Sifat Kimia Tanah pada Penggunaan Lahan Budidaya Sayuran Kemasaman Tanah

Gambar 18. Kadar C-organik tanah di lahan budidaya sayuran menurut kedalaman Gambar 19. Kadar N-total tanah di lahan budidaya sayuran menurut kedalaman Kadar N-total pada tanah ini berkisar antara 0.51-0.15 Tabel Lampiran 13. Kadar N-total memiliki sebaran nilai yang hampir sama dengan kadar C- organik pada profil yang sama. Profil S-2 menunjukkan nilai kadar N-total paling tinggi dibandingkan dengan horison S-1 dan S3 Gambar 19. Hal ini berarti bahwa profil S-2 memiliki potensi suplai nitrogen yang lebih tinggi dibandingkan dengan profil tanah lainnya. Nilai rasio CN pada tanah ini rata-rata berkisar antara 3 hingga 11, meskipun pada horison AB profil T-1 bernilai 24. Rendahnya nilai CN rasio ini menunjukkan bahwa kadar karbon organik pada ketiga profil tanah tersebut telah menjadi humus yang stabil dalam tanah, sedangkan nilai CN rasio pada horison AB profil T-1 menunjukkan bahwa proses degradasi bahan organik masih berlangsung dan belum menjadi humus. Kapasitas Tukar Kation dan Basa-basa Dapat Ditukar Kapasitas Tukar Kation KTK pada tanah budidaya sayuran disajikan pada Tabel 16. Nilai KTK pada profil S-1 antara 22.54-29.40 cmol c kg, profil S-2 antara 24.89-30.97 cmol c kg, dan pada profil S-3 antara 24.95-38.61 cmol c kg. Berdasarkan pengharkatan nilai KTK, nilai KTK pada tanah-tanah di lahan budidaya sayuran tergolong tinggi. Nilai KTK pada Profil S-1 dan S-2 rendah pada horison permukaan sedangkan pada profil S-3 nilainya tinggi pada horison permukaan. Nilai Kapasitas Tukar Kation Efektif menggambarkan nilai KTK muatan tetap Tabel Lampiran 12. Nilai KTK efektif pada ketiga profil polanya tidak jauh berbeda dengan jumlah basa-basanya. Nilai KTK efektif dari seluruh profil pada lahan budidaya sayuran berada pada kisaran 11.92-0.59 cmol c kg. Nilai ∆KTK digunakan untuk menduga muatan variabel tanah. Nilai ∆KTK pada profil S-1 dan S2 rendah pada horison permukaan, sedangkan Profil S-3 nilainya tinggi pada horison permukaan. Hal ini akibat KTK muatan total pada profil S-1 dan S-2 yang rendah dibandingkan dengan horison di bawahnya sedangkan pada profil S-3 nilai KTK muatan totalnya yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan horison di bawahnya, sementara nilai KTK efektif pada horison A pada profil S-1 dan S-3 berada pada kisaran yang tidak jauh berbeda. Selain itu, nilai KTK sangat berkaitan dengan intensitas kering tak balik dimana semakin rendah nilai intensitas kering tak baliknya maka muatan variabelnya semakin berkurang. Tabel 16. Kadar basa-basa, kapasitas tukar kation, dan kejenuhan basa pada tanah di lahan budidaya sayuran Kedalaman Basa-basa dapat ditukar jumlah KTK KTK ∆KTK Kejenuhan No. Horison cm Ca Mg K Na Basa Efektif Basa ……………………………… cmol c kg …….. ……… ……... 