Sifat Kimia Perbedaan Karakteristik Tanah yang Merupakan Perbedaan Warisan
Boehm 1995 setidaknya terdapat 6 faktor yang berkonstribusi dalam jangka waktu panjang menyebabkan kemerosotan kadar bahan organik tanah;
terganggunya horison A; berkurangnya input biomasa, pengambilan tanaman serta limbah tanaman pemanenan; peningkatan dekomposisi bahan organik dan
mineralisasi C; kerusakan agregat tanah sehingga lebih rentan didekomposisi oleh mikrob; dan peningkatan erosi.
Pada tanah perkebunan teh kadar bahan organik lebih bervariasi dibandingkan dengan tanah sayur, salah satunya diakibatkan adanya pemangkasan
tahunan yang menjadi sumber utama siklus hara dan berkontribusi terhadap keseimbangan sistem tanah dengan tanaman. Biomasa hasil pemangkasan
berimplikasi terhadap penambahan bahan organik serta hara pada tanah namun masih belum seimbang dengan tingkat kehilangan bahan organik tanahnya.
Penurunan C-organik pada lahan budidaya sayuran terjadi akibat pengolahan intensif yang menyebabkan terjadinya peningkatan aerasi dan
aktivitas mikroba yang menyebabkan teroksidasinya bahan organik tanah. Selain itu, erosi dan proses pemanenan memegang peranan penting dalam proses
kehilangan bahan organik. Penurunan kadar bahan organik pada tanah pada lahan budidaya sayuran juga disebabkan oleh tingkat dekomposisi bahan organik yang
melebihi tingkat penambahan bahan organiknya itu sendiri.
Usaha untuk menanggulangi kehilangan bahan organik tanah yang paling sederhana adalah mengembalikan sisa-sisa tanamanlimbah panen ke ekosistem
tanah. Pada lahan perkebunan teh kemungkinan pengembalian sisa tanaman dalam waktu yang berdekatan sangat kecil. Pengembalian sisa tanaman teh hanya
mungkin terjadi selama satu periode pemangkasan pruning empat tahun sekali, oleh karena itu perlu penambahan bahan organik. Sementara itu, pada tanah di
lahan budidaya sayuran pengembalian sisa panen perlu dilakukan setiap menjelang musim tanam, akan tetapi lebih baik jika sisa panen yang tidak
termanfaatkan terlebih dahulu melalui proses pengomposan sebelum diaplikasikan langsung pada tanah.
Kondisi topografi yang berada pada daerah berlereng yang menyebabkan erosi sehingga diperlukan tindakan konservasi yang sesuai. Salah satu contohnya
adalah dengan membuat teras yang sesuai dengan arah kontur pada lahan budidaya sayuran. Sementara pada lahan perkebunan teh dapat dilakukan dengan
cara menjaga populasi yang tetap rapat serta menambahkan tanaman penutup lahan sebagai pencegah erosi permukaan.
Persentase N total juga memiliki pola perubahan yang sama dengan persentase bahan organik Gambar 24. Kadar N-total menunjukkan penurunan
seiring dengan semakin intensifnya penggunaan tanah. Tanah pada lahan budidaya sayur memiliki kisaran nilai N-total yang paling rendah dibandingan
dengan penggunaan lahan yang lain. Sementara pada tanah perkebunan teh kisaran nilainya relatif beragam karena tingkat penggunaan sedang sehingga
menyebabkan sebaran nilai yang beragam dibandingkan dengan tanah pada lahan budidaya sayur.
Untuk mempertahankan kadar nitrogen tanah pada perkebunan teh dapat dilakukan dengan menanam tanaman penutup dengan memilih jenis tanaman yang
dapat berkontribusi menambat nitrogen dari udara. Sementara pada lahan budidaya sayuran dapat dilakukan dengan menyelingi tanaman utama dengan
tanaman penutup lahan LCC yang tidak mengganggu tanaman utama atau dalam
satu musim diselingi oleh tanaman kacang-kacangan untuk memulihkan kondisi lahan dalam menyediakan unsur hara nitrogen.
