4.2.2 Pemetaan Risiko Operasional Budidaya Akar Wangi
Pemetaan risiko mengacu pada dua 2 dimensi yaitu frekuensi terjadinya risiko dan dampaknya apabila risiko tersebut terjadi. Ukuran frekuensi dan
dampak risiko ditentukan secara kualitatif dengan mengkategorisasikannya ke dalam lima 5 kelompok. Ukuran frekuensi dan dampak dapat dilihat pada
Tabel 8. Pemetaan risiko didasarkan pada perhitungan agregasi penilaian peubah penentu risiko, yang berasal dari penilaian risiko operasional budidaya
akar wangi yang dilakukan oleh tiga orang petani yang ahli dalam budidaya akar wangi. Hasil penilaian dapat dilihat pada Lampiran 6.
Tabel 8. Skala penilaian risiko
Ukuran Frekuensi
Dampak Simbol
1 Tidak pernah terjadi
Tidak berpengaruh SR Sangat rendah
2 Jarang terjadi
Kurang berpengaruh R Rendah
3 Cukup sering terjadi
Cukup berpengaruh S Sedang
4 Sering terjadi
Berpengaruh T Tinggi
5 Sangat sering terjadi
Sangat berpengaruh ST Sangat Tinggi
Tabel 8 digunakan sebagai dasar untuk menghitung nilai agregasi pada peubah penentu risiko dari tiga 3 orang petani yang ahli dalam budidaya akar
wangi. Perhitungan dilakukan dengan metode pengambilan keputusan berkelompok secara bebas dengan teknik agregasi menggunakan OWA.
Dengan menggunakan rumus 3 diperoleh : a.
Nilai agregasi frekuensi P
1
= Max [R Λ R, T Λ R, ST Λ SR] = Max [R, R, SR] = R
P
2
= Max [R Λ T, T Λ T, ST Λ T] = Max [R, T, T] = T
P
3
= Max [R Λ R, T Λ R, ST Λ SR ] = Max [R, R, SR] = R
P
4
= Max [R Λ R, T Λ R, ST Λ SR] = Max [R, R, SR] = R
P
5
= Max [R Λ S, T Λ R, ST Λ SR] = Max [R, R, SR] = R
P
6
= Max [R Λ T, T Λ T, ST Λ S] = Max [R, T, S] = T
P
7
= Max [R Λ R, T Λ SR, ST Λ SR] = Max [R, SR, SR] = R
P
8
= Max [R Λ R, T Λ SR, ST Λ SR ] = Max [R, SR, SR] = R
P
9
= Max [R Λ S, T Λ R, ST Λ SR ] = Max [R, R, SR] = R
P
10
= Max [R Λ T, T Λ R, ST Λ R] = Max [R, R, R] = R
P
11
= Max [R Λ S, T Λ S, ST Λ S ]
= Max [R, S, S] = S P
12
= Max [R Λ S, T Λ S, ST Λ S ] = Max [R, S, S] = S
P
13
= Max [R Λ T, T Λ T, ST Λ S ] = Max [R, T, S] = T
b. Nilai agregasi dampak
P
1
= Max [R Λ S, T Λ S, ST Λ R] = Max [R, S, R] = S
P
2
= Max [R Λ T, T Λ T, ST Λ S] = Max [R, T, S] = T
P
3
= Max [R Λ S, T Λ R, ST Λ R ] = Max [R, R, R] = R
P
4
= Max [R Λ S, T Λ S, ST Λ R] = Max [R, S, R] = S
P
5
= Max [R Λ S, T Λ S, ST Λ S ] = Max [R, S, S] = S
P
6
= Max [R Λ T, T Λ T, ST Λ S] = Max [R, T, S] = T
P
7
= Max [R Λ S, T Λ S, ST Λ S] = Max [R, S, S] = S
P
8
= Max [R Λ S, T Λ S, ST Λ S] = Max [R, S, S] = S
P
9
= Max [R Λ S, T Λ S, ST Λ S ] = Max [R, S, S] = S
P
10
= Max [R Λ ST, T Λ T, ST Λ T] = Max [R, T, T] = T
P
11
= Max [R Λ T, T Λ T, ST Λ S] = Max [R, T, S] = T
P
12
= Max [R Λ T, T Λ T, ST Λ T]
= Max [R, T, T] = T P
13
= Max [R Λ T, T Λ T, ST Λ T] = Max [R, T, T] = T
Hasil agregasi penilaian risiko pada peubah penentu risiko kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan pemetaan risiko operasional budidaya akar
wangi Tabel 9. Agregasi yang diperoleh menunjukkan tingkat frekuensi risiko dan tingkat dampak risiko dari setiap peubah penentu risiko.
