Perumusan alternatif strategi kebijakan wisata bahari Pemilihan alternatif strategi kebijakan wisata bahari

masyarakat pelaku usaha. Masyarakat ini yang menikmati langsung dari kegiatan wisata bahari, keterlibatan mereka pada saat tingkat kunjungan wisatawan banyak seperti: menjual makanan, penarikan uang kebersiahan dan menjadi taxi perahu. Pihak yang berperan urutan terakhir adalah tokoh masyarakat, pihak ini tidak berperan langsung dalam kegiatan wisata bahari tetapi lebih terbatas pada memberikan pembinaan dilingkungan kaum bapak dan kaum muda agar kegiatan wisata tersebut dapat berjalan dengan baik dan tidak merusak lingkungan serta tidak mengganggu kehidupan masyarakat pulau. Gambar 6 Hirarki model strategi pengembangan wisata bahari di Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo. FOKUSTUJUAN Alternatif Pengembangan Wisata Bahari di Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo AKTOR MASYARAKAT PELAKU USAHA PENGUNJUNG PEMERINTAH DAERAH TOKOH MASYARAKAT KRITERIA BIOLOGI EKONOMI SOSIAL INFRASTRUKTUR ALTERNATIF PENGEMBANGAN Pengelolaan wisata bahari berbasis masyarakat Pemanfaatan teknologi informasi Peningkatan akses transportasi, prasarana dan sarana Peningkatan pembinaan dan pelatihan Peningkatan stabilitas keamanan wilayah Pembagian zonasi pemanfaatan perikanan dan pariwisata Peningkatan kerjasama antar sektor KEBIJAKAN 46 Hasil analisis AHP secara keseluruhan sercara keseluruhan dengan kriteria Bilologi BIO, Infrastruktur INF, Ekonomi EKO, Sosial SOS dan kebijakan KBJ diperoleh skala prioritas strategi kebijakan sebagai berikut: 1 Peningkatan infrastruktur wisata bahari prioritas ke-1. 2 Pengelolaan wisata bahari berbasis masyarakat prioritas ke-2. 3 Promosi dan publikasi objek wisata prioritas ke-3. 4 Peningkatkan kerjasama antar sektor terkait prioritas ke-4. 5 Pembinaan dan pelatihan wisata bahari prioritas ke-5. 6 Peningkatan stabilitas keamanan wilayah prioritas ke-6. 7 Pembagian zonasi pemanfaatan perikanan dan pariwisata prioritas ke-7. Gambar 7 Prioritas strategi pengembangan wisata bahari Pulau Tagala dan Kumo di Kabupaten Halmahera. 1 Peningkatan infrastruktur wisata bahari Infrastruktur seperti akses transportasi dan sarana prasaran penunjang merupakan urat nadi dari kegiatan parawisata. Ketersediaan dari infratruktur tersebut sangat mempengaruhi berkembangnya kegiatan wisata bahari di suatu daerah. Oleh karena itu, peningkatan infrastruktur wisata bahari merupakan prioritas utama dalam pengembangan wisata bahari Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo di Halmahera Utara. Alternatif kebijakan ini merupakan solusi terhadap masalah kurang minatnya wisatawan datang ke Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo. Oleh karena itu, pemerintah daerah serius mendukung wisata bahari sebagaimana tertuang dalan rencana strategis tahun 2009 perlu segera dilakukannya pembangunan fisik seperti kampung wisatawan, homestay, kios wisata, restoran, pusat budaya adat, wahana kegiatan pariwisata diving center, selancar, dan kanoing. Dengan terbangunnya sarana dan prasarana wisata bahari diharapkan akan meningkatkan daya tarik wisata untuk datang ke pulau-pulau ini. Selain itu, pembangunan infrastruktur wisata bahari akan menyerap tenaga kerja bagi masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat kawasan pulau. Penyediaan akses transportasi, seyogyanya pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta untuk menyediakan tranportasi laut yang layak dan aman untuk menuju daerah wisata. Hal ini disebabkan jika wisatawan ingin berkunjung ke Pulau Tagalaya harus sewa perahu motor tempel 5PK taxi sebagai alat transportasi antar pulau. Sedangkan untuk menarik wisatawan domestik dan internasional, pemerintah Kabupaten Halmahera utara sudah waktunya memperluas bandara udara Kao yang kapasitas masih terbatas hanya untuk pesawat kecil, agar pesawat ukuran lebih besar