Aktivitas Petani Akar Wangi

4.1.4 Aktivitas Petani Akar Wangi

Budidaya akar wangi banyak diusahakan oleh masyarakat di Kabupaten Garut, karena sangat potensial untuk terus dikembangkan. Petani akar wangi di wilayah Kabupaten Garut tersebar di Kecamatan Cilawu, Bayongbong, Samarang, Pasirwangi, Tarogong Kaler dan Leles. Ada 1.538 sebagai pemilik lahan, 59.812 tenaga kerja dan 35 kelompok tani yang terlibat dalam kegiatan pengembangan akar wangi Dinas Perkebunan, 2010. Kelompok tani biasanya diketuai oleh seorang penyuling. Penyuling tersebut akan memberikan binaan kepada kelompok taninya dalam berbudiya dan memberikan bantuan modal. Petani yang tergabung dalam kelompok tani harus menjual akar wanginya kepada penyuling tersebut sebagai pemilik modal. Namun, tidak semua petani terlibat dalam kelompok tani. Ada petani yang menanam secara individu dan menjualnya akar wanginya secara bebas ke pengumpul akar wangi atau penyuling sesuai harga yang disepakati. Budidaya akar wangi merupakan usaha turun temurun warga Garut. Para petani di Garut mulai menanam komoditas ini sekitar tahun 1918 dan kini telah menjadi salah satu usaha yang menjadi tumpuan hidup sebagian warga Garut. Luas lahan yang dimiliki oleh petani sangat bervariasi dari mulai di bawah satu 1 Ha sampai 25 Ha. Kepemilikan lahan budidaya akar wangi dalam bentuk sewa atau milik sendiri. Tanah yang disewa untuk lahan akar wangi berasal dari tanah carik desa. Sebagian besar petani di Garut hanya menyediakan bahan baku yang di jual kepada pengumpul akar wangi atau penyuling. Namun, ada pula petani yang menyuling sendiri akar wanginya dengan menyewa kepada penyuling dan menjual akar wanginya dalam bentuk sulingan ke pemilik penyulingan. Para petani yang bermodal besar biasanya memiliki tempat penyulingan sendiri. Petani yang memiliki penyulingan sendiri disebut petani penyuling. Para petani penyuling tersebut tidak hanya memiliki lahan pribadi untuk ditanam akar wangi namun juga memiliki kelompok tani untuk mempermudah pasokan bahan baku akar wangi untuk proses penyulingan. Petani yang bertindak sebagai penyuling biasanya sangat memperhatikan Good Agriculture Product GAP dalam melakukan budidaya karena sangat menjaga mutu dan kuantitas dari rendemen minyak atsiri yang dihasilkan. Penanaman akar wangi dapat dilakukan dengan sistem monokultur atau tumpang sari dengan sayuran. Sebagian besar petani akar wangi di Garut menanam dengan sistem tumpang sari. Ada dua 2 keuntungan yang didapat petani dari sistem tumpang sari. Pertama tidak perlu menunggu sampai 12 bulan untuk mendapatkan penghasilan dari akar wangi, karena rataan sayuran yang ditanam sudah dapat dipanen pada usia 3-4 bulan. Selain itu, sisa pupuk serta limbah sayuran dapat mengembalikan kesuburan tanah yang dikuras oleh akar wangi. Tanaman yang biasa ditumpangsarikan oleh petani adalah kol, tomat, kentang, kubis, cabai dan singkong. Budidaya akar wangi dengan teknologi tepat guna dimulai dari pencangkulan lahan, pemberian pupuk dan penanaman bibit pada bulan pertama. Lahan untuk menanam akar wangi harus bersih dari gulma. Tanah yang sudah dicangkul dilubangi dan diberikan pupuk. Ada dua 2 macam pupuk yang dapat digunakan, yaitu pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik adalah pupuk kandang, sedangkan pupuk anorganik yang digunakan adalah jenis pupuk ZA, TSP, KCL dan MPK kecuali UREA. Pupuk UREA sangat dihindari oleh petani, karena dapat menyebabkan rendemen minyak menurun walaupun tanaman terlihat tumbuh dengan baik. Pada bulan pertama pupuk yang diberikan adalah pupuk kandangkompos. Petani hanya membeli bibit akar wangi ketika pertama kali akan menanam akar