Histopatologi Hati Histopatologi Organ Hati dan Ginjal

Hasil berbeda nyata kadar BUN dan kreatinin yang terjadi pada perlakuan dosis sedang D0.4 menunjukkan kadar yang lebih rendah dari kontrol dan kedua perlakuan lainnya D0.04 dan D4. Karena kadarnya jauh lebih rendah maka dapat dikatakan bahwa perlakuan dosis sedang D0.4 tidak menunjukkan adanya sifat toksik terhadap organ ginjal. Dari hasil analisis kadar BUN dan kreatinin dalam serum darah, diyakini bahwa pemberian kerang mas ngur tidak bersifat toksik untuk organ ginjal meskipun diberikan pada dosis tinggi D4, bahkan terdapat kecenderungan mampu meregenerasi sel-sel ginjal yang rusak secara alamiah atau sebab lain.

4.2.4 Histopatologi Organ Hati dan Ginjal

Bagian penting dari pengujian toksisitas sub-kronis adalah histopatologi organ hati dan ginjal. Hasil dan pembahasan histopatologi dari kedua organ tersebut dilaporkan sebagai berikut :

4.2.4.1 Histopatologi Hati

Lu 2006 melaporkan bahwa hati merupakan organ terbesar dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam fisiologi tubuh yaitu fungsi metabolisme dan detoksifikasi. Hati sering menjadi organ sasaran karena sebagian besar toksikan memasuki tubuh melalui sistem digesti, setelah diserap kemudian toksikan dibawa oleh vena porta ke hati. Casarett dan Doull’s 1986 melaporkan bahwa pemaparan pajanan oleh berbagai bahan toksik akan mempertinggi kerusakan hati. Hati potensial mengalami kerusakan karena merupakan organ pertama setelah saluran pencernaan yang terpapar oleh bahan-bahan yang bersifat toksik. Proses metabolisme oleh hati akan mendetoksifikasi bahan-bahan tersebut menjadi bahan larut air sehingga lebih mudah diekskresikan. Lesio organ hati melalui pemeriksaan patologi anatomis tidak menunjukkan adanya perubahan makroskopis pada kontrol dan ketiga perlakuan. Sedangkan hasil pemeriksaan histopatologi organ hati tikus percobaan secara mikroskopis dengan menghitung persentase jumlah sel normal, degenerasi dan nekrosis disajikan pada Gambar 6 dan Tabel 9. Pengamatan secara mikroskopis pada gambar 6 terlihat kondisi sel normal dan sel yang mengalami kerusakan degenerasi hidropis dan nekrosis pada organ hati tikus percobaan. 2 µm Gambar 6 Kerusakan sel degenerasi dan nekrosis organ hati pada perlakuan dosis tinggi D4, pewarnaan HE Keterangan : A = Vena Sentralis = Normal ; = Nekrosis ; = Degenerasi Spector dan Spector 1993 mengatakan bahwa degenerasi sel merupakan perubahan ukuran sel, hilangnya strukur dan berubahnya fungsi sel yang bersifat progresif, akan tetapi tidak berhubungan dengan neoplasia ataupun radang. Adanya gangguan metabolisme dalam sel merupakan penyebab utama dari degenerasi. Sedangkan Cheville 2006 melaporkan bahwa degenerasi sel dalam bentuk hidropis ditunjukkan dengan adanya akumulasi cairan pada sitoplasma sel sehingga tampak membentuk vakuola. Kadang-kadang vakuola kecil bersatu membentuk vakuola yang lebih besar sehingga inti sel terdesak ke tepi. Secara mikroskopis terlihat bahwa sel mengandung ruang-ruang jernih yang mengelilingi A inti. Menurut Kelly 1993, degenerasi hidropis adalah perubahan yang bersifat reversible . Apabila pajanan bahan toksik dihentikan, sel yang mengalami kerusakan akan kembali normal, sedangkan jika terus berlanjut akan menyebabkan nekrosis sel. Bentuk kerusakan sel hati lainya pada Gambar 6 adalah nekrosis. Cheville 2006 melaporkan bahwa nekrosis adalah terjadinya kematian sel dan jaringan pada hewan hidup. Sudiono et al. 2003 melaporkan bahwa kematian yang umum terjadi setelah sel terpapar stimulus eksogen seperti rangsangan kimia ialah terjadinya pembengkakan sel. Selanjutnya sel pecah, terjadi denaturasi, koagulasi sel sitoplasma dan hancurnya organel sel. Menurut Kelly 1993, nekrosis merupakan kelanjutan dari degenerasi dan bersifat irreversible, sehingga hepatosit tidak