Kadar Ca-dd pada horison A menunjukkan peningkatan pada lahan dengan tingkat penggunaan intensif sedangkan pada lahan perkebunan teh menunjukkan
penurunan. Penggunaan lahan budidaya sayuran memiliki Ca-dd paling tinggi bila dibandingkan dengan tanah lainnya. Kadar Ca-dd pada tanah hutan lebih tinggi
dibandingkan dengan tanah di lahan perkebunan teh. Hal ini lebih disebabkan karena kadar Ca dalam mineral serta dalam humus pada tanah hutan masih tetap
terjaga. Pada lahan budidaya sayuran, tingginya kadar Ca disebabkan oleh adanya akumulasi Ca yang berasal dari kegiatan pengapuran tanah yang dilakukan oleh
petani. Sementara pada lahan perkebunan teh jarang dilakukan kegiatan pengapuran .
Kadar Mg-dd dan K-dd pada horison A menunjukkan penurunan pada tanah yang mengalami pengolahan Gambar 25. Kadar Mg-dd menurun terutama
pada lahan dengan tingkat penggunaan sedang. Sementara penurunan Mg-dd pada lahan intensif tidak terlalu signifikan. Untuk menjaga keseimbangan unsur hara
Mg-dd sebaiknya dilakukan penambahan dolomit pada lahan perkebunan dan lahan sayur guna meningkatkan pH tanah sekaligus juga menambah Mg.
Sementara nilai K-dd ada cenderung bervariasi karena di antara 3 penggunaan lahan nilai K-ddnya tidak konsisten.
Ket: H= hutan sekunder, S= lahan budidaya sayuran, T= lahan perkebunan teh
Gambar 25. Sebaran nilai Ca, Mg, dan K dapat dipertukarkan Nilai ∆KTK menggambarkan nilai muatan variabel tanah apakah masih
aktif atau tidak aktif. Nilai ∆KTK horison A paling tinggi terdapat pada tanah di
5 10
15 20
25
H T
S C
m o
lc K
g
Ca-dd
1 2
3 4
H T
S C
m o
lc K
g
Mg-dd
0.2 0.4
0.6 0.8
1
H T
S C
m o
lc K
g
K-dd
lahan budidaya sayuran, sementara yang paling rendah terdapat pada tanah di bawah tegakan hutan sekunder Gambar 26. Semakin besar nilai ∆KTK maka
semakin kecil nilai KTK efektifnya, begitu pula sebaliknya. Kecilnya nilai KTK efektif pada lapisan permukaan dipengaruhi terjadinya kondisi kering tak balik
pada sebagian tanah. Kondisi kering tak balik tersebut mengakibatkan mineral- mineral amorf di dalam tanah menjadi inaktif sehingga kapasitas tukar kationnya
menjadi semakin berkurang baik secara total maupun secara efektif. Hal ini dipertegas oleh adanya hubungan negatif antara nilai ∆KTK dengan intensitas
kering tak balik nilai Z, semakin besar nilai Z maka semakin kecil nilai ∆KTK yang ditunjukkan pada Gambar 27. Dengan demikian pengolahan tanah yang
intensif mengakibatkan semakin besarnya muatan variabelnya.
Ket: H= hutan sekunder, S= lahan budidaya sayuran, T= lahan perkebunan teh
Gambar 26. Sebaran nilai KTK dan KB
Gambar 27. Hubungan antara nilai Z dan ∆KTK pada horison A Tanah-tanah dengan muatan variabel adalah tanah yang muatan
negatifnya meningkat seiring dengan meningkatnya pH dan muatan positifnya menurun Arifin, 1994. Penambahan kapur akan menaikkan pH tanah. Pada
tanah-tanah yang bermuatan tergantung pH, maka KTK akan meningkat dengan pengapuran. Di lain pihak pemberian pupuk-pupuk tertentu dapat menurunkan pH
10 20
30 40
50
H T
S C
m o
lc K
g
∆ KTK
20 40
60 80
H T
S
KB
y = -1.3714x + 47.175 R² = 0.5194
10 20
30 40
50
5 10
15 20
25 30
In te
n si
tas k
e ri
n g
t ak
b v
al ik
N il
ai Z
∆KTK
tanah, sejalan dengan hal itu KTK pun akan turun. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengaruh pengapuran dan pemupukan ini berkaitan erat dengan
perubahan pH, yang selanjutnya memperngaruhi KTK tanah.