dapat mendarat di bandara ini. Sehingga jadwal penerbangan Jakarta ke Tobelo yang biasanya hanya tersedia hari tertentu Jumat dan Senin bisa dilakukan setiap hari. Menurut Youti, Marpaung dan Suyitno 1999 , menyatakan ketersediaan infrastruktur dan destinasi fakta yang jelas dan mudah dijangkau wisatawan merupakan faktor penting dalam pengembangan pariwisata. Infrastruktur dan akses transportasi yang Dengan tersedia dengan baik, sehingga jarak yang ditempuh akan lebih mudah dan cepat serta waktu yang dibutuhkan menuju obyek wisata akan lebih singkat. Dengan tersedianya infrastruktur tersebut diharapkan dapat meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara dan berdampak meningkatkan perekonomian masarakat peisir di kedua pulau tersebut pada khususnya dan masyarakat Kabupaten Halmahera Utara pada umumnya. 2 Pengelolaan wisata bahari berbasis masyarakat Pengelolaan wisata bahari berbasis masyarakat merupakan strategi prioritas kedua. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan wisata bahari dapat diakomodasi dalam manajemen pariwisata partisipatori. Manajemen ini dapat berupa manajemen berbasis masyarakat yang disebut Pomeroy 1998 sebagai suatu elemen sentral dari ko-manajemen. Manajemen berbasis masyarakat berfokus pada masyarakat, sedangkan ko-manajemen merupakan kemitraan antara pemerintah, masyarakat serta pengguna sumberdaya lainnya. Pengelolaan wisata bahari Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo dilakukan oleh masyarakat sudah merupakan pilihan yang tepat, mengingat keterbatasan yang dimiliki pemerintah daerah yang baru berdiri sejak tahun 2003. Terutama karena masih sedikitnya staf pemerintah dan terbatasnya dana operasional khususnya sektor pariwisata, maka belum semua pulau obyek daerah tujuan wisata ada petugas yang mengawasi dan membina kawasan wisata tersebut, seperti halnya di Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo. Sehingga pengelolaan wisata bahari di kedua pulau ini dengan sendirinya mendorong masyarakat baik langsung maupun tidak untuk mengelola obyek wisata tersebut. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan wisata bahari sangat penting, mengingat tujuan dari pengelolaan adalah agar tercapainnya kesejahteraan masyarakat, integritas kultural, terperiharanya keanekaragaman hayati dan sistem pendukung lainnya. Keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan memberikan manfaat, yaitu : 1 penyerapan tenaga keraja, peningkatan wawasan dan pengetahuan, peningkatan pendapatan masyarakat melalui usaha pariwisata; 2 masyarakat juga akan menjaga kelestaraian dan kelangsungan sumberdaya alam yang merupakan aset mereka dalam melakukan kegiatan pariwisata, jika sumberdaya alam rusak akan berampak penurunan pengunjung dan mengurangi penghasilan pelaku pariwisata; dan 3 integritas kultural masyarakat akan terjaga, jika hal ini tidak diperlihara maka akan timbul permasalahan yang baru lagi. Menurut Manafe dan Tanaamah 2004 menyatakan Pengembangan pariwisata tentu tidak dapat dipisahkan dengan partisipasi. Masyarakat tidak lagi ditempatkan sebagai objek yang hanya menerima segala apa yang diputuskan dari atas pemerintah, tetapi masyarakat pada saat ini juga harus dilibatkan dalam kerangka pengembangan pariwisata. Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan pariwisata menimbul-kan perasaan memiliki dan ingin turut memelihara pariwisata di daerahnya. Untuk itu, pengelolaan berbasis masyarakat sudah tepat menjadi pilihan strategi kebijakan prioritas kedua tetapi agar pengelolaannya lebih optimal harus disesuaikan dengan pendekatan konsep ko- manajemen pembagian peran antara pemerintah, masyarakat dan pengguna sumberdaya lainnya. Ko-manajemen adalah konsep manajemen pengelolaan bersama, artinya pelbagai pihak yang berkepentingan stakeholders setuju saling berbagi peran dalam pengelolaan, hak dan tanggung jawab, atas suatu kawasan atau