Gambar 16. Intensitas kering tak balik tanah pada lahan budidaya sayuran menurut kedalaman
3.1.3.3 Sifat Kimia Tanah pada Penggunaan Lahan Budidaya Sayuran Kemasaman Tanah
Nilai pH aktual yang diukur dengan menggunakan pelarut air pada tanah budidaya sayuran ini berkisar antara 3.98 hingga 5.62 Tabel 15. Horison S-3
dijumpai nilai pH aktual yang lebih tinggi dibandingkan dengan profil H-1 dan H- 2. Nilai pH potensial yang diukur dengan menggunakan pelarut KCl dijumpai
nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan pH aktual
.
Tingginya nilai pH potensial menyebabkan ∆pH yang positif. Meskipun demikian ada beberapa
horison yang memiliki nilai pH aktual yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai pH potensialnya.
Gambar 17 . Hubungan ∆pH dengan intensitas kering tak balik pada lahan budidaya sayuran
y = 0.0014x + 0.1232 R² = 0.0242
-0.6 -0.4
-0.2 0.2
0.4 0.6
0.8
50 100
150
D e
lt a
p H
Intensitas kering tak balik
Ket : Z = Intensitas kering tak balik
X = Kadar air tanah pada keadaan kapasitas lapang sebelum kering oven 105
o
C Y = Kadar air tanah pada keadaan kapasitas lapang setelah kering oven 105
o
C.
Nilai ∆pH juga sangat dipengaruhi oleh nilai intensitas kering tak balik. Hubungan antara nilai intensitas kering tak balik dengan ∆pH menunjukkan
hubungan yang positif meskipun tidak seperti pada dua penggunaan lahan lainnya. ∆pH pada lahan budidaya sayuran mempunyai nilai yang tidak beraturan dan
tergantung dari nilai intensitas kering tak balik Gambar 17.
Selain pH
H20
dan pH
KCl
juga diperlukan pengukuran pH dengan menggunakan pelarut NaF untuk menentukan adanya sifat andik. Hasil
pengukuran pH NaF yang disajikan pada Tabel Lampiran 12 memiliki nilai pada kisaran 10.6-11.4. Hal ini mengindikasikan bahwa semua profil tanah pada lahan
budidaya sayuran ini didominasi oleh mineral amorf yang berasal dari bahan volkan. Selain itu, kadar Al-dd pada ketiga profil tergolong rendah sampai tidak
terukur 0.7 cmolckg. pH yang tergolong masam tetapi kadar Al-dd rendah merupakan salah satu ciri dari Andisol.
Tabel 15. Kemasaman tanah pada tanah pada lahan budidaya sayuran
Kedalaman pH 1 : 1
No. Horison
cm H
2
O KCl
∆ pH 1.
Profil S-1
Ap1 0-15
4.77 5.26
0.49 Ap2
15-30 4.52
4.50 -0.02
AB 30-45
4.20 4.60
0.40 Bw
45-93 4.90
5.53 0.63
BC 93-136
4.85 5.46
0.61 C
136-200 -
- -
2.
Profil S-2
Ap1 0-10
4.59 4.77
0.18 Ap2
10-25 3.98
4.31 0.33
Ap3 25-45
4.83 4.32
-0.50 Bw1
45-73 4.79
4.97 0.19
Ab 73-102
5.06 5.08
0.01 Bwb
102-135 5.2
5.18 -0.02
2C 135-200
- -
- 3.
Profil S-3
Ap 0-25
5.26 5.43
0.17 AB
25-43 5.41
5.47 0.06
Bw 43-65
5.28 5.64
0.36 BC
65-100 5.62
5.53 -0.09
C 100-160
- -
-
Karbon Organik dan Nitrogen Total
Kadar karbon organik tanah di lahan budidaya sayuran disajikan pada Tabel Lampiran 13 dan Gambar 18. Kadar karbon organik ketiga profil berkisar
antara 5.14-1.35 . Horison A memiliki kadar karbon organik yang paling tinggi dibandingkan dengan horison di bawahnya Gambar 18. Kadar bahan organik
pada horison A di semua profil berkisar antara 4.47 hingga 5.14 sedangkan pada horioson Bw berkisar antara 1.35 hingga 3.15.
Gambar 18. Kadar C-organik tanah di lahan budidaya sayuran menurut kedalaman
Gambar 19. Kadar N-total tanah di lahan budidaya sayuran menurut kedalaman Kadar N-total pada tanah ini berkisar antara 0.51-0.15 Tabel Lampiran
13. Kadar N-total memiliki sebaran nilai yang hampir sama dengan kadar C- organik pada profil yang sama. Profil S-2 menunjukkan nilai kadar N-total paling
tinggi dibandingkan dengan horison S-1 dan S3 Gambar 19. Hal ini berarti bahwa profil S-2 memiliki potensi suplai nitrogen yang lebih tinggi dibandingkan
dengan profil tanah lainnya. Nilai rasio CN pada tanah ini rata-rata berkisar antara 3 hingga 11, meskipun pada horison AB profil T-1 bernilai 24. Rendahnya
nilai CN rasio ini menunjukkan bahwa kadar karbon organik pada ketiga profil tanah tersebut telah menjadi humus yang stabil dalam tanah, sedangkan nilai CN
rasio pada horison AB profil T-1 menunjukkan bahwa proses degradasi bahan organik masih berlangsung dan belum menjadi humus.