wangi. Setelah itu tidak perlu membeli kembali, karena penanaman bibit berasal dari bonggol akar wangi yang telah dipanen sebelumnya. Petani tidak akan kekurangan bonggol sebagai bibit, jika berasal dari panen sebelumnya, kecuali jika petani akan memperluas lahan budidaya akar wanginya. Bibit tanaman yang dipergunakan para petani di Garut merupakan bibit tanaman yang berasal dari tanaman tidak berbunga. Untuk satu 1 Ha lahan yang akan ditanam dibutuhkan sekitar 2.000 kg bibit dengan jarak tanaman 0,5 m – 0,75 m. Namun, karena kondisi lahan yang berbeda-beda, terkadang penanamannya sering dilakukan dengan jarak yang tidak teratur. Proses selanjutnya dilakukan pengemburan dan pemupukan pada bulan ketiga. Pemupukan pada bulan ketiga mengunakan pupuk anorganik. Hanya petani binaan dari kelompok tani yang dapat melakukan pemupukan secara teratur. Hal ini dikarenakan para petani terkendala dengan permodalan. Untuk melakukan pemupukan sesuai dengan teknologi yang tepat guna, para petani yang tidak memiliki modal dapat meminjam kepada penyuling. Tidak semua petani menerapkan hal tersebut, mereka biasanya hanya melakukan pemupukan sekali pada musim tanam. Petani yang hanya menanam akar wangi sebagai usaha sampingan tidak secara khusus memberikan pupuk kepada tanaman akar wangi. Mereka mengutamakan pemupukan untuk tanaman tumpang sarinya. Menurut petani, akar wangi akan tetap tumbuh dengan baik, walaupun tidak dipupuk. Namun, untuk menghasilkan rendemen minyak dengan mutu dan kuantitas yang baik pemupukan perlu dilakukan. Tanaman akar wangi harus sering dilakukan penyiangan untuk menghilangkan tanaman penganggu yang mengurangi nutrisi bagi akar. Penyiangan akan berpengaruh pada jumlah rendemen minyak dan dapat meningkatkan hasil sampai 10. Penyiangan dapat dilakukan pada bulan kelima. Semakin sering dilakukan penyiangan, maka hasilnya akan semakin baik. Penyiangan yang dilakukan oleh petani dapat dilakukan 3-4 kali pada satu periode musim tanam. Akar wangi dapat dipanen pada usia minimal 12 bulan untuk mendapatkan rendemen minyak yang baik. Namun, jika menginginkan jumlah rendemen minyak yang maksimum dapat dilakukan panen setelah 14 bulan. Kadangkala para petani tidak dapat menunggu pada usia minimal 12 bulan akibat terdesak berbagai macam kebutuhan, yaitu memanen pada usia delapan 8 bulan atau menjualnya kepada penyuling dengan sistem kebun. Penyuling yang membeli akar wangi dengan sistem kebun akan menunggu pada usia panen minimal untuk mendapatkan rendemen minyak yang baik. Pengendalian hama dan penyakit tanaman belum menjadi masalah yang penting bagi petani, sehingga sistem pengendaliannya jarang dilakukan. Beberapa kasus yang terjadi ketika survei dilakukan, ada beberapa petani yang terkena hama binatang yang disebut ―kuuk‖. Namun, hama tersebut hanya menyerang sebagian kecil petak lahan saja, sehingga petani tidak menganggapnya sebagai masalah besar. Kuuk memakan daun tanaman. Biasanya petani akan memotong daun yang dimakan kuuk tersebut. Masalah lainnya yang kadang dihadapi adalah ganguan ayam hutan atau babi hutan. Untuk mengatasi hal tersebut petani akan sering mengontrol lahannya. Pemasaran hasil panen akar wangi oleh petani dapat dilakukan dengan sistem timbang atau sistem kebun. Sistem timbang adalah membeli akar wangi yang sudah dipanen dengan cara ditimbang, sedangkan sistem kebun adalah membeli akar wangi di kebun yang belum dipanen, karena usia tanaman belum mencapai usia ideal untuk panen. Petani yang tidak tergabung dalam kelompok tani akan menjual panennya kepada pengumpul akar atau penyuling yang berada disekitarnya, yaitu menjual kepada pengumpul atau penyuling yang memberikan