1 Profil S-1 Ap1 0-15 10.53 0.87 0.30 0.26 11.96 22.54 12.09 10.45 53.06 Ap2 15-30 2.17 0.18 0.13 0.18 2.66 23.32 2.99 20.33 11.41 AB 30-45 1.34 0.14 0.13 0.18 1.79 25.28 2.29 22.99 7.09 Bw 45-93 2.18 0.25 0.07 0.17 2.67 29.40 2.75 26.65 9.10 BC 93-136 2.17 0.31 0.08 0.16 2.72 26.07 2.80 23.27 10.43 C 136-200 - - - - - - - - - 2 Profil S-2 Ap1 0-10 4.75 0.29 0.15 0.22 5.41 26.66 5.62 21.04 20.29 Ap2 10-25 1.21 0.08 0.10 0.19 1.59 28.42 2.25 26.17 5.58 Ap3 25-45 1.19 0.1 0.11 0.18 1.58 28.42 2.12 26.30 5.57 Bw 45-73 1.45 0.14 0.06 0.11 1.76 30.97 1.97 29.00 5.69 Ab 73-102 2.54 0.18 0.08 0.13 2.93 28.42 3.01 25.41 10.30 Bwb 102-135 2.38 0.3 0.11 0.18 2.97 24.89 3.14 21.75 11.94 2C 135-200 - - - - - - - - - 3 Profil S-3 Ap 0-25 10.07 1.28 0.31 0.26 11.92 38.61 12.09 26.52 30.86 AB 25-43 4.10 0.72 0.16 0.19 5.17 25.15 5.30 19.85 20.58 Bw 43-65 4.03 0.78 0.20 0.18 5.19 24.95 5.40 19.55 20.81 BC 65-100 8.14 0.97 0.26 0.21 9.58 25.15 9.72 15.43 38.08 C 100-160 - - - - - - - - - Data mengenai basa-basa dapat ditukar pada tanah di lahan budidaya sayuran disajikan pada Tabel 16. Ketiga profil dijumpai kadar basa Ca-dd paling tinggi dibandingkan dengan basa-basa lainnya Mg-dd, K-dd, Na-dd. Kadar Ca- dd berada pada kisaran antara 10.07-0.13 cmol c kg. kadar Ca-dd paling tinggi berada pada horison A. Hal Ini juga berlaku untuk basa-basa lainnya meskipun nilai kadarnya tidak sebesar Ca dan berada pada kisaran di bawah 1.28 cmol c kg. Berdasarkan Tabel 16 kadar basa-basa pada tanah di lahan budidaya sayuran didominasi oleh Ca-dd diikuti Mg-dd, K-dd, dan Na-dd. Nilai basa-basa dapat ditukar tampak berbeda jelas antara horison A dengan horison di bawahnya. Tingginya nilai basa-basa dapat ditukar pada horison A disebabkan adanya kegiatan pemupukan dan pengapuran yang menyebabkan nilai basa-basa pada horison permukaan lebih tinggi dibandingkan dengan horison di bawah permukaan. Sementara horison di bawah permukaan nilai basa-basanya relatif bervariasi. Bervariasinya nilai basa-basa kaitannya dengan tingkat kedalaman tanah akibat pengaruh pengelolaan lahan yang intensif serta proses pencucian yang berlangsung secara intensif. Profil S-1 terjadi peningkatan basa-basa dapat ditukar dari horison AB ke horison Bw, pada profil S-2 terjadi penurunan nilai KB pada kedalaman 10-73 cm Ap2-Bw dan meningkat kembali pada horison Ab, dan terjadi peningkatan pada horison Bw ke BC pada profil S-3. Nilai kejenuhan basa pada tanah budidaya sayuran ini menunjukkan selang yang lebar pada kisaran nilai 53.06-5.57. Tingginya nilai kejenuhan basa bahwa pada tanah-tanah pada lahan budidaya sayuran mengalami penambahan unsur tambahan dari luar, baik itu pemupukan atau melalui pengapuran. Selain itu juga, site-site mineral amorf yang sudah inaktif akibat kondisi kering tak balik menyebabkan muatan variabel tanah berkurang sehingga kejenuhan basa pada horison permukaan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan horison di bawahnya. P dan K Total, Retensi fosfat, dan Selective dissolution Kadar P-total ekstrak HCl tanah lahan budidaya sayuran tergolong sangat tinggi. Pada lapisan olah atau pada horison Ap, kadar P-total berkisar antara 500- 1479 mgkg, sedangkan pada lapisan di bawahnya berkisar antara 276-500 mgkg. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya kadar P-total sangat erat kaitannya dengan residu pemupukan P. Besarnya kadar P-total pada lapisan permukaan sebesar 5 kali lipat kadar P ekstrak HCl pada horison bawah permukaan. Hal ini terjadi akibat kadar alofan yang memiliki kemampuan mengikat P yang kuat. Pola nilai kadar P-total menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman tanah. Nilai kadar K-total ekstrak HCl pada tanah budidaya sayuran ditampilkan pada Tabel Lampiran 14. Hasil analisis K ekstrak HCl menunjukkan kecenderungan menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman hingga horison B dan meningkat kembali pada horison BC pada profil S-1 dan S-3. Kadar K ekstrak HCl yang paling tinggi terdapat pada profil S-3 yang berkisar antara 84- 134 mgkg sedangkan pada profil S-1 dan S-2 berkisar antara 54-124 mgkg dan 68-115 mgkg. Pola sebaran nilai K-total hampir mirip dengan pola sebaran K tersedia yang diektrak dengan NH4Oac. Rentensi fosfat yang diukur pada tanah di lahan budidaya sayuran menunjukkan retensi fosfat yang tinggi 93. Hal ini menunjukkan kemampuan tanah dalam menahan unsur hara P dalam bentuk tidak tersedia bagi tanaman sangat tinggi. Hal ini serupa dengan profil tanah di bawah tegakan hutan sekunder dan di lahan perkebunan teh. Analisis Al, Fe, dan Si dengan menggunakan ekstrak asam oksalat selective dissolution tanah pada lahan budidaya sayuran disajikan pada Tabel Lampiran 6. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa tanah-tanah tersebut memiliki Al Al o , Fe Fe o , dan Si Si o yang tinggi. Secara berturut-turut nilai Al o , Fe o , dan Si o pada ketiga profil berkisar antara 2.77-4.12, 1.33-2.17, dan 1.96- 3.45. Kadar kadar alofan berdasarkan pendekatan kadar Si o x 7.1 Parfitt dan Henmi, 1982 berada pada kisaran 20-24. Jumlah kadar alofan tersebut meningkat seiring dengan bertambahnya kedalaman tanah. 3.1.3.4 Sifat Mineralogi Tanah pada Penggunaan Lahan Budidaya Sayuran Mineral Pasir Terdapat 13 jenis mineral yang berhasil diamati dan dihitung dengan menggunakan metode line counting. Berdasarkan hasil hitungan tersebut, 3 mineral yang ditemukan paling dominan secara berurut dari jumlah yang paling tinggi antara lain hipersten, labradorit, dan augit. Dominannya ketiga mineral tersebut menandakan bahwa bahan induk tanah-tanah pada budidaya sayuran bersifat andesitik-basaltik serta masih berumur relatif muda secara geologi. Disamping itu, menegaskan bahwa mineral-mineral tersebut berasal dari bahan hasil aktifitas volkan. Tabel 17. Frekuensi mineral fraksi pasir pada tanah di lahan budidaya sayuran No Horison op kb lmt zt lm fb lb bn hh ag hp ep tml 1 Profil S-1 Ap2 4 sp 2 sp 4 9 23 sp 3 5 50 sp Bw 5 - 3 1 3 6 23 sp 4 