sumberdaya alam yang dimaksud. Dengan tujuan utama agar pengelolaan lebih tepat, efisien, adil dan merata. Tujuan utama ini lebih nyata ukuran keberhasilannya bila dikaitkan dengan tujuan sekunder. Tiga tujuan sekunder adalah 1 ko-manajemen merupakan jalan ke arah terwujudnya pembangunan berbasis masyarakat; 2 ko- manajemen merupakan cara untuk mewujudkan proses pengambilan keputusan secara desentralisasi sehingga dapat memberikan hasil yang lebih efektif; dan 3 ko-manajemen merupakan mekanisme untuk mencapai visi dan misi pelaku serta mengurangi konflik melalui proses demokrasi partisipatif. Melalui proses ko-manajemen ini, diharapkan agar terbangun proses koordinasi yang kuat dan harmonis antara stakeholders masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, pengusahaswasta, dan pemerintah sehingga mampu untuk mengakomodasikan pelbagai kepentingan yanga ada di kawasan wisata bahari tersebut. Proses mekanisme pemabagian peran, tugas dan wewenang serta tanggung jawab dapat diformulasikan secara bersama anatara stakeholders, seperti: 1 Obyek dan daya tarik wisata, termasuk atraksi dikelola oleh masyarakat karena obyek wisata berada dimana masyarakat tinggal. 2 Akomodasi, dikelola oleh swasta didukung oleh masyarakat. 3 Promosi, informasi dan pelayanan, serta regulasi, dikelola oleh pemerintah daerah. Dengan pembagian peran secara proposional dan profesional, diharapkan pengelolan wisata bahari Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo lebih efektif, efisien dan adil, sehingga nantinya bermuara pada peningkatan kesejateraan masyarakat, mengatasi konflik pemanfaatan sumberdaya alam, peningkatan PAD dan mendatangkan devisa bagi negara. 3 Promosi dan publikasi objek wisata Wisata bawah laut merupakan objek yang banyak diminati khususnya oleh wisatawan mancanegara. Menurut Rencana Induk Pengembangan Pemerintah Daerah RIPDA tahun 2008, menunjukkan bahwa wilayah perairan Halamhera Utara memiliki potensi terumbu karang yang masih relatif terjaga kondisinya dan memiliki keragaman biota yang menarik untuk dijadikan objek wisata selam diving. Keunikan sumber daya alam tersebut merupakan suatu potensi, jika dikelola dengan baik dapat memberikan keuntungan kepada berbagai pihak. Akan tetapi, keindahan alam pantai dan laut wilayah ini belum dimanfaatan dengan baik pemanfaatannya masih relatif rendah untuk beberapa objek wisata. Apalagi letak wisata bahari Kabupaten Halmahera Utara diapit oleh obyek wisata bahari yang sudah terkenal di mancanegara, yaitu Wakatobi, taman laut Bunaken, Kepulauan Sangihe dan Raja Ampat. Kondisi ini menjadikan pasar wisata bahari di kawasan timur menjadi lebih kompetitif. Persaingan dalam bisnis pariwisata yang semakin ketat harus ditanggapi secara positif untuk terus menggali potensi wisata alam agar berdaya jual, diminati dan dikunjungi oleh wisatawan. Keunikan sumber daya alam yang dimiliki perlu dikelola dengan baik, sehingga dapat menjadi daya tarik wisata yang berdaya jual tinggi dan memiliki kelebihan serta keunikan dibandingkan objek wisata di lokasi lain. Halmahera Utara Go Internasional 2010 merupakan sebuah upaya dalam mengangkat sektor pariwisata sebagai salah satu sektor unggulan. Oleh karena itu diperlukan promosi dan publikasi objek wisata Halmahera Utara secara intensif salah satunya dengan membangun website parawisata Halmahera Utara. Pada tahun 2009 website pariwisata tersebut telah berfungsi dan berisi agenda dan produk pariwisata secara up to date. Namun demikian pemanfaatannya masih belum optimal karena terkendala berbagai faktor diantaranya sumber daya manusia dan jaringan internet yang masih terbatas. Kondisi ini, sering ditemui di Indonesia bagian timur, seperti yang dihadapi Menado yang menyongsong kota wisata Ramon 2009. 