Zona Intensif Zona Ekstensif, yaitu suatu kawasan yang dirancang untuk menerima Initial sumberdaya terumbu karang untuk

dan kabupaten, atau biaya lokasi yang lebih kecil akan memerlukan biaya yang kecil untuk melindungi atau mempertahankan keberadaannya. Kawasan konservasi yang berukuran kecil dapat mendukung kehidupan lebih banyak jenis biota dengan relung yang berbeda-beda serta tidak merusak semua kawasan konservasi secara bersamaan bila terjadi bencana. Kawasan konservasi yang berukuran besar menuntut adanya zonasi kawasan untuk dapat mendukung pengelolaan yang efektif bagi pemanfaatan secara berkelanjutan. Adanya zonasi maka pemanfaatan sumberdaya alam dapat dikontrol secara efektif untuk mencapai sasaran dan tujuan konservasi. Berdasarkan arah pengembangan pariwisata, kawasan PPK jenis-jenis zonasi yang umum digunakan dalam pengembangan pariwisata adalah Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2004:

1. Zona Intensif

, yaitu suatu kawasan yang dirancang untuk dapat menerima kunjungan dan tingkat kegiatan yang tinggi dengan memberikan ruang yang luas untuk kegiatan dan kenyamanan pengunjung. Dalam zona ini dapat dikembangkan sarana dan prasarana fisik untuk pelayanan pariwisata yang umumnya tidak melebihi 60 luas kawasan zonasi intensif dan memperhatikan daya dukung lingkungan.

2. Zona Ekstensif, yaitu suatu kawasan yang dirancang untuk menerima

kunjungan dan tingkat kegiatan terbatas, untuk menjaga kualitas karakter sumber daya alam. Dalam zona ini kegiatan pengunjung harus dapat dikontrol dan pembangunan sarana dan prasarana terbatas hanya untuk pengunjung kegiatan, seperti jalan setapak, tempat istirahat, menara pandang, papan penunjuk dan informasi.

3. Zona Perlindungan, yaitu suatu kawasan yang dirancang untuk tidak

menerima kunjungan dan kegiatan pariwisata. Kawasan ini biasanya merupakan kawasan yang menjadi sumber air bagi kawasan seluruh pulau, atau memiliki kerentanan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.

2.2. Karakteristik Pulau-Pulau Kecil

Defenisi pulau menurut UNCLOS 1982, Bab VIII pasal 121 ayat 1, bahwa “pulau adalah massa daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi oleh air dan selalu beradamuncul di atas permukaan air pasang tertinggi” IHO, 1993 dalam Bengen dan Retraubun, 2006. Pulau-Pulau Kecil PPK adalah kumpulan pulau-pulau gugusan pulau yang secara fungsional saling berinteraksi dari sisi ekologis, ekonomi, sosial dan budaya, baik secara individuial maupun secara sinergis dapat meningkatkan skala ekonomi dari pengelolaan sumberdayanya Departemen Kelautan dan Perikanan, 2002. Berdasarkan luasnya, PPK small island memiliki luas daratan beserta kesatuan ekosistemnya yakni lebih kecil dari atau sama dengan 2.000 km 2 Undang-undang No. 27 Tahun 2007 10.000 km 2 Pulau kecil memiliki karakteristik biofisik yang menonjol, yaitu 1 terpisah dari habitat pulau induk mainland island, sehingga bersifat insulat; 2 sumber air tawar terbatas, dimana daerah tangkapan airnya relatif kecil; 3 peka dan rentan terhadap pengaruh eksternal baik alami maupun akibat kegiatan manusia; 4 memiliki sejumlah jenis endemik yang bernilai ekologis tinggi. Karakteristik lingkungan yang berkaitan erat dengan proses terbentuknya pulau serta posisi atau letak pulau tersebut, sehingga secara geologi pulau-pulau tersebut memiliki formasi struktur yang berbeda dan dalam proses selanjutnya pulau-pulau tersebut juga akan memiliki kondisi yang spesifik Bengen dan Retraubun, 2006. Dari segi budaya, masyarakat pulau kecil mempunyai budaya yang berbeda dengan pulau kontinen dan daratan Beller et al., 1990. Interaksi manusia dengan lingkungan terjadi dalam suatu bentuk pola tingkah laku yang terlembagakan, kemudian menghasilkan sistem adaptasi yang terpola dan merupakan bagian dari sistem yang lebih luas yakni budaya. Selanjutnya budaya terkait dengan adaptasi manusia terhadap lingkungannya melalui sistem teknologi matapencaharian dan pola pemukiman, yang keduanya disebut juga sebagai cultural core Bengen dan Retraubun, 2006. Departemen Kelautan dan Perikanan, 2002; Brookfield 1990 dalam Dahuri, 2003 dan berpenduduk di bawah 500.000 orang Hess, 1990 dalam Bengen dan Retraubun, 2006 atau lebih kecil dari 200.000 jiwa Departemen Kelautan dan Perikanan, 2002. Pulau-pulau kecil sebagai bagian dari pembangunan kelautan memiliki potensi yang sangat besar untuk dikelola dengan baik. Pulau kecil memiliki karakteristik biofisik yang menonjol, yaitu 1 terpisah dari habitat pulau induk mainland island, sehingga bersifat insulat; 2 sumber air tawar terbatas, dimana daerah tangkapan airnya relatif kecil; 3 peka dan rentan terhadap pengaruh eksternal baik alami maupun akibat kegiatan manusia; 4 memiliki sejumlah jenis endemik yang bernilai ekologis tinggi Bengen, 2002. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pulau-pulau kecil memiliki satu atau lebih ekosistem dan sumberdaya pesisir. Ekosistem pesisir bersifat alamiah ataupun buatan man-made. Ekosistem alami pulau-pulau kecil, antara lain; terumbu karang coral reef, hutan mangrove, padang lamun seagrass beds, pantai berpasir sandy beach, pantai berbatu rocky beach, formasi pescaprea, formasi baringtonia, estuaria, laguna dan delta. Sedangkan ekosistem buatan, antara lain; kawasan pariwisata, kawasan budidaya mariculture dan kawasan permukiman Bengen, 2000. Pulau-pulau kecil mempunyai keunikan, baik fisik, geografis, sumberdaya alam maupun masyarakatnya. Pulau-pulau kecil memiliki karakteristik yang sangat rentan terhadap berbagai pengaruh eksternal dan aktivitas pembangunan, serta mempunyai keterbatasan baik sumberdaya alamnya maupun sumberdaya manusianya. Selain itu, wilayah ini memiliki keterkaitan ekologis, sosial ekonomi dan sosial budaya dengan ekosistem di sekitarnya. Dengan alokasi ruang yang didasarkan pada daya dukung ekologis, jaringan sosial budaya antara masyarakat dan integrasi kegiatan sosial ekonomi yang sudah berlangsung selama ini, akan memberikan pilihan investasi yang tepat Dahuri, 1998. Beberapa karakteristik yang dijumpai di pulau-pulau kecil dapat dikategorikan ke dalam aspek lingkungan hidup dan sosial-ekonomi-budaya. Karakteristik yang berkaitan dengan lingkungan hidup menurut Brookfield 1990 dalam Dahuri 2003 antara lain: 1. Pulau-pulau kecil memiliki daerah resapan catchment area yang sempit, sehingga sumber air tanah yang tersedia sangat rentan terhadap pengaruh intrusi air laut, terkontaminasi akibat nitrifikasi dan kekeringan. 2. Pulau-pulau kecil memiliki daerah pesisir yang sangat terbuka, sehingga lingkungannya sangat mudah dipengaruhi oleh gelombang yang berasal dari badai cyclone dan tsunami. 3. Spesies organisme yang hidup di pulau-pulau kecil pada umumnya bersifat endemik dan perkembangannya lambat, sehingga mudah tersaingi oleh organisme tertentu yang datang dari luas pulau. 4. Pulau-pulau kecil memiliki sumberdaya alam terrestrial yang sangat terbatas, baik yang berkaitan dengan sumberdaya alam mineral, air tawar maupun kehutanan dan pertanian. Karateristik yang berkaitan dengan faktor sosial-ekonomi-budaya menurut Hein 1990 dalam Dahuri 2003 antara lain adalah: memiliki infrastruktur yang terbatas, pasar domestikdan sumberdaya alam kecil sehingga iklim usahanya kurang kompetitif, kegiatan ekonomi sangat terspesialisasi, tergantung pada bantuan luar meskipun memiliki potensi sebagai tempat yang posisinya bernilai strategis dan jumlah penduduk tidak banyak dan biasanya saling mengenal satu sama lain serta terikat dengan hubungan persaudaraan. Selama ini pulau-pulau kecil kurang mendapat sentuhan pembangunan sehingga sebagian masyarakatnya relatif hidup dalam kemiskinan. Menurut Retraubun 2000, rendahnya sentuhan pembangunan ini didasarkan atas: 1. Kebanyakan pulau-pulau kecil tidak berpenghuni karena ukurannya relatif sangat kecil. 2. Kalaupun berpenghuni, jumlah penduduknya sangat sedikit sehingga tidak menjadi prioritas utama. 3. Kawasan ini cenderung terisolasi sehingga diperlukan investasi yang besar untuk membangun prasarana perhubungan laut. 4. Kurangnya kepastian perlindungan hak dan kepastian berusaha. 5. Pembangunan nasional yang selama ini lebih berorientasi ke darat. Meskipun demikian, pulau-pulau kecil memiliki potensi ekonomi yang tinggi namun mempunyai karakteristik yang sangat rentan terhadap aktivitas ekonomi. Kesukaran atau ketidakmampuan untuk mencapai skala ekonomi yang optimal dan menguntungkan dalam hal administrasi, usaha produksi dan transportasi turut menghambat pembangunan hampir semua pulau kecil di dunia. Daya dukung sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang sangat terbatas. Aktivitas sosial dan ekonomi pulau-pulau kecil merupakan interaksi kawasan daratan terrestrial dengan lingkungan laut, sehingga hampir semua bentuk aktivitas pembangunan akan berdampak negatif terhadap kualitas lingkungan. Potensi kerusakan sumberdaya alam yang sangat tinggi seperti kenaikan permukaan laut, badai tsunami, dapat dengan mudah terjadi apabila kualitas lingkungan sudah menurun. Pendekatan ekosistem dalam penataan ruang wilayah pulau dan gugus pulau harus berdasarkan daya dukung ekologis, jaringan sosial budaya dan integrasi kegiatan sosial ekonomi Dahuri, 2003.

2.3. Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil.

Beller et al. 1990 mendefinisikan Pulau Kecil sebagai pulau dengan luas 10.000 km 2 dan mempunyai penduduk 500.000 jiwa. Fakland 1991 menyatakan pulau kecil adalah suatu wilayah yang memiliki luas tidak lebih dari 2000 km 2 dan lebarnya tidak lebih dari 10 km, sedangkan definisi untuk pulau sangat kecil yaitu wilayah yang memiliki luas tidak lebih dari 100 km 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km dan lebar tidak lebih dari 3 km UNESCO 1991. 2 beserta kesatuan ekosistemnya. Selanjutnya yang dimaksud dengan Pulau-Pulau Kecil atau Gugusan Pulau-Pulau Kecil adalah kumpulan pulau-pulau yang secara fungsional saling berinteraksi dari sisi ekologis, ekonomi, sosial dan budaya DKP-RI, 2001. Towle 1979 dalam Debance 1999 menggunakan definisi pulau kecil menurut The Commonwealth Secretary yaitu pulau yang memiliki luas kurang dari 10.000 km 2 dan penduduk kurang dai 500.000 jiwa. Peraturan Presiden RI Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pulau Kecil adalah pulau dengan luas area kurang dari atau sama dengan 2.000 km 2 Arahan pengelolaan PPK diperuntukan bagi kegiatan berbasis konservasi, artinya pemanfaatan untuk berbagai kegiatan yang bersifat eksploratif-destruktif tidak diperkenankan, karena PPK memiliki sejumlah kendala dan karakteristik yang sangat berbeda dengan pulau besar mainland. Atas dasar karakteristiknya, maka arahan peruntukan dan pemanfaatannya berupa kegiatan yang memanfaatkan potensi sumberdaya PPK, seperti perikanan tangkap, budidaya laut, dan pariwisata Bengen 2002 dalam Maanema 2003. Kebijakan pengelolaan PPK harus berbasis kondisi dan karakteristik biogeofisik serta sosial ekonomi, mengingat peran dan fungsi kawasan sangat penting baik bagi kehidupan ekosistem laut maupun ekosistem daratan mainland Fauzi dan Anna 2002. Salah satu cara yang diterapkan adalah menetapkan Daerah Perlindungan . Laut DPL, dengan maksud melindungi sumberdaya perikanan, pelestarian genetik dan plasma nutfah serta mencegah rusaknya bentang alam Salm et al. 2000 dalam Maanema 2003. Tabel 1. Kriteria Umum Untuk Penentuan Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil No Kriteria Uraian 1. Sosial a. Diterimanya secara sosial, berarti : didukung oleh masyarakat lokal, adanya nilai-nilai lokal untuk melakukan konservasi SDA, adanya kebijakan pemerintah setempat untuk menetapkan Daerah Perlindungan Laut DPL. b. Kesehatan masyarakat, berarti : mengurangi pencemaran dan berbagai penyakit, mencegah terjadinya area kontaminasi. c. Rekreasi, berarti : dapat digunakan untuk kegiatan rekreasi, masyarakat lokal dapat memanfaatkan manfaat dengan berkembangnya kegiatan rekreasi. d. Budaya, berarti : adanya nilai-nilai agama, sejarah dan budaya lainnya yang mendukung adanya DPL. e. Estetika, berarti : adanya bentang laut dan bentang alam yang indah, keindahan ekosistem dan keanekaragaman jenis memberikan nilai tambah untuk rekreasi. f. Konflik kepentingan, berarti :pengembangan DPL akan membawa efek positif pada masyarakat lokal. g. Keamanan, berarti : dapat melindungi masyarakat dari berbagai kemungkinan bahaya badai, ombak, arus, dan bencana lainnya. h. Aksesibilitas, berarti : memiliki akses dari daratan dan lautan. i. Penelitian dan pendidikan, berarti : memiliki berbagai ekosistem yang dapat dijadikan objek penelitain dan pendidikan. j. Kepedulian masyarakat, berarti : masyarakat ikut berperan aktif dalam melakukan kegiatan konservasi. 2. Ekonomi a. Memiliki spesies penting, berarti : area yang dilindungi memiliki spesies yang bernilai ekonomi, misalnya terumbu karang, mangrove, dan estuaria. b. Memiliki nilai penting untuk kegiatan perikanan, berarti : area perlindungan dapat dijadikan untuk menggantungkan hidup para nelayan, area perlindungan merupakan daerah tangkapan. c. Ancaman terhadap alam, berarti : adanya ancaman dari aktifitas manusia, adanya ancaman dari kegiatan merusak seperti pengeboman, penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan, daerah yang perlu dikelola untuk menjaga kelestariannya. d. Keuntungan ekonomi, berarti : adanya dampak positif bagi ekonomi setempat. e. Pariwisata, berarti : merupakan area yang potensial dikembangkan untuk pariwisata. 3. Ekologi a. Keanekaragaman hayati, berarti : memiliki kekayaan keanekaragaman ekosistem spesies. b. Kealamiahan, berarti : tidak mengalami kerusakan, masih dalam keadaan alami. c. Ketergantungan, berarti : berbagai spesies sangat tergantung pada area ini, proses-proses ekologi sangat bergantung pada daerah ini. d. Keterwakilan, berarti : area yang akan ditentukan mewakili berbagai tipe habitat, ekosistem, geologikal, dan berbagai karakteristik alam lainnya. e. Keunukan, berarti : memiliki spesies yang unik, memiliki spesies yang endemik, memiliki spesies yang hampir punah. f. Produktifitas, berarti : produktifitas area akan memberikan kontribusi untuk berbagai spesies dan manusia. g. Vulnerabilitas, berarti : area ini memiliki fungsi perlindungan dari berbagai ancaman bencana. 4. Regional a. Tingkat kepentingan regional, berarti : mewakili karakteristik regional setempat baik itu alamnya, proses ekologi, maupun budayanya, merupakan daerah migrasi beberapa spesies, memberikan kontribusi untuk pemeliharaan berbagai spesies. b. Tingkat kepentingan sub-regional, berarti : memiliki dampak positif terhadap subregional, dapat dijadikan perbandingan dengan subregional yang tidak dijadikan DPL. Sumber : Bengen 2002 Beberapa persoalan ekologi yang terjadi di kawasan pesisir pulau-pulau kecil merupakan akibat terlampauinya daya dukung karena eksploitasi sumberdaya, seperti penebangan mangrove akan menyebabkan hilangnya fungsi ekologis, walaupun memberikan kontribusi secara ekonomi tetapi hanya dalam waktu tertentu. Alrasjid 1988 dalam Dahuri et al 1998, bahwa ekosistem mangrove mampu menghasilkan sekitar 9m 3 Adanya keterbatasan PPK, maka pengelolaannya berdasarkan penzonasian dan berbasis daya dukung. Penzonasian dilakukan berdasarkan kriteria yang terkait satu sama lain sehingga pengelolaannya dilakukan secara terpadu. Kriteria zonasi pulau kecil Bengen 2002 yaitu : kayuhatahun. 1 Ekologi meliputi : keanekaragaman hayati, didasarkan pada keragaman atau kekayaan ekosistem, habitat, komunitas dan jenis biota; kealamian, didasarkan pada tingkat degradasi; ketergantungan, didasarkan pada tingkat ketergantungan spesies pada lokasi atau tingkat dimana ekosistem bergantung pada proses-proses ekologi yang berlangsung dilokasi; keunikan, didasarkan pada keberadaan suatu spesies endemik atau yang hampir punah; integritas, didasarkan pada tingkat dimana lokasi merupakan suatu unit fungsional dari entitas ekologis; produktivitas, didasarkan pada tingkat dimana proses-proses produktif dilokasi memberikan manfaat bagi biota atau manusia; kerentanan, didasarkan pada kepekaan lokasi terhadap degradasi oleh pengaruh alam maupun aktivitas manusia. 2 Ekonomi meliputi : spesies penting, didasarkan pada tingkat dimana spesies penting komersial tergantung pada lokasi; kepentingan perikanan, didasarkan pada jumlah nelayan yang tergantung pada lokasi dan ukuran hasil perikanan; bentuk ancaman, didasarkan pada luasnya perubahan pola pemanfaatan yang mengancam keseluruhan nilai lokasi bagi manusia; manfaat ekonomi, didasarkan pada tingkat perlindungan lokasi berpengaruh pada ekonomi lokal dalam jangka panjang; pariwisata, didasarkan pada nilai keberadaan atau potensi lokasi untuk pengembangan pariwisata. 3 Sosial-budaya meliputi : penerimaan sosial, didasarkan pada tingkat dukungan masyarakat; kesehatan masyarakat, didasarkan pada keberadaan kawasan dapat membantu mengurangi pencemaran atau penyakit yang berpengaruh pada kesehatan masyarakat; budaya, didasarkan pada nilai sejarah, agama, seni atau nilai budaya lain di lokasi; estetika, didasarkan pada nilai keindahan lokasi; konflik kepentingan, didasarkan dimana kawasan dapat berpengaruh pada aktivitas masyarakat lokal; keamanan, didasarkan pada tingkat bahaya dari lokasi bagi manusia karena adanya arus kuat, ombak besar dan hambatan lainnya; aksesibilitas, didasarkan pada tingkat kemudahan mencapai lokasi; apresiasi masyarakat, didasarkan pada tingkat dimana monitoring, penelitian, pendidikan, atau pelatihan dapat berkontribusi pada pengetahuan nilai-nilai lingkungan dan tujuan konservasi.

2.4. Kawasan Konservasi

Kawasan yang dilindungi protected area adalah suatu areal yang secara khusus diperuntukan bagi perlindungan dan pemeliharaan keanekaragaman hayati dan budaya, dikelola melalui upaya yang legal atau upaya efektif lainnya IUCN 1994. Definisi Kawasan Konservasi di Indonesia tertuang dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, mengadopsi dari World Conservation Strategy IUCN 1980, yakni konservasi didefinisikan sebagai manajemen biosphere secara berkelanjutan untuk memperoleh manfaat bagi generasi sekarang dan yang akan datang. Dalam penentuan suatu ekosistem menjadi daerah perlindungan dan pelestarian ditentukan oleh kebutuhan untuk melindungi ekosistem. Berdasarkan pendekatan ekologis, apabila ekologis tidak terpenuhi maka akan menyebabkan kerusakan kawasan yang dijadikan sebagai daerah perlindungan. Ada dua konsep dasar dalam menentukan batasan ekologis dalam upaya perlindungan kawasan terumbu karang, yaitu 1 Habitat yang harus dimasukkan kedalam kawasan perlindungan dan 2 Luas daerah yang harus dilindungi Salm and Clark 1982. Menurut Westmacott et al 2000, bahwa konservasi memegang peranan penting bagi pelestarian dan pengelolaan terumbu karang, dengan cara : a melindungi daerah terumbu karang yang tidak rusak dan sebagai sumber larva serta alat untuk membantu pemulihan, b melindungi daerah bebas dari dampak manusia dan sesuai sebagai substrat karang dan pertumbuhan kembali, c memastikan bahwa terumbu karang tetap menopang keberlangsungan kebutuhan masyarakat sekitar termasuk untuk kegiatan perikanan dan wisata. Alcala 1988 dan Roberts 1995, bahwa pengembangan kawasan konservasi laut dalam luasan kecil pada suatu wilayah menunjukkan peningkatan yang cukup berarti pada produktivitas perikanan disekitarnya, seperti pada tiga pulau di Philipina, diperoleh produksi perikanan antara 10.94 – 24 metrik ton mtkm 2 tahun sebelum dibangun KKL. White 1989 di Pulau Sumilon hasil produksi perikanan sebesar 14-24 mtkm 2 tahun sebelum ada KKL, setelah dibangun KKL hasil tangkapan meningkat menjadi 36 mtkm 2 tahun. Produksi KKL kembali menurun 20 mtkm 2 tahun ketika pengelolaan KKL mengalami masalah. White 1989, bahwa KKL merupakan area recruitment bagi ikan karang yang bergerak pada kawasan terumbu karang di dalam dan diluar KKL. Hutomo dan Suharti 1998 melaporkan bahwa terumbu karang dapat memberikan manfaat langsung berupa hasil laut sebanyak 25 tonhatahun. Keanekaragaman species digunakan sebagai indikator stabilitas lingkungan. Selain itu, species itu sendiri penting karena fungsinya bertindak dalam menimbulkan jasa ekologis yang bernilai ekonomis. Keanekaragaman secara fungsional menentukan ketahanan resilience ekosistem atau sensitivitas ekosistem Holling et al 1996. Jumlah species dan komposisi species ikan merupakan indikator integritas biotik ekosistem perairan Karr 2002. Menurut Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 dalam DKP 2002 terdapat 4 empat kategori kawasan lindung yaitu : 1 Kawasan yang memberikan Perlindungan bagi kawasan bawahannya meliputi: Kawasan hutan lindung yaitu kawasan hutan yang terletak di pesisir dan telah ditetapkan sebagai Hutan Lindung Perda RTRW; Kawasan bergambut yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut yang berfungsi mengendalikan faktor hidrologi wilayah dan melindungi ekosistem yang khas; dan Kawasan resapan air atau sekitar Daerah Aliran Sungai DAS 2 Kawasan perlindungan setempat meliputi: Kawasan sempadan pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi pantai, minimal 100 meter dari pasang tertinggi ke arah darat; Kawasan sekitar mata air atau DAS. Pada daerah pesisir, kawasan mata air yang perlu dilindungi terutama yang terdapat di pulau-pulau kecil; 3 Kawasan suaka alam dan cagar budaya, Kawasan Perlindungan terhadap kawasan suaka alam dilakukan untuk melindungi keanekaragaman biota, ekosistem tertentu, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya adalah Kawasan Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Kawasan Taman Nasional dan Kawasan Taman Wisata Alam yang dapat ditemukan di wilayah daratan dan perairan pesisir. 4 Kawasan rawan bencana alam, perlindungan terhadap kawasan rawan bencana alam dilakukan untuk melindungi manusia dan kegiatannya dari bencana yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Kawasan konservasi didasarkan atas kategori IUCN 1980: Strict Nature ReserveWilderness Area kawasan cadangan alamhutan belantara; National Park Taman Nasional; Natural Monument Area Kawasan Monumen Alam; Kawasan yang dilindungi untuk komponen alami tertentu yang khas dan unik karena kelangkaan wilayah dan jenis biotanya, kualitas estetikanya atau kepentingan budaya; HabitatSpecies Management Area kawasan pengelolaan habitat species tertentu; Kawasan lindung yang dikelola untuk kegiatan konservasi. Pada kawasan ini terdapat unsur intervensi manusia; LandscapeSeascape Protected Area kawasan perlindungan bentang alam bentang laut, kawasan yang dilindungi dengan tujuan konservasi bentang alam dan bentang laut; Managed Resources Protected Area kawasan perlindungan bagi pengelolaan sumberdaya; dan Kawasan lindung yang dikelola untuk keberlanjutan pemanfaatan ekosistem dan sumberdaya pesisir. Kawasan konservasi di wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil memiliki fungsi Agardy 1997; Barr et al. 1997 dalam Bengen 2002: 1 Melindungi keanekaragaman hayati serta struktur, fungsi dan integritas ekosistem; dapat berkonstribusi untuk mempertahankan keanekaragaman hayati pada semua tingkatan trophik dari ekosistem, melindungi hubungan jaringan makanan, dan proses-proses ekologis dalam suatu ekosistem. 2 Meningkatkan hasil perikanan; dapat melindungi daerah pemijahan, pembesaran dan mencari makanan; meningkatkan kapasitas reproduksi dan stok sumberdaya ikan. 3 Menyediakan tempat rekreasi dan pariwisata; dapat menyediakan tempat untuk kegiatan rekreasi yang bernilai ekologis dan estetika. 4 Memperluas pengetahuan dan pemahaman tentang ekosistem; dapat meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap ekosistem pesisir, laut dan pulau-pulau kecil. 2.5.Kesesuaian Pemanfaatan Wisata Bahari Pulau-Pulau Kecil 2.5.1. Kriteria Umum Pemanfaatan untuk Pariwisata Keberadaan PPK yang nampaknya cukup potensial namun pada dasarnya memiliki banyak keterbatasan, sudah mulai banyak dilirik untuk dimanfaatkan seoptimalmungkin. Kondisi keterpencilan, terbatasnya luasan lahan, terbatasnya sumberdaya manusia dan keterbatasan lainnya bukanlah halangan bagi kita untuk dapat memanfaatkan potensi-potensi yang cukup dapat diharapkan, minimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat penghuninya. Kebijakan pulau-pulau kecil yang tidak seimbang akan menghasilkan dampak negatif. Di satu pihak, tidak berkembangnya kawasan PPK akibat kebijakan yang terlalu protektif. Di pihak lain, rusaknya kawasan PPK akibat tekanan pemanfaatan berlebihan. Untuk itu perlu kebijakan yang berimbang, dimana usaha pemanfaatan PPK ditingkatkan, sementara keseimbangan ekologis kawasan masih terjaga Bengen 2002. Terkait dengan konteks arahan pengelolaan PPK, kegiatan pemanfaatannya hanya diperuntukkan bagi kegiatan berbasis konservasi. Artinya, pemanfaatan untuk berbagai kegiatan yang bersifat eksploratif-destruktif tidak disarankan untuk dilaksanakan. Hal ini mengingat bahwa PPK memiliki sejumlah kendala dan karakteristik yang sangat berbeda dengan pengelolaan pulau besar mainland. Atas dasar karakteristiknya, maka arahan peruntukkan dan pemanfaatan pariwisata memiliki kriteria sebagai berikut Bengen 2002: 1. Berjarak aman dari kawasan perikanan, sehingga dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut tidak menyebarmencapai kawasan wisata. 2. Berjarak aman dengan kawasan lindung, sehingga dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan di kawasan pariwisata tidak menyebar dan mencapai kawasan lindung. 3. Sirkulasi massa air di kawasan pariwisata harus lancar. 4. Pembangunan sarana dan prasarana wisata tidak mengubah kondisi pantai dan daya dukung PPK, sehingga proses erosi atau sedimentasi dapat dihindari. Lebih jauh Fauzi dan Anna 2005 menyatakan bahwa kebijakan menyangkut PPK pada dasarnya haruslah berbasiskan kondisi dan karakteristik bio-geo-fisik serta sosial ekonomi masyarakatnya, mengingat peran dan fungsi kawasan tersebut sangat penting baik bagi kehidupan ekosistem perairan laut maupun bagi kehidupan ekosistem daratan mainland. Maksudnya agar sumberdaya tersebut dapat dimanfaatkan secara terus-menerus. Salah satu cara yang diterapkan adalah menetapkan Daerah Perlindungan Laut DPL, dengan maksud: perlindungan sumberdaya perikanan, pelestarian genetik dan plasma nutfah serta mencegah rusaknya bentang alam. Kriteria wilayah yang diperlukan untuk menentukan zona kegiatan pariwisata: 1. Mempunyai keindahan alam yang menarik untuk dilihat dan dinikmati sehingga membawa kepuasan dan kenangan manis serta memberikan rasa rileksasi dan memulihkan semangat daya produktifnya; 2. Keaslian panorama alam dan keaslian budaya; 3. Keunikan ekosistemnya; 4. Di dalam lokasi wisata tidak ada gangguan binatang buas, arus berbahaya, angin kencang, dan topografi dasar laut yang curam; dan 5. Tersedia sarana dan prasarana yang mudah dijangkau, baik melalui darat maupun laut dekat restoran, penjualan cinderamata, penginapan dan air bersih. Pendekatan lain bahwa wisata bahari harus dapat menjamin kelestarian lingkungan. Maksud dari menjamin kelestarian ini seperti halnya tujuan konservasi UNEP, 1980 sebagai berikut: 1 Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem kehidupan; 2 Melindungi keanekaragaman hayati; 3 Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya; Di dalam pemanfaatan areal alam untuk wisata mempergunakan pendekatan pelestarian dan pemanfaatan. Kedua pendekatan ini dilaksanakan dengan menitikberatkan pelestarian dibanding pemanfaatan. Pendekatan ini jangan justru dibalik. Kemudian pendekatan lainnya adalah pendekatan pada keberpihakan kepada masyarakat setempat agar mampu mempertahankan budaya lokal dan sekaligus meningkatkan kesejahteraannya. Bahkan Eplerwood 1999 yang diacu dalam Fandeli dan Mukhlison 2000 memberikan konsep bahwa salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan mengatur conservation tax untuk membiayai secara langsung kebutuhan kawasan dan masyarakat lokal. Konsep ini lebih mudah dilaksanakan karena tidak perlu melalui mekanisme seperti layaknya sebagai suatu proyek pemerintah serta dalam keadaan tertentu segera dapat dilaksanakan upaya-upaya konservasi. Pelaku konservasi alam melihat ekowisata sebagai kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan finansial dalam kegiatan konservasi serta meningkatkan kepedulian masyarakat akan pentingnya upaya-upaya konservasi alam, sementara ilmuwan melihat ekowisata dapat mendukung dan melindungi lingkungan alami pada suatu kawasan konservasi, serta diharapkan dapat menjaga kelestarian lingkungan flora dan fauna Adhikerana, 2001. Ekowisata tidak setara dengan wisata alam. Tidak semua wisata alam akan dapat memberikan sumbangan positif kepada upaya pelestarian dan berwawasan lingkungan, jenis pariwisata tersebut yang memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu untuk menjadi ekowisata dan memiliki pasar khusus. Secara keseluruhan ekowisata merupakan perjalanan menikmati alam berbasiskan lingkungan sehingga membuat orang memiliki ketertarikan untuk mempelajari tentang sejarah dan kultur dari wilayah yang dikunjungi, serta memberikan manfaat ekonomi dan sosial pada masyarakat setempat sehingga meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan mendukung konservasi sumber daya alam melalui interpretasi dan pendidikan lingkungan. Untuk itu, ada beberapa aspek teknis yang perlu diperhitungkan demi keberhasilan ekowisata menurut Adhikerana 2001, meliputi : 1 Adanya konservasi sumber daya alam yang sedang berlangsung; 2 Tersedianya semua informasi yang diperoleh dari berbagai kegiatan penelitian di kawasan, serta penerapan hasil-hasil penelitian dalam pengelolaan kawasan; 3 Tersedianya pemandu wisata yang benar-benar memahami seluk beluk ekosistem kawasan; 4 Tersedianya panduan yang membatasi penggunaan kawasan sebagai arena ekowisata, misalnya panduan tentang kegiatan yang dapat dilakukan, tentang zonasi kawasan sesuai dengan ekosistemnya, jalur-jalur yang dapat dilalui dalam kawasan, dan daya tampung kawasan; 5 Tersedianya program-program kegiatan ekowisata yang sesuai kondisi sumber daya alam di dalam kawasan; dan tersedianya fasilitas pendukung yang memadai, terutama sarana dan prasarana wisata.