4 51 - 2 Profil S-2 Ap2 13 - 5 1 6 5 16 1 3 6 44 sp sp Bw1 10 sp 4 2 4 10 18 sp 2 7 43 - - 3 Profil S-3 Ap2 6 sp 5 1 6 9 17 1 10 11 33 sp 1 Bw 10 sp 4 1 5 6 13 sp 8 9 44 sp sp Keterangan : op=opak, kb=konkresi besi, lmt=limonit, zt=zeolite, lm=lapukan mineral, fb=fragmen batuan, lb=labradorit, bn=bitownit, hh=hornblende hijau, ag=augit, hp=hipersten, ep=epidotit, tml=turmalin Berdasarkan Tabel 18, ketiga profil tanah di lahan budidaya sayuran di dominasi oleh mineral mudah lapuk. Banyak ditemukannya mineral mudah lapuk tersebut menunjukkan bahwa ketiga profil tersebut memiliki derajat pelapukan pada tahap Viril. Ditinjau dari segi kesuburannya, tanah-tanah pada lahan budidaya sayuran ini masih relatif subur dari segi mineral-mineral primer yang terkandung di dalamnya. Dari segi jumlah hitungan, tidak terjadi adanya perbedaan yang mencolok antara jumlah mineral pada horison Ap dengan Horison Bw. Hal ini menandakan bahwa pelapukan mineral pada lapisan atas tidak terlalu signifikan terjadi. Sehingga meskipun pada horison Ap sudah mengalami pengolahan tetap kadar mineralnya hampir sama dengan horison Bw. Tabel 18. Kadar mineral mudah lapuk, mineral hasil lapukan , dan mineral sukar lapuk pada tanah di lahan budidaya sayuran No Horison Mineral Mudah Lapuk Mineral Hasil Lapukan Mineral Sukar Lapuk 1 Profil S-1 Ap2 90 6 4 Bw 89 6 5 2 Profil S-2 Ap2 76 11 13 Bw1 82 8 10 3 Profil S-3 Ap2 83 11 6 Bw 81 9 10 Keterangan ; MML : zeolite, fragmen batuan, labradorit, bitownit, hornblende hijau, augit, hipersten, epidotit, turmalin; MHL: konkresi besi, lapukan mineral,limonit; MSL: opak, Mineral Klei Hasil analisis klei pada tanah di lahan budidaya sayuran dengan perlakuan penjenuhan Mg 2+ ditampilkan pada Gambar 20. Contoh klei pada setiap profil yang dianalisis hanya pada horison Bw dengan asumsi dapat mewakili horison di atas atau di bawahnya. Berdasarkan gambar difraktogram, secara umum tidak terdapat puncak yang muncul pada pos 2 theta 0-20. Dengan demikian pola difraktogram yang muncul menunjukkan bahwa terdapat mineral klei amorf pada ketiga profil tersebut profil S-1, S-2, dan S-3. Gambar 20. Difraktogram XRD dari klei tanah dengan penjenuhan Mg 2+ pada profil tanah di lahan budidaya sayuran 5 10 15 20 25 30 35 2Theta o S-2Bw1 S-3Bw S-1Bw cb fd td cb fd cb qz cb=kristobalit; fd=feldsfar; td=tridimit; qz=kuarsa Pada pos 2 theta 20, muncul beberapa puncak yang tajam dan memiliki nilai. berdasarkan hasil pengamatan jarak basalnya mineral yang terdeteksi antara lain kristobalit 0.407 nm dan feldsfar 0.327 nm. Pada horison S-2 mineral yang muncul puncaknya pada X ray difraktogram antara lain tridimit 0.433 nm, kristobalit 0.406 nm, dan feldsfar 3.21 nm. Sementara itu, pada profil S-3 puncak yang muncul antara lain mineral kristobalit 0.406 nm dan kuarsa 0.335 nm. Pada ketiga profil tersebut dijumpai puncak yang muncul dengan intensitas 100 yang diidentifikasi sebagai mineral kristobalit.

