Analisis biokimia serum darah Histopatologi organ hati dan ginjal

3.5.2.3 Parameter Pengujian Toksisitas Sub-kronis

Parameter pengujian toksisitas sub-kronis pada saat pemeliharaan tikus percobaan meliputi pengamatan gejala klinis tikus, penimbangan berat badan dan jumlah konsumsi pakan. Saat panen di hari ke-91, dilakukan pengambilan darah tikus dan nekropsi. Adapun uraian selengkapnya sebagai berikut :

a. Pengamatan gejala klinis tikus percobaan

Pada saat pemeliharaan, setiap tikus dari semua perlakukan diamati tingkah laku, kondisi mata dan bulu serta bentuk feses setiap hari hingga selesai dalam waktu 90 hari. Untuk memudahkan pengamatan, satu kandang terdiri dari dua ekor tikus saja yang dibedakan dengan kode tertentu pada ekornya.

b. Penimbangan berat badan tikus dan nilai FCR

Berat badan setiap ekor tikus dan jumlah konsumsi pakan dicatat ke dalam log book setiap hari hingga selesai pada hari ke-90. Jumlah konsumsi pakan diperoleh dengan cara menimbang pakan yang diberikan kepada tikus percobaan dikurangi dengan sisa pakan yang ada. Pada penelitian ini nilai FCR food conversion ratios dihitung setiap minggu. Nilai FCR diperoleh dari total konsumsi pakan setiap minggu dibagi dengan pertambahan berat badan tikus setiap minggu pemeliharaan. Konsumsi Pakan g per minggu FCR = Penambahan Berat Badan g per minggu

c. Analisis biokimia serum darah

Sebelum dilakukan pengambilan darah, tikus terlebih dahulu dibius menggunakan eter dosis tinggi dalam anaerobic jar. Setelah pingsan tikus diambil darahnya dari bagian atrium jantung dengan menggunakan spuit 5 ml. Paramater analisis biokimia serum darah yang diamati adalah SGPT, SGOT, BUN dan kreatinin. Setiap parameter dipipet sebanyak 20 µl contoh serum, kemudian ditambahkan campuran reagen 1 buffer dan reagen 2 starter dengan jenis reagen yang berbeda-beda untuk setiap parameter. Pencampuran antara contoh dan reagen serta pembacaan dilakukan secara automatis oleh Auto-analyzer Cobas Mira Instrument. Analisis ini menggunakan metode test kit Biocon Diagnostic secara kuantitatif.

d. Histopatologi organ hati dan ginjal

Setelah pengambilan darah selesai, kemudian tikus dibius kembali dengan eter dosis tinggi untuk beberapa saat hingga tikus mati. Organ hati dan ginjal diambil dengan cara nekropsi setelah tikus mati. Selanjutnya pembuatan preparat histopatologi kedua organ tersebut secara berurutan difiksasi di dalam larutan buffer netral formalin, trimming, dehidrasi, infiltrasi dengan parafin, diiris dengan mikrotom dan diwarnai dengan hematosilin-eosin HE. Perubahan hati yang diamati meliputi kejadian degenerasi dan nekrosis dari sel hati di sekitar vena porta dan vena sentralis. Perubahan ginjal yang diamati meliputi kejadian degenerasi dan nekrosis dari sel epitel tubulus ginjal di sekitar glomelurus tubulus proksimal. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop cahaya pembesaran 40x dengan bantuan video mikrometer, luas lapang pandang sebesar 176 µm 2 . Pemeriksaan histopatologi organ hati dan ginjal dilakukan dengan menghitung jumlah sel normal serta sel yang mengalami kerusakan degenerasi dan nekrosis. Pemeriksaan pada masing-masing organ dilakukan sebanyak 20 lapang pandang untuk setiap sampel dengan 3 ulangan yang ada untuk masing-masing perlakuan kontrol, dosis rendah D0.04, dosis sedang D0.4 dan dosis tinggi D4. Penghitungan dilakukan pada setiap lapang pandang diperoleh sebanyak ± 100 sel sehingga setiap ulangan diperoleh ± 2000 sel. Hasil penghitungan kerusakan sel kedua organ dapat dilihat pada Tabel 9, Tabel 10 dan Lampiran 4, dihitung dengan rumus : Rumus Penghitungan : Σ KS P = x 100 Σ TS Keterangan : P = persentase sel normal atau sel degenerasi atau sel nekrosis Σ KS = jumlah total sel normal atau sel degenerasi atau sel nekrosis dalam 20 lapang pandang Σ TS = jumlah total sel dalam 20 lapang pandang, ± 2000 sel 20 lapang pandang dikalikan ± 100 sel per setiap lapang pandang

3.6 Pengolahan Data