2.5.2. Parameter Kesesuaian Pemanfaatan untuk Wisata Bahari

Kesesuaian pemanfaatan wisata bahari berbeda untuk setiap kategori wisata. Kegiatan wisata yang dapat dikembangkan dengan konsep ekowisata bahari dapat dikelompokkan atas wisata bahari dan wisata pantai. Wisata bahari merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan potensi sumberdaya laut dan dinamika air laut. Sedangkan wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan potensi sumberdaya pantai dan budaya masyarakat pantai Hutabarat dkk. 2009. Berdasarkan kondisi daerah kajian penelitian, setiap kegiatan wisata bahari dibagi dua kategori yakni kategori wisata selam dan wisata snorkeling kegiatan wisata bahari, dan kategori wisata mangrove dan rekreasi pantai kegiatan wisata pantai. Potensi utama untuk menunjang kegiatan pariwisata di wilayah pesisir dan laut adalah kawasan terumbu karang, pantai berpasir putih atau bersih, dan lokasi- lokasi perairan pantai yang baik untuk berselancar. Keragaman spesies pada terumbu karang dan ikan hias merupakan obyek utama yang menciptakan keindahan panorama alam bawah laut yang luar biasa bagi para penyelam dan para wisatawan yang melakukan snorkeling Dahuri 2003. Secara umum, jenis dan nilai setiap parameter kesesuaian untuk kegiatan wisata bahari kategori wisata selam dan wisata snorkeling hampir sama. Parameter yang dipertimbangkan dalam menilai tingkat kesesuaian pemanfaatan kedua kategori kegiatan wisata bahari tersebut adalah: 1. Kondisi kawasan penyelaman yakni menyangkut keadaan permukaan air gelombang dan arus. Gelombang besar dan arus yang kuat dapat membawa para penyelam ke luar kawasan wisata. Kekuatan arus yang aman bagi wisatawan maksimum 1 knot 0.51 mdetik, sesuai sampai sangat sesuai yakni di bawah 0.34 mdetik Davis and Tisdell 1995. 2. “Kualitas” daerah penyelaman yakni menyangkut jarak pandang yang layak sesuai di bawah permukaan air underwater visibility, dalam hal ini tergantung tingkat kecerahan dan kedalaman perairan, dan tutupan komunitas karang dan life form marine life Davis and Tisdell 1995; Davis Tisdell 1996. Jarak pandang yang layak untuk wisata bahari 10-20 m. Hal ini terkait dengan penetrasi matahari terhadap biota dasar permukaan air maksimum 25 m. Marine National Park Division 2001 menyatakan bahwa kedalaman 2-5 m sangat sesuai untuk melakukan wisata snorkeling, sementara wisata selam biasanya dilakukan pada kedalaman 5-10 m. Di atas kedalaman air tersebut, pengaruh gelombang juga semakin besar dan kemungkinan keberadaan hewan berbahaya sangat besar sehingga dapat mengancam para penyelam dan snorkeler. Davis and Tisdell 1995, alasan orang berpartisipasi dalam melakukan kegiatan Scuba Self Contained Underwater Breathing Apparatus-Diving adalah karena hasrat untuk mencari “pengalaman di belantara laut”, ketertarikan terhadap ekologi perairan laut, sebagai sarana olahraga yang ‘berbeda dan spesial’ dengan olahraga lainnya, pesona bawah laut formasi geologi dan kehidupan laut terumbu karang, hiu, dan spesies ikan lainnya, untuk tujuan hobi fotografi bawah laut, dan petualang dengan resiko tertentu. Dahuri 2003, sumberdaya hayati pesisir dan lautan seperti populasi ikan hias, terumbu karang, padang lamun, hutan mangrove, dan berbagai benteng alam pesisir coastal landscape unik lainnya, membentuk suatu pemandangan alamiah yang begitu menakjubkan untuk kegiatan wisata bahari. Luas kawasan terumbu karang di Indonesia diperkirakan mencapai 85 000 km 2 Selain kawasan terumbu karang, Indonesia merupakan tempat komunitas mangrove terluas di dunia 4.25 juta ha yang mewakili 25 dari luas mangrove dunia 75 dari luas mangrove di Asia Tenggara. Diperkirakan dalam ekosistem ini dijumpai 202 jenis vegetasi mangrove. Areal mangrove yang luas tidak hanya berperan dalam menyediakan habitat untuk berbagai macam biota, tetapi juga menciptakan keindahan, kenyamanan, dan kesegaran lingkungan atmosfir di wilayah pesisir dan laut. Hutan mangrove sering dijadikan hutan wisata yang dapat berfungsi sebagai tempat rekreasi memancing, lintas alam, dan koleksi flora dengan keanekaragaman spesies terumbu karang mencapai 335-362 spesies karang scleractinian kepulauan Togean 262 spesies dan 263 spesies ikan hias, umumnya berada di Kawasan Timur Indonesia. maupun fauna untuk ilmu pengetahuan Dahuri 2003. Parameter yang digunakan untuk menilai kesesuaian pemanfaatan wisata bahari kategori wisata mangrove, meliputi Ayob 2004: 1. Apa yang diharapkan seseorang dengan berkunjung ke kawasan hutan mangrove, tergantung kepentingan dan tingkat pendidikannya. Ada yang ber- kepentingan melihat sejumlah dan jenis burung migrasi dan atau menetap, melihat lebih dekat mangrove, dan bagaimana nira diambil langsung dari nipah. 2. Selain itu, beberapa pengunjung lebih suka melakukan ‘trekking’ di jembatan bakau sambil mendengarkan burung berkicau, dan menggunakan boat untuk menjelajahi setiap bagian hutan mangrove, serta menikmati makanan laut yang diperoleh dari kawasan mangrove Marine National Park Division 2001. 3. Ketebalan dan kerapatan mangrove dapat mempengaruhi sistem ekologi pada kawasan tersebut, termasuk keberadaan hewan lain seperti burung, kadal, ular, monyet, kepiting, udang dan beberapa moluska Hutabarat dkk. 2009. Bengen dan Retraubun 2006, jenis dan pertumbuhan hutan mangrove di PPK dibatasi oleh ketersediaan air tawar, pasokan sedimen bahan organik dari daratan dan jenis substrat pasir, sehingga jenis mangrove yang dominan adalah dari genus Avicennia api-api dan Sonneratia. Obyek wisata bahari lain yang berpotensi besar adalah wilayah pantai. Wilayah pantai menawarkan jasa dalam bentuk panorama pantai yang indah, tempat permandian yang bersih, serta tempat melakukan kegiatan berselancar air Dahuri 2003. Parameter yang digunakan untuk menilai kesesuaian pemanfaatan wisata bahari kategori rekreasi pantai, meliputi Hutabarat dkk. 2009: 1. Kondisi geologi pantai menyangkut tipe substrat pasir, lebih lebar, kemiringan pantai idealnya 25 o 2. Kondisi fisik menyangkut kedalaman perairan, kecepatan arus dan gelombang, kecerahan perairan dan ketersediaan air tawar maksimum 2 km Wong 1991. dan material dasar perairan pantai idealnya berpasir Wong 1991. 3. Kondisi biota menyangkut tutupan lahan pantai oleh tumbuhan dan keberadaan biota berbahaya menyangkut kenyamanan dan keselamatan wisatawan.

2.6. Daya Dukung Wisata Bahari

Daya dukung didefinisikan sebagai intensitas penggunaan maksimum terhadap sumberdaya alam yang berlangsung secara terus menerus tanpa merusak alam. Bengen dan Retraubun 2006, mendefenisikan daya dukung sebagai tingkat pemanfaatan sumberdaya alam atau ekosistem secara berkesinambungan tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungannya. Daya dukung dapat diartikan sebagai kondisi maksimum suatu ekosistem untuk menampung komponen biotik mahluk hidup yang terkandung di dalamnya, dengan juga memperhitungkan faktor lingkungan dan faktor lainnya yang berperan di alam. Besarnya daya dukung ekosistem tersebut sangat bervariasi dan sangat tergantung pada tingkat pemanfaatan yang dilakukan oleh manusia. Kemampuan daya dukung setiap kawasan berbeda-beda sehingga perencanaan pariwisata di pulau- pulau kecil secara spatial akan bermakna dan menjadi penting Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2004. Pengetahuan daya dukung lahan atau lingkungan, harus memperhitungkan semua potensi yang ada di wilayah yang bersangkutan dan faktor kendala apa saja yang mempengaruhi potensi tersebut dalam jangka panjang. Tanda-tanda dilampauinya daya dukung lingkungan adalah adanya kerusakan lingkungan. Definisi lain menyebutkan bahwa daya dukung adalah batasan untuk banyaknya organisme hidup dalam jumlah atau massa yang dapat didukung oleh suatu habitat. Batasan daya dukung bagi populasi manusia adalah jumlah individu yang dapat didukung oleh suatu satuan luas sumberdaya dan lingkungan dalam keadaan sejahtera Tantrigama, 1998. Jadi daya dukung adalah ultimate constraint yang diperhadapkan pada biota oleh adanya keterbatasan lingkungan seperti ketersediaan makanan, ruang atau tempat berpijah, atau penyakit, siklus predator, temperatur, cahaya matahari, atau salinitas. Daya dukung lingkungan sangat erat kaitannya dengan kapasitas asimilasi dari lingkungan yang menggambarkan jumlah limbah yang dapat dibuang ke dalam lingkungan tanpa menyebabkan polusi UNEP, 1993. Daya dukung lingkungan terbagi atas dua yakni, daya dukung ekologis ecological carrying capacity dan daya dukung ekonomis economic carrying capacity . Daya dukung ekologis adalah jumlah maksimum hewan-hewan pada suatu lahan yang dapat didukung tanpa mengakibatkan kematian karena faktor kepadatan, serta terjadinya kerusakan lingkungan secara permanen irreversible. Hal ini ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan. Hal ini sejalan dengan Tantrigama 1998, analisis dukung difokuskan pada aspek ekologi, fisik dan lingkungan. Daya dukung ekonomi adalah tingkat produksi skala usaha yang memberikan keuntungan maksimum dan ditentukan oleh tujuan usaha secara ekonomi. Dalam hal ini digunakan paremeter-parameter kelayakan usaha secara ekonomi. Mengacu pada batasan-batasan konsep daya dukung sebelumnya, maka ada beberapa daya dukung yang perlu diperhatikan dalam rangka kegiatan pengelolaan PPK, selengkapnya diuraikan pada sub bab berikut.

2.6.1. Daya Dukung Ekologis

Daya dukung ekologis, menurut MacLeod and Cooper 2005 dinyatakan sebagai tingkat maksimum penggunaan suatu kawasan atau suatu ekosistem agar tetap lestari, baik dalam jumlah populasi maupun kegiatan yang diakomodasikan di dalamnya, sebelum terjadi suatu penurunan dalam kualitas ekologis ekosistem tersebut. Christensen dan Pauly 1998, menyusun defenisi daya dukung berdasarkan teori Odum, yang menyatakan bahwa batas maksimum biomas yang dapat mendukung seperangkat produksi primer dan satu variabel struktur jaringan makanan yang diperoleh ketika total sistem respirasi sama dengan jumlah produksi primer dan impor detritus. Daya dukung ekologis merupakan tingkat maksimal penggunaan suatu pulau. Turner 1988 menyebutkan bahwa daya dukung merupakan populasi organisme akuatik yang akan ditunjang oleh suatu kawasanareal atau volume perairan yang ditentukan tanpa mengalami penurunan mutukualitas perairan deteriorasi. Daya dukung yang terkait dengan pariwisata menunjukkan jumlah maksimum wisatawan 104 orang yang melakukan penyelaman atau berenang tanpa merusak terumbu karang atau kehidupan laut Tantrigama, 1998. Jika input nutrien yang masuk dalam jumlah yang besar melebihi kapasitas asimilasi atau daya dukung ekosistem pesisir, maka akan menimbulkan masalah eutrofikasi. Dengan masuknya limbah organik ke dalam perairan pesisir berarti akan meningkatkan jumlah biomasa bakteri. Karena bakteri merupakan komponen utama dalam salah satu rantai makanan food chain, maka pada tingkat tertentu pembuangan limbah organik dapat meningkatkan kesuburan dan produktivitas perairan. Namun, bila laju pembuangan limbah organik lebih besar laju penguraiannya oleh bakteri, maka terjadilah akumulasi limbah organik yang menimbulkan pencemaran, sampai terjadi kondisi deoxygenation. Eksistensi nutrien yang berasal dari daratan maupun perairan laut sendiri selanjutnya akan menentukan kuantitas dan kualitas fisik dan kimia perairan di daerah pesisir, termasuk intensitas cahaya. Unsur hara yang masuk ke perairan pesisir dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan produktivitas terganggu. Konsentrasi nutrien terkait produksi primer dan pertumbuhan alga, seperti Sargassum baccularia, Dityota dan Acanthopora, kelimpahan Green algae Fucus vesicolus dan Gracilaria spp Pencemaran perairan pesisir akibat meningkatnya berbagai kegiatan pemanfaatan merupakan indikator terlampauinya daya dukung perairan. Dampak yang timbul akibat pencemaran oleh berbagai jenis polutan dapat langsung meracuni kehidupan biologis dan menyerap banyak jumlah oksigen selama proses dekomposisi. Beberapa komponen minyak tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai. Hal ini mempunyai pengaruh yang luas terhadap hewan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di perairan Sumadhiharga, 1995. Komponen hidrokarbon yang bersifat toksik berpengaruh terhadap reproduksi, perkembangan, pertumbuhan, dan perilaku biota laut, terutama pada plankton, bahkan dapat mematikan ikan, dengan sendirinya dapat menurunkan produksi ikan. Proses emulsifikasi merupakan sumber mortalitas bagi organisme, terutama pada telur, larva, dan perkembangan embrio karena pada tahap ini sangat rentan pada lingkungan tercemar. Proses ini merupakan penyebab terkontaminasinya sejumlah flora dan fauna di wilayah tercemar. Asmus, et al., 2000. Pemanfaatan wilayah pesisir untuk kegiatan pariwisata, disamping dampak yang terjadi yang mengganggu kenyamanan atau kepuasan pemakai kawasanruang ini, dampak negatif lanjutan lainnya dapat terjadi misalnya menurunnya spesies biota di suatu kawasan.

2.6.2 Daya Dukung Fisik

Daya dukung fisik suatu kawasan atau areal merupakan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang dapat diakomodasikan dalam kawasan atau areal tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas kawasan tersebut secara fisik MacLeod and Cooper, 2005. Daya dukung fisik, yang merupakan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang dapat diakomodir tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas. Daya fisik diperlukan untuk meningkatkan kenyamanan pengunjung. Daya dukung fisik dapat dikaji melalui berapa besar kapasitas dan ruang yang tersedia untuk membangun infrastruktur pariwisata guna kenyamanan wisatawan Tantrigama, 1998; MacLeod and Cooper, 2005. Pada kasus pariwisata, terlampauinya daya dukung fisik akibat meningkatnya jumlah infrastruktur dermaga melalui reklamasi, hotel, dan lainnya maupun pemukiman penduduk, menyebabkan hilangnya beberapa vegetasi daratan dan ekosistem perairan laut, misalnya terumbu karang, sumberdaya ikan dan non ikan. Peningkatan infrastruktur dan jumlah penduduk secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas air, akan tetapi melalui peningkatan jumlah limbah padat dan air MacLeod and Cooper, 2005.

2.6.3 Daya Dukung Sosial

Konsep daya dukung sosial pada suatu kawasan merupakan gambaran dari presepsi seseorang dalam menggunakan ruang pada waktu yang bersamaan, atau presepsi pemakai kawasan terhadap kehadiran orang lain secara bersama dalam memanfaatkan suatu area tertentu. Konsep ini berkenaan dengan tingkat confortability atau kenyamanan dan apresiasi pemakai kawasan karena terjadinya atau pengaruh over-crowding pada suatu kawasan. Daya dukung sosial suatu kawasan dinyatakan sebagai batas tingkat maksimum, dalam jumlah dan tingkat penggunaan, dalam suatu kawasan dimana dalam kondisi yang telah melampaui batas daya dukung ini akan menimbulkan penurunan dalam tingkat dan kualitas pengalaman atau kepuasan pengguna pemakai pada kawasan tersebut. Daya dukung sosial di bidang pariwisata dipengaruhi oleh keberadaan infrastruktur wisata, attitude pengunjung wisatawan dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat suatu kawasan wisata MacLeod and Cooper. 2005. Daya dukung sosial, yang merupakan batas tingkat maksimum dalam jumlah dan tingkat penggunaan yang akan menimbulkan penurunan dalam tingkat kualitas pengalaman atau kepuasan pengunjung di pulau- pulau kecil. Terganggunya pola, tatanan atau sistem kehidupan dan sosial budaya manusia indvidu, kelompok pemakai ruang tersebut, yang dapat dinyatakan sebagai ruang sosialnya, juga merupakan gambaran telah terlampauinya batas daya dukung sosial ruang tersebut. Pada kegiatan pariwisata, terlampauinya daya dukung menyebabkan dampak yang mengganggu kenyamanan atau kepuasan pemakai kawasanruang ini.