3.1.3.5 Klasifikasi Tanah pada Penggunaan Lahan Budidaya Sayuran Berdasarkan Taksonomi Tanah

Nama tanah menurut sistem klasifikasi Taksonomi Tanah USDA dari tanah yang berada pada lahan budidaya sayuran ditampilkan pada Tabel 19. Berdasarkan morfologi dan sifat kimia tanah, ketiga profil S-1, S-2, dan S-3 memiliki epipedon umbrik, yaitu terdapat lapisan setebal 18 cm atau lebih yang memiliki warna tanah dalam keadaan lembab dengan value dan kroma kurang 3. Pada sebagian atau seluruh horison memiliki kejenuhan basa 50 ekstrak NH4Oac dan kadar C-organik 0.6 . Semua tanah memiliki horison kambik Bw. Tekstur tanah berdebu atau lebih halus serta tidak memenuhi syarat untuk horison argilik, kandik, oksik, atau spodik. Kriteria suatu tanah diklasifikasikan ke dalam ordo Andisol antara lain harus memiliki persentase jumlah Al o +½Fe o ekstrak ammonium oksalat 2 atau lebih, bobot isi 0.90 gcm3, dan retensi fosfat 85. Berdasarkan kriteria tersebut maka ketiga profil tanah di lahan budidaya sayuran diklasifikasikan sebagai order Andisol. Tabel 19. Nama tanah pada lahan budidaya sayuran menurut sistem Taksonomi Tanah USDA No. Profil Epipedon Horison penciri bawah Subgrup 1. S-1 Umbrik Kambik Typic Hapludands 2. S-2 Umbrik Kambik Thaptic Hapludands 3. S-3 Umbrik Kambik Typic Hapludands Ketiga profil tanah tersebut memiliki regim kelembaban udik, karena tidak mengalami kering selama 90 hari secara kumulatif dalam satu tahun. Oleh karena itu, pada tingkat suborder, ketiga tanah ini diklasifikasikan sebagai Udands. Pada kategori greatgroup, ketiga profil S-1, S-2, dan S-3 diklasifikasikan ke dalam Hapludands karena tidak memiliki ciri lain yang spesifik. Pada kategori subgroup, profil S-1 dan S-3 tidak memiliki ciri lain yang spesifik sehingga diklasifikasikan ke dalam Typic Hapludands. Sedangkan horison S-2 memiliki horison terkubur pada kedalaman 73 cm sehingga diklasifikasikan sebagai Thaptic Hapludands. 3.2 Perbandingan Karakteristik Andisol pada Tiga Penggunaan Lahan, Proses yang terlibat, Konsekuensi serta upaya penanggulangannya Perbandingan karakteristik tanah-tanah pada penggunaan lahan berbeda menunjukkan adanya perbedaan. Penyebab perbedaan karakteristik ada merupakan perbedaan warisan dan juga ada pula yang karena perbedaan penggunaan lahan. Walau pun dicari lokasi yang ceteris paribus namun pada setiap penggunaan lahan terdapat perbedaan yang merupakan perbedaan warisan. Perbedaan karakteristik yang merupakan warisan meliputi horison terkubur, tekstur tanah, kadar mineral pasir dan klei, serta klasifikasi tanah pada kategori subgrup. Sementara perbedaan karakteristik yang terjadi akibat perbedaan penggunaan terjadi hanya di lapisan olah atau horison A, perbedaan tersebut meliputi; warna sifat morfologi; bobot isi dan intensitas kering tak balik sifat fisik; pH, C-organik, N-total, Ca-dd, Mg-dd, k-dd, KTK, KB, serta P dan K total sifat kimia.

3.2.1 Perbedaan Karakteristik Tanah yang Merupakan Perbedaan Warisan

Perbedaan karakteristik tanah yang merupakan perbedaan warisan adalah perbedaan karakteristik tanah yang terjadi secara alamiah dan tidak mungkin disebabkan oleh aktivitas pengelolaan lahan. Perbedaan ini bersifat setempat- setempat in situ tergantung dari faktor pembentuk tanahnya masing-masing. Sehingga perbedaan karakteristik dapat terjadi dalam satu penggunaan lahan yang sama maupun antar penggunaan lahan yang berbeda.

