Daya dukung lingkungan terbagi atas dua yakni, daya dukung ekologis ecological carrying capacity dan daya dukung ekonomis economic carrying
capacity . Daya dukung ekologis adalah jumlah maksimum hewan-hewan pada
suatu lahan yang dapat didukung tanpa mengakibatkan kematian karena faktor kepadatan, serta terjadinya kerusakan lingkungan secara permanen irreversible.
Hal ini ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan. Hal ini sejalan dengan Tantrigama 1998, analisis dukung difokuskan pada aspek ekologi, fisik dan
lingkungan. Daya dukung ekonomi adalah tingkat produksi skala usaha yang memberikan keuntungan maksimum dan ditentukan oleh tujuan usaha secara
ekonomi. Dalam hal ini digunakan paremeter-parameter kelayakan usaha secara ekonomi.
Mengacu pada batasan-batasan konsep daya dukung sebelumnya, maka ada beberapa daya dukung yang perlu diperhatikan dalam rangka kegiatan
pengelolaan PPK, selengkapnya diuraikan pada sub bab berikut.
2.6.1. Daya Dukung Ekologis
Daya dukung ekologis, menurut MacLeod and Cooper 2005 dinyatakan sebagai tingkat maksimum penggunaan suatu kawasan atau suatu ekosistem agar
tetap lestari, baik dalam jumlah populasi maupun kegiatan yang diakomodasikan di dalamnya, sebelum terjadi suatu penurunan dalam kualitas ekologis ekosistem
tersebut. Christensen dan Pauly 1998, menyusun defenisi daya dukung berdasarkan teori Odum, yang menyatakan bahwa batas maksimum biomas yang
dapat mendukung seperangkat produksi primer dan satu variabel struktur jaringan makanan yang diperoleh ketika total sistem respirasi sama dengan jumlah
produksi primer dan impor detritus. Daya dukung ekologis merupakan tingkat maksimal penggunaan suatu
pulau. Turner 1988 menyebutkan bahwa daya dukung merupakan populasi organisme akuatik yang akan ditunjang oleh suatu kawasanareal atau volume
perairan yang ditentukan tanpa mengalami penurunan mutukualitas perairan deteriorasi. Daya dukung yang terkait dengan pariwisata menunjukkan jumlah
maksimum wisatawan 104 orang yang melakukan penyelaman atau berenang tanpa merusak terumbu karang atau kehidupan laut Tantrigama, 1998.
Jika input nutrien yang masuk dalam jumlah yang besar melebihi kapasitas asimilasi atau daya dukung ekosistem pesisir, maka akan menimbulkan
masalah eutrofikasi. Dengan masuknya limbah organik ke dalam perairan pesisir berarti akan meningkatkan jumlah biomasa bakteri. Karena bakteri merupakan
komponen utama dalam salah satu rantai makanan food chain, maka pada tingkat tertentu pembuangan limbah organik dapat meningkatkan kesuburan dan
produktivitas perairan. Namun, bila laju pembuangan limbah organik lebih besar laju penguraiannya oleh bakteri, maka terjadilah akumulasi limbah organik yang
menimbulkan pencemaran, sampai terjadi kondisi deoxygenation. Eksistensi nutrien yang berasal dari daratan maupun perairan laut sendiri selanjutnya akan
menentukan kuantitas dan kualitas fisik dan kimia perairan di daerah pesisir, termasuk intensitas cahaya. Unsur hara yang masuk ke perairan pesisir dalam
jumlah yang besar dapat menyebabkan produktivitas terganggu. Konsentrasi nutrien terkait produksi primer dan pertumbuhan alga, seperti Sargassum
baccularia, Dityota dan Acanthopora, kelimpahan Green algae Fucus vesicolus dan Gracilaria spp
Pencemaran perairan pesisir akibat meningkatnya berbagai kegiatan pemanfaatan merupakan indikator terlampauinya daya dukung perairan. Dampak
yang timbul akibat pencemaran oleh berbagai jenis polutan dapat langsung meracuni kehidupan biologis dan menyerap banyak jumlah oksigen selama proses
dekomposisi. Beberapa komponen minyak tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai. Hal ini
mempunyai pengaruh yang luas terhadap hewan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di perairan Sumadhiharga, 1995. Komponen hidrokarbon yang bersifat
toksik berpengaruh terhadap reproduksi, perkembangan, pertumbuhan, dan perilaku biota laut, terutama pada plankton, bahkan dapat mematikan ikan, dengan
sendirinya dapat menurunkan produksi ikan. Proses emulsifikasi merupakan sumber mortalitas bagi organisme, terutama pada telur, larva, dan perkembangan
embrio karena pada tahap ini sangat rentan pada lingkungan tercemar. Proses ini merupakan penyebab terkontaminasinya sejumlah flora dan fauna di wilayah
tercemar. Asmus, et al., 2000.
Pemanfaatan wilayah pesisir untuk kegiatan pariwisata, disamping dampak yang terjadi yang mengganggu kenyamanan atau kepuasan pemakai
kawasanruang ini, dampak negatif lanjutan lainnya dapat terjadi misalnya menurunnya spesies biota di suatu kawasan.
2.6.2 Daya Dukung Fisik