2.7. Kebijakan Pengembangan Wisata Bahari

Undang Undang No. 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan menjelaskan bahwa keadaan alam, flora dan fauna, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, serta seni dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumber daya dan modal yang besar artinya bagi usaha pengembangan dan peningkatan kepariwisataan,dimana mempunyai peranan penting untuk memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, memperbesar pendapatan nasionaluntuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat serta memupuk rasa cinta tanah air, memperkaya kebudayaan nasional dan memantapkan pembinaannya dalam rangka memperkukuh jati diri bangsa dan mempererat persahabatan antar bangsa, sehingga diperlukan langkah- langkah pengaturan yang semakin mampu mewujudkan keterpaduan dalam kegiatan penyelenggaraan kepariwisataan, serta memelihara kelestarian dan mendorong upaya peningkatan mutu lingkungan hidup serta objek dan daya tarik wisata. Lebih lanjut di uraikan dalam pasal 3 dijelaskan bahwa penyelenggaraan kepariwisataan bertujuan untuk 1 Memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan, dan meningkatkan mutu objek dan daya tarik wisata; 2. Memupuk rasa cinta tanah air dan meningkatkan persahabatan antar bangsa; 3. Memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja; 4. Meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Isu pengelolaan wilayah pesisir saat ini telah menjadi isu strategis nasional, karena tiga alasan, yaitu a sebagian besar masyarakat Indonesia hidup dan memiliki ketergantungan dan kelangsungan hidup pada sumberdaya pesisir tersebut; b sebagian besar dari masyarakat pesisir merupakan kelompok masyarakat ‘termiskin’ di Bumi Nusantara ini; dan c sumberdaya pesisisir saat ini telah mengalami tingkat eksploitasi yang tinggi dan sebagian berada pada level yang overeksploitasi serta berbagai permasalahan lain yang akan mengancam keberlanjutan sumberdaya dan kehidupan masyarakat pesisir. Oleh karena itu, wilayah pesisir memiliki nilai dan arti yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi Indonesia, lebih-lebih saat bangsa Indonesia dilanda krisis ekonomi yang berkepanjangan. Nilai dan arti penting pesisir dan laut bagi bangsa Indonesia paling tidak dapat dilihat dari tiga aspek, salah satunya adalah secara sosial ekonomi wilayah pesisir dan laut memiliki arti penting karena a sekitar 140 juta 60 penduduk Indonesia hidup di wilayah pesisir dengan pertumbuhan rata-rata 2 per tahun; b sebagian besar kota kota propinsi dan kabupaten terletak di kawasan pesisir; c kontribusi bidang kelautan terhadap PDB nasional sekitar 20,06 ; dan d industri kelautan termasuk coastal industries menyerap lebih dari 16 juta tenaga kerja secara langsung Kusumastanto, 2004. Fokus utama dalam kebijakan pengembangan parawisata bahari menurut Kusumastanto 2004 adalah : a. Meningkatkan ketersediaan prasarana dan sarana publik yang menciptakan pelayanan dan kenyamanan hakiki bagi wisatawan mancanegara dan domestic yang akan memanfaatkan sumberdaya parawisata bahari; b. Meningkatkan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia yang berkiprah dalam mengelola dan parawisata bahari; c. Mengembangkan system pendataan dan informasi yang lengkap dengan memanfaatkan teknologi yang modern, sehingga memudahkan wisatawan mendapatkan informasi dan akses yang cepat, mudah serta murah. Pengembangan system pendataan dan informasi ini sekaligus melayani dan mendukung kegiatan promosi dan investasi di bidang parawisata bahari; d. Mengembangnkan aktivitas ekonomi non parawisata yang memiliki keterkaitan dengan kegiatan parawisata bahari, misalnya industri kerajinan, perikanan, restoran, semisal sea food, dan jasa angkutan laut yang memadai sesuai standar keselamatan. e. Menciptakan iklim investasi yang kondunsif bagi kalangan investor untuk mengembangkan parawisata bahari, seperti insentif maupun disisentif; dan f. Mengermbangkan model pengelolaan parawisata bahari yang mampu menjaga kelestarian ekosistem laut dan budaya masyarakat lokal. Dengan demikian, berkembangnya parawisata bahari dalam suatu kawasan pesisir atau kawasan laut sekitarnya diharapkan akan mampu memberikan multiplier effect terhadap ekonomi masyarakat. Inilah yang nantinya akan mampu membantu upaya pengentasan kemiskinan di wilayah pesisir dan penciptaan lapangan kerja baru bagi masyarakat Indonesia di tanah tumpah darahnya sendiri. Melalui pengembangan kepariwisataan diharapkan mampu untuk mendatangkan devisa bagi negara selain dapat meningkatkan pendapatan masyarakat melalui berbagai usaha yang berkaitan dengan pengembangan kepariwisataan serta dapat memperluas dan menciptakan lapangan kerja baru. Selain itu pengembangan pariwisata dapat merangsang pertumbuhan kebudayaan asli Indonesia yang tidak ada duanya, sehingga kebudayaan asli itu akan dipertahankan kelestariannya, dengan demikian kebudayaan asli itu dapat tumbuh dan berkembang. Dari segi perluasan peluang usaha dan kesempatan kerja, pengembangan pariwisata berpengaruh positif. Peluang usahakesempatan kerja tersebut lahir karena adanya permintaan wisatawan. Dengan demikian, kedatangan wisatawan ke suatu daerah akan membuka peluang bagi masyarakat tersebut untuk menjadi pengusaha hotel, wisma, homestay, restoran, warung, angkutan, pedagangan, sarana olah raga, jasa dan lain-lain. Peluang usaha tersebut akan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk bekerja dan sekaligus dapat menambahkan pendapatan untuk menunjang kehidupan rumah tangganya. Salah satu sumberdaya yang potensial adalah daerah sekitar pesisir dan pulau-pulau kecil karena memiliki kekayaan dan keragaman dalam bentuk alam, struktur historis, adat, budaya dan berbagai sumberdaya lain yang terkait dengan pengembangan kepariwisataaan. Sehingga alam sekitar pesisir dan sekitarnya memiliki nilai atraktif dan turistik yang harus dikelola dan dikembangkan untuk kesejahteraan. Keragaman daerah pesisir dalam bentuk alam dan keterkaitannya dengan ekologi daerah pesisir dapat menarik minat wisatawan baik untuk bermain, bersantai atau sekedar menikmati pemandangan. Pariwisata bahari merupakan kegiatan rekreasi yang telah diminati oleh sekelompok sosial tertentu dalam masyarakat Indonesia maupun dunia, dan sudah dikenal sejak dari dulu. Pariwisata bahari biasanya selalu diasosiasikan dengan 3 S sun,sea and sand, artinya jenis pariwisata yang menyediakan keindahan dan kenyamanan alami dari kombinasi cahaya matahari,laut dan pantai berpasir putih yang bersih. Berbagai kegiatan yang umumnya dilakukan oleh para wisatawan dalam pariwisata bahari, antara lain, meliputi berenang, berselancar, berjemur, menyelam, berdayung, snorkeling, berjalan-jalan atau berlari di sepanjang pantai, menikmati keindahan suasana pesisir dan bermediatasi. Jenis wisata yang memanfaatkan wilayah pesisir dan laut ada yang secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan langsung diantaranya berperahu, berenang, snorkeling, diving dan memancing. Kegiatan tidak langsung seperti kegiatan olahraga pantai dan piknik menikmati atmosfer laut Nurisyah, 2001. Konsep pariwisata bahari didasarkan pada view, keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karakteristik masyarakat sebagi kekuatan dasar yang dimiliki masing-masing daerah. Beberapa atraksi pariwisata bahari yang sekaligus merupakan potensi laut sebagai medium wisata adalah taman laut, formasi karang buatan artificial reefs, kerangka kapal tenggelam, objek purbakala, ikan-ikan buruan dan pantai yang indah. Pelaksanaan pariwisata bahari akan berhasil apabila memenuhi komponen yang terkait dengan kelestarian lingkungan alami, kesejahteraan penduduk yang mendiami wilayah tersebut, kepuasan pengunjung yang menikmatinya dan keterpaduan komunitas dengan area pengembangannya Nurisyah, 2001. Pembangunan pariwisata mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan nasional, terutama sebagai penghasil devisa, meningkatkan kesempatan kerja, meningkatkan penghasilan dan taraf hidup serta menstimulasi sektor-sektor lainnya. Pariwisata, terutama wisata alam termasuk pariwisata bahari, diketahui merupakan alternatif yang lebih baik untuk pengembangan ekonomi masyarakat lokal dan wilayah yang tidak merusak kekayaan alam, tetapi sebaliknya memberikan apresiasi terhadap nilai-nilai dari alam kehidupan tradisional yang sering memberikan sumbangan kepada kearifan manusia. Selain itu nilai unik dan keindahannya banyak yang dapat dikombinasikan dengan nilai- nilai kultural yang melekat pada sumberdaya alam. Sedangkan keberadaan dari sumberdaya alami relatif tidak banyak terganggu, sehingga kelestarian sumberdaya alam di tempat ini relatif terjaga. Pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir secara berkelanjutan berarti bagaimana mengelola segenap pembangunan yang terdapat di suatu wilayah yang berhubungan dengan wilayah pesisir agar dampaknya tidak melebihi kapasitas fungsionalnya. Setiap ekosistem alamiah termasuk wilayah pesisir memiliki 4 fungsi pokok bagi kehidupan manusia yaitu Jasa-jasa pendukung kehidupan, Jasa-jasa kenyamanan, Penyedia sumberdaya alam, dan Penerima limbah

2.8. Pengembangan Wisata Bahari

Penilaian daya tarik obyek wisata dilakukan agar ada prioritas penanganan pengembangan kawasan pariwisata, baik dari faktor kemampuan lahannya dalam menyediakan fasilitas wisata maupun kenampakan panorama sekitarnya juga diperhatikan. Suwantoro 1997, mengidentifikasikan ada empat kelompok faktor yang mempengaruhi penentuan pilihan daerah tujuan wisata seperti: 1. Fasilitas: akomodasi, atraksi, jalan, tanda-tanda penunjuk arah 2. Nilai estesis: pemandangan panorama, iklim, santaiterpencil,cuaca. 3. Waktubiaya: jarak dari tempat asal rumah, waktu dan biaya perjalanan, harga-hargatarif-tarif pelayanan. 4. Kualitas hidup quality of life: keramah tamahan penduduk, bebas dari pencemaran, penampilan perkotaan. Commonwealth Coastal Action Program 1997 menyatakan bahwa pengembangan pariwisata yang berkelanjutan adalah pengembangan pariwisata yang memperhatikan wilayah konservasi dan perubahan komunitas ekologi yang ditimbulkannya, meliputi perlindungan terhadap satwa liar dan menjaga kualitas kehidupan yang ada di lingkungan tersebut untuk generasi yang akan datang. Jadi pengembangan pariwisata yang berkelanjutan sangat erat kaitannya dengan keramahan di sekitarnya. Pengembangan pariwisata tanpa perencanaan dan pengelolaan yang baik akan mengakibatkan kehilangan dan penurunan mutu kawasan yang tidak diharapkan, sebagai akibatnya adalah hilangnya kawasan yang menarik bagi wisatawan. Fasilitas dan lokasi adalah faktor utama yang menyebabkan hilangnya dan penurunan mutu sumberdaya pesisir. Pemilihan lokasi yang tidak sesuai dapat menyebabkan kesulitan dalam pelaksanaan pemilihan pengembangan, baik sekarang maupun yang akan datang. Banyaknya dampak negatif yang terjadi akibat kesalahan dalam melakukan pendugaan terhadap karakteristik proses alami kawasan pesisir kerusakan akibat badai dan ombak, erosi pantai dan intrusi air laut adalah sebagai penyebab kegagalan umum perencanaan tata guna lahan, yang mengakibatkan rapuhnya ekosistem dan bahkan infrastruktur . Selanjutnya dikemukakan bahwa peningkatan fasilitas dan aksesibilitas di sekitar pariwisata ikut pula mempercepat pertumbuhan di wilayah pesisir. Dengan meningkatnya wisatawan di wilayah pesisir mendorong pembangunan dan percepatan tumbuhnya konstruksi di wilayah pesisir dan tumbuhnya berbagai fasilitas untuk memenuhi kebutuhan wisatawan. Ada beberapa manfaat pembangunan pariwisata, yaitu: 1. Bidang ekonomi: a dapat meningkatkan kesempatan kerja dan berusaha, baik secara langsung maupun tidak langsung; b meningkatkan devisa, mempunyai peluang besar untuk mendapatkan devisa dan dapat mendukung kelanjutan pembangunan di sektor lain; c meningkatkan dan memeratakan pendapatan rakyat, dengan belanja wisatawan akan meningkatkan pendapatan dan pemerataan pada masyarakat setempat baik secara langsung maupun tidak langsung; d meningkatkan penjualan barang-barang lokal keluar; e menunjang pembangunan daerah, karena kunjungan wisatawan cenderung tidak terpusat di kota melainkan di pesisir, dengan demikian amat berperan dalam menunjang pembangunan daerah. 2. Bidang sosial budaya, dengan keanekaragaman sosial budaya merupakan modal dasar dari pengembangan pariwisata. Oleh karena itu harus mampu melestarikan dan mengembangkan budaya yang ada. 3. Bidang lingkungan hidup, kaena pemanfaatan potensi sumberdaya alam untuk pariwisata pada dasarnya adalah lingkungan yang menarik, maka pengembangan wisata alam dan lingkungan senantiasa menghindari dampak kerusakan lingkungan hidup, melalui perencanaan yang teratur dan terarah. Pengembangan pariwisata bahari yang berwawasan lingkungan akan memberikan jaminan terhadap kelestarian dan keindahan lingkungan, terutama yang terkait dengan jenis-jenis biota dan ekosistem utama. Untuk mencapai pembangunan pariwisata bahari yang optimal dan berkelanjutan menurut Gunn 1994, adalah apabila kegiatan tersebut dapat mencapai empat aspek yaitu: 1. Mempertahankan kelestarian dan keindahan lingkungan alam 2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan tersebut 3. Menjamin kepuasan pengunjung 4. Meningkatkan keterpaduan dan unity pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zona pengembangannya. Tujuan pembangunan yang berkelanjutan adalah memadukan pembangunan dengan lingkungan sejak awal proses penyusunan kebijaksanaan dan pengambilan keputusan yang strategi sampai kepada penerapan di lapangan. Berdasarkan konsep pembangunan yang berkelanjutan, pengembangan pariwisata bahari yang berkelanjutan sustainable marine tourism dapat diartikan sebagai pengembangan wisata yang berwawasan lingkungan dengan tidak merusak kondisi sumberdaya alam pesisir yang telah ada, sehingga dapat dimanfaatkan terus menerus sampai generasi yang akan datang. Sektor kepariwisataan menunjukkan perkembangan dan kontibusi ekonomi yang cukup menarik dibandingkan dengan sektor lain di saat Indonesia menghadapi masa krisis yang berkepanjangan. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah wisatawan mancanegara sebanyak 4.606.416 rata-rata hari kunjungan 9.18 hari orang di tahun 1998 meningkat menjadi 5.064.217 orang dengan jumlah hari kunjungan 12.26orang pada tahun 2000. Besarnya devisa yang diperoleh sector pariwisata pada tahun 2000 sebesar 5.75 milyar US. Hal ini menunjukkan bahwa kepariwisataan sangat potensial untuk dikembangkan di masa krisis. Salah satu sumberdaya wisata yang sangat potensial yakni wilayah pesisir mempunyai kekayaan dan keragaman yang tinggi dalam berbagai bentuk alam, struktur historic, adat, budaya dan berbagai sumberdaya yang lain yang terkait dengan pengembangan kepariwisataan. Hal ini merupakan karunia dan anugerah Tuhan untuk dapat dikembangkan bagi kesejahteraan manusia. Karena sebagai mahluk yang termulia di beri kuasa untuk memanfaatkan alam serta segala isinya dengan penuh tanggung jawab. Alam dan sekitarnya dengan berbagai keragaman yang tinggi seperti wilayah pesisir mempunyai nilai atraktif dan turistik wajib dikelola dan dikembangkan bagi kesejahteraan melalui pariwisata bahari. Keragaman daerah pesisir untuk pariwisata bahari berupa bentuk alamnya dan juga keterkaitan ekologisnya dapat menarik minat wisatawan baik untuk bermain, bersantai atau sekedar menikmati pemandangan. Wisata bahari merupakan suatu bentuk wisata potensial termasuk di dalam kegiatan “Clean industry” . Pelaksanaan wisata bahari yang berhasil apabila memenuhi berbagai komponen yakni terkaitnya dengan kelestarian lingkungan alami, kesejahteraan penduduk yang mendiami wilayah tersebut, kepuasan pengunjung yang menikmatinya dan keterpaduan komunitas dengan area pengembangannya Siti Nurisyah, 2001. Dengan memperhatikan komponen tersebut maka wisata bahari akan memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian masyarakat.

2.9. Implementasi Kebijakan dan Pengelolaan Wisata Bahari

Implementasi kebijakan wisata khususnya wisata bahari belum optimal sebagai akibat dari rendahnya perhatian pemerintah pada sektor ini. Kalau kita berpijak dan merujuk pada pada arah kebijakan pengembangan parawisata bahari menurut UU No 9 Tahun 1990, maka implementasi kebijakan ekowisata ditanah air sangat jauh dari harapan misalnya persoalan penyediaan prasarana dan sarana public yang akan menciptakan pelayanan dan kenyamanan hakiki bagi wisatawan mancanegara dan domestic yang akan memanfaatkan sumberdaya parawisata bahari masih sangat kurang; ditambah lagi adanya kondisi ini juga tidak kondunsif diantaranya rasa tidak aman yang membuat parawisatawan enggang untuk berkunjung disamping itu yang paling mencekam akhir-akhir ini adalah banyaknya kecelakaan terutama dalam dunia trasnportasi laut yang tidak memenuhi standar kelayakan keselamatan mulai dari persoalan alat transportasi yang berusia diatas 10 tahun, sumberdaya manusia yang masih rendah, sistem dan pola pelayanan yang masih berorientasi profit misalnya dengan kelebihan muatan dan lain sebaginya. Keterbatasan anggaran dan perhatian kerap dijadikan sebagai sumber masalah sebagai akibat dari rendahnya perhatian pemerintah terhadap perwisataan khususnya ekowisata bahari. Disamping itu rendahnya kualitas dan kapasitas sumber daya manusia yang berkiprah dalam mengelola dan parawisata bahari; kurangnya system pendataan dan informasi yang lengkap dengan memanfaatkan teknologi yang modern, sehingga sulit wisatawan mendapatkan informasi dan akses yang cepat, mudah serta murah. Rendahnya system pendataan dan informasi ini sekaligus berdampak pada berkurangnya dukungan kegiatan promosi dan investasi di bidang parawisata bahari, dengan demikian aktivitas ekonomi non parawisata yang memiliki keterkaitan dengan kegiatan parawisata bahari, misalnya industri kerajinan, perikanan, restoran, semisal sea food, dan jasa angkutan laut juga tidak jalan sebagaimana yang kita harapkan. Penerapan insentif dalam dunia investasi parawisata bahari seharusnya dapat mendorong pengembangan ekowisata di tabah air. Aturan insentif yang selama ini dilakukan tidak dapat menggairahkan iklim investasi karena pada taraf implemnetasi antara kebijakan dan aktualnya dilapangan justru berbeda. Kebijakan sektor parawisata kita di duga tidak dibarengi dengan kajian yang mendalam yang dimulai dari identifikasi issu sampai formulasi kebijakan, hal ini didasarkan pada implementasi kebijakan yang masih rendah. Kami yakin bahwa jika suatu kebijakan yang dihasilkan dari hasil kajian secara akademik akan memberikan hasil yang memadai, dasar yang lain kebijakan di pusat tidak dibarengi dengan terbitnya peraturan daerah yang mempu memberikan status hukum secara tegas pada daerah-daerah konservasi untuk dijadikan sebagai kawasan ekowisata. Kalau kita bayangkan bagaimana jika seandainya setiap tempat atau lokasi kawasan konservasi sekaligus bisa dijadikan sebagai kawasan ekowisata yang didukung dengan implementasi arah kebijakan tadi, maka dapat dipastikan bahwa Indonesia akan menjadi pusat ekowisata dunia yang mempunyai boversity yang sangat tinggi. Kalau kita lihat dari aspek pengelolaan ekowisata bahari yang merupakan suatu konsep pengelolaan yang memprioritaskan kelstarian dan memanfaatkan sumberdaya alam dan budaya masyarakat. Konsep pengelolaan tidak hanya berorientasi pada keberlanjutan tetapi lebih dari pada itu yaitu mempertahankan nilai sumberdaya alam dan manusia. Agar nilai-nilai tersebut terjaga, maka pengusahaan ekowisata tidak melakukan eksploitasi akan tetapi hanya menggunakan jasa alam dan budaya masyarakat untuk memenuhi kebutuhan fisik, pengetahuan dan psikologis pengunjung. Dengan demikian ekowisata bukan menjual tempat destinasi atau kawasan melainkan menjual filosofi. Hal ini membuat ekowisata mempunyai nilai lestari dan tidak akan mengenal kejenuhan pasar. Dengan asumsi pemerintah dan masyarakat dapat memberikan situasi yang kondunsif bagi wisatawan dan investor untuk masuk dalam sektor parawisata bahari. Pertanyaanya sekarang apakah sudah sesuai dengan proyeksi dengan hasil yang dicapai, kalau tidak ada masalah apa dan dimana kelemahannya, hal ini perlu kajian secara mendalam untuk menjawab pertanyaan tersebut. Kelly 1998 mengutarakan klasifikasi bentuk wisata yang dikembangkan berdasarkan pada bentuk utama atraksi attractions atau daya tariknya yang kemudian ditekankan pada pemasarannya. Bentuk wisata tersebut antara lain berupa: ekowisata ecoturism, wisata alam nature tourism, wisata pertualangan adventure tourism, wisata berdasarkan waktu getaway and stay, dan wisata budaya cultural tourism. Apalagi kawasan konservasi laut di Indonesia masih sangat besar peluang dikembangkan, luas KKL yang ideal adalah 20 – 30 luas total kawasan laut yang dimiliki oleh suatu kabupatenkota, propinsi atau negara. Di Indonesia dikenal 4 macam KKL yaitu Taman Nasional Laut, Taman Wisata Laut, Marga Satwa Laut dan Suaka Alam Laut.dan pada tahun 2000 terdapat 43 KKL dengan total luas 5,7 juta ha. Sedangkan masih banyak daerah-daerah lain yang membutuhkan kawasan konservasi laut Marine Protected Area. Sektor kepariwisataan menunjukkan perkembangan dan kontribusi ekonomi yang cukup menarik dibandingkan dengan sektor lain disaat Indonesia menghadapi masa krisis yang berkepanjangan. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah wisatawan mancanegara sebanyak 4.606.416 rata-rata hari kunjungan 9.18 hariorang di tahun 1998 meningkat menjadi 5.064.217 orang dengan jumlah hari kunjungan 12,26 hariorang pada tahun 2000 sebesar 5.75 milyar US. Hal ini menunjukkan bahwa kepariwisataan sangat potensial untuk dikembangkan. Pembangunan pariwisata bahari yang optimal dan berkelanjutan dapat tercapai jika memperhatikan empat aspek, yaitu: 1 mempertahankan kelestarian dan keindahan lingkungan, 2 meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan tersebut, 3 menjamin kepuasan pengunjung, dan 4 meningkatkan keterpaduan dan unity pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zona pengembangannya Gunn, 1994. Pariwisata adalah industri yang sangat penting di dunia. Hal ini terbukti dari jumlah pekerja yang bergerak di sektor ini di seluruh dunia lebih dari 10 dan memiliki 11 dari jumlah GDP dunia. Jumlah ini diprediksikan akan terus meningkat menjadi 1,6 milyar US di tahun 2020. WWF International, 2001. Pembangunan pariwisata ke arah pembangunan berkelanjutan adalah hal yang paling penting dalam penanganan sektor pariwisata. Hal ini disebabkan oleh permintaan pariwisata yang terus meningkat seiring dengan peningkatan penduduk, tetapi sebaliknya kondisi alam mengalami penurunan. Agar penanganan pariwisata bisa memenuhi kebutuhan generasi mendatang, maka pengembangan pariwisata diharapkan dapat meningkat secara berkelanjutan. Hardinoto 1996, berpendapat bahwa pengembangan pariwisata bisa mengentaskan kemiskinan daerah. Hal ini dapat terjadi karena pariwisata menyangkut banyak bidang seperti pertanian, perikanan, peternakan, dan lain sebagainya yang dapat dihasilkan masyarakat di daerah tujuan wisata. Perbaikan pendapatan dapat seiring dengan perbaikan kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.

2.10. Model Keberlanjutan Pengelolaan Wisata Bahari Pulau-Pulau Kecil

Pemanfaatan sumberdaya yang ada di pulau-pulau kecil selama ini belum dirasakan optimal, sebab banyak kendala yang harus dihadapi. Kendala tersebut menyangkut jarak, transportasi yang mahal, terbatasnya diversifikasi usaha yang berbasis sumberdaya alam, kurangnya skill sumberdaya manusia yang ada, vulnerable terhadap bencana alam ketergantungan pada daratan dan lainnya. Selain menghadapi kendala struktural dan alamiah, pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil juga harus menghadapi tekanan akibat multiple demand dari pertumbuhan penduduk, wisata, industri dan sebagainya. Pertumbuhan multiple demand dari waktu ke waktu menyebabkan kompetisi terhadap sumberdaya yang langka, seperti lahan, air menjadi semakin meningkat Fauzi dan Anna, 2005. Konsep coastal tourism meliputi hal-hal yang terkait dengan kegiatan wisata, leisure dan aktivitas rekreasi yang dilakukan di wilayah pesisir dan perairannya Hall, 2001. Dengan demikian perkembangan wisata pesisir dan pulau-pulau kecil sangat dipengaruhi oleh dinamika lingkungan dan ekosistem di mana di wilayah ini banyak ditemukan pantai berpasir, terumbu karang, pulau- pulau kecil hingga cagar budaya sebagai komplemen dari coastal tourism. Selain itu, dalam pengembangannya diperlukan aksesibilitas ke lokasi wisata guna mengoptimalkan potensi sumberdaya wisata dan peluang pasar wisata. Permasalahannya adalah Perkembangan coastal tourism di SEA banyak dilakukan tanpa perencanaan, sekedar untuk memenuhi permintaan turisme. Hal ini ditambah dengan perilaku rente pelaku usaha turisme, respons yang lambat dari pemerintah dan lack of enforcement walaupun peraturan dibuat. Konsekuensi dari perkembangan coastal tourism tanpa perencanaan ini bagi wilayah pesisir cukup banyak, misalnya pemanfaatan lahan pantai beachfront land utilized, polusi perairan pesisir akibat kurang optimalnya pengolahan limbah, dredging yang menyebabkan rusaknya terumbu karang, dan lainnya. Patong Thailand, Kuta Indonesia dan Batu Ferringi Malaysia adalah contoh unplanned development of coastal tourism Wong, 1998. Gunn 1994, suatu kawasan wisata dinyatakan sebagai kawasan wisata yang berhasil bila secara optimal dapat mempertemukan empat aspek yakni:1 mempertahankan kelestarian lingkungannya, 2 meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut, 3 menjamin kepuasan pengunjung, dan 4 meningkatkan keterpaduan dan unity pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zona pengembangannya. Sistem wisata yang dibangun dapat menggunakan kerangka berpikir secara tersistem, dimana ditunjukkan hubungan yang saling mendukung tanda positif dan saling bertentangan tanda negatif antara komponen aspek baik lingkungan, sosial dan ekonomi. Model Casagrandi dan Rinaldi menggunakan kerangka berpikir yang mengintegrasikan tiga aspek tersebut yakni lingkungan environment, sosial tourism dan ekonomi capital. Model ini juga merupakan suatu sistem yang saling terkait baik hubungan yang positif maupun hubungan negatif. Hubungan tersebut digunakan untuk membangun dan menganalisis model wisata yang optimal.