Gambar 26 juga menunjukkan sebaran nilai KB pada horison A. Dari jenis penggunaan lahannya, sebaran nilai KB pada horison A menunjukkan
penurunan nilai KB. Hal ini akibat muatan variabelnya semakin besar pada lahan- lahan yang diolah sehingga jumlah basa-basa dapat ditukar menjadi sedikit dan
KB menjadi menurun. Bila diurutkan dari rataan tertinggi ke rendah adalah tanah hutan sekunder lahan budidaya sayuran perkebunan teh.
Nilai P-total ekstrak HCl 25 merupakan nilai total unsur hara P tanah baik dalam bentuk tersedia atau tidak tersedia bagi tanaman. Nilai P total pada
horison A paling tinggi berada pada tanah budidaya sayur dengan kisaran 810- 1297 mgkg, sedangkan pada tanah di bawah tegakan hutan sekunder dan
perkebunan teh berturut-turut berkisar 115-260 mgkg dan 273-352 mgkg Gambar 28. Tingginya nilai P total pada horison A di lahan budidaya sayuran
sangat erat kaitannya dengan residu pemupukan P yang dilakukan oleh petani. Sehingga penambahan pupuk tersebut berimbas pula pada tingginya nilai P total
pada lahan budidaya sayuran dibandingkan dengan kedua jenis lahan lainnya.
Meskipun residu P pada tanah di lahan budidaya sayuran tinggi, namun ketersediaannya sangat kecil bagi tanaman karena tingginya retensi P. Hal ini
merupakan masalah bagi usaha pertanian pada tanah-tanah yang berasal dari bahan volkan. Semua profil pada ketiga jenis lahan tersebut memiliki nilai retensi
P 90. Hal ini menandakan bahwa sebesar apapun pupuk P yang ditambahkan kadar P tersedia bagi tanaman akan tetap rendah.
Ket: H= hutan sekunder, S= lahan budidaya sayuran, T= lahan perkebunan teh
Gambar 28. Sebaran nilai P dan K ekstrak HCl K-total ekstrak HCl 25 menunjukkan peningkatan meskipun tidak
terlalu signifikan pada tanah-tanah yang mengalami pengolahan. Kisaran nilai K- total ada yang nilainya di bawah dan ada pula yang nilainya di atas kisaran nilai
K-total pada tanah di bawah tegakan hutan Gambar 28. Kisaran nilai yang lebih rendah terjadi karena kondisi unsur hara K yang telah mengalami kehilangan baik
itu akibat pengelolaan atau pun akibat pencucian, sementara itu kisaran nilai yang lebih tinggi akibat adanya residu unsur hara K yang terakumulasi pada tanah
akibat adanya kegiatan pemupukan.
500 1000
1500 2000
2500
H T
S
m g
K g
P ekstrak HCl 25
50 100
150 200
250
H T
S
m g
K g
K ekstrak HCl 25
Penggunaan pupuk yang berimbang juga sangat penting untuk diperhatikan. Meskipun tanah Andisol merupakan tanah yang relatif subur, namun
banyak petani sayuran biasa menggunakan pupuk dalam dosis berlebih Dariah et al
. 2012, Kasno et al. 2013 menyatakan bahwa petani menggunakan pupuk masih didasarkan pada visual fisik tanaman dan belum memperhitungkan aspek
keuntungan. Penggunaan pupuk dalam jumlah yang berlebih, selain menyebabkan terjadinya pemborosan input pertanian, juga bisa menjadi sumber pencemaran
non point source pollution
. Bahan pencemar tersebut di antaranya terbawa
bersama aliran permukaan dan erosi Sukarman dan Dariah, 2014. Ketidak seimbangan aplikasi pupuk pada sentra-sentra produksi sayur juga disebabkan
oleh pemberian yang berlebih untuk unsur tertentu, sedangkan unsur lainnya diberikan dalam jumlah terbatas atau tidak diberikan sama sekali. Sehingga sering
terjadi gejala kekurangan hara tertentu seperti Ca dan Mg atau unsur mikro lainnya pada beberapa jenis sayuran Suwandi 1988.
3.2.3 Proses yang Terlibat dalam Perubahan Karakteristik Andisol Akibat Perubahan Penggunaan Lahan