dapat kembali ke bentuk normal. Pada penelitian ini tidak digunakan perlakuan kontrol negatif, yakni melakukan penambahan zat perusak sel hati seperti parasetamol, logam berat, pestisida dan lainnya. Akan tetapi, tetap saja terjadi kerusakan sel hati pada kontrol dan ketiga perlakuan D0.04, D0.4 dan D4. Hal ini disebabkan antara lain oleh sifat alamiah sel dimana setiap sel akan mempunyai umur dengan batas waktu tertentu, apabila habis masa umur sel maka sel secara alamiah akan mengalami kerusakan degenerasi yang kemudian dilanjutkan dengan nekrosis yang bersifat permanen. Selain itu, karena tikus yang digunakan bukan tikus SPF spesific pathogen free sehingga wajar jika ditemukan perubahan sel yang bersifat tidak spesifik. Apabila secara statistik tidak ditemukan perbedaan yang nyata p0.05 antar kelompok perlakuan lihat Lampiran 5 sd Lampiran 9 maka kerusakan tersebut dianggap terjadi karena gangguan metabolisme yang tidak spesifik. Pada Tabel 9 dilaporkan bahwa persentase sel normal perlakuan kontrol adalah 59,43±4,98 kemudian berurutan pada perlakuan dosis rendah D0.04 dan dosis sedang D0.4 naik menjadi 60,44±1,87 dan 61,49±8,06; akan tetapi pada dosis tinggi D4 persentase sel normal turun kembali menjadi 47,11±3,47. Sedangkan pola yang tergambar pada kerusakan sel hati merupakan kebalikan dari persentase sel normal yaitu tertinggi terjadi pada dosis tinggi D4, degenerasi sel sebesar 35,44±6,12 dan nekrosis sebesar 17,44±2,84. Kerusakan sel pada dosis tersebut melebihi persentase kerusakan sel degenerasi dan nekrosis pada perlakuan kontrol sebesar 30,14±6,29 dan 10,43±1,65. Sedangkan pada perlakuan dosis rendah D0.04 dan dosis sedang D0.4 tingkat kerusakan sel relatif lebih rendah dari perlakuan kontrol yakni berurutan sebesar 31,91±3,09; 7,64±2,20 dan sebesar 30,25±7,30; 8,26±1,46. Dari hasil pemeriksaan yang ada, diduga pemberian kerang mas ngur dosis tinggi D4 akan bersifat toksik sehingga berakibat merusak sel hati, sedangkan pada dosis rendah D0.04 dan dosis sedang D0.4 tidak bersifat toksik pada organ hati, bahkan cenderung mampu bertindak sebagai suporter dalam memperbaiki kerusakan hati. Tabel 9 Histopatologi organ hati tikus percobaan Perlakuan No Kondisi Sel Hati Normal Degenerasi Nekrosis Kontrol 1 53,93 36,59 9,48 2 63,64 24,03 12,34 3 60,74 29,79 9,47 Rata-rata±SD 59,43±4,98 aa 30,14±6,29 ab 10,43±1,65 ac D0.04 1 59,61 30,57 9,82 2 62,58 29,73 7,69 3 59,14 35,44 5,42 Rata-rata±SD 60,44±1,87 aa 31,91±3,09 ab 7,64±2,20 ac D0.4 1 62,07 28,37 9,56 2 69,25 24,07 6,68 3 53,15 38,30 8,55 Rata-rata±SD 61,49±8,06 aa 30,25±7,30 ab 8,26±1,46 ac D4 1 46,04 35,71 18,24 2 44,30 41,40 14,29 3 50,99 29,21 19,80 Rata-rata±SD 47,11±3,47 aa 35,44±6,12 ab 17,44±2,84 ac Keterangan : aa, ab dan ac : tidak berbeda nyata p0.05 Pemberian kerang mas ngur dosis tinggi D4 cenderung bersifat toksik pada organ hati karena persentase kerusakan sel hati terbesar dan melebihi kontrol. Hal ini didukung dari hasil analisis kadar SGPT dan SGOT yakni pada dosis tersebut kedua enzim menunjukkan aktivitas paling tinggi dan melebihi kontrol. Diduga, sumber toksik yang merusak sel hati disebabkan oleh senyawa aktif saponin yang dimiliki kerang mas ngur lihat Tabel 2. Harborne 1987 melaporkan bahwa saponin terbagi menjadi dua kelompok yaitu triterpenoid dan steroid. Menurut Robinson 1995, kedua senyawa tersebut merupakan glikosida alam, dimana terdapat ikatan kompleks antara gula dengan aglikon sapogenin. Saat terjadi hidrolisis baik oleh asam, basa, enzim maupun fisik menyebabkan glikosida saponin akan terurai menjadi gula dan sapogenin sebagai aglikon, sifat racunnya disebabkan oleh aglikon tersebut. Menurut Hoffmann et al. 2001, saponin juga telah diketahui memiliki aktivitas dalam memacu apoptosis, tetapi belum diketahui letak titik tangkapnya. Robinson 1995 melaporkan bahwa saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan dapat menimbulkan busa jika dikocok dalam air. Pada konsentrasi yang rendah saponin sering menyebabkan hemolisis sel darah merah dan sangat beracun untuk hewan berdarah dingin seperti ikan, sehingga saponin digunakan sebagai racun ikan selama beratus-ratus tahun. Pemberian kerang mas ngur pada dosis tinggi D4 secara automatis akan diikuti jumlah saponin menjadi tinggi pula. Batubara 2004 melaporkan bahwa kadar saponin dalam jumlah tinggi lebih dari 200 ppm akan bersifat toksik. Sedangkan Abadi 2005 melaporkan bahwa pemberian saponin 75 ppm selama 21 hari dan pemberian saponin 150 ppm selama 18 hari pada ayam broiler sudah menyebabkan kondisi patologi pada organ hati dengan munculnya degenerasi- nekrosis dari sel hepatosit lebih besar dari perlakuan kontrol yang diberikan. Pemberian kerang mas ngur pada dosis tinggi D4 akan membuat hati tikus bekerja lebih berat dengan cara menginduksi enzim sitokrom P-450 secara berlebihan untuk melakukan detoksifikasi terhadap saponin sapogenin agar tidak bersifat toksik. Menurut Favreau et al. 1986, jumlah dari sitokrom P-450 di dalam tubuh ditentukan oleh beberapa faktor yakni umur, jenis kelamin dan pajanan terhadap bahan-bahan kimia. Sedangkan Lu 2006 melaporkan lesio hati yang bersifat sentrolobuler kerusakan sel disekitar vena sentralis berkaitan dengan kadar enzim sitokrom P-450 yang terlalu tinggi. Sedangkan Wenas 1996 melaporkan bahwa tingginya enzim sitokrom P-450 dapat berperan sebagai antigen yang menginduksi sistem imunologi sehingga menyebabkan kerusakan pada sel-sel hati. Pemberian kerang mas ngur dosis rendah D0.04 ataupun sedang D0.4 tidak berakibat toksik pada organ hati, ditunjukkan dengan persentase kerusakan sel hati yang lebih rendah dari kontrol. Hal ini sesuai dengan hasil analisis kadar SGPT dan SGOT pada dosis tersebut yang lebih rendah dari kontrol. Kemungkinan lain ialah pemberian kerang mas ngur pada kedua dosis tersebut berfungsi sebagai suporter untuk memperbaiki kerusakan hati dalam bentuk meregenerasi sel dan membantu proses detoksifikasi organ hati. Regenerasi sel hati dapat dilakukan oleh saponin pada kadar rendah, dosis rendah D0.04 dan dosis sedang D0.4. Regenerasi sel dilakukan dalam bentuk membangun sel atau jaringan baru atau mampu membantu mengembalikan sel-sel hati yang mengalami kerusakan degenerasi kerusakan ringan akibat penuaan atau sebab lain menjadi sel normal kembali sehingga mengurangi kejadian kematian sel. Sulistiyani et al. 2004 mengatakan bahwa sel yang mengalami degenerasi ringan mampu mengalami reversible atau dapat balik kembali menjadi sel normal. Batubara 2004 melaporkan bahwa saponin pada konsentrasi rendah maksimum 200 ppm mampu berfungsi sebagai hepatoprotektor yakni memperbaiki sel hati yang rusak, sedangkan pada konsentrasi yang lebih tinggi bersifat kebalikannya. Francis et al. 2002, saponin bersifat anti oksidan, anti karsinogenik, imunostimulan, hipokolesterolemik, anti viral, anti fungal dan anti protozoa, yang juga berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan, konsumsi pakan dan reproduksi pada hewan. Kemampuan meregenerasi sel hati juga dilakukan oleh kandungan protein tinggi dan karbohidrat tinggi yang dimiliki kerang mas ngur lihat Tabel 3. Williams 1995; Primadhani 2006 mengatakan bahwa untuk memperbaiki faal hati tanpa memberikan beban pada hati, maka pasien penyakit hati harus mengkonsumsi protein tinggi dan karbohidrat tinggi serta lemak rendah . Peranan utama protein dan asam-asam amino ialah memperbaiki kerusakan sel dan membentuk jaringan tubuh. Selain itu, Williams 1995 melaporkan bahwa protein mampu mencegah kerusakan akibat infiltrasi lemak dalam jaringan hati. Asam-asam amino yang dimiliki kerang mas ngur kemungkinan dapat membantu meregenerasi kerusakan sel hati