2.11. Pendekatan Sistem Dinamik

Konsep utama sistem dinamik adalah pemahaman tentang bagaimana semua objek dalam suatu sistem saling berinteraksi satu sama lain atau cara pemahaman sifat dinamis dari suatu sistem yang kompleks. Sistem dinamik menurut system dynamics society adalah metodologi untuk mempelajari dan mengelola sistem umpan balik yang kompleks, seperti yang biasa ditemui dalam dunia bisnis dan sistem sosial lainnya secara keseluruhan holistik. Paradigma sistem dinamik berangkat dari cara berpikir secara sistemik yang mempelajari keterkaitan objek dari pengamatan dan penyelidikan dalam dunia nyata. Berpikir sistem telah ada pada proses berpikirnya manusia dalam memecahkan permasalahan hidupnya dengan mencari tahu know terhadap realitas yang dihadapinya. Dalam menyelidiki dan mengamati realitas, manusia senantiasa melihat keterkaitan antara faktor-faktor yang diamatinya dengan memilah-milah analisis kemudian merangkainya sintesa, sehingga akan dicapai sebuah solusi yang komprehensif menyeluruh. Metode sistem dinamik berlandaskan pada cara pandang bahwa struktur suatu sistem bentuk hubungan antar komponen seperti hubungan sirkular, saling bergantung, dan time delayed adalah penentu dari sifat sistem, dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana interelasi dari suatu keputusan, kebijakan, struktur dan delay, dalam mempengaruhi pertumbuhan dan stabilitas sistem tersebut. Salah satu kelebihan sistem dinamik adalah kemampuannya menggambarkan tingkah laku sistem menurut waktu. Kata dinamik memiliki arti perubahan atau variasi, dan suatu sistem yang dinamik adalah sistem yang menunjukkan sifat bervariasi menurut waktu Haaf et al. 2002. Artinya persoalan yang dapat dengan tepat dimodelkan menggunakan metodologi system dynamics adalah masalah yang: 1 mempunyai sifat dinamis berubah terhadap waktu; dan 2 struktur fenomenanya mengandung paling sedikit satu struktur umpan- balik feedback structure. Dengan demikian dapat diartikan bahwa analisis sistem dinamik adalah suatu studi tentang sistem dan atau entitas dengan menggunakan prinsip-prinsip ilmiah yang dapat menghasilkan suatu konsepsi atau model. Konsepsi dan model tersebut dapat digunakan sebagai landasan kebijakan, perubahan struktur, taktik dan strategi pengelolaan sistem tersebut. Analisis sistem dinamik bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai elemen penyusun sistem, memahami prosesnya serta memprediksi berbagai kemungkinan keluaran sistem yang terjadi akibat adanya distorsi di dalam sistem itu sendiri, sehingga didapatkan berbagai alternatif pilihan yang menguntungkan secara optimal. Metode sistem dinamik dapat dipergunakan hampir pada semua bidang, tidak terkecuali untuk menganalisis dinamika pengembangan wilayah pesisir untuk kurun waktu tertentu. Konsep utama dina mika sistem adala h bagaimana semua elemen atau obyek dalam suatu sistem saling berinteraksi satu dengan yang lainnya melalui lingkaran-lingkaran loop-loop feedback, dimana perubahan satu variabel akan mempengaruhi terhadap variabel lainnya dalam kurun waktu perencanaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi variabel aslinya, demikian selanjutnya saling mempengaruhi antar variabel berlanjut sepanjang kurun waktu perencanaan. Tujuan dan metodo logi siste m d ina mik ada lah mendapatkan pemaha man yang mendalam tentang cara kerja suatu sistem. Permasalahan dalam suatu sistem dilihat tidak disebabkan oleh pengaruh luar namun dianggap disebabkan oleh struktur internal sistem. Fokus utama dari metodologi sistem dinamik adalah pemahaman atas sistem sehingga langkah-langkah pemecahan masalah memberikan umpan balik pada pemahaman sistem. 2.12. Mitigasi Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi bencana. Dalam upaya mitigasi ini maka pendekatan yang dilakukan adalah dengan mengacu pada penataan ruang. Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menjelaskan bahwa ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, sebagai tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya, pada dasarnya ketersediaannya tidak tak terbatas. Undang-Undang ini mengamanatkan perlunya dilakukan penataan ruang yang dapat mengharmoniskan lingkungan alam dan lingkungan buatan, yang mampu mewujudkan keterpaduan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan, serta yang dapat memberikan pelindungan terhadap fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan hidup akibat pemanfaatan ruang. Selanjutnya pada pasal 29 disebutkan bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 tiga puluh persen dari luas wilayah kota. Proporsi 30 tiga puluh persen merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Kaidah penataan ruang ini harus dapat diterapkan dan diwujudkan dalam setiap proses perencanaan tata ruang wilayah demi keberlanjutan ekosistem. Keberlanjutan yang dimaksud adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang. Berdasarkan hal tersebut, maka untuk menjaga keberlanjutan ekosistem laut diperlukan minimal 30 dari luas wilayahnya yang tidak boleh dikelola atau dimanfaatkan untuk kepentingan budidaya. Rahmat 2009 menyatakan bahwa upaya mitigasi fisik secara buatan dikenal dengan pendekatan hard structural ountermeasure, misalnya pembuatan breakwater pemecah gelombang, seawall tembok laut, rivetmen, groin, jetty, dan retrofitting penguatan bangunan rumah. Di Indonesia tidak mudah melakukan pencegahan bencana dengan membangun tembok laut atau breakwater untuk keseluruhan pantai seperti yang dilakukan di Jepang karena biayanya sangat mahal. Selain itu tembok laut menimbulkan masalah social karena penduduk yang tinggal di belakang bangunan merasa tidak nyaman, baik dari segi kemudahan akses maupun dari segi sikologis dimana penduduk merasa dipenjara. Upaya mitigasi fisik secara alami dilakukan misalnya dengan menanam cemara laut, waru , laut, dan mangrove. Tetapi upaya perlindungan alami ini sering terkendala dengan permasalahan kesesuaian lahan. Upaya mitigasi non fisik diantaranya dengan pendidikan, pelatihan, penyadaran masyarakat, tata ruang, zonasi, tata guna lahan, relokasi, peraturan perundangan, AMDAL, dan pengelolaan wilayah pesisir terpadu Integrated Coastal Zone Management-ICZM. Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur dengan memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan penahan longsor, penahan dinding pantai, dan lain-lain. Selain itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan dalam bentuk non struktural, diantaranya seperti menghindari wilayah bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat diketahui melalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah.

3. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Taman Wisata Alam Laut TWAL Gili Indah Kabupaten Lombok Utara Propinsi Nusa Tenggara Barat, Lokasi ini dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa kawasan Gili Indah merupakan kawasan wisata yang telah berkembang dan berpotensi terjadinya degradasi lingkungan. Waktu penelitian dilaksanakan selama empat bulan yaitu pada bulan September sampai Desember tahun 2009. Gambar 3. Lokasi dan Stasiun Pengamatan Penelitian

3.2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan yang meliputi data hasil kondisi ekologi, ekonomi, sosial budaya, dan kelembagaan masyarakat. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari kajian terhadap laporan-laporan hasil penelitian dan hasil kegiatan di lokasi yang sama, publikasi ilmiah, peraturan daerah, data dari instansi pemerintah, swasta maupun lembaga swadaya masyarakat. Obyek penelitian ini adalah obyek yang terkait dengan kegiatan wisata bahari antara lain kawasan terumbu karang, pantai, kualitas perairan, wisatawan, masyarakat, pengusaha wisata, infrastruktur penunjang, dan instansi terkait dengan pengelolaan TWAL Gili Indah. Jenis data, peralatan dan metode yang digunakan dalam pengumpulan data biofisik, sosial, ekonomi dan kelembagaan, selengkapnya disajikan pada tabel berikut.. Tabel 2 : Jenis Data Biofisik No . Parameter Stasiun Baku mutu AlatMetode Keterangan I . . . XI A. Fisika-Kimia 1. pH 6.5 - 8.5 pHmeter In situ 2. Salinitas o oo Alami Refraktometer In situ 3. Suhu o C Alami Termometer Insitu 4. Kekeruhan NTU 5 Turbidimeter Insitu B. BiologiNon-biologi 1. Tutupan terumbu karang - MeteranLine Intercept Transect In situ Data sekunder 2. Luasan pantai berpasir m 2 - Meteran In situ 3. Jenis ikan - - Data Sekunder C . Hidrooseanografi 1. Kecerahan m 6 Secchi disk In situ 2. Pasang surut m - - Data Sekunder 3. Kecepatan arus cmdet - Layang-Layang Arus, kompas dan Stopwach In situ 4. Kedalaman air m - Tali penduga meteran In situ Keterangan: Data sosial ekonomi dan sosial budaya diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden menggunakan daftar pertanyaan kuesioner yang telah disiapkan dan peralatan visual. Responden dalam penelitian ini meliputi kelompok pengelola wisata bahari, wisatawan asing, wisatawan lokal, masyarakat lokal, Lembaga Swadaya Masyarakat LSM, Aparat Desa Gili Indah dan Aparat Dusun Gili Air, Gili Meno, dan Gili Trawangan, Tokoh Masyarakat di tiga gili, instansi yang terkait dengan pengelolaan pariwisata, Dinas Perikanan dan Kelautan, dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam NTB. = Baku Mutu Wisata Bahari Kepmen Negara LH No. 51 Tahun 2004. Tabel 3 : Jenis Data Sosial Ekonomi, Budaya dan Kelembagaan No. Komponen Data Atribut SumberMetode Pengumpulan Data 1. Karakteristik sosial dan budaya masyarakat Pemanfaatan SDA, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan wisata bahari, persepsi dan perilaku masyarakat terhadap wisatawan, pengetahuan tentang pariwisata, jumlah dan pertumbuhan penduduk, konflik, etnis, dan nilai budaya lokal. Sumber: Data primer dan sekunder Metode: Wawancara dan studi literatur 2. Operasional usaha wisata bahari Profil usaha wisata bahari, modal dan biaya operasional, harga produk wisata, permintaan dan penawaran produk wisata, upah tenaga kerja, promosi, cottagehotel, manajemen wisata, dermaga, sarana penunjang, dan peralatan wisata, keselamatan. Sumber: Data primer Metode: Wawancara dan pengamatan 3. Kelembagaan Regulasi TWAL Gili Indah, aturan adatkelompok awiq-awiq, lembaga ekonomi, regulasi usaha wisata, infrastruktur penunjang, dan penegakan hukum. Sumber: Data primer dan sekunder Metode: Wawancara dan studi literatur 4. Profil Wisatawan Karakteristik personal wisatawan, perjalanan turis dan motivasi berkunjung ke wisata TWAL Gili Indah, persepsi dan perilaku wisatawan, penilaian ekonomi terhadap obyek wisata dan biaya yang dikeluarkan, penilaian terhadap pelayanan dan ketersediaan infrastruktur, dan jumlah wisatawan Sumber: Data primer dan sekunder Metode: Wawancara Pada kegiatan wisata bahari, stakeholder yang terlibat meliputi penduduk lokal termasuk lembaga swadaya masyarakat LSM, pemerintah, sektor swasta dan wisatawan Orams 1999. Mengingat populasi penduduk lokal dan wisatawan cukup besar dengan karakteristik pada setiap kumpulan beragam, maka penentuan contoh keduanya menggunakan metode stratified random sampling Cooper and Emory 1996. Kedua kumpulan populasi tersebut selanjutnya dipilih secara purposive sampling dengan dasar pertimbangan bahwa sampel yang diambil dapat mewakali karakteristik yang beragam. Berdasarkan jumlah Kepala keluarga yang berada di Desa Gili Indah sebanyak 990 Kepala Keluarga KK maka diambil contoh sebanyak 99 responden yang tersebar berdasarkan kegiatan usaha yang dilakukan. Kemudian untuk tiap Gili, diambil contoh secara proporsional berdasarkan jumlah Kepala Keluarga KK, sehingga diperoleh 42 responden di Gili Air, 16 responden di Gili Meno dan 41 responden di Gili Trawangan. Untuk wisatawan lokal dan asing diambil sampel masing 20 responden tiap Gili, sehingga keseluruhan diperoleh contoh sebanyak 60 orang wisatawan. Disamping itu dilakukan pula wawancara mendalam indepth interview pada tokoh masyarakat dan aparat DesaDusun di Kawasan TWAL Gili Indah yang jumlahnya sebanyak 10 orang. Data sekunder diperoleh melalui pengumpulan data dari instansi terkait dan pernah melakukan penelitian di wilayah penelitian. Pengumpulan data sekunder dimulai dengan penelusuran data citra satelit digital Landsat dan peta dasar guna mengidentifikasi parameter kualitas untuk satuan waktu tertentu dan posisi lokasi TWAL Gili Indah. Data citra satelit dalam penelitian ini bersumber dari Biotrof dan Bakosurtanal, sementara jenis data sekunder lainnya diperoleh dari Bappeda NTB, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Pariwisata, BKSDA Provinsi NTB, dan instansi terkait lainnya.

3.3. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan berbagai pendekatan untuk menganalisis aspek-aspek ekologis, ekonomi, sosial dan kelembagaan. Dalam proses analisa tersebut, maka setiap komponen atau parameter yang terkait pada setiap aspek, akan mempertimbangkan dimensi mitigasi sebagai basis dari penelitian ini. Pertimbangan mitigasi yang dimaksud adalah dengan lebih memperketat setiap parameter dimensi ekologis, ekonomi, sosial dan kelembagaan agar tercipta suatu kondisi yang dapat mengurangi atau mencegah terjadi dampak yang negatif serta meningkatkan dampak positifnya.

3.3.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik sumberdaya di TWAL Gili Indah. Karakteristik sumberdaya yang dideskripsikan tersebut yakni kondisi geografis dan administrasi, kondisi terumbu karang, ikan dan pantai, karakteristik usaha wisata bahari, perkembangan kunjungan wisatawan, karakteristik sosial budaya dan kelembagaan pendukung kegiatan wisata bahari. Secara spesifik, analisis kelembagaan dalam penelitian ini akan mengkaji peranan institusi formal dan non formal yang terkait dengan pengelolaan wisata bahari di TWAL Gili Indah. Tahapan analisis kelembagaan wisata bahari dilakukan adalah mengidentifikasi jenis dan jumlah kelembagaan formal maupun non formal serta upaya legislasi lain yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya alam di kawasan TWAL Gili Indah. Disamping mengidentifkasi upaya-upaya pemerintah, pengusaha wisata dan lembaga terkait dalam mengoptimalkan potensi sumberdaya alam di kawasan tersebut.

3.3.2. Analisis Kesesuaian Pemanfaatan

Kegiatan wisata bahari yang akan dikembangkan dan dikelola hendaknya disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukannya serta persyaratan sumberdaya dan lingkungan ekologis yang sesuai dengan obyek wisata Depdagri 2009. Proses penyusunan kesesuaian lingkungan PPK untuk suatu kegiatan pemanfaatan dilakukan dengan prinsip membandingkan kriteria faktor- faktor penentu kesesuaian lingkungan dengan kondisi eksisting, melalui teknik tumpang susun overlay dan analisis tabular dengan menggunakan alat tools berupa Sistim Informasi Geografis SIG dengan perangkat lunak Arc View Wahyudi 2006. Penggunaan metode analisis SIG ditujukan untuk mengoleksi, menyimpan dan memperlihatkan informasi, meningkatkan ketepatan estimasi secara spasial dan temporal serta secara otomatis dapat mengurangi pengumpulan data lapangan Perez et al. 2003. Nilai yang diperoleh dari analisis SIG berupa lokasi dan luasan yang sesuai dipersyaratkan menjadi bahan bagi analisis daya dukung Bengen dan Retraubun 2006. Setelah memperoleh luasan kesesuaian secara ekologi, penentuan kesesuaian kegiatan ekowisata bahari juga mempertimbangkan keberadaan nilai budaya masyarakat lokal untuk tujuan konservasi sumberdaya wisata bahari. Analisis kesesuaian pemanfaatan wisata bahari berbasis konservasi mencakup penyusunan matriks kesesuaian setiap kategori ekowisata bahari yang ada di setiap stasiun pengamatan, pembobotan dan pengharkatan, serta analisis kesesuaian setiap kategori wisata bahari. Penentuan kriteria, pemberian bobot dan skor ditentukan berdasarkan hasil studi empiris. Langkah awal yang dilakukan adalah membangun sebuah matriks kriteria kesesuaian pemanfaatan untuk mempermudah pembobotan weighting dan pengharkatan scoring yang berisi informasi parameter, bobot, kelas kesesuaian dan skor. Parameter kesesuaian untuk kegiatan wisata bahari didasarkan pada dua hal, yakni parameter yang terkait dengan obyek utama wisata bahari dan faktor-faktor lingkungan yang terkait dengan kelestarian obyek wisata, dan kenyamanan berwisata Davis and Tisdell 1995. Besaran nilai bobot paramater tersebut didasarkan pada pertimbangan : parameter utama kegiatan wisata bahari yang pengaruhnya dominan mempunyai faktor pembobot tertinggi bobot 5; parameter pendukung yang pengaruhnya relatif sama dengan parameter yang lain mempunyai faktor pembobot yang sama bobot 3; dan parameter pendukung yang kurang dominan mempunyai faktor pembobot yang terkecil bobot 1. Terdapat 3 kelas kesesuaian, dimana pemberian skor dari yang tertinggi skor 5 untuk parameter yang sesuaisangat sesuai Kelas S1, skor 3 untuk sesuai bersyarat Kelas S2, dan terendah skor 1 untuk kategori tidak sesuai Kelas S3, dan satu kelas N yang sangat tidak sesuai. Selanjutnya menentukan indeks kesesuaian pemanfaatan untuk ekowisata bahari dimodifikasi dari Index Overlay Model- IOM Bonham and Carter 1994; Vinh et al. 2008, dengan formulasi sebagai berikut: IKWB = 100 max 1 x N S B n j j j ∑ = ............................................................ 3.1 dimana: IKWB = Indeks Kesesuaian Wisata Bahari kategori ke-i, i = 4 kategori B = bobot parameter ke-j Sj = skor setiap parameter ke-j N max = nilai maksimum bobot dikali skor per kategori wisata bahari Tabel 4. Matriks Kesesuaian Area untuk Wisata Bahari kategori Wisata Selam No Parameter Bobot Kelas S1 Skor Kelas S2 Skor Kelas S3 Skor Kelas N Skor 1. Kecerahan perairan 5 80 3 50 – 80 2 20 - 50 1 20 2. Tutupan kom. karang 5 75 3 50-75 2 25-50 1 25 3. Jenis life form 3 12 3 7 – 12 2 4 – 7 1 4 4. Jenis ikan karang 3 100 3 50 – 100 2 20 - 50 1 20 5. Kecepatan arus cmdt 1 0-15 3 15 – 30 2 30 - 50 1 50 6. Kedalaman ter. karang m 1 6 – 15 3 15 - 20 2 20 – 30 1 30 Sumber: diadaptasi dari Yulianda, 2007. Tabel 5. Matriks Kesesuaian Area untuk Wisata Bahari kategori Wisata Pantai No Parameter Bobot Kelas S1 Skor Kelas S2 Skor Kelas S3 Skor Kelas N Skor 1. Kedalaman perairan m 5 0-3 3 3-6 2 6 – 10 1 10 2. Tipe pantai 5 Pasir putih 3 Pasir putih, sdkt karang 2 Pasir hitam, berkarang, sdkt terjal 1 Lumpur, berbatu, terjal 3. Lebar pantai m 5 15 3 10 - 15 2 3 - 10 1 3 4. Material dasar perairan 3 Pasir 3 Karang berpasir 2 Pasir berlumpur 1 Lumpur 5. Kecepatan arus mdt 3 0-0,17 3 0,17-0,34 2 0,34-0,51 1 0,51 6 Kemiringan pantai 0 3 10 3 10 - 25 2 25 - 45 1 45 7 Kecerahan perairan m 1 10 3 5-10 2 3-5 1 2 8. Penutupan lahan pantai 1 Kelapa, lahan terbuka 3 Semak, belukar, savana 2 Belukar tinggi 1 Hutan bakau, pemukiman, pelabuhan 9 Biota berbahaya 1 Tidak ada 3 Bulu babi 2 Bulu babi, ikan pari 1 Bulu babi, ikan pari, lepu, hiu 10 Ketersediaan air tawar jarakkm 1 0.5 km 3 0.5-1 km 2 1-2 1 2 Sumber: diadaptasi dari Yulianda, 2007 Tabel 6. Matriks Kesesuaian Area untuk Wisata Bahari kategori Wisata Snorkling No Parameter Bobot Kelas S1 Skor Kelas S2 Skor Kelas S3 Skor Kelas N Skor 1. Kecerahan perairan 5 100 3 80 - 100 2 20 - 50 1 20 2. Tutupan komunitas karang 5 75 3 50-75 2 25-50 1 25 3. Jenis life form 3 12 3 7 - 12 2 4 – 7 1 4 4. Jenis ikan karang 3 50 3 30 - 50 2 10 - 30 1 10 5. Kecepatan arus cmdt 1 0-15 3 15 - 30 2 30 – 50 1 50 6. Kedalaman terumbu karang m 1 1 – 3 3 3 - 6 2 6 – 10 1 10 7. Lebar hamparan datar karang m 1 500 3 100-500 2 20 – 100 1 20 Sumber: diadaptasi dari Yulianda, 2007 Selanjutnya menentukan indeks kesesuaian pemanfaatan untuk ekowisata bahari dimodifikasi dari Index Overlay Model- IOM Bonham and Carter 1994; Vinh et al. 2008, dengan formulasi sebagai berikut: IKWB = 100 max 1 x N S B n j j j ∑ = ............................................................ 3.1 dimana: IKWB = Indeks Kesesuaian Wisata Bahari kategori ke-i, i = 4 kategori B = bobot parameter ke-j S = skor setiap parameter ke-j N max = nilai maksimum bobot dikali skor per kategori wisata bahari Kelas kesesuaian kawasan PPK dibedakan berdasarkan kisaran nilai indeks kesesuaiannya. Ketentuan untuk masing-masing kegiatan wisata bahari: S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 80 – 100 S2 = Sesuai, dengan nilai 60 - 80 S3 = Sesuai bersyarat, dengan nilai 35 - 60 N = Tidak sesuai, dengan nilai 35 Tahapan selanjutnya yakni basis data untuk masing-masing parameter kesesuaian kawasan wisata disusun dalam bentuk tema layer dalam bentuk digital yang dapat didigitasi on screen menggunakan software Arc View menjadi peta digital. Tahapannya meliputi: 1 registrasi, koordinat peta analog disamakan terlebih dahulu dengan koordinat peta yang akan didigitasi; 2 digitasi, merubah peta analog menjadi peta digital digitasi on screen; 3 editing, memperbaiki hasil digitasi; 4 anotasi, untuk memasukkan data atribut; 5 tipologi; 6 transparansi untuk mengubah koordinat derajat menjadi koordinat meter UTM dan; 7 edgematching untuk mengembangkan peta jika terdiri atas beberapa lembar Wahyudi 2006. Penggunaan perangkat lunak Er Mapper untuk merubah posisi geometri. Hasilnya berupa terklasifikasi yang dapat digitasi on screen sehingga menghasilkan peta digital yang dipakai sebagai peta tematik atau layer. Peta hasil digitasi dan peta hasil klasifikasi diintegrasikan untuk menghasilkan peta awal atau peta dasar. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan per stasiun digunakan untuk interpolasi data yaitu memasukkan setiap data parameter melalui titik-titik pengamatan menjadi suatu area polygon dengan menggunakan metode Nearest Neighbour . Data dalam bentuk spasial peta digital inilah yang siap dipakai sebagai tematiklayer dalam analisis kesesuaian.

3.3.3. Analisis Daya Dukung Ekologi Wisata Bahari

Daya dukung ekologi pada kegiatan wisata bahari adalah kemampuan alam untuk mentolerir kegiatan wisata yang dapat mempengaruhi keseimbangan sumberdaya dan lingkungan, serta terjaga keasliannya misalnya kawasan konservasi. Berdasarkan defenisi tersebut, maka analisis daya dukung ekologi ditujukan untuk menganalis jumlah maksimum wisatawan yang melakukan kegiatan wisata bahari di dalam suatu kawasan ekosistem terumbu karang, mangrove dan pantai berpasir, tanpa mengganggu keseimbangan ekosistem tersebut. Gangguan keseimbangan ini diakibatkan oleh kerusakan biofisik ekosistem secara langsung dan secara tidak langsung, misalnya melalui pencemaran karena limbah. Berdasarkan sumber gangguan ekosistem tersebut, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kawasan obyek wisata ekosistem yang rentan terhadap kerusakan langsung dan pendekatan maksimum beban limbah. Estimasi daya dukung kawasan konservasi untuk kegiatan wisata bahari menurut Bouilon 1985 dalam Libosada Jr 1998 dan Yulianda 2007, dapat diketahui melalui persamaan: LtWp LpWt K DDK = …………………………………………………3.2 Dimana : DDK = Daya dukung kawasan K = Maksimum wisatawan per satuan unit area Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt = Unit area untuk kategori tertentu Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu Nilai maksimum wisatawan K per satuan unit area Lt untuk setiap kategori wisata bahari disajikan pada tabel 7 berikut ini. Tabel 7. Potensi Maksimum Wisatawan per Unit Area per Kategori Wisata Jenis Kegiatan K orang Unit Area Lt Keterangan Selam 2 1000 m2 Setiap 2 org dalam 100 m x 10 m Snorkling 1 250 m2 Setiap 1 org dalam 50 m x 5 m Rekreasi Pantai 1 50 m 1 org setiap 50 m panjang pantai Sumber: WTO, 1992; diadaptasi dari Yulianda, 2007. Sementara waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata selam, snorkeling, dan wisata pantai yang dilakukan oleh wisatawan dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini. Tabel 8. Waktu yang Dibutuhkan untuk setiap Kegiatan Wisata No Kegiatan Waktu yang dibutuhkan Wp -jam Total waktu 1 hari Wt-jam 1. Selam 2 8 2. Snorkling 3 6 3. Rekreasi Pantai 3 6 Sumber: diadaptasi dari Yulianda, 2007.

3.3.4. Analisis Daya Dukung Fisik Wisata Bahari

World tourism organization WTO, 1981 dalam Wong 1991 memberikan standar pembangunan resort-resort di kawasan pantai dan pulau- pulau kecil guna membatasi jumlah wisatawan pada suatu kawasan. Hal ini ditujukan agar daya tarik sumberdaya di kawasan tersebut secara sosial berkelanjutan tidak mengganggu kenyamanan masyarakat lokal. Daya dukung fisik di sini menunjukkan besaran kawasan yang dapat dipakai untuk infrastrukturfasilitas wisata tanpa mengganggu kenyamanan penduduk setempat atau wisatawan lain. Adapun standar kebutuhan ruang fasilitas untuk wisata bahari dapat dilihat pada tabel 9. Berdasarkan Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan Ruang pada pasal 29 disebutkan bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 tiga puluh persen dari luas wilayah kota. Ruang terbuka hijau dianalogikan dengan areal terumbu karang pada ekosistem laut dan pesisir. Proporsi 30 tiga puluh persen merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika. Tabel 9. Standar Kebutuhan Ruang Fasilitas Pariwisata Bahari No Uraian Satuan Keterangan 1. Kapasitas pantai M 2 Jumlah orang optimum per 20- 50 m pantai orang 2. Fasilitas pantai Fasilitas kebersihan yang setara dengan 5 buah WC, 2 buah bak mandi dan 4 pancuran air untuk setiap 500 orang 4. Kepadatan penginapan 60-100 tempat tidurha 5. Fasilitas marina Ukuran Kapasitas pelabuhan Lahan 150-200 perahukapal wisata 75-150 perahuha 100 perahuha, digunakan untuk parkir, penyimpanan dan perbaikan Sumber: WTO 1981 in Wong 1991. Berdasarkan nilai-nilai standar tersebut selanjutnya dihitung kapasitas daya tampung wisatawan Ks dengan menggunakan persamaan Hoyt, 2005: u perindivid rata Rata dar S wisatawan digunakan yang area K s − = tan ………………………….. 3.3 Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang pengusahaan pariwisata alam di zona pemanfaatan taman nasional dan taman wisata alam, maka areal yang diizinkan untuk dikelola yakni 10 dari luas zona pemanfaatan. 3.3.5. Analisis Ekonomi Sosial Budaya dan Kelembagaan

3.3.5.1. Analisis Ekonomi

Daya dukung ekonomi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan pendapatan masyarakat yang melakukan kegiatan usaha wisata di kawasan wisata bahari Gili Indah, sehingga diperoleh gambaran umum tingkat ekonomi masyarakat lokal. Formula pendapatan diperoleh dari pendekatan total penerimaan TR dikurangi dengan total biaya TC atau secara matematis dituliskan sebagai berikut : π = TR – TC ……………………………………………………….. 3.4 Total penerimaan TR diperoleh dari rata-rata harga satuan P dari masing- masing usaha wisata yang dikalikan dengan jumlah usaha Q yang ada atau secara matematis dituliskan TR = P x Q, Sedangkan total biaya TC diperoleh dari rata-rata biaya yang dikeluarkan dari setiap kelompok usaha tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka analisis daya dukung ekonomi ini didukung oleh analisis pendapatan usaha wisata sehingga akan diperoleh gambaran bagaimana daya dukung ekonomi melalui pendekatan tingkat ekonomi masyarakat dengan adanya kegiatan wisata bahari di kawasan Gili Indah.

