mencangkul tanah disekeliling rumpun tanaman agar tanah menjadi longgar, sehingga akar mudah dicabut. Untuk melakukan kegiatan panen yang baik dan
benar hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu, karena orang yang melakukan pekerjaan jenis ini masih langka dan menjadi rebutan para produsen minyak
akar wangi yang lain. Petani berharap, perkembangan agroindustri minyak akar wangi akan membuat kesejahteraan petani meningkat, karena selama ini petani
hanya sebagai penerima harga.
4.1.5 Aktivitas Pengumpul Akar Wangi
Pengumpul akar wangi sangat berperan bagi penyuling untuk menyediakan pasokan bahan baku, karena kebutuhan akar wangi untuk
penyulingan sangat tinggi. Pengumpul akar wangi biasanya diberikan modal oleh penyuling untuk mencari pasokan bahan baku. Jumlah pengumpul hanya
sedikit di tiap wilayah. Hanya ada satu atau dua orang saja yang bekerja sebagai pengumpul. Akar wangi yang dibeli oleh pengumpul dapat dijual ke penyuling
secara langsung atau disuling sendiri dengan menyewa alat suling. Pengumpul akan membayarnya dengan minyak akar wangi kasar hasil sulingannya.
Jumlah bahan baku akar wangi yang dapat dikumpulkan oleh pengumpul dengan rataan 4-5 ton per hari dan membeli akar wangi petani dengan harga
dua ribu rupiah sampai tiga ribu rupiah per kg, tergantung dari mutunya. Pemasaran akar wangi tidak pernah mengalami masalah, karena semua hasil
panen petani terserap oleh pasar. Kebutuhan akan bahan baku terkadang belum cukup untuk memenuhi permintaan penyuling karena tidak ada jaminan
kontinuitas bahan baku dari petani. Hal ini membuat para pengumpul harus mencari pasokan akar wangi di Kecamatan atau Desa yang lain.
4.1.6 Aktivitas Penyuling Minyak Akar Wangi
Penyuling minyak akar wangi di Kabupaten Garut, tersebar di empat kecamatan yaitu Kecamatan Samarang, Bayongbong, Cilawu dan Leles.
Berdasarkan survei yang dilakukan, sebagian besar penyuling tergabung dalam koperasi penyuling akar wangi yang berada di wilayah Kecamatan Samarang.
Koperasi ini baru berdiri pada tahun 2010. Penyuling akar wangi sebagian
besar bertindak sebagai petanipenyuling. Penyuling memiliki lahan yang dibudidayakan sendiri dan memiliki kelompok tani untuk menjaga pasokan
bahan baku untuk disuling. Penyuling yang bertindak sebagai petanipenyuling berusaha untuk menjaga mutu pasokan bahan baku akar wanginya dengan
melakukan pembinaan kepada petani, agar minyak akar wangi yang dihasilkan memiliki kuantitas dan mutu rendemen minyak yang baik. Penyuling yang tidak
memiliki kelompok tani, biasanya sangat membutuhkan peranan pengumpul akar wangi dalam menjaga kontinuitas pasokan bahan baku untuk penyulingan.
Sebagian besar penyuling menggunakan sistem perebusan untuk menyuling minyak. Hanya ada dua 2 penyuling yang menggunakan sistem
boiler atau sistem uap terpisah. Jumlah produksi rataan dalam sekali
penyulingan sekitar 4-8 kg. Penyuling dapat melakukan dua 2 kali penyulingan dalam sehari, karena untuk melakukan satu kali proses
penyulingan dibutuhkan waktu 12 jam. Kapasitas tungku untuk satu kali penyulingan sekitar 1,2-2 ton. Rataan rendemen yang dihasilkan saat ini sekitar
0,4-0,5. Untuk menghasilkan minyak akar wangi dengan mutu baik, tekanan harus dijaga pada tiga 3 bar. Namun, kondisi saat ini membuat penyuling
harus menaikkan tekanan menjadi lima 5 bar untuk mempercepat proses penyulingan. Suhu yang digunakan sekitar 140ºC-160ºC pada sistem kukus.