4 Peningkatan kerjasama antar sektor Pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Halmahera Utara sangat terkait dengan sektor lainnya, seperti: perhubungan, kelautan dan perikanan, pekerjaan umum, pendidikan, dan keamanan. Untuk itu diperlukan adanya sinergisitas antar sektor terkait sehingga pengembangan pariwisata dapat dilakukan secara terpadu untuk mendapatkan manfaat yang optimal dengan dampak negatif seminimal mungkin. Pada tahap awal, pengembangan sektor ini harus didukung dengan akses transportasi yang memadai, pembangunan infrastruktur pendukung listrik, air bersih, dan telekomunikasi, serta adanya kegiatan promosi yang terpogram dan terencana dengan baik. Supaya tidak terjadi komplik pemanfaatan ruang pesisir antara sektor perhubungan, pekerjaan umum, perikanan dan pariwisata diperlukan koordinasi antar sektor secara terpadu agar pentaaan ruang pesisir sesaui dengan peruntukannya. Perencanaan lanskap diperlukan agar pembangunan fasilitas sarana dan prasarana penunjang pariwisata memiliki penggunaan ruang yang jelas, alur pelayaran yang aman, pembagian zonasi yang proposional. Penataan kembali tata ruang perairan pesisir dengan maksud supaya fasilitas penunjang wisata bahari menjadi teratur sesuai dengan kondisi fisik, karakter kultural setempat dan lingkungan. Begitu pula, pemanfaatan ruang perairan harus jelas antara areal budidaya perikanan, penangkapan ikan, alur perhubungan dan pariwisata sehingga tidak terjadi konflik dalam pemanfaatan ruang peraiaran pesisir. 5 Pembinaan dan pelatihan wisata bahari Skala prioritas kelima adalah pentingnya pembianaan dan pelatihan terhadap masyarakat dalam mengembangkan wisata bahari. Pembinaan dan pelatihan dari pemerintah daerah khususnya intansi terkait yaitu Dinas Pariwisata dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara sangat dibutuhkan bagi pengembangan wisata bahari berbasis masyarakat. Kedua kegiatan ini merupakan bagian peran pemerintah dari ko-manajemen dalam memberikan pelayanan bagi peningkatan wawasan, pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam pengembangan wisata bahari. Hal terpenting dari kegiatan ini adalah mendorong modal sosial masyarakat agar lebih berdaya dan mendiri dalam menggerakan perkonomiannya melalui kegiatan wisata bahari di daerahnya. Pembinaan dan palatihan diharapkan dapat menjadi triger pemicu tumbuh kembangnya inovasi dan diversifikasi usaha pariwisata di masyarakat sehingga tidak hanya mengandalkan dari pungutan masuk obyek wisata semata, tetapi potensi sosial ekonomi yang ada dapat dikelola dan dikembangkan dalam mendukung pariwisata baharinya, seperti diantaranya: 1 Menyediakan pondok wisata yang berbasis sumberdaya alam setempat, khususnya pohon kelapa dan kayu hutan. Pondok wisata tersebut tentunya didesain sedemikian rupa dengan memperhatikan lingkungan kultural yang ada, seperti rumah panggung. 2 Menyediakan produk-produk khas lokal baik dalam bentuk makanan maupun kerajinan yang menjadi cinderamata bagi wisatawan. 3 Mengembangkan usaha sarana rekreasi pantai, seperti penyewaan kanoing, perahu untuk berlayar dan memancing, selancar, snorkling dan diving . Selain aspek ekonomi, pembinaan dan pelatihan perlu adanya sosialisasi pentingnya menjaga kelestarian sumberdaya alam sebagai daya tarik wisata dan konsep ekowisata kepada pelaku wisata bahari dan masyarakat pulau lainnya secara rutin dan berkelanjutan. Dengan peningkatan pemahaman dan wawasan bahwa sumberdaya pesisir itu merupakan modal dan kekayaan berharga bagi masyarakat, dengan sendirinya masyarakat akan memelihara dan menjaga agar dapat dimanfaatkan sampai generasi mendatang. 6 Peningkatan stabilitas keamanan wilayah Selain daya tarik wisata, keamanan atau rasa aman memegang faktor penting dalam penembangan pariwisata. Meskipun suatu daerah mempunyai keindahan alam yang sangat menawan dan keanekaragaman budaya yang sangat unik, wisatawan tidak akan berani berkunjung ke daerah itu bila mereka menganggap daerah tersebut tidak aman bagi dirinya Ingkadijaya 1999. Menurut Richter 1992 pengaruh keamanan terhadap pariwisata sebetulnya sangat jelas, tetapi banyak negara-negara berkembang tidak memasukkannya dalam perencanaan pengembangan pariwisata mereka sebelum masalah-masalah yang ditimbulkan oleh faktor ketidakamanan terjadi. Untuk itu faktor keamanan ini perlu mendapat porsi yang sewajarnya dalam perencanaan pariwisata nasional maupun daerah. Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan atau menimbulkan ketidakamanan insecurity, antara lain adalah: wabah penyakit, kriminalitas, kesenjangan sosial-ekonomi, instabilitas politik di daerah. Semua faktor yang dapat menyebabkan ketidakamanan tersebut di atas harus ditangani secara komprehensif. Untuk itu perlu adanya kerjasama dengan lembaga-lembagainstansi-instansi untuk menjaga keamanan secara kondusif. Dengan menimba pengalaman dari kejadian-kejadian gangguan keamanan belakangan ini yang sangat tidak menguntungkan bagi berkembangnya sektor pariwisata, dalam pengembangan sektor ini perlu memperhatikan faktor keamanan dalam perencanaan pariwisata di masa-masa mendatang. Berbagai pihak perlu menciptakan citra aman dan kondusif, karena dengan situasi aman-tentram berbagai aktivitas usaha akan berjalan dengan baik termasuk sektor pariwisata. Perhatian terhadap faktor keamanan ini akan semakin penting lagi bilamana ternyata sektor pariwisata benar-benar menjadi sektor andalan peraih PAD dan devisa negara. 7 Pembagian zonasi pemanfaatan perikanan dan pariwisata Berdasarkan hasil survei secara visual, beberapa ekosistem terumbu karang di perairan sekitar Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo menunjukkan kondisi kerusakan akibat kegiatan penangkapan ikan yang bersifat merusak destructive fishing dengan menggunakan abat bius dan bom, adanya penambangan karang untuk bahan bangunan dan limbah rumah tangga. Dengan demikian daya dukung lingkungan khususnya lingkungan terumbu karang yang menjadi objek wisata selam di beberapa wilayah berada dalam kondisi yang menurun, sehingga perlu direhabilitasi. Oleh karena itu, pengembangan kawasan wisata bahari perlu didasarkan pada sistem zonasi berbagai bentuk pemanfaatan dan prinsip-prinsip ekologis. Dengan kata lain diperlukan pembagian zonasi pemanfaatan, seperti pemanfaatan untuk kepentingan konservasi, kepentingan masyarakat lokal dan kepentingan untuk ekowisata. Atas dasar itu, perlu pembagian zona pemanfaatan perairan yang jelas khususnya kegiatan pariwisata dan perikanan. Untuk sumberdaya potensial di Pulau Tagalaya yaitu terumbu karang yang relatif masih bagus, perlu dibuatkan daerah perlindungan laut marine protecter areas. Daerah ini ditujukan untuk rekreasi wisata bawah laut. Pemilihan lokasi daerah perlindungan laut yang ditetapkan disini, berdasarkan keindahan terumbu karang, kerentanan, keunikan dan kealamian. Adanya daerah perlindungan laut ini, dimaksudkan agar terumbu karang yang sangat penting bagi biota dan pulau Tagalaya sendiri, sehingga diharapkan keutuhan dan kelestarian terumbu karang terjamin. Sedangkan untuk Pulau Kumo yang terumbu karangnya mengalami penurunan diarahkan menjadi wisata untuk kegiatan memancing, selancar dan berenang. Untuk zonasi pemanfaatan perikanan lebih didorong ke arah laut Halmahera dengan memiliki potensi sumberdaya ikan yang masih tinggi. Berdasrkan laporan KKLD Kabupaten Halmahera Utara 2008, zona penangkapan ikan dibagi tiga, yaitu: 1 Daerah penangkapan ikan DPI 1, yakni semua perairan pantai yang berjarak mulai dari 0 hingga 4 mil laut. DPI-1 memiliki potensi untuk pengembangan perikanan karang seperti: ikan kerapu, beronang, biji nangka, dan kakaktua, demersal seperti: ikan bobara dan kakap merah dan pelagis kecil seperti: ikan teri, julung-julung, layang dan kembung; 2 Daerah penangkapan ikan DPI 2, yakni semua perairan laut yang berjarak mulai dari 4 hingga 12 mil laut. DPI-2 memiliki potensi untuk pengembangan perikanan demersal, pelagis kecil, dan pelagis besar seperti: ikan tongkol, cakalang, dan tuna; 3 Daerah penangkapan ikan DPI 3, yakni semua perairan laut yang berjarak diatas 12 mil laut hingga batas terluar atau wilayah ZEE Indonesia. DPI-3 memiliki potensi untuk pengembangan perikanan pelagis besar dan perikanan demersal laut dalam. 