3.3.5.2. Analisis Sosial

Perhitungan daya dukung sosial menggunakan pendekatan Saveriades 2000, dimana bertambahnya waktu dan jumlah manusia maka kebutuhan manusia, interaksi dan kompetisi antar manusia dalam menempati ruang juga semakin meningkat, akibatnya timbul ketidaknyamanan ketidakpuasan antara satu manusia dengan yang lain dan menyebabkan ia merasa terganggu unsustainable. Beberapa parameter yang diperlukan untuk menganalisis daya dukung sosial yakni persepsi masyarakat terhadap pariwisata, perasaan dan reaksi terhadap kedatangan turis, perubahan pola hidup terkait dengan pariwisata, dan persepsi turis maupun masyarakat lokal terkait dengan kenyamanan dalam berinteraksi dan melakukan kegiatan masing-masing. Metode yang digunakan dalam mengkaji daya dukung ini yakni analisis deskriptif, kesepakatan dan situatif Saveriades 2000. Analisis sosial yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metoda Analisis Deskriptif, data yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan analisis ini didapat melalui wawancara langsung terhadap responden baik wisatawan asing maupun nusantara dan stakeholders yang terkait dengan menggunakan kuesioner. Informasi yang akan digali dari stakeholders antara lain : bagaimana persepsi masyarakat terhadap pengelolaan ekowisata bahari Gili Indah, bentuk partisipasi dari masyarakat terhadap model pengelolaan minawisata bahari yang akan dikembangkan, identifikasi konflik pemanfaatan, sistem pengelolaan yang diinginkan, serta kemungkinan dampaknya bagi masyarakat.

3.3.5.3. Analisis Kelembagaan

Analisis kelembagaan yang dilakukan dalam penelitian ini juga menggunakan metoda Analisis Deskriptif. Data yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan analisis ini didapat dengan melakukan wawancara langsung dengan stakeholders dan dengan menggunakan kuesioner. Informasi yang akan digali dari stakeholders antara lain : bagaimana bentuk kelembagaan baik formal maupun non formal yang diinginkan oleh masyarakat terkait dengan model pengelolaan ekowisata bahari, identifikasi semua aturan-aturan regulasi yang terkait yang dapat menunjang model pengelolaan yang akan dibangun, mengkaji peranan berbagai institusi dan kelembagaan yang terkait dengan model pengelolaan yang akan dibangun.

3.3.6. Optimasi Pengelolaan Wisata Bahari

Penentuan tingkat optimal dari pengelolaan ekowisata bahari di kawasan Gili Indah dianalisis menggunakan pendekatan Sistem Dinamik yang dibangun dengan bantuan perangkat lunak Stella versi 9.0.2. Konsep utama siste m dinamik adalah bagaimana semua elemen atau obyek dalam suatu sistem saling berinteraksi satu dengan yang lainnya melalui lingkaran loop feedback, dimana perubahan satu variabel akan mempengaruhi terhadap variabel lainnya dalam kurun waktu perencanaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi variabel aslinya, demikian selanjutnya saling mempengaruhi antar variabel berlanjut sepanjang kurun waktu perencanaan. Untuk membangun sistem pengelolaan wisata bahari di kawasan Gili Indah dilakukan pengembangan model guna mempresentasikan peubah ekologi, ekonomi, dan sosial, serta interkasi di dalamnya, sehingga ditetapkan menggunakan model simbolik yang menggunakan persamaan matematis. Secara global, model akan menggambarkan interaksi antar komponen yang bersifat timbal balik dan masing- masing komponen mempunyai gugus formula sendiri-sendiri, namun saling terkait pada satu atau lebih peubah tertentu. 69 4. KEADAAN UMUM KAWASAN WISATA GILI INDAH 4.1. Kondisi Fisik Lingkungan.

4.1.1. Letak Geografis dan Batas Kawasan.

Kawasan Gili Meno, Gili Air dan Gili Trawangan atau disebut juga Gili Indah ditunjuk sebagai Taman Wisata Alam Laut TWAL berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 85Kpts-II1993 tanggal 16 Februari 1993 selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 99Kpts-II2001 tanggal 15 Maret 2001 ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Laut TWAL dengan luas sekitar 2.954 hektar. Penentuan status TWAL tersebut adalah berdasarkan kriteria penentuan kawasan konservasi laut yang memiliki keanekaragaman biota laut dan lingkungan yang memungkinkan untuk dikembangkan sebagai obyek wisata. Berdasarkan pada wewenang pengelolaannya, awalnya kawasan ini berada di bawah pengelolaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam KSDA Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan berita acara serah terima kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian dari Departemen Kehutanan RI kepada Departemen Kelautan dan Perikanan RI No. BA.01Menhut-IV2009 dan No. BA.108MEN.KPIII2009 tertanggal 4 Maret 2009 , maka pengelolaan TWAL Gili Indah diserahkan kepada Departemen Kelautan dan Perikanan. TWAL Gili Indah yang luasnya sekitar 2.954 hektar meliputi luas daratan 665 ha dan lautan seluas 2.289 hektar. Luas daratan terdiri dari Gili Air 175 ha dengan keliling pulau sekitar 5 km, Gili Meno sekitar 150 ha dengan keliling pulau sekitar 4 km dan Gili Trawangan sekitar 340 ha dengan keliling pulau sekitar 7,5 km. Secara geografis TWAL Gili Indah terletak pada 8º 20 - 8º 23 ′ LS dan 116º00 ′ - 116º 08′ BT. Secara geografis kawasan Wisata Gili Indah ini termasuk dalam wilayah Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Propinsi Nusa Tenggara Barat dengan batas-batas sebagai berikut ; sebelah Barat berbatasan dengan Selat Lombok, sebelah Utara dengan Laut Bali, sebelah Timur dengan Tanjung Sire Desa Pemenang Barat, dan sebelah Selatan dengan Teluk Kombal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4 berikut ini. 70 Gambar 4 : Peta Letak Geografis dan Batas Kawasan 4.1.2. Iklim Iklim di Kawasan Pariwisata Gili Indah sama seperti di daerah Lombok lainnya, menurut Schmid dan Ferguson, didominasi tipe iklim C dan D dengan komponen angin musim sebagai angin paling dominan. Selama musim barat, angin bertiup dari arah barat laut. dengan puncak kecepatannya terjadi pada bulan Januari dan Februari dengan kecepatan 35 Knot. Pada musim timur yang berlangsung antara bulan Juni hingga September, bertiup angin dari arah timur dengan kecepatan maksimum 15 Knot. Selain angin musim, kawasan pariwisata bahari ini juga dipengaruhi oleh angin akibat cyclone di Samudera Hindia yang berkembang di wilayah antara Nusa Tenggara Barat dan Australia. Periode dengan curah hujan di atas 200 mmbulan umumnya terjadi pada bulan Desember hingga Februari, sedangkan periode kering dengan curah hujan di bawah 10 mmbulan terjadi sekitar bulan Agustus dan September. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari yaitu mencapai 247 mm, sedangkan terendah bulan September mencapai titik nol. Selama musim penghujan, rata-rata bulanan penyinaran matahari umumnya di bawah 60 persen, sebaliknya pada musim kemarau penyinaran matahari di atas 70 persen. Kawasan ini beriklim Peta Letak Geografis dan Batas Kawasan 71 tropis dengan suhu udara berkisar antara 20-32 o C. Suhu udara maksimum 32 o C terjadi pada bulan November dan suhu udara minimum 20 o 4.1.3. Topografi dan Oseanografi C terjadi pada bulan Juni. Topografi Gili Air dan Gili Meno adalah datar dengan ketinggian hampir sejajar dengan permukaan laut, sedangkan Gili Trawangan pada bagian tengah ke arah utara datar dan pada bagian tengah ke arah tenggara berbukit dengan ketinggian sekitar 20 meter di atas permukaan laut. Parameter arus dalam kegiatan wisata bahari sangat penting karena pergerakan air laut yang secara kontinyu dapat membawa material dan membahayakan bagi penyelam dan perenang Wong 1991. Keadaan oseanografi mempunyai pola yang sama dengan kawasan di sekitar ketiga pulau, yaitu mempunyai pantai yang pada umumnya landai, datar dan berpasir putih, dengan kedalaman perairan pantai 1 - 3 meter pada batas 20 meter. Kedalaman 20 meter terdapat pada jarak 40 meter dari pantai. Kisaran pasang surut mencapai sekitar tiga meter. Arah arus antara bulan Desember sampai dengan bulan AprilMei bergerak dari utara dengan kecepatan rata-rata 0,25 meterdetik, sedangkan antara bulan Juni sampai Nopember bergerak ke arah selatan dengan kecepatan rata-rata 0,25 meter detik. Gelombang tertinggi rata-rata 1 meter terjadi antara bulan Desember-Januari dengan kecepatan arus dapat mencapai sekitar 0,40 meter per detik gambar 5 dan 6. 4.1.4. Hidrologi Air tanah yang dimanfaatkan di kawasan Tiga Gili Indah ini adalah air tanah yang berupa resapan air hujan. Umumnya air tanah yang berkadar garam rendah berada di tengah pulau. Untuk Gili Trawangan yang daratannya lebih luas, di bagian tengahnya masih memungkinkan untuk memperoleh air tawar dengan kadar garam rendah, sedangkan di Gili Meno dan Gili Air yang luasnya lebih kecil, mempunyai persediaan air dengan kadar garam rendah lebih terbatas. Sampai saat ini kebutuhan air bersih masih merupakan masalah bagi masyarakat di ketiga gili ini. Untuk memenuhi kebutuhan air tawar, masyarakat dan pengusaha akomodasi memperolehnya dengan membeli dari Perusahaan Daerah Air Minum PDAM Menang yang berada di Bangsal, Pulau Lombok. 72 Gambar 5 : Peta Kedalaman Perairan Kawasan Gili Indah 73 Gambar 6 : Peta Sebaran Arus Perairan Kawasan Gili Indah 74 Air bersih tersebut dibawa setiap hari dengan perahu ke sarana pariwisata yang memesannya. Mengingat tingginya harga air tawar di ketiga gili ini, sebagian besar penduduk setempat tidak mampu memenuhi kebutuhannya terhadap air bersih, sehingga mereka pada umumnya memanfaatkan air sumur yang rasanya payau yang tersedia di kawasan tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih di kawasan Gili Indah, pada tahun 2010 telah dibangun jaringan pipa PDAM yang berasal dari daratan sire, namun sampai sekarang belum berfungsi. Hampir seluruh stasiun pengamatan dicirikan oleh nilai parameter salinitas yang hampir sama tidak memiliki perbedaan yang besar. Sebaran rata-rata salinitas permukaan untuk seluruh stasiun pengamatan secara umum tidak menunjukkan perubahan yang besar, yakni antara 33 – 35 o oo . Berdasarkan nilai pengukuran tersebut menunjukkan bahwa lokasi studi sedikit menerima limpahan air tawar dan limbah dari aktivitas antropogenik disamping karena kondisi pulau yang relative jauh dari mainland sehingga pengaruh air laut sangat dominan gambar 7. Hasil pengukuran nilai pH selama penelitian menunjukkan kisaran nilai 6.6- 7.3, ini berarti bahwa kondisi perairan di kawasan Gili Indah relatif lebih baik untuk kehidupan tumbuhan dan hewan air. Sebagaimana dikemukakan Effendi 2000, pH yang baik untuk kehidupan di laut berkisar antara 7.8 – 8.0 dan untuk pertumbuhan biota air yakni antara 6 – 9 Gambar 8. Hasil pengamatan terhadap nilai kecerahan di kawasan Gili Indah menunjukkan kisaran nilai antara 8-64 Gambar 9. Ini menunjukkan bahwa kawasan ini memiliki kondisi perairan yang relatif jernih, penetrasi cahaya matahari akan relatif lebih besar sehingga dapat meningkatkan produktifitas perairan. Kondisi oseanografi ini disebabkan karena secara geografi pengaruh daratan sangat kecil dan pergerakan massa air relatif lebih besar. 75 Gambar 7 : Peta Sebaran Salinitas Perairan Kawasan Gili Indah 76 Gambar 8 : Peta Sebaran pH Perairan Kawasan Gili Indah 77 Hasil pengamatan terhadap temperatur permukaan air Gambar 10 menunjukkan kisaran 28,9-30.4 o C tertinggi terjadi pada musim kemarau. Umumnya, suhu permukaan laut SPL pada musim barat lebih tinggi dari musim timur dengan perbedaan suhu sekitar 1 o C. Distribusi vertikal suhu di perairan Gili Indah menunjukkan bahwa terjadi penurunan suhu dari permukaan hingga kedalam 40 m dengan perbedaan suhu sekitar 2 o 4.1.5. Pantai C. Berikut diperlihatkan gambar sebaran kecerahan perairan dan suhu perairan di Gili Indah. Lokasi pantai yang dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata terdapat di ketiga pulau Gili Trawangan, Meno, Air dengan kondisi pantai yang landai dan ada juga yang agak curam, lebar pantainya antara 2 m sampai dengan 10 m dari puncak pasang tertinggi. Adapun panjang pantai untuk Gili Trawangan sekitar 7 km, Gili Meno sekitar 4 Km, dan Gili air sekitar 5 Km, Hampir semua bibir pantai merupakan hamparan pasir putih. Kondisi air laut tenang kecuali pada bulan Oktober sampai Maret Angin Barat serta angin tenggara. Potensi pantai ini merupakan tempat berjemur para wisatawan dari manca negara terutama sisi sebelah timur dari masing-masing gili. Disamping itu oleh masayarakat digunakan pula sebagai tempat bersandarnya perahu nelayan dan perahu angkutan penumpang baik yang berasal dari bangsal maupun yang berasal dari Benoa Bali. 4.1.6. Mangrove dan Tumbuhan Pantai Mangrove merupakan sumberdaya alam dengan manfaat serbaneka dan berpengaruh luas terhadap aspek ekologis dan ekonomis. Peranan penting mangrove secara ekologis maupun ekonomis antara lain penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan, pembesaran, penahan abrasi, penahan amukan taufanbadai, pencegah intrusi air laut, penyedia kayu, daun-daunan, sebagai bahan baku obat-obatan, dan sebagainya. Dari sudut ekologi bagi kehidupan, dapat diketahui dari banyaknya jenis florafauna makro maupun mikro, termasuk manusia yang hidupnya tergantung pada mangrove. 78 Gambar 9 : Peta Sebaran Kecerahan Perairan Kawasan Gili Indah 79 Gambar 10 : Peta Sebaran Suhu Perairan Kawasan Gili Indah 80 Berdasarkan laporan BKSDA NTB 2004 Jenis mangrove yang terdapat di TWAL Gili Indah yaitu Centigi Pemphis acidula yang merupakan jenis yang mendominasi, sedangkan jenis-jenis lainnya adalah : Bakau Bruguiera cylindrica, Soneratia alba, Avicenia alba, Exoecaria agallocha dan Lumnitzera racemosa . Jenis mangrove ini tumbuh dengan ketebalan 4 – 20 meter berbaur dengan tumbuhan bawah seperti Achrostichum aureum dan jenis acanthus ilicifolius . Selanjutnya hasil penelitian Dahuri, dkk. 1998, jenis pohon mangrove yang dijumpai tumbuh di kawasan pariwisata bahari Tiga Gili Indah tergolong dalam 8 famili antara lain Bruguiera cylindrica, Sonneratia alba, Excoecaria agallocha, Pemphis acidula, dan lainnya. Umumnya tumbuhan mangrove yang ada, tumbuh dalam rumpun yang terpisah-pisah dan berbaur dengan tanaman pantai lainnya. Di Gili Meno, selain jenis Centigi Pemphis acidula yang umumnya tumbuh di pantai, ditemukan juga tumbuh mangrove yang didominasi jenis Avicennia alba di sepanjang tepian danau air asin yang terdapat di kawasan pantai sebelah barat. Di Gili Trawangan, selain jenis P. acidula, mangrove ditemukan tumbuh di kawasan pantai sebelah barat, yang merupakan asosiasi jenis Avicennia alba, Bruguiera cylindrica, dan Lumnitzera racemosa yang tumbuh jarang, berbaur dengan tumbuhan pantai. Di Gili Air hanya jenis Centigi saja yang tumbuh di beberapa tempat di tepi pantai. Secara umum kondisi mangrove di Gili Meno khususnya di sekitar danau relatif masih baik. Di Gili Air, tidak ditemukan adanya jenis mangrove lainnya selain jenis Pemphis acidula,.sedangkan di Gili Trawangan tumbuhan mangrove terdapat di bagian barat laut yang letaknya cukup jauh di belakang hamparan karang. Mangrove tumbuh berbaur dengan tumbuhan pantai seperti pandan, waru laut, ketapang, cemara, pandan laut, maupun kelapa. Tumbuhan pantai di Gili Air, Meno dan Trawangan sebagian besar didominasi oleh tanaman kelapa. Jenis tumbuhan pantai lainnya yang dijumpai di wilayah studi antara lain Waru laut, Pandan laut, Ketapang, Cemara dan jenis tumbuhan darat seperti asam, nyamplung, dan jati pasir. 81 4.1.7. Terumbu Karang Terumbu karang memiliki produktivitas dan keaneka-ragaman yang tinggi. Fungsi ekologisnya antara lain sebagai tempat pemijahan ikan spawning ground, pembesaran nursery ground, dan tempat mencari makan feeding ground. Terumbu karang juga dipandang penting karena produk yang dihasilkan seperti ikan karang, ikan hias, udang, alga, dan bahan-bahan bio-aktif. Ekosistem terumbu karang di kawasan pariwisata bahari Tiga Gili Indah, merupakan obyek wisata utama. Berdasarkan klasifikasi tipeformasi terumbu karang, formasi yang ditemukan di kawasan tersebut termasuk terumbu karang tepi fringing-reefs. Lebar rataan terumbu di ketiga pulau, bervariasi antara 100- 500 meter yang terdiri dari rataan terumbu pantai dengan dasar pasir halus sampai kasar yang didominasi oleh pertumbuhan lamun. Rataan terumbu dilanjutkan dengan rataan terumbu tengah dengan dasar pasir kasar dan pecahan karang mati yang ditumbuhi campuran antara rumput laut dan lamun Gambar 11. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hilman 2009 diketahui bahwa kondisi terumbu karang di ketiga Gili Gili Terawangan, Gili Meno, dan Gili Air pada umumnya jelek. Pada kedalaman 10 meter hampir 100 terumbi karang kondisi jelek. Sedangkan pada kedalaman 3-5 meter kondisi baik 30 . Terumbu karang di Gili Terawangan didominasi oleh karang foliose jenis Montipora dan branching dari jenis Acropora. Solihin 2008 mengungkapkan bahwa luas potensi terumbu karang yang terdapat di TWAL Gili Indah adalah ± 448,7634 ha, dengan rincian; 192,9621 ha di Gili Trawangan, 118,9508 ha di Gili Meno dan 136,8505 ha di Gili Air. Hilyana 2010 mengungkapkan rata-rata laju pertumbuhan karang pertahun sekitar 3 0,03 dan laju degradasi karang rata- rata pertahun sebesar 2 0,02. Potensi terumbu karang perairan sekitar gili cukup baik, berupa pasir dan pecahan batu karang. Daerah yang memiliki tutupan karang-karang cukup tinggi adalah Gili Air di bagian Timur Laut, Gili Trawangan di bagian Barat dan di Gili Meno sebelah Utara. Sedangkan ikan hias laut di kawasan tersebut cukup potensial untuk didayagunakan, khususnya bagi wisata bawah air maupun obyek penelitian. 82 Gambar 11 : Peta Sebaran Substrat Dasar Perairan Kawasan Gili Indah 83 Penelitian Haerul 2001, jenis ikan karang yang ditemukan diantara 12 stasiun pengamatan di kawasan Gili Indah bervariasi dari satu tempat ketempat lain. Jumlah jenis spesies yang dijumpai berkisar dari 2-68 jenis dengan kepadatan 10-1.290 ekor300 m 2 . Variasi ikan karang sangat berkaitan dengan kondisi terumbu karang yang ada. Potensi ikan karang terbesar terdapat di Gili Trawangan yaitu 68 jenis dengan kepadatan 1.290 ekor 300m 2 Hampir disemua wilayah perairan laut TWAL Gili Indah terdapat penyu dengan jenis –jenis penyu yang ada antara lain Penyu Hijau dan Penyu Sisik. Ada sebuah lokasi yang diberi nama Turtle point, dinamakan demikian karena dilokasi tersebut selalu terdapat penyu baik yang sedang mencari makan maupun beristirahat. Turtle point tersebut terdapat di sebelah Utara dari Gili Meno pada kedalaman 3 sampai dengan 40 meter. Populasi penyu yang ada di TWAL Gili . Ikan hias dan ikan konsumsi yang di temukan Gili Indah ini cukup banyak. Ikan hias ditemukan sebanyak 123 jenis dalam 30 famili. Ikan-ikan ini menyebar pada lokasi-lokasi di Gili Indah. Ikan hias terbanyak ditemukan di Selatan Tenggara yaitu 63 jenis, kemudian Rinjani Slope sebanyak 69 jenis, dan Nusa Tiga Point sebanyak 58 jenis. Di Soraya Point ditemukan sebanyak 35 jenis, Tutle Point sebanyak 44 jenis, Andi Reef sebanyak 49 jenis. Pada Pedati’s Reef ditemukan sebanyak 54 jenis, Air Wall 46 jenis, dan Hans Point sebanyak 53 jenis. Selain jenis ikan, Moluska dan Echinodermata Binatang Berkulit Duri Sesuai dengan namanya hewan ini bertubuh lunak, bentuk dan ukuran tubuh beraneka ragam. Moluska banyak dijumpai diberbagai habitat terumbu karang, mangrove dan padang lamun. Jenis-jenis hewan yang tergolong dalam Phylum Moluska antara lain keong, kerang dan cumi. Moluska yang ditemukan antara lain Kima sisik Tridacna squamosa, Lambis lambis dan Trochus niloticus. Binatang berkulit duri cukup banyak dijumpai di dasar perairan terumbu karang dan paparan pasir. Jenis-jenis hewan yang tergolong dalam kelompok ini antara lain teripang dan bulu babi. Teripang merupakan komoditi yang dapat didayagunakan sebagai makanan dari laut, demikian juga dengan bulu babi yang umumnya dimanfaatkan atau dimakan gonadnya. Jenis lainnya yang dapat dijumpai di sekitar perairan TWAL Gili Indah adalah Bintang laut biru Linchia laevigata. 84 Indah diperkirakan banyak, dan dulunya ketiga pulau merupakan tempat bertelurnya penyu, namun seiring dengan perkembangan aktivitas masyarakat dan pengunjungwisatawan, saat ini penyu-penyu jarang dijumpai bertelur lagi di ketiga pulau ini. 4.1.8. Padang Lamun dan Rumput Laut Lamun seagrass sering dijumpai tumbuh di perairan dekat dengan terumbu karang. Sebagai rerumputan di wilayah darat, lamun dapat tumbuh lebat dari tempat dangkal hingga meluas ke arah wilayah perairan yang lebih dalam dan masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari. Tumbuhan laut yang ditemukan di Kawasan Pariwisata Bahari Tiga Gili Indah terdiri dari 50 jenis yang terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok lamun seagrass sebanyak 9 jenis dan kelompok rumput laut seaweed sebanyak 41 jenis. Jenis lamun paling banyak ditemukan di Gili Air yaitu 9 jenis, sedangkan di Gili Meno dan Trawangan, masing-masing 4 dan 5 jenis. Hamparan lamun di Gili Air cukup luas dan merupakan hamparan yang terpadat diantara ketiga gili yaitu sekitar 27 sampai 43 persen yang didominasi oleh jenis Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata. Berdasarkan hasil penelitian Dahuri, dkk. 1998, luas habitat padang lamun dan rumput laut di kawasan pariwisata bahari Tiga Gili Indah adalah kurang lebih mencapai 265,7452 hektar, dengan 85,0705 hektar terdapat di Gili Trawangan, 53,6056 hektar terdapat di Gili Meno, dan 127, 0691 hektar terdapat di Gili Air. Euchema dan Gracilaria merupakan jenis rumput laut yang bisa dimanfaatkan secara langsung maupun sebagai komoditi ekspor yang mempunyai tingkat kehadiran dan kelimpahan yang cukup tinggi. Saat ini kegiatan budidaya rumput laut sudah cukup banyak dilakukan di ketiga gili, terutama di Gili Meno. Metode yang digunakan adalah patok dasar yang diikatkan pada tali yang terrentang antara patok kayu dan diberi pelampung botol aqua di atas tali sebagai pelampung dan tanda. 85 4.1.9. Panorama Alam Hamparan pantai berpasir putih tersebar di sepanjang pantai Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan dengan kondisi air yang cukup jernih merupakan perpaduan potensi lingkungan yang dapat dikembangkan sebagai objek wisata bahari. Kegiatan wisata pantai umumnya memanfaatkan lingkungan, antara lain ketenangan dan kejernihan air laut, keindahan pasir pantai yang putih dan halus serta panorama lingkungan seperti sunset dan sunrise. Panorama alam lain yang menjadi daya tarik kuat kawasan pariwisata bahari Gili Indah adalah alam bawah laut berupa gugusan terumbu karang, jumlah dan jenis ikan karang dan ikan hias yang beraneka ragam. 4.1.10. Flora Balai KSDA NTB 2004 melaporkan bahwa tumbuhan yang terdapat di TWAL Gili Indah antara lain jenis : Sawo kecik Manilkara kauki, Cemara laut Casuarina sp , Akasia Acasia auriquliformis, Asam Tamarindus indica, Waru laut Altingia Sp, Kesambi Schleicera oleosa, Kelapa Cocos nucifera, Ketapang Terminalia catappa, dan Randu Ceiba petandra. 4.1.11. Fauna Laporan BKSDA NTB 2004 menyebutkan bahwa satwa yang dapat ditemui dalam TWAL Gili Indah antara lain : Dara Laut Benggala Sterna bengalensis Tekukur Biasa Streptopelia chinensis, Kacamata Biasa Zosterops palpebrosus, Gajahan timur Numenius madagascariensis, Gelatik Batu Kelabu Parus Major , Seriwang asia terpsiphoene paradisi, Biru Laut ekor Blorok Limosa lapponica , Kacamata Wallacea Zosterops wallacei, Cucak Kutilang pycnonotus aurigaster, Raja udang Biru Alcedo coerulescens, Kipasan Belang Rhipidura javanica, Bangau Sandang Lawe Ciconia episcopus, Kowak Malam Merah Nycticorax caledonicus, dan Biawak Varanus sp. 4.2. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya 4.2.1. Adminsitrasi Pemerintahan Secara administrasi pemerintahan, kawasan pariwisata bahari Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan tergabung kedalam satu wilayah desa yaitu Desa Gili 86 Indah dan masuk ke dalam wilayah Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara. Desa ini mulai diresmikan sebagai desa definitif pada bulan Desember 1996, sebelumnya Desa Gili Indah ini termasuk dalam wilayah Desa Pemenang Barat. Dalam administrasi desa, masing-masing Gili merupakan dusun tersendiri sehingga Desa Gili Indah terdiri dari tiga dusun, yaitu Dusun Gili Air, Dusun Gili Meno dan Dusun Gili Trawangan. Kantor Desa Gili Indah terletak di Dusun Gili Air, penempatan kantor desa di dusun ini atas pertimbangan bahwa asal mula keberadaan penduduk dimulai dari Dusun Gili Air ini. 4.2.2. Tata Guna Lahan Secara umum, pola pemanfaatan lahan di ketiga gili ini hampir sama. Di bagian pinggir pulau paling banyak digunakan untuk penyediaan jasa akomodasi seperti hotel melati, pondok wisata, bungalow, restoran, cafe dan warung. Selain itu, berbagai kegiatan seperti perdagangan berskala kecil, dan penyediaan jasa pariwisata seperti dive shop, travel counter, persewaan sepeda dan persewaan buku juga terpusat di sekitar pinggiran ketiga gili tersebut. Sedangkan di bagian dalam pulau merupakan pusat pemukiman penduduk setempat, selain juga untuk pusat-pusat pelayan penduduk seperti Puskesmas, sekolah dasar, mesjid dan sebagainya. Untuk areal perladangan penduduk seperti perkebunan kelapa, kebun sayur-mayur dan buah-buahan juga terletak di bagian tengah pulau. Luas wilayah daratan di kawasan Gili Indah seluas 678 ha, yang terdiri dari lahan kering seluas 210 ha dan lahan pekarangan seluas 468 ha Gambar 12. Kondisi tanah di ketiga gili ini tidak terlalu subur. Pohon-pohon yang ada relatif kecil-kecil dan di bagian pedalaman pulau tersebut banyak ditumbuhi oleh alang-alang serta tumbuhan merambat. Di Gili Trawangan terdapat sebuah bukit dengan ketinggian sekitar 20 meter dari permukaan laut. Kawasan bukit ini secara umum masih merupakan tanah kosong. Sementara itu, di Gili Meno terdapat sebuah danau air asin yang dikelilingi oleh hutan mangrove. Menurut informasi, dahulu air danau ini dipergunakan oleh masyarakat setempat untuk membuat garam. Di ketiga gili ini masing-masing sudah mempunyai jalan lingkar yang mengelilingi pulau, meskipun sebagian besar masih berupa jalan tanahpasir biasa. 87 Gambar 12 : Peta Tutupan Lahan di Kawasan Gili Indah 88 4.2.3. Pendidikan Dari segi pendidikan masing-masing gili sudah terdapat sebuah sekolah dasar SD negeri, pendidikan Taman Kanak-kanak TK hanya terdapat di Gili Air dan Gili Trawangan, demikian pula dengan pendidikan tingkat SMP dan MTs hanya terdapat di Gili Air dan Trawangan. Sedangkan tingkat SMA hanya terdapat di Gili Trawangan berupa SMK Pariwisata yang dikelola oleh masyarakat Gili Trawangan. Sebagian penduduk yang lebih mampu setelah tamat SD atau SMP meneruskan ke sekolah lanjutan harus kedaratan Pulau Lombok khususnya di Ibukota Kecamatan Pemenang. Pada tabel 10 memperlihatkan bahwa jumlah murid sekolah sebanyak 782 orang yang terdiri dari 402 siswa laki-laki dan 370 siswa perempuan. Siswa Sd yang terbanyak berada di Gili Trawangan kemudian Gili Air dan yang paling sedikit di Gili Meno. Kondisi ini sesuai dengan proporsi jumlah penduduk di masing-masing gili tersebut. Tabel 10. Keadaan Pendidikan di Gili Indah No Jenis Sekolah Tahun Berdiri Jumlah Murid orang Jumlah orang Laki-laki Perempuan 1 SD Gili Air 1969 115 106 221 2 TK Gili Air 1999 13 22 45 3 MTs Gili Air 2002 16 12 28 4 SD Gili Meno 1988 51 30 81 5 SD Gili Trawangan 1984 148 147 295 6 TK Gili Trawangan 2003 19 21 40 7 SMK Pariwisata Trawangan 2007 22 18 40 8 SMP Terbuka Trawangan 2005 18 14 32 Jumlah 402 370 782 Sumber: Kantor Desa Gili Indah, 2010 4.2.4. Penduduk Berdasarkan data di kantor desa, jumlah penduduk Desa Gili Indah sampai tahun 2010 adalah sebanyak 3.575 jiwa, yang terdiri dari 3.550 penduduk lokal dan 25 orang asing yang menetap dan berusaha di kawasan tersebut. Dibandingkan dengan keadaan penduduk pada tahun 2004 yang hanya berjumlah 89 2.897 jiwa, maka jumlah pertambahan penduduk pada kurun waktu itu sebanyak 678 orang atau meningkat 23,4 rata-rata tumbuh 3,9 pertahun. Kondisi ini jauh lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata penduduk kecamatan Pemenang yang hanya 2,89 pertahun BPS Pemenang, 2010. Tabel 11. Jumlah Penduduk di Desa Gili Indah Jumlah Jumlah orang Total Dusun KK WNI WNA orang L P L P Gili Air 420 721 814 3 4 1542 Gili Meno 160 346 181 1 2 530 Gili Trawangan 410 714 774 7 8 1503 Total 990 1.781 1.769 11 14 3.575 Sumber : Kantor Desa Gili Indah, 2010. Data menunjukkan bahwa secara keseluruhan penduduk Desa Gili Indah berjumlah 1.781 jiwa laki-laki dan 1.769 jiwa perempuan dengan Kepala Keluarga sebanyak 990 KK. Penduduk terbanyak terdapat di Dusun Gili Air, sedangkan yang paling sedikit di Dusun Gili Meno. Data menunjukkan pula bahwa terdapat 25 orang warga negara asing WNA yang menetap dan membuka usaha di ketiga gili tersebut, mereka memiliki dan mengelola hotel, restaurant, dan sekolah selam. Dari jumah penduduk tersebut, yang termasuk usia produktif 15- 64 tahun sebanyak 2.888 orang yang terdiri dari 1.394 laki-laki dan 1.494 perempuan. Jika dibandingkan dengan luas daratan Gili Indah, maka tingkat kepadatan penduduknya adalah 657 jiwakm². Berdasarkan data di kantor Desa Gili Indah, mata pencaharian yang dominan saat ini adalah kegiatan yang berkaitan dengan jasa pariwisata seperti transportasi, restoran dan warung, penginapan, pramuwisata dan karyawan. Jenis pekerjaan berikutnya adalah sebagai nelayan penangkap ikan, karyawan, dan pedagang serta sebagian lainnya berusaha di perkebunan kelapa. Usaha pariwisata di kawasan ini mulai berkembang sekitar akhir dasawarsa 1980-an yaitu sejak ditetapkannya kawasan pariwisata Senggigi dan sekitarnya sebagai salah satu obyek wisata andalan di NTB. Usaha budidaya rumput laut dahulunya ada, namun sekarang usaha tersebut tidak lagi dilakukan 90 oleh masyarakat yang salah satu alasannya karena kurang ekonomis dibanding usaha pariwisata lainnya. Untuk menangani masalah kesehatan penduduk, di setiap gili sudah tersedia Puskesmas Pembantu Pustu yang dilayani oleh seorang bidan dan satu polindes yang terletak di Gili Air. 4.2.5. Mata Pencaharian Penduduk Sebagian besar penduduk di Gili Indah bekerja di sektor pariwisata, baik yang langsung berhubungan maupun yang tidak langsung. Pekerjaan yang langsung berhubungan misalnya menjadi karyawan di hotel dan restaurant, guide, transportasi laut dan darat dan sebagainya. Sementara yang tidak langsung adalah menyewakan kamar-kamar kos bagi karyawan, pedagang kaki lima, nelayan dan sebagainya. Tabel 12. Mata Pencaharian Penduduk di Gili Indah No. Mata Pencaharian Jumlah orang 1 PetaniBuruh Tani 105 2 Karyawan HotelRestaurant 907 3 Pedagang 360 4 Nelayan 112 5 Jasa Wisata 104 6 Transportasi 120 Total orang 1708 Sumber : Kantor Desa Gili Indah, 2010. Rata-rata gaji karyawan yang bekerja di hotel dan restaurant sebesar Rp. 1.200.000 perbulan atau Rp. 14.400.000 pertahun, penghasilan ini belum termasuk insentif yang diberikan pada hari raya keagamaan dan kelebihan target. Penghasilan dari transportasi laut rata-rata antara Rp. 150.000 - Rp. 250.000hari, sementara transportasi darat cidomo rata-rata Rp.150.000 – Rp. 200.000hari. Adapun penghasilan pemandu wisata guide sangat fluktuatif dengan kisaran rata-rata antara Rp. 100.000 – Rp. 250.000hari. Untuk penyewaan sepeda dan alat snorkeling rata-rata Rp.75.000 – Rp. 150.000hari. 91 4.2.6. Agama dan Adat Istiadat Menurut observasi dan wawancara dengan salah seorang tokoh masyarakat, sebagian besar penduduk Desa Gili Indah awalnya berasal dari Sulawesi Selatan, berikutnya adalah suku Sasak, Bali, Jawa dan Madura. Sebagian besar penduduk di ketiga gili ini adalah pemeluk Agama Islam dan sebagian kecil beragama Hindu dan Kristen. Secara umum, interaksi sosial masyarakat di desa ini masih cukup baik, namun demikian, proses sosial yang bersifat potensi konflik juga masih ada. Konflik berkepanjangan antara masyarakat lokal dengan pemerintah berkaitan dengan kepemilikan lahan terutama yang terdapat di Gili Trawangan sampai sekarang masih berlangsung namun relatif kurang mempengaruhi kondisi wisatawan yang berkunjung. Untuk menjaga kelestarian alam dan keamanan di kawasan wisata bahari di Gili Indah, telah dibuat awiq-awiq kearifan lokal berisi larangan-larangan yang harus dipatuhi oleh penduduk setempat, pendatang bahkan oleh wisatawan dan jika melanggarnya akan dikenakan denda dan sanksi adat. Selain itu, berdasarkan Keputusan Desa Gili Indah Nomor 12Pem.1.1061998 tentang Awig-Awig Pemeliharaan Dan Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang, memberikan sanksi yang berat terhadap warga masyarakat, pengusaha pariwisata dan wisatawan yang melanggar aturan tersebut. 4.2.6.1. Mandi Safar Dilaksanakan pada hari Rabu terakhir setiap bulan safar tahun Hijriah, lokasi tempat diadakan kegiatan ini adalah di danau yang terdapat di Gili Meno, maksud dari kegiatan ini adalah untuk memohon keselamatan kepada Allah SWT dan salah satu cara untuk mengucapkan puji syukur atas rahmat dan karunia yang diberikan Oleh yang maha kuasa kepada Masyarakat Gili Indah. 4.2.6.2. Maulidan Maulidan adalah upacara untuk memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW.Untuk memeriahkannya, penduduk melakukan berbagai macam kegiatan antara lain Syukuran dan Lomba. Maulidan tidak dilaksanakan secara serentak akan tetapi bergantian di setiap GiliDusun. 92 4.3. Fasilitas Usaha Pariwisata Fasilitas pelayanan wisata seperti sarana transportasi dan akomodasi cukup tersedia di kawasan ini. Selain itu sarana pendukung untuk kegiatan snorkling dan SCUBA diving tersedia cukup lengkap. Pada dive shop tersebut juga terdapat sedikitnya seorang instruktur selam, sehingga wisatawan dapat mengikuti program pelatihan yang ditawarkan. Para wisatawan yang akan berkunjung ke kawasan pariwisata bahari Tiga Gili Indah, dapat menggunakan perahu motor melalui pelabuhan Bangsal. Jarak terdekat dari pelabuhan Bangsal adalah ke Gili Air dengan waktu tempuh sekitar 15 menit, selanjutnya adalah Gili Meno dengan waktu tempuh sekitar 25 menit, dan yang terjauh adalah ke Gili Trawangan dengan waktu tempuh sekitar 40 menit. Fasilitas akomodasi yang ada di Kawasan Pariwisata Gili Indah sampai saat ini rata-rata berupa hotel bertanda bunga melati, home stay, bungalow, pondok wisata dan sejenisnya. Di kawasan ini, tidak terdapat hotel berkelas bintang karena kebijakan yang ditetapkan tidak membolehkan membanguna usaha sarana pariwisata dan lainnya yang berpotensi memberikan tekanan terhadap stabilitas tanah. Tabel 13. Fasilitas Usaha Pariwisata No. Dusun Hotel Restauran Bungalow Rumah Makan 1 Gili Air 3 2 21 25 2 Gili Meno 2 2 17 19 3 Gili Trawangan 5 12 70 67 10 16 108 111 Sumber : Kantor Desa Gili Indah, 2010. Daya dukung dan luas lahannya yang sangat kecil dengan tingkat perkembangan yang pesat, maka diperlukan pengaturan dan pengendalian terhadap pengelolaan tata ruang kawasan. Untuk itu, melalui Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Barat Nomor 500 Tahun 1992, telah ditetapkan Rencana tata Ruang Resort Pariwisata Tiga Gili Indah. 93 Gambar 13. Peta Lokasi Wisata Kawasan Gili Indah 94 Untuk wilayah peruntukan pariwisata bahari, ditetapkan penggunaan yang diperkenankan adalah Areal renang, Areal berperahu boating, sailing, Areal selancar angin wind surfing, Areal memancing game fishing, Areal ski air water skiing, Areal menyelam diving, snorkling, dan dermaga. Selain itu, untuk wilayah peruntukan akomodasi, masing-masing Gili ditetapkan jumlah kamarnya masing-masing untuk Gili air sebanyak 200 kamar, Gili Meno 100 kamar dan Gili Trawangan 200 kamar. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sampai akhir tahun 2010, jumlah fasilitas akomodasi berupa hotel berkelas melati yang tercatat di Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Lombok Barat telah melebihi 500 kamar untuk seluruh tiga gili. Fakta di lapangan menunjukkan , jumlah unit akomodasi dan jumlah kamarnya sesungguhnya telah melebihi angka tersebut karena setiap penambahan kamar dan pengembangan unit , tidak seluruhnya dilaporkan sesuai persyaratan yang ditentukan. Adapun untuk memberikan pelayanan jasa penyediaan makanan dan minuman kepada wisatawan nusantara di Kawasan Pariwisata Bahari Gili Indah, terdapat beragai jenis rumah makan, restoran dan warung-warung dengan harga murah. Selain itu, untuk menyediakan makan dan minum juga terdapat sejumlah café yang memiliki suasana rileks dan menyediakan hiburan musik hidup dan audio visual. Jumlah restoran dan rumah makan di kawasan penelitian berjumlah 111 unit dengan jumlah kursi sebanyak 3.339 kursi. Selain itu juga terdapat sarana transportasi berupa perahu, Cidomo dan sepeda yang digunakan untuk didaratan gili. Sedangkan sarana untuk aktivitas wisata adalah perlengkapan selam, perahu kaca, perahu karet, dan lain-lain.

