2002225EC tentang “Standar Mutu Produk Kekerangan” European Commission 2002. Pada tahun 2003, Indonesia sebagai negara eksportir
kekerangan melakukan beberapa perubahan kebijakan terkait dengan program sanitasi kekerangan. Salah satu kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan no. 17MEN-KP2004 tentang “Sanitasi Kekerangan”, dengan harapan akan memberikan hasil yang terbaik bagi kegiatan
ekspor produk kerang Mutaqin et al. 2004. Dalam Kepmen tersebut pada BAB V dicantumkan persyaratan standar mutu produk kekerangan yang telah
mengacu kepada persyaratan perdagangan internasional DKP 2004, antara lain :
Memenuhi karakteristik secara visual yang berhubungan dengan kesegaran dan kelangsungan hidup, termasuk cangkang bersih dari kotoran, memberikan reaksi
terhadap ketukan dan mengandung cairan intravalvular yang normal.
Kandungan faecal coliform kurang dari 300 atau E. coli kurang dari 230100 g daging kerang berdasarkan 5 seri tabung pengenceran pada uji MPN.
Tidak boleh mengandung Salmonella dalam 25 g daging kerang.
Kandungan total PSP saxitoxin dalam daging kerang tidak boleh lebih 80
µg100 g daging kerang dengan menggunakan metode uji bioassay.
Metode uji bioassay untuk DSP okadoic acid harus negatif.
Kandungan ASP domoic acid dalam daging kerang tidak boleh lebih dari 20 µgg daging kerang dengan menggunakan metode HPLC.
Kandungan merkuri Hg tidak lebih dari 0,5 mgkg berat bersih.
Kandungan timbal Pb maksimum 1,5 mgkg berat bersih.
Kandungan kadmium Cd maksimum 1,0 mgkg berat bersih.
2.3.1 Shellfish Toxin
Shellfish toxin atau disebut biotoxin adalah racun yang terdapat pada
produk kekerangan, akibat kerang tersebut memakan fitoplankton beracun Sato 2006. Casarett dan Doull’s 1986 melaporkan bahwa paling tidak terdapat
80 spesies fitoplankton yang diketahui toksik terhadap manusia melalui perantara organisme laut seperti ikan, kerang, kepiting dan rumput laut. Menurut European
Commission 2002 terdapat tiga jenis shellfish toxin yang dipersyaratkan Uni Eropa untuk dilakukan deteksi pada setiap produk kekerangan yang akan
dikonsumsi, yaitu PSP paralytic shellfish poisoning, DSP diarrheic shellfish poisoning
dan ASP amnesic shellfish poisoning. Bhakuni dan Rawat 2005 mengatakan bahwa PSP dihasilkan oleh
fitoplankton mikroalga Dinoflagellata yang umumnya beracun, bakteri jenis Vibrio
spp. dan juga blue-green algae yang ditemukan di perairan tawar. Menurut Praseno 1996, spesies Dinoflagellata yang dapat mengeluarkan racun PSP
antara lain Pyrodinium bahamense var. compressum, beberapa spesies dari genus Alexandrium
spesies : catenella, tamiyavanchii, tamarense dan Gymodinium catenatum
. Menurut Sato 2006 komponen racun yang ada pada Pyrodinium bahamense var. compressum
adalah GTX5, GTX6, neoSTX dan STX; A. catenella
adalah GTX3 dan C2; A. tamiyavanchii adalah : GTX5, GTX4, GTX3 dan C2; A. tamarense adalah GTX4 dan C2; Gymodinium catenatum
adalah : GTX5, GTX, C2, GTX3, neoSTX dan STX. Menurut Martin et al. 2000, toksin DSP dihasilkan oleh fitoplankton beracun spesies Dinophysis fortii,
D. acuminata, D. acuta, D. norvegica, D. mitra, D. rotundata, D. tripos dan
Prorocentrum lima . Sedangkan toksin ASP dihasilkan oleh Diatom spesies
Pseudonitzschia pungen multiseries dan P. Australis.
Berikut ini digambarkan contoh metabolisme toksin misalnya toksin PSP dalam tubuh kerang. PSP yang masuk ke dalam tubuh kerang tidak berpengaruh
terhadap organisme tersebut dan akan menyebabkan keracunan serius bagi manusia yang mengkonsumsinya Praseno 1996. Akan tetapi, saat ini telah
diketahui adanya bukti terbaru bahwa kerang yang mengakumulasi fitoplankton beracun A. tamarense mengakibatkan aktivitas kerang menurun, seperti turunnya
aktivitas pembukaan cangkang, konsumsi oksigen, aktivitas penyaringan makanan dan jumlah produksi byssus, namun belum ditemukan adanya kematian kerang
seperti kasus keracunan pada manusia Martin et al. 2000. Semua kerang mengakumulasi dan mengeliminasi PSP. Proses fisiologi
dalam mengakumulasi dan mengeliminasi PSP untuk masing-masing jenis kerang berbeda-beda. Jenis mussel menjadi sangat beracun selama beberapa hari pada
saat terjadi red tide akan tetapi racun tersebut segera hilang dengan secepatnya. Sebagai contoh, mussel Mytilus edulis dan Modiolus modiolus tingkat racunnya
menjadi sangat tinggi lebih dari 8000 µg100 g contoh dalam 2 hari, pada hari
berikutnya racun berangsur-angsur menurun Martin et al. 2000. Lebih lanjut dikatakan, soft clam Mya arenaria dan oyster Crassostrea virginica
memerlukan waktu lebih lama untuk mengakumulasi PSP dan secara umum kandungan racunnya lebih rendah dari mussel. Mya arenaria menjadi beracun
rata-rata satu minggu setelah mussel dan juga memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengeliminasi racun. Sedangkan pengalaman di lapangan, ditampilkan data
bahwa oyster dalam mengakumulasi A. tamarense mengandung PSP sangat sedikit yakni rata-rata dua minggu setelah mussel. Kemudian racun dari oyster
dapat dihilangkan didepurasi rata-rata 2 hingga 4 minggu.
2.3.2 Logam Berat