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan seperti telah diuraikan, maka dari penelitian ini dapat kesimpulan sebagai berikut: 1 Sumberdaya pesisir bahari Pulau Tagalaya dan Kumo memiliki potensi dan daya dukung untuk pengembangan wisata bahari. Obyek wisata berupa pantai pasir putih yang indah, taman laut terumbu karang dan biota didalamnya alami dan asri, kondisi perairan yang tenang dan jernih, menjadi daya tarik berkunjungnya wisatawan. 2 Pengembangan wisata bahari berdampak positif bagi masyarakat Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo. Pemangku kepentingan lainnya baik pemerintah dan swasta dapat berbagi peran dalam pengelolaan wisata bahari secara proposional dan profesional diantara masing-masing pihak konsep ko- manajemen. 3 Skala prioritas strategi kebijakan untuk pengembangan wisata bahari di Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo kabupaten Halmahera Utara berdasarkan analisis SWOT dan AHP adalah: Prioritas 1 : Peningkatan infrastruktur wisata bahari, Prioritas 2 : Pengelolaan wisata bahari berbasis masyarakat, Prioritas 3 : Promosi dan publikasi objek wisata, Prioritas 4 : Peningkatkan kerjasama antar sektor terkait, Prioritas 5 : Pembinaan dan pelatihan wisata baharí, Prioritas 6 : Peningkatan stabilitas keamanan wilayah, Prioritas 7 : Pembagian zonasi pemanfaatan perikanan dan pariwisata.

5.2 Saran

Sadar akan keterbatasan dari penelitian ini dalam memberikan solusi secara komprehensif terhadap pengembangan wisata bahari berbasis masyarakat, maka disarankan: 1 Pulau Tagalaya dan Kumo di Kabupaten Halmahera Utara memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi obyek wisata barahi andalan. Namun untuk mendukung tujuan tersebut diperlukan segera pemangunan infrastruktur dan aksesibilitas di tempat wisata bahari. 2 Penerapan konsep ko-manajemen dalam mendukung pengembangan wisata bahari berbasis masyarakat perlu segera diterapkan, agar permasalahan rendahnya kemampuan pengelolaan kegiatan wisata bahari, kerjasama antara pemerintah dan masyarakat belum terjalin baik, dan konflik pemanfaatan ruang perairan pesisir dapat segera teratasi. 3 Perlu penelitian lanjutan mengkaji terhadap sejauh mana pengaruh faktor- faktor internal dan eksternal dalam pengembangan wisata bahari berbasis masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Bapeda Kabupaten Halmahera Utara. 2003. Kebijakan PEMDA dalam RENSTRA Kabupaten Halmahera Utara 2003 . PEMDA Kabupaten Halmahera Utara. Dahuri R, Rais J, Ginting SP., Sitepu MJ. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan secara Terpadu . Pradnya Paramita, Jakarta. Dahuri R. 1993. Daya Dukung Lingkungan dan Pengembangan Pariwisata Bahari Berkelanjutan . Makalah pada Seminar Nasional Manajemen Kawasan Pesisir untuk Ekotorime. MM IPB. Bogor. Dahuri R. 2000. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. IPB-Press . Bogor. [DKP] Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Halmahera Utara. 2008. Rencana Induk Pengembangan Wilayah Pesisir Kabupaten Halmahera Utara . DKP Kabupaten Halmahera Utara. Ditjen Pengembangan Destinasi Pariwisata. 2006. Kebijakan Pengembangan Pariwisata Bahari . [Ditjen P3K] Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau kecil. Naskah Akademik Pengelolaan Wilayah Pesisir . Dunn WN. 1998. Analisis Kebijakan Publik. Terjemahan M. Darwin. PT. Hanindita Offset. Yogyakarta. [FAO] Food and Agriculture Organization. 