4.4. Keadaan Wisatawan

Wisatawan yang berkunjung ke Gili Indah dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu wisatawan nusantara Wisnu dan wisatawan Mancanegara Wisman. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Gili Indah dari tahun ketahun memperlihatkan peningkatan. Gili Trawangan merupakan daerah yang paling banyak dikunjungi wisatawan dibanding Gili yang lain di Kawasan Gili Indah. Jumlah wisatawan pada tahun 2009 sebanyak 88.200 orang yang terdiri dari 95 69.477 orang 78,77 wisatawan mancanegara dan 18.723 orang 21,23 wisatawan nusantara Kecamatan Pemenang Dalam Angka, 2009. Hal ini berarti rata-rata perhari wisatawan yang datang ke Gili Indah sekitar 241 orang. Pada tahun 2005 wisatawan yang berkunjung ke Gili Indah sekitar 32.373 orang rata-rata 90 oranghari, jika dibandingkan dengan wisatawan pada tahun 2009 terjadi peningkatan yang cukup signifikan yaitu sekitar 172,44 pada kurun waktu lima tahun terakhir atau rata-rata meningkat 34,488 pertahun. Namun jika melihat data statistik yang ada, sejak berkembangnya wisatawan ke Gili Indah, tingkat pertumbuhan rata-rata wisatawan adalah 7,4 pertahun. Kondisi ini diprediksikan akan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sehingga potensi terjadinya degradasi sumberdaya alam laut dan pesisir semakin meningkat pula jika tidak dilakukan upaya-upaya untuk memelihara kelestarian dan keberlanjutannya. Tabel 14. Jumlah dan asal wisatawan No. Asal Wisatawan Jumlah orang 1 Asia 3.850 2 Eropa 50.663 3 Amerika 7.428 4 Oceania 6.229 5 Afrika 1.307 6 Wisatawan Nusantra 18.723 Total 88.200 Sumber : Kecamatan Pemenang dalam angka, 2009. Diperkirakan jumlah pengeluaran Wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Gili Indah pada tahun 2009 adalah US 56 hari dengan rata-rata lama tinggal 4 hari, sehingga total penerimaan pertahun 69.477 wisman sebesar US 15.562.848. Sedangkan pengeluaran Wisatawan nusantara adalah Rp. 336.028 hari dan lama tinggal 2 hari sehingga total penerimaan setahun 18.723 wisnu Rp. 25.165.808.976. 96 4.6. Kelembagaan

4.6.1. Kearifan Lokal Awiq-awiq di Gili Indah

Awiq-awiq merupakan pranata atau aturan lokal yang dibuat, dilaksanakan dan diataati bersama dilakukan oleh masyarakat setempat secara bersama, untuk mengatur hubungan antar manusia, masyarakat dengan masyarkat, masyarakat dengan alam dan masyarakat dengan pencipta. Awiq-awiq lahir atas kesepakatan bersama maka awiq-awiq pada hakekatnya adalah aturan lokal yang merupakan hak untuk mengatur lingkungannya sendiri dan merupakan aturankesepakatan yang dibuat dan dijalankan bersama. Di Desa Gili Indah telah membuat sebuah Keputusan Nomor 12Pem.1.1.061998 tentang Awiq-awiq Pemeliharaan dan Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Pembuatan Awiq-awiq ini dilaksanakan oleh Pengurus Kelompok Pelestarian Lingkungan Terumbu Karang KPLTK, dimana sekarang ini terdapat 3 KPLTK yang mewakili tiga dusun. Keputusan awiq-awiq ini berbentuk formal seperti bentuk-bentuk surat keputusan yang biasa dipakai oleh pemerintah. Bagian menimbang yang berisi keadaan potensi pesisir dan laut serta kepedulian akan kondisinya yang terancam kerusakan. Bagian mengingat berisi berbagai undang-undang dan peraturan tentang pengarutan pemanfaatan dan pelestarian SDA. Bagian memutuskan berisi penetapan untuk mengeluarkan awiq-awiq desa yang terdiri dari 19 bab dan 33 pasal, yaitu Ketentuan Umum, Zonasi Dusun Gili Air, Zonasi Dusun Gili Meno, Zonasi dusun Gili Trawangan, Koleksi Biota Laut, Budidaya Mutiara, Kelembagaan dan Sumber Dana Pengelolaan, Sangsi, Ketentuan Peralihan, dan Penutup. Dokumen ini dilengkapi dengan sketsa yang bersifat makro yang menggambarkan letak zona-zona dengan landmarks serta petunjuk mengenai kegiatan-kegiatan apa yang boleh, boleh dengan izin dan tidak boleh di zona-zona tersebut. Namun aturan tersebut dianggap gagal dalam penerapannya, sehingga muncul aturan lokal yang baru yang dibuat oleh Lembaga Musyawarah Nelayan Lombok Utara LMNLU, tepatnya tanggal 19 Maret 2000 dan kemudian direvisidisempurnakan pada tanggal 30-31 Agustus 2004 oleh berbagai komponen baik nelayan, tokoh masyarakattokoh agama, Pemerintah 97 DesaKecamatan dan LSM. Aturan ini lahir karena adanya persoalan-persoalan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan. Aturan formal yang dibuat oleh pemerintah dianggap tidak mampu mengatasi persoalan- persoalan tersebut akibat dari lemahnya penegakan hukum. Dalam awiq-awiq ini memuat tentang pemeliharaan dan pengelolaan terumbu karang kaitannya dengan pemanfaatan sektor perikanan dan sektor pariwisata. Dalam awiq-awiq dijelaskan mengenai zonasi untuk beberapa jenis pengelolaan kawasan pesisir, yakni zona konservasi, zona pemanfaatan untuk wisata serta zona pemanfaatan bagi perikanan Awiq-awiq Desa Gili Indah, 2001. Diberlakukannya awiq-awiq rusaknya beberapa kawasan terumbu karang yang karena beberapa hal yaitu Satria et al, 2002: 1 Penangkapan ikan dengan menggunakan teknologi yang dapat merusak lingkungan seperti bom, potasium sianida atau penangkapan ikan secara destruktif lainnya yang dapar mengancam kelestarian laut. 2 Pengrusakan laut dengan menggunakan muroami, miniayem dan sejenisnya. 3 Pengambilan karang untuk bahan kapur dan bangunan yang dilakukan penduduk setempat maupun pengusaha lainnya yang dapat berpengaruh negatif bagi ekologi pesisir dan laut. 4 Aktivitas transportasi wisata pantai dan kegiatan penyelaman diving. Degradasi sumberdaya terumbu karang di kawasan Gili Trawangan sejak elnino 1998 lebih disebabkan karena faktor manusia. Degradasi yang disebabkan oleh faktor manusia hanya bisa dikendalikan oleh ketegasan dalam menjalankan aturan dan sanksi yang diberlakukan. Berbagai aturan telah dibuat dan disepakati untuk menjaga sumberdaya terutama terumbu karang, seperti awig-awig, aturan zonasi pemerintah, aturan yang dibuat eco trust dan lain-lain. Tapi masih ada pelanggaran terhadap aturan yang ada dan umumnya dilakukan oleh masyarakat dan pelaku wisata. pelanggaran tersebut menyebabkan atau mengancam keberlanjutan sumberdaya terutama terumbu karang. Pemberian sanksi terhadap pelanggaran lebih bertujuan untuk meningkatkan kesadaran atau mendidik dan tidak membuat jera terutama bagi para wisatawan untuk berkunjung atau menyelam di Gili Trawangan. Sanksi yang bisa diterapkan adalah sanksi materi atau denda, misalnya bagi setiap satu kali penyelam 98 memegang karang dikenakan sanksi denda Rp. 25 000. Dana tersebut digunakan untuk perbaikan atau rehabilitasi eksositem dan kegiatan konservasi yang lainnya.

4.6.2. Pemuda Sagtas Desa Gili Indah

Satuan Tugas atau Satgas Desa Gili Indah merupakan salah satu anggota dari Lembaga Musawarah Nelayan Lombok Utara LMNLU. Lembaga ini memiliki peranan yang sangat besar dalam terbentuknya LMNLU yang ada saat ini. Kelahiran lembaga ini lebih disebabkan karena kepentingan masyarakat setempat atas manfaat terumbu karang sebagai salah satu obyek wisata alam laut. Lembaga ini juga muncul akibat kerusakan terumbu karang akibat penangkapan ikan dengan potasium atau bahan peledak lainnya. Terumbu karang yang menjadi daya tarik wisatawan asing menjadi berkurang, menyebabkan pendapatan masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari sektor pariwisata di Gili Indah menurun. Keresahan masyarakat ini direspon oleh sekelompok pemuda desa Gili Indah untuk melakukan suatu tindakan untuk mencegah kerusakan terumbu karang yang lebih parah. Akhirnya mereka membentuk front yang disebut Front Satuan Tugas Gili Indah Satgas Gili Indah. Pemuda Satgas Gili Indah merupakan salah satu komponen masyarakat yang terlibat dalam program konservasi di Desa Gili Indah. Sebagian besar dari mereka adalah para pengusaha pariwisata yang memperoleh manfaat dari keberadaan sumberdaya di kawasan konservasi. Kesadaran akan pentingnya arti pelestarian sumber daya alam tersebut, khususnya terumbu karang yang terdapat di wilayah Taman Wisata Alam Laut Gili Indah menyebabkan mereka turut ambil bagian dalam program ini. Kegiatan ini sejalan dengan program konservasi yang dilakukan oleh pemerintah melalui Badan Konservasi Sumberdaya Slam KSDA Nusa Tenggara Barat, sebagai instansi pemerintah yang mengelola Taman Wisata Alam Laut di wilayah Desa Gili Indah. Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, maka sekelompok pemuda tersebut membentuk yayasan yang memberikan perhatian khusus terhadap usaha pelestarian terumbu karang. Berdasarkan hasil musawarah pemuda Desa Gili Indah tanggal 16 Januari 2000 bertempat di Dusun Gili Trawangan, disepakati untuk membentuk Yayasan Front Pemuda Satgas Gili. Sumber anggaran operasional dari Front Pemuda Satgas Gili adalah partisipasi dari unsur 99 masyarakat, baik para pengusaha, perorangan, Lembaga Swadaya Masyarakat LSM maupun pemerintah yang menaruh perhatian terhadap usaha pelestarian terumbu karang. Dengan dana tersebut diharapkan upaya pelestarian terumbu karang dapat diwujudkan, sehingga sumberdaya alam menjadi lestari dan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan Desa Gili Indah menjadi lebih baik di masa kini dan masa yang akan datang. Lembaga ini kemudian diperkuat dengan aturan-aturan lokal yang dibuat bersama dengan masyarakat setempat. Pranata hukum adat ini disebut dengan awiq-awiq yang antara lain berisi sebagai berikut: 1. Apabila ditemukan dan terbukti ada oknum yang melakukan pengeboman dan pemotasan serta pangkapan ikan dengan menggunakan bahan beracun lainnya diharuskan membuat surat pernyataan tidak akan mengulangi perbuatan tersebut serta dibebani denda uang maksimal Rp.10.000.000,- Sepuluh Juta Rupiah untuk kemudian di lepas kembali. 2. Apabila oknum tersebut untuk kedua kalinya terbukti melakukan perbuatan itu lagi, dilakukan pengerusakanpembakaran terhadap alat serta sarana yang dipergunakan dalam kegiatannya. 3. Apabila setelah dikenakan sanksi pada poin pertama dan kedua tersebut diatas oknum tersebut masih dilakukan kegiatannya dan terbukti, maka kelompok nelayan akan menghakiminya dengan pemukulan masal tidak sampai mati. Hasil penelitian Satria et. al. 2005 menyatakan bahwa kesuksesan Awiq- awiq yang diterapkan dalam sistem community based management masih dipertanyakan. Antara lain kegagalan awiq-awiq dalam mengatasi konflik antar stakeholder dalam pengalokasian sumberdaya pesisir di Desa Gili Indah. Masalah hak pemanfaatan dan hak mengelola antar masyarakat masih sulit definisikan. Kekuatan hak kepemilikan masih sulit dalam penerapan community based management, khususnya dalam keanekaragaman sumberdaya seperti di Gili Indah. Faktor yang mempengaruhi lemahnya awiq-awiq di Gili Indah adalah karena dibuat tanpa memperhatikan aspirasi dari masyarakat setempat. Ketidakadilan antara pihak pengusaha dengan masyarakat nelayan disekitarnya tidak dipertimbangkan. 100 Setelah Satgas ini terbentuk, lengkap dengan perangkat aturannya. Kemudian oleh kelompok nelayan Lombok Utara tergugah untuk membentuk lembaga yang sejenis dengan tujuan yang lebih luas. Tidak hanya melindungi terumbu karang sebagai tempat pemijahan ikan, juga mencakup pembagian wilayah penangkapan berdasarkan jenis alat tangkap yang digunakan. 101 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Kesesuaian Analisis kesesuaian wisata bahari di Gili Indah dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian berbagai aktifitas wisata bahari dengan mempertimbangkan berbagai kriteria kesesuaian yang disyaratkan. Kesesuaian sumberdaya pesisir dan lautan ditujukan untuk mendapatkan kesesuaian karakteristik sumberdaya wisata Yulianda et.al., 2010. Lebih lanjut dijelaskan bahwa wisata bahari yang akan dikembangkan hendaknya disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukannya. Setiap kegiatan wisata mempunyai persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang sesuai objek wisata yang akan dikembangkan. Kegiatan wisata bahari merupakan kegiatan rekreasi yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan lingkungan perairan laut yang dilakukan di sekitar pantai dan lepas pantai, antara lain seperti berenang, berjemur, menyelam, snorkeling dan treking di hutan mangrove. Penentuan kesesuaian wisata bahari mempertimbangkan berbagai parameter sesuai dengan jenis wisata bahari dengan empat klasifikasi penilaian. Berikut ini dijelaskan hasil analisis kesesuaian untuk berbagai jenis wisata bahari.