Tabel 9. Hasil agregasi penilaian risiko pada peubah penentu risiko
No Faktor risiko
Peubah Penentu Risiko Tingkat
Frekuensi Risiko
Tingkat Dampak Risiko
1 Input
Petani kurang memahami cara penanaman yang baik
Rendah Sedang
Petani tidak menerapkan budidaya yang sesuai dengan
GAP Tinggi
Tinggi Petani kurang terampil dalam
memelihara tanaman akar wangi
Rendah Rendah
Kekurangan pasokan bibit tanaman akar wangi
Rendah Sedang
Kekurangan pupuk Rendah
Sedang Informasi budidaya yang baik
masih kurang Tinggi
Tinggi Mutu bibit buruk
Rendah Sedang
Kekurangan peralatan dalam budidaya
Rendah Sedang
2 Proses
Kelalaian pemberian pupuk Rendah
Sedang Kelalaian dalam pemeliharaan
penyiangan Rendah
Tinggi Kelalaian saat panen
Sedang Tinggi
Cuaca Sedang
Tinggi 3
Output Memanen lebih dini
Tinggi Tinggi
Hasil agregasi peubah penentu risiko dipetakan berdasarkan nilai tingkat frekuensi risiko dan tingkat dampak risikonya. Semakin tinggi kemungkinan
suatu risiko terjadi, semakin perlu mendapat perhatian. Sebaliknya, semakin rendah kemungkinan suatu risiko terjadi, semakin rendah pula kepentingan
petani untuk memberi perhatian kepada risiko yang bersangkutan. Peta risiko terdiri dari empat 4 kuadran. Diagram pemetaan risiko
operasional ditunjukkan oleh Gambar 8. Kuadran I merupakan area yang dihuni oleh risiko-risiko yang memiliki tingkat frekuensi sedang sampai tinggi dan
memilki dampak sedang sampai tinggi. Risiko-risiko yang ada di kuadran I masuk ke dalam prioritas utama. Risiko yang ada pada kuadran I adalah risiko
kelalaian saat panen, petani tidak menerapkan budidaya yang sesuai GAP, informasi budidaya yang baik masih kurang, memanen lebih dini dan cuaca.
Kuadran II
Kelalaian dalam pemeliharaan penyiangan
Kuadran I
Kelalaian saat panen
Petani tidak menerapkan budidaya yang
sesuai dengan GAP
Informasi budidaya yang baik masih kurang
Memanen lebih dini
Cuaca
Kuadran IV
Kelalaian pemberian pupuk
Petani kurang terampil dalam memelihara
tanaman akar wangi
Petani kurang memahami cara penanaman yang baik
Kekurangan pasokan bibit
tanaman akar wangi
Kekurangan pupuk
Mutu bibit buruk
Kekurangan peralatan dalam budidaya
Kuadran III
Gambar 8. Diagram pemetaan risiko operasional budidaya akar wangi Tinggi
Sedang
Rendah
Tinggi Sedang
Rendah
Frekuensi
Risiko kelalaian saat panen adalah risiko kurang tercabutnya akar secara keseluruhan. Pemanenan masih dilakukan secara tradisional, sehingga
kemungkinan untuk tertinggalnya akar di dalam tanah masih besar. Dampaknya sangat besar bagi petani, karena akan mengurangi hasil panennya, sehingga
petani akan mengalami kerugian besar. Untuk menghindari hal tersebut biasanya petani menyewa tenaga kerja yang khusus dalam kegiatan pemanenan
karena tidak semua orang dapat melakukan panen akar wangi dengan baik dan benar. Biasanya para pekerja yang melakukan pekerjaan ini sudah dikontrak
satu minggu sebelumnya, karena tenaga kerja untuk pekerjaan jenis ini masih jarang dan menjadi rebutan para produsen minyak akar wangi yang lain.
Petani akar wangi di Garut masih melakukan budidaya akar wangi secara tradisional dan tidak menerapkan budidaya yang sesuai GAP. Pembinaan sulit
diterima petani, karena ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, diantaranya yaitu faktor kebiasaan cara penanaman yang dilakukan secara
turun-temurun, permintaan pasar yang berubah karena akar wangi selalu dapat dijual walaupun kualitasnya kurang bagus banyaknya permintaan setelah
gempa di Haiti, terkendala oleh modal karena pembudidayaan yang sesuai GAP memerlukan biaya yang lebih besar. Informasi budidaya yang baik juga
masih kurang, karena selama ini kegiatan penyuluhan tidak diikuti oleh bukti- bukti yang dapat memberikan contoh yang nyata. Hal ini menyebabkan petani
banyak yang mengabaikan arti penyuluhan tersebut. Pemanenan akar wangi sebaiknya dilakukan pada usia minimal 12 bulan,
agar mutu dan kuantitas rendemen yang dihasilkan sesuai dengan standar yang diharapkan. Pada praktiknya, masih banyak petani yang melakukan pemanenan
di bawah usia 12 bulan karena faktor desakan kebutuhan ekonomi. Selama ini yang bisa dilakukan oleh petani adalah menjual akar wanginya dengan sistem
kebun kepada para penyuling agar penyuling dapat memanen akar wangi sesuai usia ideal pemanenan.
