdaya tersebut dalam kurun waktu tertentu Dahuri 1993. Pencapaian pembangunan kawasan pesisir dan lautan secara optimal dan berkelanjutan hanya dapat diilakukan melalui pengelolahan wilayah pesisir dan laut secara terpadu, yang didasarkan pada empat pokok alasan: 1 Terdapatnya keterkaitan ekologis baik antara ekosistem di dalam kawasan pesisir maupun antara kawasan pesisir dengan lahan atas dan laut lepas. 2 Terdapatnya lebih dari dua macam sumberdaya alam dan lingkungan yang dapat dikembangkan untuk kepentingan pembangunan. 3 Terdapat lebih dari satu kelompok masyarakat yang memiliki ketrampilan,keahlian,kesenangan, dan bidang pekerjaan secara berbeda. 4 Secara ekologis dan ekonomis, pemanfaatan secara monokultur sangat rentan terhadap pertumbuhan internal dan eksternal yang menjurus kegagalan usaha. Low Choy dan Heillbronn 1995, merumuskan lima faktor batasan yang mendasar dalam penentuan prinsip utama ekowisata, yaitu : 1 Lingkungan; ecotourism bertumpu pada lingkungan alam, budaya yang relative belum tercemar atau terganggu 2 Masyarakat; ekotourism harus memberikan manfaat ekologi, social dan ekonomi langsung kepada masyarakat. 3 Pendidikan dan Pengalaman; Ekotourism harus dapat meningkatkan pemahaman akan lingkungan alam dan budaya dengan adanya pengalaman yang dimiliki 4 Berkelanjutan; Ekotourism dapat memberikan sumbangan positip bagi keberlanjutan ekologi lingkungan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pengelolaan terpadu dimaksudkan untuk mengkordinasikan dan mengarahkan aktivitas dari dua atau lebih sektor. Keterpaduan juga diartikan sebagai koordinasi antara tahapan pembangunan di wilayah pesisir dan lautan yang meliputi pengumpulan dan analis data, perencanaan, implementasi dan pengawasan Dahuri et al. 2001.