5.1.1. Kesesuaian Pemanfaatan untuk Wisata Selam

Wisata selam merupakan kegiatan yang cukup banyak digemari oleh para wisatawan khususnya yang berasal dari manca negara, karena wisata ini memerlukan tingkat keterampilan dan biaya yang relatif mahal. Komunitas terumbu karang dan obyek menarik lain dapat dimanfaatkan sebagai atraksi wisata bahari kategori wisata selam. Keberadaan obyek wisata terumbu karang umumnya terdapat di kedalaman perairan di bawah 20 meter Barnes and Hughes 2004; Kinsman 1964 dalam Supriharyono 2007. Romimohtarto dan Juwana 2009, terumbu karang masih dapat tumbuh baik sampai pada kedalaman maksimum 40- 60 m, tergantung sebagian besar pada kecerahan air. Kesusaian wisata bahari kategori wisata selam mempertimbangkan enam parameter dengan empat klasifikasi penilaian Yulianda, et.al., 2010. Parameter kesesuaian wisata bahari kategori wisata selam antara lain kecerahan perairan, 102 tutupan komunitas karang, jenis life form, jenis ikan karang, kecepatan arus, dan kedalaman terumbu karang. Berdasarkan analisis spasial yang dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa luas kesesuaian untuk wisata selam untuk kategori sangat sesuai seluas 2.167.938,24 m² atau setara dengan 216,79 hektar atau sekitar 36,98 persen dari luas keseluruhan lokasi yang sesuai 586,28 ha. Lokasi penyelaman yang paling disenangi oleh wisatawan terkonsentrasi di sekitar Gili Trawangan disamping sebagian di Gili Meno dan Gili Air. Hasil analisis kesesuaian wisata selam dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 15. Hasil Analisis Kesesuaian Untuk Pemanfaatan Wisata Selam No. Kesesuaian Luasan ha Persentase 1 Sangat sesuai 216,79 36,98 2 Sesuai 299,57 51,10 3 Sesuai bersyarat 69,91 11,92 Total luas 586,28 100,00 Berdasarkan hasil analisis tersebut diatas, maka luas kawasan yang sesuai untuk wisata selam yaitu seluas 586,28 hektar atau 25,61 dari seluruh luas kawasan laut TWAL Gili Indah yang luasnya 2.289 hektar. Namun dari luas tersebut hanya 36,98 yang termasuk kategori sangat sesuai. Sementara itu untuk yang sesuai dan sesuai bersyarat, masing-masing sekitar 51,10 dan 11,92 dari seluruh areal yang sesuai. Lokasi kesesuaian untuk wisata selam tersebar disekitar ketiga gili, namun yang terbanyak dilakukan aktifitas selam adalah di sekitar Gili Trawangan. Beberapa pengusaha selam membawa para penyelam yang telah memiliki kemampuan selam yang memadai untuk menyelam diluar kawasan TWAL Gili Indah mengarah ke Utara dari kawasan ini, karena di lokasi tersebut terdapat beberapa lokasi penyelaman. Meskipun secara ekologis sesuai untuk lokasi penyelaman namun area yang menjadi lalu lintas perahu terutama yang bagian selatan kawasan Gili Indah jarang dilakukan kegiatan penyelaman karena para penyelam khawatir dengan keselamatannya. 103 Gambar 14 : Peta Kesesuaian Wisata selam di Kawasan Gili Indah 104 Hasil penelitian Hilman 2010, khusus di kawasan Gili Trawangan menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian biofisik semua lokasi penyelaman yang menjadi lokasi penelitian adalah sesuai S2. Berdasarkan tingkat kesesuaian kawasan IKW secara umum lokasi-lokasi penyelaman yang ada di sebelah timur Gili Trawangan Turbo Deep, Good Heart dan Trawangan Slope memiliki IKW yang relatif lebih tinggi di banding lokasi-lokasi sebelah selatan. Hal tersebut mengindikasikan kondisi parameter-parameter kesesuaian lokasi penyelaman kecenderungan mengelompok menjadi 2 kelompok berdasarkan posisi terhadap Gili Trawangan kelompok lokasi sisi barat dan kelompok sisi timur. Lebih lanjut di jelaskan oleh Hilman 2010 bahwa Good Heart memiliki tingkat kesesuaian paling tinggi di banding lokasi yang lain, sedangkan Shark Point merupakan lokasi yang memiliki tingkat kesesuaian paling rendah. Rendahnya tingkat kesesuaian lokasi Shark Point disebabkan karena terdapat parameter yang memiliki nilai skor yang sangat rendah di bandingkan lokasi yang lain, yaitu terutama jumlah jenis ikan . Meskipun tingkat kesesuaian biofisik lokasi Shark Point sebagai lokasi wisata selam sangat kontradiktif jika di lihat dari jumlah penyelaman perbulan selama tahun 2007. Hal ini mengindikasikan bahwa ada faktor lain yang menjadi daya tarik wisatawan penyelam selain parameter kesesuaian yang ada. Berdasarkan dari hasil wawancara dengan pemandu selam dan beberapa wisatawan penyelam, menyatakan bahwa ketertarikan penyelam pada lokasi tersebut karena promosi obyek wisata yang ada dilokasi tersebut, yaitu terdapat ikan Hiu. Keberadaan ikan Hiu menjadi daya tarik yang menyajikan keindahan sekaligus tantangan yang memacu adrenalin para penyelam, karena di gambarkan sebagai hewan laut yang paling buas. Sementara untuk di kawasan sekitar Gili Meno terletak di sebelah barat daya menjadi lokasi penyelaman yang juga digemari oleh para penyelam karena adanya penyu di sekitar lokasi. Menurut Yulianda 2007, kawasan yang paling tepat atau sesuai untuk aktivitas wisata terutama wisata selam adalah kawasan yang memiliki kategori kesesuaian sangat sesuai. Dengan demikian diharapkan kesetabilan ekosistem tidak terlalu terpengaruh oleh aktivitas wisata selam dan tingkat kepuasan wisatawan yang melakukan penyelaman di kawasan dapat 105 maksimal. Sehingga kedepan wisatawan tersebut akan datang dan menyelam lagi di kawasan itu. Lebih lanjut dikatakan bahwa, kawasan yang memiliki kesesuaian rendah sesuai merupakan kawasan yang rentan untuk pengembangan aktivitas wisata selam baik bagi sumberdaya maupun wisatawan. Peningkatan jumlah wisatawan terutama wisata selam di kawasan Gili Trawangan menjadi daya tarik para wisatawan untuk mencoba membuka berbagai usaha terkait dengan aktivitas wisata selam. Sampai saat ini di kawasan Gili Trawangan terdapat 7 dive center yang melayani para wisatawan untuk melakukan wisata selam. Sebagian besar investor usaha dive center adalah investor luar luar negeri, yang dikelola secara bersama dengan pengusaha lokal dan merupakan cabang dari beberapa lokasi yang ada di luar Gili Trawangan. Upaya meningkatkan kualitas sumberdaya ekosistem terumbu karang, beberapa dive center telah mengadakan berbagai kegiatan antara lain: rehabilitasi karang dengan sistem biorock, pengembang biakan semi alami penyu, dan pelatihan pengenalan biota laut, penangkaran kima dan pemberian kompensasi ganti rugi wilayah tangkapan pada nelayan lokal. Keindahan dan keanekaragaman sumberdaya ekosistem terumbu karang Gili Trawangan menjadi daya tarik para wisatawan untuk datang dan menikmati potensi tersebut. Berbagai kegiatan wisata yang dapat dilakukan oleh para wisatawan untuk menikmati potensi tersebut, antara lain wisata perahu kaca glass bottom bout , snorkling, dan menyelam scuba diving. Diantara jenis wisata tersebut wisata selam merupakan wisata yang relatif paling banyak peminatnya. Alasan yang dikemukan oleh para wisatawan untuk lebih memilih wisata selam sebagai cara untuk menikmati keindahan sumberdaya ekositem terumbu karang, adalah: 1. menyelam memberikan pengalaman langsung tentang kondisi lingkungan perairan; 2. dengan menyelam obyek wisata menjadi lebih dekat dan jelas dan 3. menyelam memberikan ruang yang lebih luas untuk berekspresi menikmati keindahan obyek dan lingkungan disekitarnya Jumlah wisatawan yang melakukan penyelaman dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan, Sebagian besar wisatawan yang melakukan aktivitas wisata selam di lokasi tersebut berasal dari mancanegara sekitar 95.7 dan sisanya wisatawan domestik. Rendahnya jumlah wisatawan domestik yang 106 melakukan penyelaman scuba diving disebabkan karena wisata selam masih tergolong baru di Indonesia dan khususnya di Lombok disamping wisata selam tergolong wisata yang relatif cukup mahal dibanding wisata sejenis snorkeling dan perahu kaca, dan masih rendahnya tingkat keberanian untuk beraktivitas di lingkungan dalam air yang kondisinya berbeda jauh dengan di darat. Ativitas selam merupakan salah satu aktivitas wisata yang beresiko tinggi, karena kondisi lingkungan perairan dalam air yang sangat berbeda dengan kondisi lingkungan darat, terkait dengan volume udara, tekanan, arus, dan organisme berbahaya. Kondisi tersebut menjadikan aktivitas selam menjadi eksklusif dan relatif mahal, karena tidak semua orang boleh dan mampu melakukan. Sehingga dalam aktivitas selam ada berberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang yang akan melakukan penyelaman. Dalam berbagai organisasi selam nasional maupun internasional terdapat standard jenjang keahlian sebagai upaya untuk mengurangi resiko kecelakaan. Secara umum jenjang keahlian dalam selam adalah scuba diver pemula, master dive dan dive instructur . Berdasarkan data yang diperoleh dari Dive center yang ada dikawasan Gili Trawangan, jenjang keahlian selam lisensi wisatawan yang melakukan aktivitas penyelaman di lokasi penelitian sebagian besar Master Dive 44 kemudian Scuba Diver 36 dan Instructur Dive paling sedikit 20 . Perbandingan jumlah tersebut sangat fluktuatif sangat tergantung pada jumlah wisatawan yang berkunjung. Pada saat musim libur musim dingin, jumlah wisatawan selam jenjang Scuba Diver meningkat, tapi tetap lebih kecil dari jumlah wisatawan Master Dive . Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa tingkat profesionalitas wisatawan penyelam cukup baik, karena jenjang keahlian selam bukan hanya mengambarkan keahlian dalam teknik tapi juga pengetahuan dasar lingkungan dan etika menyelam. Dengan demikian diharapkan dapat mengurangi kecelakaan selam dan kerusakan lingkungan sebagai akibat dari aktivitas tersebut. Beberapa Dive center yang ada di kawasan Gili Trawangan juga melayani pelatihan dan sertifikasi selam bagi para wisatawan yang ingin menyelam tapi belum bisa dan atau belum punya sertifikasi. Sehingga khusus di Gili Trawangan terdapat beberapa tempat pendidikan dan latihan dive. 107

5.1.2. Kesesuaian Pemanfaatan untuk Wisata Snorkeling

Jenis obyek wisata yang dimanfaatkan dalam kegiatan wisata snorkeling yakni komunitas terumbu karang dan obyek menarik lain yang umumnya terdapat di kedalaman perairan kurang dari 3 meter atau sesuai dengan tingkat kecerahan dari masing-masing lokasi snorkeling. Kegiatan snorkeling di kawasan Gili Indah pada umumnya dilakukan wisatawan dengan mengikuti paket snorkeling yang di sediakan oleh pengusaha di tiga gili tersebut. Rata-rata kegiatan paket snorkeling ini dimulai jam Sembilan pagi dan kembali pada sore hari. Disamping mengikuti paket tersebut, ada pula wisatawan yang melakukan tanpa mengikuti paket, mereka umumnya melakukan kegiatan snorkeling disepanjang pantai sisi barat dari masing-masing Gili tersebut. Berdasarkan analisis spasial, maka diperoleh hasil bahwa luas kesesuaian untuk wisata snorkeling untuk kategori sangat sesuai seluas 1.908.436,94 m² atau setara dengan 190,84 hektar atau hanya sekitar 33,66 dari luas keseluruhan lokasi yang sesuai. Sementara yang termasuk kategori sesuai seluas 333,53 hektar atau 58,82 , dan yang termasuk kategori sesuai bersyarat seluas 42,66 hektar atau sekitar 7,52 . Fakta ini menunjukkan bahwa terdapat 24,77 kawasan yang sesuai dengan kegiatan snorkeling jika dibandingkan dengan luas keseluruhan kawasan laut di TWAL Gili Matra. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 16. Hasil analisis kesesuaian untuk pemanfaatan wisata snorkeling No. Kesesuaian Luasan ha Persentase 1 Sangat sesuai 190,84 33,66 2 Sesuai 333,53 58,82 3 Sesuai bersyarat 42,66 7,52 Total luas 566,97 100,00 Pada dasarnya kawasan yang sesuai dengan selam juga bisa dimanfaatkan untuk kegiatan snorkeling, sehingga area penyelaman juga memungkinkan untuk dilakukan kegiatan snorkeling. Lokasi yang paling diminati oleh wisatawan untuk melakukan snorkeling adalah di sebelah timur dan utara dari Gili Trawangan, kemudian sebelah barat daya dan timur dari Gili Meno, dan sebelah timur dari Gili Air. 108 Gambar 15. Peta kesesuaian kawasan untuk wisata snorkeling di Gili Indah 109 Tingkat kecerahan perairan yang sangat memadai memungkinkan para wisatawan untuk melakukan aktifitas wisata snorkeling, karena dengan demikian mereka dapat melihat terumbu karang dan biota laut lainnya. Sebagian besar peminat wisata snorkeling ini adalah wisatawan domestik, karena peralatannya lebih sederhana dan banyak dipersewakan di pinggir pantai ke tiga gili tersebut. Meskipun demikian, beberapa wisatawan manca negara juga sangat menikmati wisata snorkeling ini. 5.1.3. Kesesuaian Pemanfaatan untuk Wisata Pantai Wisata pantai merupakan salah satu jenis kategori wisata bahari yang sifatnya rekreasi, menikmati pemandangan alam sunset dan sunrise, dan berjemur di kawasan pantai. Parameter fisik penentu kesesuaian ekowisata pantai menurut Daby 2003 terkait dengan keruhnya air dan keberadaan biota berbahaya di atas dan di dalam sedimen pada musim tertentu yang menunjukkan kualitas lingkungan di sekitar pantai yang buruk dan dapat mengancam keselamatan para turis. Sementara untuk mempertahankan status kawasan yang sesuai untuk ekowisata pantai, maka diperlukan upaya untuk menjaga kelestarian hutan di upland guna mencegah erosi, memelihara kelestarian terumbu karang guna mencegah abrasi dan pengaturan bangunan wisata di kawasan pantai Wong 1991. Berdasarkan analisis spasial untuk kesesuaian wisata pantai di kawasan Gili Indah menunjukkan bahwa total panjang pantai adalah 5.020 meter. Panjang pantai yang termasuk kategori sangat sesuai untuk wisata pantai di Gili Indah adalah 1.983 meter atau 39,50 dari panjang keseluruhan area yang sesuai. Sementara untuk sesuai dan sesuai bersyarat masing-masing seluas 1.806 meter dan 1.231 meter. Adapun hasil analisis tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 17. Hasil analisis kesesuaian untuk pemanfaatan wisata pantai No. Kesesuaian Luasan m Persentase 1 Sangat sesuai 1.983 39,50 2 Sesuai 1.806 35,98 3 Sesuai bersyarat 1.231 24,52 Total luas 5.020 100,00 110 Gambar 16 : Peta kesesuaian kawasan untuk wisata pantai di Gili Indah 111 Aktifitas yang banyak dilakukan pada wisata pantai di kawasan Gili Indah adalah kegiatan sunrise, sunset, dan berenang. Pada sisi timur dari pantai Gili Trawangan paling banyak diminati oleh wisatawan karena bentang alam yang berpasir putih dan lebar yang memungkinkan untuk melakukan wisata pantai. Demikian pula dengan sisi Timur dan Barat dari Gili Meno serta sisi Timur dari Gili Air. Pada umumnya wisatawan disamping melakukan wisata snorkeling juga menikmati wisata pantai. Disamping kegiatan tersebut di atas, beberapa wisatawan juga dapat melakukan kegiatan perahu kano. 5.2. Analisis Daya Dukung 5.2.1. Daya Dukung Ekologi Konsep daya dukung wisata mempertimbangkan dua hal, yaitu kemampuan alam untuk mentolerir gangguan atau tekanan dari manusia, dan standar keaslian sumberdaya. Sejalan dengan hal tersebut, maka daya dukung ekologi dalam penelitian ini merupakan jumlah maksimum pengunjung yang dapat ditolelir oleh suatu kawasan wisata untuk waktu tertentu tanpa menimbulkan degradasi sumberdaya alam obyek wisata. Mengingat kajian pengelolaan wisata bahari berada di kawasan taman wisata alam laut, maka kegiatan wisatanya tidak bersifat mass tourism, dan ruang pengunjung sangat terbatas, maka penentuan daya dukung kawasan DDK harus mempertimbangkan aspek kelestarian lingkungan Yulianda, 2007. Dasar kajian wisata ini menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang pengusahaan pariwisata alam di zona pemanfaatan taman nasional dan taman wisata alam, maka areal yang diizinkan untuk dikelola yakni 10 dari luas zona pemanfaatan. Sehingga daya dukung kawasan dalam dalam kawasan konservasi perlu dibatasi dengan daya dukung pemanfaatan DDP. Luas zona pemanfaatan wisata menggunakan hasil analisis kesesuaian kawasan wisata bahari. Beberapa nilai yang dipakai dalam kajian DDK ini disesuaikan dengan kondisi dan persepsi pelaku wisata di lokasi penelitian, misalnya rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan wisata selam, snorkeling, dan berjemurrekreasi pantai. Sebagai kawasan yang berstatus kawasan konservasi, semua bentuk kegiatan pemanfaatan kawasan Gili Indah seharusnya didasarkan pada daya dukung kawasan terutama daya dukung biofisik sumberdaya. Dengan demikian, 112 diharapkan kedepan kelestarian ekosistem dan keberlanjutan aktivitas wisata dapat terjamin. Selanjutnya yang dimaksud dengan daya dukung biofisik kawasan adalah kemampuan sumberdaya sebagai obyek dan lokasi wisata untuk menampung seluruh aktifitas wisata bahari tanpa menyebabkan gangguan atau kerusakan biofisik kawasan. Parameter yang digunakan dalam penentuan daya dukung ini mengacu pada formula Yulianda 2007, antara lain: a. Potensi ekologis pengunjung persatuan unit area, yang dalam formula ini aktivitas wisata selam mempunyai standart 2 orang per 2 000 m 2 Berdasarkan formula tersebut, luas potensi ekologis kawasan Gili Indah menjadi faktor penentu dalam penentuan daya dukung. Faktor yang lainnya merupakan faktor yang sudah distandarkan masuk kategori sesuai untuk wisata berdasarkan analisis kesesuaian kawasan. Hasil analisis spasial yang ditunjang oleh informasi dari beberapa pelaku usaha wisata bahwa luas lokasi untuk aktifitas wisata bahari yang diteliti masing untuk wisata selam, snorkeling dan wisata pantai adalah 586,28, hektar, 566,97 hektar dan 50,20 hektar. Luasan dari masing- masing kegiatan wisata tersebut terdiri dari kategori sangat sesuai, sesuai, dan sesuai bersyarat. . Standart tersebut di dasarkan pada luas area yang dibutuhkan oleh penyelam tanpa mengurangi kenyamanan dalam berwisata, b. Luas potensi ekologis kawasan yang dapat di gunakan untuk aktivitas dan c. Waktu yang tersedia dan waktu yang dibutuhkan untuk aktivitas tersebut. Maksimal waktu yang dibutuhkan dalam satu kali penyelaman rata-rata 2 jam dan waktu yang tersedia untuk penyelaman selama sehari adalah 8 jam. Secara umum lokasi-lokasi aktifitas wisata bahari relatif memanjang sejajar dengan garis pantai mulai dari dataran flat sampai dengan tebing wall. Luasan lokasi penyelaman tersebut sangat terkait dengan luasan potensi ekologis sumberdaya terumbu karang yang menjadi obyek wisata dilokasi tersebut. Hawkins and Roberts 1993 merekomendasikan daya dukung lokasi penyelaman pertahun sebesar 5 000 – 6 000 oranglokasi dan Dixon, et al. 1993 sebesar 4 000 – 6 000 oranglokasi. Rekomendasi Dixon, et al. tersebut didasari atas hasil kajian tentang kerusakan komunitas karang yang disebabkan oleh 113 aktivitas penyelaman di Banaire laut Karibia. Jika mengacu pada rekomendasi tersebut maka hanya Trawangan Slope saja yang masih dibawah daya dukung. Jumlah penyelaman yang melebihi daya dukung kawasan Gili Indah akan menyebabkan tekanan terhadap ekosistem terumbu karang karena melebihi kemampuan toleransi sumberdaya tersebut. Kondisi ini juga diperparah dengan kondisi kesesuaian biofisik kawasan yang hanya kategori sesuai IKW ≤83. Jika kondisi tersebut terus menerus terjadi maka akan menimbulkan degradasi sumberdaya memperihatinkan. Jumlah penyelam yang melebihi daya dukung juga secara langsung akan mengurangi kenyamanan dan keamanan setiap penyelam, karena akan membatasi ruang gerak penyelam untuk menikmati obyek wisata yang ada. Kondisi tersebut akan menurunkan tingkat kepauasan dan minat wisatawan untuk menyelam dan berkunjung ke Gili Indah. Hal tersebut mengancam keberlanjutan aktivitas perekonomian di kawasan Gili Indah pada umumnya. Hasil analisis daya dukung kawasan dan dan daya dukung pemanfaatan di kawasan Gili Indah dapat dilihat pada table berikut ini. Tabel 18. Hasil analisis daya dukung kawasan dan daya dukung pemanfaatan No. Kegiatan wisata dan kategori kesesuaian Daya Dukung Kawasan oranghari Daya Dukung Pemanfaatan oranghari 1. Wisata Selam a. Sangat sesuai 867 86 b. Sesuai 1198 120 c. Sesuai bersyarat 279 28 Jumlah 2344 234 2. Wisata Snorkling a. Sangat sesuai 1526 152 b. Sesuai 2668 267 c. Sesuai bersyarat 341 34 Jumlah 4535 453 3. Wisata Pantai a. Sangat sesuai 476 48 b. Sesuai 433 43 c. Sesuai bersyarat 288 28 Jumlah 1197 119 114 Berdasarkan tabel 18 di atas, maka daya dukung pemanfaatan untuk wisata selam yang termasuk kategori sangat sesuai dapat menampung penyelam sebanyak 86 orang perhari yang lokasi tersebar di kawasan Gili Indah. Untuk wisata snorkeling daya dukung pemanfaatannya sekitar 152 orang dan untuk wisata pantai sebanyak 48 orang. Dengan demikian daya dukung kawasan Gili Indah untuk menampung aktifitas ke tiga wisata tersebut sebanyak 286 oranghari atau sekitar 104.390 orang pertahun. Jika memperhatikan jumlah kunjungan wisatawan pada tahun 2009 yang mencapai 88.200 orang wisatawan sekitar 241 oranghari, maka kondisi saat ini masih dibawah ambang batas daya dukung. Namun demikian yang perlu diwaspadai adalah meningkatnya jumlah wisatawan dari tahun ke tahun, dimana pada lima tahun terakhir telah terjadi peningkatan sebesar 44 atau sekitar 8,7 setiap tahunnya. Jika diasumsikan pertumbuhan wisatawan ini linear, maka pada lima tahun ke depan atau tahun 2014 jumlah kunjungan wisatawan akan melampaui daya dukung pemanfaatan dari kawasan wisata Gili Indah. Khusus untuk wisata selam, penelitian Hilman 2010 di kawasan Gili Indah khusunya di Gili Trawangan jumlah penyelaman perhari pada tahun 2009, yang berkisar antara 100-120 oranghari. Hal ini menggambarkan bahwa kegiatan penyelaman di kawasan ini telah melampaui daya dukung pemanfaatan. Jumlah penyelaman di Shark Point, Andy’s Reef dan Turbo Deep sudah melebihi daya dukung kawasan. Sedangkan Mata Point, Trawangan Slope dan Good Heart masih di bawah daya dukung kawasan. Berdasarkan kegiatan pemanfaatan saat ini, diketahui kegiatan wisata bahari masih berada di bawah daya dukung ekologi sehingga masih dapat ditingkatkan kuantitasnya. Daya dukung wisata pantai memiliki jumlah yang lebih kecil dibanding ketiga kegiatan wisata lainnya, oleh karena keterbatasan kawasan pantai yang sesuai. Jika dilihat dari pemanfaatan saat ini dan dengan peningkatan kunjungan setiap tahun, maka pemanfaatan wisata pantai telah melebihi daya dukung terutama pada musim puncak peak season. Namun demikian, kunjungan yang melebihi daya dukung hanya terdapat di Gili Trawangan, sementara di Gili Meno dan Gili Air pemanfaatannya masih dibawah daya dukung. 115 Secara spesifik Davis and Tisdell 1996 menyatakan daya dukung kegiatan wisata selam masih dapat ditingkatkan tergantung dari pengetahuan penyelam dalam berinteraksi dengan terumbu karang. Makin tinggi pengetahuan dan pengalaman menyelam seorang diver semakin rendah tingkat kerusakan terumbu karang dan daya dukung kegiatan wisata selam juga meningkat. Selain pengetahuan dan pengalaman, daya dukung wisata juga dapat ditingkatkan dengan pengelolaan yang baik kawasan taman nasional laut. Zakai and Chadwick-Furman 2002 merekomendasikan 5 lima upaya pengelolaan wisata selam dalam meminimalisasi kerusakan terumbu karang yakni: 1 pembatasan jumlah penyelam per lokasi per tahun, 2 diperlukan guide untuk seluruh penyelaman, 3 transfer keterampilan bagi penyelam pemula mulai dari kawasan terumbu karang yang rentan kerusakan sampai kawasan berpasir, 4 mengalihkan tekanan penyelaman dari kawasan terumbu karang alami ke terumbu karang buatan, dan 5 pengembangan pendidikan lingkungan bagi penyelam melalui kursus keterampilan mengenai tatacara dan perintah yang dilakukan bersama selama melakukan kegiatan di bawah air. Elyazar et al. 2007, kawasan wisata pantai yang menganut konsep mass- tourism seperti pantai Kuta Bali, kecenderungan peningkatan indeks pencemaran lingkungan sangat besar. Indeks pencemaran perairan akan semakin meningkat selama periode musim hujan Pradhan et al. 2009. Limbah hotel, rumahtangga dan cairan lainnya dapat memasuki perairan laut melalui aliran air tanah melalui perkolasi atau melalui akifer, tergantung pada konsentrasi dan jalur air mengalir dari air tanah dan memberikan dampak terhadap ekologi perairan pesisir dan laut Burnett et al. 2003. Trisnawulan et al. 2007, pembuangan limbah rumahtangga melalui septictank yang dekat dengan sumber air sumur, sungai, danau dan laut dapat menyebabkan terjadinya proses resapan dalam tanah sehingga terkontaminasi dengan sumber air. 5.2.2. Daya Dukung Ekonomi Daya dukung ekonomi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan pendapatan masyarakat di kawasan wisata bahari Gili Indah, sehingga diperoleh gambaran umum tingkat ekonomi masyarakat local. Formula pendapatan diperoleh dari pendekatan total penerimaan TR dikurangi dengan total biaya 116 TC. Total penerimaan TR diperoleh dari rata-rata harga satuan P dari masing-masing usaha wisata yang dikalikan dengan jumlah usaha Q yang ada atau secara matematis dituliskan TR = P x Q, Sedangkan total biaya TC diperoleh dari rata-rata biaya yang dikeluarkan dari setiap kelompok usaha tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka analisis daya dukung ekonomi ini didukung oleh analisis pendapatan usaha wisata sehingga akan diperoleh gambaran bagaimana daya dukung ekonomi melalui pendekatan tingkat ekonomi masyarakat dengan adanya kegiatan wisata bahari di kawasan Gili Indah. Sebagian besar penduduk di Gili Indah bekerja di sektor pariwisata, baik yang langsung berhubungan maupun yang tidak langsung. Pekerjaan yang langsung berhubungan misalnya menjadi karyawan di hotel dan restaurant, guide, transportasi laut dan darat dan sebagainya. Sementara yang tidak langsung adalah menyewakan kamar-kamar kos bagi karyawan, pedagang kaki lima, nelayan dan sebagainya. Rata-rata gaji karyawan yang bekerja di hotel dan restaurant sebesar Rp. 1.200.000 perbulan atau Rp. 14.400.000 pertahun, penghasilan ini belum termasuk insentif yang diberikan pada hari raya keagamaan dan kelebihan target. Penghasilan dari transportasi laut rata-rata antara Rp. 150.000 - Rp. 250.000hari, sementara transportasi darat cidomo rata-rata Rp.150.000 – Rp. 200.000hari. Adapun penghasilan pemandu wisata guide sangat fluktuatif dengan kisaran rata-rata antara Rp. 100.000 – Rp. 250.000hari. Untuk penyewaan sepeda dan alat snorkeling rata-rata Rp.75.000 – Rp. 150.000hari. Hilman 2010 mengkaji daya dukung ekonomi melalui kajian nilai produk wisata bahari pada posisi keseimbangan antara permintaan dan penawaran produk ekowisata bahari. Nilai daya dukung ekonomi ini merupakan besarnya keinginan konsumen untuk membayar willingness to pay obyek ekowisata bahari kawasan Gili Indah yang ditawarkan sesuai potensi sumberdaya. Hasil analisis daya dukung ekonomi menunjukkan bahwa daya dukung wisatawan di kawasan Gili Indah adalah turis per tahun dengan harga optimal produk ekowisata bahari yang dapat diberlakukan untuk setiap pengunjung mencapai US 1 444.82 per kunjungan atau Rp 13.003.380 juta nilai tukar Rp 9000US. Nilai ekonomi maksimum yang dapat diperoleh dalam memanfaatkan obyek wisata bahari di 117 kawasan Gili Indah sebesar US 4.22 juta atau Rp 42.15 milyar per tahun. Nilai daya dukung ini jauh lebih kecil dibanding dengan daya dukung ekologi. Ini menunjukkan bahwa walaupun penawaran daya dukung ekologi produk ekowisata bahari cukup besar, namun permintaan akan produk ekowisata bahari tersebut masih sangat terbatas, sehingga jumlah kunjungan pada saat keseimbangan relatif masih kecil. Kondisi ini hanya dapat dilakukan dengan pengelolaan ekowisata yang efektif dan terintegrasi dengan aspek lain melalui upaya konservasi sumberdaya obyek wisata, penurunan biaya perjalanan wisata, perbaikan kualitas pelayanan, dan promosi kawasan wisata Gili Indah. Davis and Tisdell 1996, nilai daya dukung ekonomi suatu kawasan konservasi masih dapat ditingkatkan melalui pengelolaan yang efektif dan optimal dari sisi pengelola kawasan konservasi dan peningkatan pengetahuan wisatawan. Peningkatan pengetahuan tentang ekowisata bahari terutama kegiatan wisata selam, distribusi dan rotasi setiap penyelaman, pengaturan ruang dan waktu bagi snorkeler dan fotografer bawah laut diharapkan dapat memberikan dampak kerusakan yang relatif kecil. Kombinasi keduanya diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan eksistensi obyek wisata bahari dan menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi. Kesediaan membayar WTP oleh turis terhadap nilai obyek wisata merupakan bentuk partisipasi finansial dalam pengelolaan sumberdaya alam bagi kepentingan industri pariwisata dalam jangka panjang. Besar-kecilnya nilai WTP suatu obyek wisata berbeda pada setiap kawasan wisata dan negara Davis 1998.