Tekanan yang dinaikkan tersebut dapat mengakibatkan biaya operasional yang mahal, jika harus mengukus pada tekanan tiga 3 bar. Tekanan yang lebih
rendah akan membuat waktu proses penyulingan lebih lama dan akan meningkatkan jumlah pemakaian bahan bakar.
Bahan bakar yang digunakan saat ini menggunakan solar dan oli bekas, namun masih ada penyuling yang menggunakan kayu bakar. Penggunaan solar
lebih mahal jika dibandingkan dengan oli bekas, namun lebih ramah lingkungan. Saat ini harga solar Rp4.500 per liter, sedangkan oli bekas sekitar
Rp2.200 – Rp2.500 per liter. Sebelum krisis moneter, penyuling menggunakan
minyak tanah sebagai bahan bakar, namun harga minyak tanah yang terus naik membuat para penyuling harus mencari alternatif bahan bakar yang lebih
murah. Walaupun harga oli bekas lebih murah, para penyuling terkendala masalah perijinan. Para penyuling seringkali harus berurusan dengan pihak
berwajib karena masalah oli bekas. Saat ini, dengan adanya Koperasi USAR diharapkan dapat membantu penyuling dalam mengatasi masalah perijinan oli
bekas. Menurut Tutuarima 2009, Permasalahan utama yang dihadapi minyak
akar wangi Indonesia khususnya di Garut adalah rendahnya rendemen dan kualitas minyak yang berwarna gelap dan berbau gosong. Tinggi rendahnya
mutu minyak akar wangi ditentukan oleh ciri-ciri fisik dan kimianya. Ciri-ciri fisikokimia yang menjadi parameter mutu minyak akar wangi antara lain warna,
aroma, bobot jenis, indeks bias, bilangan asam, bilangan ester, bilangan ester setelah asetilasi, kelarutan dalam alkohol, dan total kandungan vetiverol dalam
senyawa aromatik. Minyak akar wangi Indonesia yang akan diperdagangkan harus
memenuhi standar mutu dan persyaratan mutu berdasarkan Standar Nasional Indonesia yaitu SNI 06-2386-2006, seperti yang tercantum pada Tabel 6.
Sedangkan untuk perdagangan internasional standar yang diacu adalah ISO International Organization for Standardization 4716:2002, seperti tercantum
pada Tabel 7.
Tabel 6. Standar mutu minyak akar wangi menurut SNI 06-2386-2006
No. Jenis Mutu Satuan
Satuan Syarat Mutu
1. Warna
- Kuning muda sampai
coklat kemerahan 2.
Bau -
Khas akar wangi 3.
Bobot jenis 20˚20˚ C -
0,980-1,003 4.
Indeks bias pada 20˚ -
1,520-1,530 5.
Bilangan asam -
10-35 6.
Kelarutan dalam etanol 95
- 1:1 jernih, dan
seterusnya jernih 7.
Bilangan ester -
5-26 8.
Bilangan ester setelah asetilasi
- 100-150
9. Vetiverol total
Minimum 50 Sumber: SNI, 2006
Tabel 7. Standar mutu minyak akar wangi menurut ISO 4716:2002
No. Jenis MutuSatuan
Syarat Mutu Reunion
Haiti 1.
Warna Coklat hingga merah
kecoklatan Coklat hingga merah
kecoklatan 2
Bau Khas akar wangi
Khas akar wangi 3
Bobot jenis 20˚20˚ C 0,99
—1,015 0,986
—0,998 4
Indeks bias pada 20˚ 1,5220
—1,5300 1,521
—1,526 5
Bilangan asam Maks. 35
Maks. 14 6
Kelarutan dalam etanol 80 pada suhu
20˚C Maks. 1 : 2
Maks.1 : 2
7 Bilangan ester
5-16 5-16
8 Putaran optic pada
20˚C +19
—+30 +22-+38
9 Bilangan karbon
44-68 23-59
Sumber: ISO dalam Tutuarima, 2009
4.1.7 Aktivitas Pengumpul Minyak Akar Wangi