3.2.1.1 Kedalaman Profil dan Horison Terkubur

Berdasarkan hasil pengamatan profil tanah pada tiga jenis penggunaan lahan terdapat sebagian profil tanah yang memiliki kedalaman profil lebih dari 200 cm, antara 100-200 cm, dan 50-100 cm. Hampir setiap penggunaan lahan memiliki perbedaan tersebut. Keberagaman kedalaman profil tersebut lebih diakibatkan oleh bervariasinya kondisi topografi di lapangan. Kemiringan lereng profil tanah di bawah tegakan hutan berkisar 20-30, pada lahan budidaya sayur berkisar 10-13, sedangkan pada lahan perkebunan teh berkisar 12-15. Menurut Foth 1990, topografi menentukan distribusi lokal air berdasarkan curah hujan dan menentukan sejauh mana air mempengaruhi genesis tanah. Selain itu, di daerah volkan yang memiliki tingkat kemiringan, deposisi bahan induk cenderung tidak merata dan tergantung kondisi topografi awal daerah tersebut. Sehingga dalam kelas bentuk lahan yang sama masih terdapat perbedaan kedalaman profil tanah. Adanya kondisi demikian utamanya disebabkan oleh proses geomorfik yang terjadi di permukaan. Proses geomorfik utama yang terjadi adalah proses erosi, deposisi, dan pencucian. Erosi dapat menyebabkan massa tanah lapisan atas terkikis dan dipindahkan ke tempat lain yang lebih landai dan cekung. Proses ini terjadi sangat kuat di daerah berlereng dan curah hujan yang tinggi dan tidak merata. Akibatnya profil tanah atau solum tanah menjadi tidak sama ada yang dangkal atau dalam. Oleh karenanya proses erosi dan deposisi dapat terlihat dan dikenali dari ketebalan tanah sedangkan proses pencucian biasanya terjadi bersamaan dengan proses erosi. Selain perbedaan kedalaman solum juga ditemukan adanya horison terkubur pada beberapa profil di semua jenis penggunaan lahan. Hal ini tercermin dalam kehadiran horison A yang terkubur oleh bahan yang lebih muda Ab. Adanya horison terkubur pada Andisol berkaitan dengan aktivitas volkanik di daerah yang bersangkutan atau sekitarnya. Hal ini merupakan hal yang lazim pada tanah-tanah yang berasal dari bahan induk volkan di mana letusan gunung berapi terjadi lebih dari satu kali Shoji et al, 1982. Akibatnya terjadi semacam stratifikasi horison dengan umur yang berbeda.

3.2.1.2 Tekstur Tanah

Tekstur tanah pada setiap profil berbeda baik itu dalam setiap penggunaan lahan maupun antar penggunaan lahan. Perbedaan terlihat dari distribusi ukuran partikel pada tiap-tiap profil. Meskipun demikian tekstur tanah pada umumnya tergolong ke dalam kelas agak kasar lom berdebu hingga agak halus lom klei berdebu. Pengelolaan tanah atau perubahan penggunaan lahan tidak serta merta dapat mengubah kelas tekstur dalam kurun waktu cepat. Andisol memiliki variasi yang lebar dalam hal tekstur tanah tergantung dari jenis dan ukuran partikel tephra , tipe dan derajat pelapukan, dan lain sebagainya. Perbedaan tekstur juga sangat dipengaruhi kendala dalam menganalisis tekstur di laboratorium. Kendala yang dihadapi adalah sulit terdispersinya fraksi klei pada Andisol. Dalam penelitian ini sebagian contoh tanah terdispersi dengan baik pada pH 3.5 dengan penambahan 0.1 N HCl dan ada juga yang tidak terdispersi. Warkentin et al 1988 mengemukakan bahwa tanah-tanah Andisol sulit untuk didispersikan sehingga hasil analisis distribusi ukuran partikel tidak mencerminkan keadaan sebenarnya. Selain itu, menjadi hal umum terjadi perbedaan hasil penentuan tekstur tanah di lapangan dengan di laboratorium karena mineral non kristalin sering menghambat dalam dispersi partikel mineral Shoji et al, 1993b.

3.2.1.3 Kadar Mineral Fraksi Pasir dan Klei

Hipersten, labradorit, dan augit merupakan tiga mineral primer yang dominan di ketiga jenis penggunaan lahan yang diteliti. Ada beberapa mineral yang ditemukan pada jenis penggunaan tertentu akan tetapi tidak ditemukan pada jenis penggunaan lahan yang lainnya. Kongkresi besi hanya ditemukan pada tanah dengan jenis penggunaan lahan budidaya sayuran meskipun dari segi jumlah kuantitasnya kurang dari 1 atau sporadis. Hidrargilit dan gelas volkan hanya ditemukan pada tanah di bawah tegakan hutan dan kebun teh. Turmalin hanya ditemukan pada pada tanah budidaya sayuran dan perkebunan teh, sebaliknya olivin dan enstantit hanya ditemukan pada tanah hutan saja. Berdasarkan hasil analisa XRD sebagian besar klei tanah menampilkan puncak yang tidak tajam yang menunjukkan dominasi mineral amorf. Selain alofan, beberapa mineral lain yang terdeteksi oleh sinar X seperti mineral