5.2.3. Daya Dukung Sosial

Kajian daya dukung sosial dalam penelitian ini adalah tingkat penerimaan masyarakat lokal host dengan datangnya para pengunjung tourist tanpa mengganggu kenyamanan yang telah ada. Hasil penelitian menunjukkan 68 masyarakat lokal memberikan persepsi bahwa tidak ada perubahan perilaku masyarakat lokal sejak adanya wisatawan terutama wisman dan 32 masyarakat menyatakan ada perubahan perilaku masyarakat lokal. Perubahan perilaku tersebut menyangkut segala sesuatu yang terkait dengan kegiatan yang selalu dinilai dengan uang atau ada kecenderungan pergeseran nilai individualis kurangnya rasa saling tolong-menolong, dan perubahan cara berpakaian. Selain 118 itu, keberadaan wisatawan belum memberikan pengaruh yang signifikan dalam sisi ekonomi dan perubahan kualitas hidup masyarakat lokal sehingga keberadaan wisatawan disikapi dengan biasa saja. Terkait dengan kenyamanan masyarakat lokal dengan keberadaan wisatawan, hasil penelitian menunjukkan bahwa beragam pendapat maupun penilaian masyarakat lokal dan wisatawan tentang rasio yang optimum antara wisatawan dengan masyarakat lokal. Umumnya masyarakat lokal menyatakan bahwa selain karena pertambahan jumlah kunjungan wisatawan, ketidaknyamanan masyarakat dapat terganggu terutama disebabkan oleh cara berpakaian wisatawan dan interaksi sosial. Namun jika masyarakat diberi keleluasaan memilih rasio wisman dengan masyarakat lokal, maka sebanyak 94 responden menyatakan satu wisatawan berbanding 1-30 orang penduduk lokal 64 memilih 1 berbanding 20. Ini berarti bahwa ada kemungkinan keberadaan seorang wisman dapat mengganggu kenyamanan 1 atau pun 30 orang masyarakat lokal, tergantung cara interaksi antar wisatawan, dengan penduduk lokal dan cara berpakaian. Diketahui bahwa jumlah penduduk di Gili Indah 3.575 jiwa, dan diasumsikan bahwa ada interaksi antara wisatawan dengan masyarakat setempat, maka maksimum jumlah wisatawan berkunjung ke kawasan wisata Gili Indah 204 orang per hari masih lebih kecil dari daya dukung ekologi 286 orang. Hal ini sesuai dengan Saveriades 2000, bahwa ketidaknyamanan seseorang dapat membatasi penerimaannya ketika orang lain masuk untuk berinteraksi Social Carrying Capacity , walaupun secara ekologi Biological Carrying Capacity masih tersedia relung untuk orang tersebut masuk berinteraksi. 5.3. Optimasi Pemanfaatan Wisata bahari Di Gili Indah 5.3.1. Struktur Model Model dibangun didasari oleh interaksi antar sistem ekologi, ekonomi, dan sosial yang dirumuskan melalui model matematika sederhana dengan menggunakan persamaan matematika. Penyusunan model pengelolaan wisata bahari di kawasan Gili Indah diawali dengan perumusan model secara matematis yang kemudian memasukkan nilai-nilai parameter yang telah dianalisis sebelumnya. Model konseptual yang dibangun tersebut diterjemahkan dari model 119 matematis sederhana dari Casagrandi dan Rinaldi 2002 yang ditambah dengan beberapa atribut yang mempengaruhi pengelolaan wisata bahari di kawasan Gili Indah. Keberlanjutan pengelolaan wisata bahari dikembangkan melalui dinamika inter-koneksiinter-relasi antara elemen vital seiring dengan perubahan waktu dari sistem ekologi-ekonomi-sosial-kelembagaan yang dikaji dalam penelitian ini. Konsep dasar perumusan model mengacu pada efek berantai cyclic effect, dimana terjadinya perubahan dalam indeks dan atribut keefektifan pengelolaan dapat mempengaruhi sistem keberlanjutan pengelolaan wisata bahari. Pengembangan dalam perumusan model yang dibangun didasarkan pada model matematika sederhana. Perangkat lunak yang digunakan untuk merumuskan dan menganalisis model yang dibangun dalam penelitian ini yakni Stella versi 9.0.2. Langkah awal pengembangan model keberlanjutan pengelolaan wisata bahari di kawasan Gili Indah adalah merumuskan model secara matematis, lalu memasukkan nilai-nilai parameter yang diperoleh pada analisis sebelumnya ke dalam model yang dibangun dan terakhir dilakukan analisis model. Penyusunan dan analisis skenario model pengelolaan wisata bahari untuk melakukan optimasi, didasarkan model dasar yang telah dibangun dan dikembangkan dalam penelitian ini berdasarkan hasil kajian sebelumnya, dan atribut yang sensitif dari keempat dimensi pembangunan serta memilih skenario yang terbaik untuk diaplikasikan. Secara konseptual kerangka model dinamik yang dibangun beserta atribut dan dimensi penyusunnya dapat dilihat pada gambar 17. Nilai-nilai atribut yang digunakan dalam menganalisis keberlanjutan pengelolaan wisata bahari Gili Indah yang optimal berasal dari penelusuran literatur, hasil output analisis karakterisitik sumberdaya, analisis kesesuaian dan daya dukung wisata bahari. Nilai-nilai atribut ini diperoleh dari metode pendugaan yang sifatnya ilmiah. Disadari bahwa keakuratan pendugaan parameter tergantung dari ketersediaan data dari sumbernya, cara dan peralatan pengambilan data di lapangan, serta metode analisis yang digunakan. Nilai-nilai atribut untuk aspek ekologi, ekonomi dan sosial yang digunakan untuk membangun dan menganalisis model optimasi pengelolaan wisata bahari di kawasan Gili Indah dapat dilihat pada tabel 19. 120 Gambar 17. Struktur basis model dinamik pengelolaan wisata bahari Gili Indah Nilai level stock, variabel driving, auxiliary dan konstanta yang tercantum pada tabel 19 dapat dijelaskan sebagai berikut: 5.3.1.1.Atribut pada dimensi ekologi Atribut yang berfungsi sebagai stok dalam dimensi ekologi ini yakni sumberdaya wisata. Nilai awal initial level diperoleh dari hasil analisis kesesuaian kawasan wisata untuk kawasan terumbu karang seluas 216.79 hektar. Daya dukung kawasan terumbu karang yang berpotensi untuk wisata bahari yakni luas tr karang pertambahan tr karang pengurangan tr karang laju pertumbuhan laju degradasi upy konserv asi jumlah peny elam retribusi konserv asi jumlah retribusi konserv asi unit biorock f r konserv asi jum wisatawan Jumlah Penduduk penambahan wisatawan f r pertambahan Pertambahan penduduk Fr PertPenddk Ekonomi Masy Lokal Pengurangan Penduduk Fr pengurangan Penerimaan Upah TK Tetap f r pertumbuhan tk Pendptan tetap pendapatan Transport penerimaan Jasa Wisata biay a transport harga jasa wisata f r pencemaran total tenaga kerja wisata pertumbuhan tk wisata Tot Smbr Pencemar Fr kesadaran Sector 1 121 286 orang yang diperoleh dari hasil analisis kesesuaian. Laju pertumbuhan 0.03 dan degradasi terumbu karang 0.02 diperoleh dari hasil penelitian Hilyana 2011. Retribusi konservasi diperoleh dari informasi Gili Ecotrust yang mengkoordinasi pemungutan, dimana setiap penyelam dipungut sebesar Rp. 50.000orang. Retribusi konservasi ini dikelola dengan baik yang dipergunakan untuk kegiatan konservasi sumberdaya di kawasan wisata Gili Indah yang salah satunya adalah pembuatan terumbu karang dalam bentuk biorock. Upaya konservasi untuk terumbu karang sebesar 0,04 hatahun diperoleh dari luasan tiap unit biorock seluas 40 m²unit dimana dalam setahun dibangun 5 unit. Tabel 19. Nilai atribut basis model pengelolaan wisata bahari di kawasan Gili Indah No. Dimensi dan Atribut Nilai I. EKOLOGI

1. Initial sumberdaya terumbu karang untuk

wisata bahariha 216.79 2. Daya dukung terumbu karang orang 286 3. Laju pertumbuhan terumbu karang 0,03 4. Laju degradasi terumbu karang 0,02 5. Upaya konservasi untuk terumbu karang hathn 0,04 6. Initial sumberdaya pantai yang sesuai untuk wisata bahari ha 7. Fraksi Pencemaran 19,83 0,0000816 II. EKONOMI 1. Initial Ekonomi Masyarakat Lokal Rp.jutatahun 8.803.08 2. Harga produk wisata per wisatawan Rp.000 750 3. Fee untuk konservasi Rp.000orang 50 4. Initial tenaga kerja wisata orang 907 5.Tenaga kerja luar usaha wisata orang 791 III. SOSIAL 1. Initial wisatawan orangtahun 88.200 2 Laju pertumbuhan wisatawantahun 7,4 3. Initial jumlah penduduk orang 3.575 4. Laju pertumbuhan penduduk 5. Fraksi kesadaran masyarakat 2,89 0,7 122 Hasil penelitian Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam 1997 menemukan bahwa kondisi tutupan karang di Kawasan Gili Indah berkisar antara 50-100, namun BKSDA NTB 2000 menjelaskan bahwa tutupan karang mengalami penurunan menjadi antara 10,2-55,39 kemudian Hilman 2008 menemukan bahwa tutupan karang semakin berkurang antara 12,74-36,10. Hal ini mengindikasikan bahwa pada kurun waktu 10 tahun terakhir terjadi penurunan penutupan karang yang berkisar antara 3,78-6,40 pertahun atau rata-rata terjadi penurunan sebesar 5,565 pertahun. Jika dibandingkan dengan luas keseluruhan tutupan karang sebanyak 448,76 ha, maka terjadi pengurangan tutupan karang rata-rata 24,98 hatahun. Dari kondisi tersebut diatas, jika dibandingkan jumlah penduduk dan kunjungan wisatawan yang sebanyak 91.775 orang dan tingkat pencemaran penduduk sekitar 30 maka diperoleh fraksi pencemaran sebesar 0,00000816. 5.3.1.2.Atribut pada Dimensi Ekonomi Nilai awal initial ekonomi masyarakat lokal merupakan dampak langsung dan tidak langsung dari sektor pariwisata bahari diperkirakan mencapai Rp. 8.803.080.000. Nilai ini diperoleh dari upah tenaga kerja wisata setahun dengan upah Rp. 1.440.000 per tahun dan pendapatan dari usaha lain yang berinteraksi dengan usaha wisata bahari. Harga produk yang diterima dari wisatawan adalah besarnya penerimaan usaha akomodasi, konsumsi, atraksi wisata, dan transportasi yang diperoleh dari seorang wisatawan yakni rata-rata Rp. 750.000 per orang. Total tenaga kerja yang bekerja di sektor pariwisata sebanyak 907 orang, baik yang berasal dari tenaga kerja lokal dan tenaga dari luar kawasan. Laju tenaga kerja diperoleh jumlah tenaga kerja karena adanya investasi dalam usaha wisata dan tumbuhnya usaha-usaha baru. 5.3.1.3.Atribut pada Dimensi Sosial Dimensi sosial pada model pengelolaan wisata bahari ini menfokuskan pada keberadaan wisatawan yang berkunjung ke lokasi wisata di kawasan Gili Indah. Berdasarkan data statistik tahun 2009 diperoleh kunjungan wisatawan baik wisatawan asing maupun nusantara ke kawasan Gili Indah sebanyak 88.200 orang dengan rata-rata laju tumbuh wisatawan setiap tahun sebesar 7,4. Initial 123 jumlah penduduk Desa Gili Indah menunjukkan 3.575 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 2.89 pertahun Kecamatan Pemenang dalam angka, 2008.

5.3.2. Basis Model Pengelolaan Wisata Bahari

Basis model pengelolaan wisata bahari merupakan hasil optimal kondisi sumberdaya alam, jumlah kunjungan wisatawan, ekonomi masyarakat lokal dan penyerapan tenaga kerja yang dicapai dari pengelolaan wisata bahari berdasarkan kondisi riel saat ini. Hasil analisis terhadap basis model pengelolaan wisata bahari kawasan Gili Indah dan simulasi kondisi sampai 25 tahun ke depan, dapat dilihat pada gambar 18 berikut ini. Gambar 18. Basis model pengelolaan wisata bahari di kawasan Gili Indah Gambar 18 menunjukkan bahwa berdasarkan hasil optimasi, kunjungan wisatawan ke Kawasan Gili Indah cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini ditunjukkan oleh data kunjungan tahun 2004 sebanyak 32.373 wisatawan meningkat menjadi 88 200 wisatawan pada tahun 2009 atau meningkat rata-rata 7,4 pertahun Disbudpar Kabupaten Lombok Utara, 2009. Diperkirakan pada 25 tahun akan datang meningkat menjadi 525.503 orang wisatawan dan penduduk menjadi 6.452 orang. Peningkatan jumlah wisatawan setiap tahun tersebut Basis Model Wisata Bahari Gili Indah Page 1 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 Y ears 1: 1: 1: 2: 2: 2: 3: 3: 3: 1.5e+011 3e+011. 85000 95000 105000 205 215 225 1: Ekonomi Masy Lokal 2: jum wisatawan 3: luas tr karang 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 124 diperkirakan berpengaruh secara langsung terhadap peningkatan ekonomi masyarakat lokal melalui tumbuhnya usaha-usaha turunan sektor pariwisata, seperti usaha homestay, guide, usaha transpotasi lokal, dan penyerapan tenaga kerja lokal. Sejalan dengan peningkatan jumlah wisatawan, maka berdampak pada degradasi sumberdaya karang dimana pada tahun 2009 luasan area terumbu karang dari 216,79 ha akan menurun menjadi 159,96 ha pada 25 tahun mendatang. Namun demikian jika memperhatikan hasil analisis daya dukung dimana kawasan Gili Indah hanya bisa menampung 104.390 orang wisatawantahun, maka pada tahun 2012 jumlah wisatawan 109.265 orangtahun sudah melebihi daya dukung. Seiring dengan peningkatan jumlah kunjungan wisatawan di kawasan Gili Indah, maka tingkat ekonomi masyarakat lokal juga akan meningkat dari Rp. 8.803.080.000 menjadi Rp. 598.620.105.516 pada kurun waktu 25 tahun mendatang. Kondisi ini tentu akan memberikan kesejahteraan pada masyarakat lokal dan sekitarnya berupa meningkatnya jumlah tenaga kerja yang dapat bekerja di sektor wisata dan usaha penunjang wisata lainnya. Jika pada tahun 2009 hanya menyerap 907 orang 25 dari jumlah penduduk, maka pada 25 tahun akan datang dapat menyerap 5.403 orang 83 dari jumlah penduduk. Sementara itu jumlah penduduk akan meningkat dari 3.575 jiwa pada tahun 2009 menjadi 6.452 jiwa pada 25 tahun yang akan dating. Hasil analisis dinamik untuk model basis dan simulasi model pengelolaan berdasarkan beberapa skenario selengkapnya diuraikan pada berikut ini.

5.3.3. Skenario Pengelolaan Wisata Bahari Gili Indah

Penentuan tingkat optimal bagi pengelolaan wisata bahari memerlukan suatu skenario model pengelolaan. Penyusunan skenario dalam model pengelolaan wisata bahari ditujukan untuk memilih alternatif rencana kebijakan yang memungkinkan ditempuh dalam menyelesaikan masalah yang dapat terjadi di kemudian hari berdasarkan kondisi saat ini. Prosedur operasional yang dapat dilakukan dalam penyusunan skenario pengelolaan melalui simulasi model yakni berdasarkan kondisi nilai aktual yang diperoleh dari analisis basis model pada setiap level stok, nilai sensitivitas setiap atribut, dan nilai koefisien parameter yang dibangun pada setiap dimensi. 125 Penyusunan skenario yang dibangun terdiri dari skenario pesimis dan optimis, skenario tersebut diperoleh dari analisis model pengelolaan wisata bahari di kawasan Gili Indah, yakni :

5.3.3.1. Skenario Pesimis

Skenario pesimis dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai suatu skenario kebijakan yang dilakukan dengan tidak mempertimbangkan keberlanjutan salah satu atau seluruh dimensi pengelolaan besar kemungkinan terburuk pada satu atau lebih dimensi. Skenario pesimis dilakukan untuk mengetahui kondisi terburuk dari seluruh level dimensi pengelolaan wisata bahari akibat dikuranginya upaya konservasi, peningkatan laju pencemaran dan degradasi sumberdaya PPK, dan penurunan harga produk wisata bahari. Tabel 20. Nilai atribut skenario pesimis pada pengelolaan wisata bahari di kawasan Gili Indah No. Dimensi dan Atribut Nilai I. EKOLOGI

1. Initial sumberdaya terumbu karang untuk

wisata bahariha 216.79 2. Daya dukung terumbu karang orang 286 3. Laju pertumbuhan terumbu karang 0,03 4. Laju degradasi terumbu karang 0,025 5. Upaya konservasi untuk terumbu karang hathn 0,035 6. Initial sumberdaya pantai yang sesuai untuk wisata bahari ha 7. Fraksi Pencemaran 19,83 0,0000612 II. EKONOMI 1. Initial Ekonomi Masyarakat Lokal Rp.jutatahun 8.803.08 2. Harga produk wisata per wisatawan Rp.000 625 3. Fee untuk konservasi Rp.000orang 50 4. Initial tenaga kerja wisata orang 907 5.Tenaga kerja luar usaha wisata orang 791 III. SOSIAL 1. Initial wisatawan orangtahun 88.200 2 Laju pertumbuhan wisatawantahun 6,5 3. Initial jumlah penduduk orang 3.575 4. Laju pertumbuhan penduduk 5. Fraksi kesadaran masyarakat 3 0,9 126 Hasil analisis model dinamik dalam skenario pengelolaan pesimis terhadap kegiatan wisata bahari di kawasan Gili Indah dapat dilihat pada gambar 19 berikut. Gambar 19. Skenario Pesimis Pengelolaan Wisata Bahari Gili Indah Gambar 19 menunjukkan bahwa akibat pengelolaan wisata yang kurang baik dalam atribut ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan menyebabkan seluruh level dimensi mengalami penurunan kuantitas baik dalam hal luasan obyek wisata bahari yang sesuai, ekonomi masyarakat lokal dan kunjungan wisatawan. Skenario pesimis dalam aspek ekologi ditujukan untuk mengetahui kondisi yang terjadi jika pengelolaan ekowisata bahari mengurangi berbagai aspek kelestarian lingkungan. Skenario yang dibangun adalah terjadi degradasi terumbu karang sebesar 0,025 serta laju pencemaran meningkat dua kali dari nilai koefisien awal basis yakni 0.0000612. Laju pertumbuhan karang akan menurun sebesar 0,015, sementara upaya konservasi 0,035 hatahun dan retribusi konservasi sebesar Rp. 50.000penyelam dan harga jasa wisata diturunkan dari Rp. 750.000 menjadi hanya Rp. 625.000. Hasil simulasi menunjukkan bahwa peningkatan pencemaran dan degradasi sumberdaya terumbu karang akibat aktivitas pemanfaatan sumberdaya PPK menyebabkan penurunan luasan yang sesuai bagi wisata bahari dari 216,79 ha Pesimis Model Wisata Bahari Gili Indah Page 1 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 Y ears 1: 1: 1: 2: 2: 2: 3: 3: 3: 1.5e+011 3e+011. 85000 95000 105000 215 225 235 1: Ekonomi Masy Lokal 2: jum wisatawan 3: luas tr karang 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3