2000. Aplication of Contingent Valuation Method in Developing Countries . FAO Economics and Social Development Papers No. 1462000. Fedi M. dan Solihin I. 2006. Kumpulan Pemikiran tentang Teknologi Perikanan Tangkap yang Bertanggungjawab kenangan Purnabakti Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja . Intramedia. Bogor Hidayat, S, 2000. Otonomi Daerah dalam Perspektif Perilaku Elit Lokal. Tulisan dalam buku “ Indonesia menapak Abad 21” Kajian Ekonomi Politik. Ingkadijaya R. 1999. Faktor Keamanan dalam Perencanaan Pariwisata. Trisakati, Jurnal ilmiah Parawisata 4 : 1 55-56. Kusumastanto T. 2000. Perencanaan dan Pengembangan Pulau-Pulau Kecil. Lokakarya Pendekatan Penataan Ruang dalam Pengembangan Wilayah Pesisir, Pantai dan Pulau-Pulau Kecil. Ditjen P3K, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta, Indonesia. Kusumastanto T. 2003. Ocean Policy dalam Membangun Negeri Bahari di Era Otonomi Daerah . Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Lawrence D. 1998. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu. Terjemahan Mack T. Dan Anggraeni M. S. Buku Pedoman Teori dan Praktek untuk Peserta Pelatihan. GBRMPA, AUSAID. Australia. Lindberg K dan Hawkins DE. 1995. Ekoturisme : Petunjuk Untuk Perencanaan dan Pengelolaan. The Ecotourism Society . North Benington, Vermont. Mardani NK. 1995. Perencanaan dan Pembangunan Pariwisata Pesisir dan Bahari Berwawasan Lingkungan . Makalah Pelatihan Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Angkatan III. 9 Oktober 1995-5 Februari 1996. Bogor. Manafe AH dan Tanaamah AR. 2004. Masyarakat Lokal dan Keberadaan Wisatawan di Nemberala. NTT. KRITIS, Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin 16 3:305-330. Moscardo dan Kim E. 1990. Sosial Science Research Needsa for Sustainable Coastal and Marine Tourism . CRC Reef Research Centre, James Cook University. Townsville. Qld. Australia. Nirwandar S. 2008. Kebijakan Pengembangan Pariwisata Nasional dalam Mendorong Pengembangan Pariwisata Daerah . Rapat Koordinasi Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2008. Palembang 3-4 Maret 2008. Nurani TW. 2008. Analisis SWOT Strength, Weakness, Opportunities, and Threats. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Nurisyah S. 2001. Rencana Pengembangan Fisik Kawasan Wisata Bahari di Wilayah Pesisir Indonesia. Studio Arsitektur Pertamanan Fakultas Pertanian IPB Bogor. Bulettin Taman Dan Lanskap Indonesia. Perencanaan, Perancangan dan Pengelolaan 32 . Pendit NS. 1994. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Pradnya Paramita. Jakarta. Pomeroy RS. 1998. A Process for Community-Based Fisheries Comanagement. Naga, The ICLARM Quarterly: 71-76. Ramon. 2009. Studi kesiapan infrastruktur komunikasi informasi menyongsong manado kota pariwisata dunia MKPD 2010. Jurnal Penelitian Komunikasi 12 1: 1-21 . Rangkuti, F. 2001. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Abad 21. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Reksohadiprojo S., Brojonegoro, Purwono AB. 1992. Ekonomi Lingkungan: Sebuah Pengantar . BPFE. Yogjakarta. Richter LK. 1992. Political instability and tourism in the Third World in Tourism the less developed countries . Edited in David Harrison. Belhaven Press. London. Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks . Terjemahan PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Spillane JJ. 1994. Pariwisata Indonesia: Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan . Kanisius. Yogyakarta. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R D. Ed ke-2, CV. Alfabeta. Bandung. Suwatoro G. 1997. Dasar-Dasar Pariwisata. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta. UU RI No. 9 tahun 1990 tentang Pariwisata. UU RI No. 17 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Widodo. 2003. Pengantar Pengkajian Stok Ikan. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Yoeti OA, Marpaung H dan Suyitno. 1999. Perancangan komunikasi visual pendukung promosi wisata bahari. Jurnal Ilmiah Pariwisata. 5: 1-5. LAMPIRAN