harga tinggi. Bagi petani yang terlibat dalam kelompok tani akan menjualnya kepada penyuling yang telah membina dan memberikan modal padanya. Petani yang bertindak sebagai penyuling akan menyuling sendiri hasil panennya dan akan menjualnya kepada pengumpul minyak atau eksportir secara langsung. Namun, bagi petani yang menyewa tempat penyulingan biasanya akan menjual minyak hasil sulingannya kepada penyuling yang menyewakan tempatnya. Saat ini para petani tidak mengalami kesulitan dalam menjual hasil panennya, karena semua hasil panen akan terserap oleh pasar. Minyak akar wangi yang telah berkembang menjadi komoditas ekspor ini masih memiliki jumlah permintaan yang tinggi, sehingga mendorong petani untuk menanam akar wangi, walaupun hanya sebagai usaha sampingan. Harga jual akar wangi berat basah Rp1.200-Rp3.000 per kg. Kisaran harga tersebut tergantung dari mutu akar wangi yang dihasilkan. Pabrik penyulingan lebih suka membeli akar wangi pada musim kemarau daripada musim hujan karena menghindari masalah-masalah yang timbul karena lebih berat dan kadar air KA yang tinggi. Biasanya pada musim hujan harga akar wangi akan lebih rendah jika dibandingkan pada musim kemarau. Modal yang dimiliki petani dalam berbudidaya akar wangi biasanya berasal dari modal sendiri, atau meminjam, yaitu kepada sanak saudaranya atau penyuling yang membinanya. Untuk satu 1 Ha lahan dibutuhkan modal 25 juta rupiah per hektar. Sebagian besar petani tidak berminat untuk meminjam modal ke Bank, karena persyaratannya begitu sulit dan rumit. Masa panen akar wangi yang lama membuat para petani harus membuat usaha lain seperti melakukan tumpang sari pada tanaman yang lain. Jika dalam keadaan yang terdesak, biasanya akan memanen tanamannya. Panen dini akan membuat mutu dan kuantitas rendemen akar wangi menjadi kurang baik. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, para petani yang telah mendapatkan binaan sulit untuk menerapkan pola budidaya yang tepat guna, karena fluktuasi harga yang diterima oleh petani. Petani merasa bahwa biaya operasional yang di keluarkan jauh lebih besar dan tidak seimbang dengan harga jual yang diterima oleh petani. Hal tersebut membuat petani masih mengabaikan pola budidaya yang baik dan benar. Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut, kemitraan sangat diperlukan untuk mengatasi masalah permodalan, pelatihan budidaya dan pemasaran akar wangi. Petani dapat bermitra dengan pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok minyak akar wangi, karena petani memiliki peranan yang sangat penting di hulu untuk memasok bahan baku akar wangi bermutu. Petani masih sangat bergantung pada cuaca dalam budidaya akar wangi. Musim tanam terbaik adalah diawal musim hujan. Jika pembibitan dilakukan pada musim kemarau, maka petani harus sering menyiram tanamannya. Namun, jika terjadi hujan yang terus menerus, juga akan merusak tanaman. Masalah lain yang dihadapi petani adalah dari segi peralatan dalam memanen. Belum ada alat, atau traktor yang bisa membantu petani untuk mencabut akar secara sempurna. Panen masih dilakukan secara tradisional dengan cara mencangkul tanah disekeliling rumpun tanaman agar tanah menjadi longgar, sehingga akar mudah dicabut. Untuk melakukan kegiatan panen yang baik dan benar hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu, karena orang yang melakukan pekerjaan jenis ini masih langka dan menjadi rebutan para produsen minyak akar wangi yang lain. Petani berharap, perkembangan agroindustri minyak akar wangi akan membuat kesejahteraan petani meningkat, karena selama ini petani hanya sebagai penerima harga.

4.1.5 Aktivitas Pengumpul Akar Wangi