Periode pemanenan tergantung dari cuaca. Jika pada tanah yang sama ditanami kembali dengan akar wangi, maka akar-akar tersebut hanya dapat
dipanen selama musim hujan, karena sebagian dari akar ini akan dipakai sebagai bibit. Tetapi, apabila tanah tersebut digunakan untuk tanaman pangan
maka pemanenan akar lebih baik dilakukan selama musim kering, tidak hanya karena akar dapat lebih mudah dipisahkan dari tanah, tetapi juga karena akan
lebih cepat kering Guenther, 1990. Pabrik penyulingan cenderung untuk membeli akar kering, demi menghindari masalah-masalah yang timbul, karena
lebih berat dan KA tinggi. Kuadran II merupakan area yang dihuni oleh risiko-risiko yang memiliki
tingkat frekuensi rendah sampai sedang dan memiliki dampak sedang sampai tinggi. Risiko-risiko yang ada dikuadran II cukup jarang terjadi, tetapi jika
terjadi dampaknya buruk. Risiko pada kuadran II adalah risiko karena kelalaian dalam pemeliharaan atau penyiangan. Petani sangat rajin dalam hal penyiangan
karena akan berdampak pada mutu dan kuantitas akar wangi yang akan dihasilkan.
Kuadran III merupakan area yang dihuni oleh risiko-risiko yang memiliki tingkat frekuensi sedang sampai tinggi dan memiliki dampak rendah sampai
sedang. Risiko dalam kuadran ini rutin terjadi, tetapi tidak terlalu menganggu pencapaian tujuan. Dalam hasil pemetaan tidak ada yang masuk dalam kategori
kuadran tiga. Risiko-risiko yang dianalisis didasarkan pada survei kepada responden saat penelitian berlangsung. Risiko-risiko yang ada bersifat dinamis,
sehingga dapat berubah bila ada perubahan kondisi eksternal maupun internal secara nyata.
Kuadran IV dihuni oleh risiko-risiko yang memiliki tingkat frekuensi yang rendah sampai sedang dan memiliki tingkat dampak yang rendah sampai
sedang. Risiko pada kuadran ini adalah risiko karena kelalaian pemberian pupuk, petani kurang terampil dalam memelihara akar wangi, petani kurang
memahami cara penanaman yang baik, kekurangan pasokan bibit tanaman, kekurangan pupuk, mutu bibit yang buruk dan kekurangan peralatan dalam
budidaya.
Petani jarang melakukan kelalaian dalam pemberian pupuk, karena akan mengurangi rendemen minyak akar wangi yang dihasilkan. Menanam akar
wangi tidak sulit, sehingga petani mudah dalam menanamnya dan tidak perlu keterampilan khusus. Penanaman akar wangi telah dilakukan secara turun
temurun oleh masyarakat Garut sehingga petani umumnya tahu cara bertani akar wangi. Kekurangan pupuk dalam penanaman akar wangi jarang ditemukan
karena pemupukan akar wangi tidak sulit dan dapat menggunakan pupuk organik atau non organik kecuali pupuk Urea. Mutu bibit yang buruk tidak akan
terjadi jika berasal dari tanaman yang ditanam sebelumnya. Petani biasanya tidak pernah membeli bibit, jika ingin melakukan penanaman selanjutnya,
karena penanaman kembali akar wangi berasal dari bonggolnya. Petani hanya membeli bibit di awal atau untuk memperluas kebunnya. Sedangkan untuk
peralatan dalam budidaya akar wangi tidak menggunakan alat yang sulit, hanya menggunakan peralatan tani pada umumnya, sehingga masalah kekurangan
peralatan budidaya jarang terjadi. Risiko-risiko yang ada di kuadran IV dapat diabaikan, karena jarang terjadi dan dampaknya juga tidak terlalu berpengaruh
pada tanaman akar wangi.
4.2.3 Penilaian Risiko Operasional Budidaya Akar Wangi