yang disebabkan oleh sifat alamiah sel atau sebab lainnya dan membantu fungsi hati. Adapun asam-asam amino spesifik yang dimaksud antara lain jumlah asam amino non esensial AANE 59,54 lebih besar dari asam amino esensial AAE yaitu 40,46, komposisi tersebut baik bagi penderita penyakit kuning. Almatsier 2002 melaporkan bahwa di dalam tubuh pasien penyakit kuning membutuhkan AANE karena tubuh penderita tidak mampu mensintesis AANE. Kandungan asam glutamat dan sistein berurutan sebesar 12,08 dan 0,84, dimana kandungan kedua asam amino tersebut lebih tinggi daripada asam amino sejenis pada tepung ikan. IGIS International Glutamate Information Services melaporkan bahwa asam glutamat dari makanan diperlukan bersama dengan sistein dan glisin untuk memproduksi glutation, yaitu sejenis molekul anti oksidan yang memainkan peranan penting dalam daya tahan tubuh, perbaikan kerusakan sel dan jaringan tubuh. Sistein berperan dalam perlindungan hati dari kerusakan keracunan, alkohol dan bahan-bahan lain yang dapat membahayakan tubuh. Selain itu, asam-asam amino rantai panjang seperti leusin dan isoleusin ditemukan juga dalam jumlah tinggi berurutan yaitu sebesar 4,01 dan 4,82 melebihi asam amino sejenis pada tepung ikan. Asam-asam amino berantai panjang seperti valin, leusin dan isoleusin memiliki peranan besar dalam meningkatkan fungsi hati dan detoksifikasi Anonim 2008. Selain kandungan protein yang tinggi, karbohidrat tinggi yang dimiliki kerang mas ngur akan berperan penting bagi pasien penyaki hati. Fungsi utama karbohidrat ialah menyediakan energi bagi tubuh sehingga tubuh tidak memanfaatkan sumber lain seperti protein sebagai sumber energi. Menurut Williams 1995, karbohidrat yang tinggi akan meningkatkan penyediaan glukosa untuk melindungi simpanan glikogen di hati dan membantu menyediakan energi termasuk metabolisme hati serta mencegah pemecahan protein untuk energi. Santoso 2008 melaporkan bahwa terdapat beberapa alasan perlunya mengkonsumsi karbohidrat tinggi untuk mempertahanan peranan protein pada fungsi aslinya dalam membangun jaringan sel, yaitu 1 Karbohidrat dibutuhkan sebagai sumber energi utama pada waktu melakukan aktivitas dengan intensitas tinggi. 2 Pencernaan karbohidrat dan penyerapannya lebih cepat daripada protein atau lemak, karena karbohidrat menyediakan energi lebih cepat dan mengurangi rasa penuh di perut setelah makan. 3 Karbohidrat akan memenuhi kebutuhan glikogen otot dan glikogen hati setelah semalam tubuh tidak menerima asupan apapun, karena berfungsi sebagai cadangan energi. 4 Makanan tinggi protein meningkatkan resting metabolism, yaitu metabolisme ketika tidak melakukan aktivitas lebih sehingga energi akan dibutuhkan lebih banyak untuk mencerna dan menyerap protein. Kondisi seperti ini bisa mengurangi performa tubuh ketika melakukan aktivitas yang berat. 5 Proses penggunaan protein sebagai energi akan menyebabkan dehidrasi tubuh karena sisa proses perubahan protein menjadi tenaga membutuhkan air untuk dikeluarkan bersama dengan urin. Poedjiadi dan Supriyanti 2006 mengatakan bahwa karbohidrat hewan digolongkan ke dalam polisakarida kompleks dan glikogen adalah polisakarida utamanya. Glikogen merupakan pati hewani yang terdapat pada hewan, manusia dan ikan yang tersimpan di otot dan hati. Fungsi utamanya adalah sebagai penyimpan energi cadangan bagi sel hewan. Glikogen adalah polimer dengan monomer penyusunnya adalah glukosa. Fungsi senyawa ini dapat dianalogikan dengan pati. Secara struktural, glikogen serupa dengan salah satu penyusun pati, amilopektin, namun lebih rapat percabangannya. Apabila pada amilopektin percabangan terjadi setiap 24 hingga 30 satuan glukosa, pada glikogen percabangan terjadi setiap 8 hingga 12 satuan. Winston dan Winston 1987, telah mendeteksi glikogen beberapa kelompok hewan laut yang ada pada hati dan otot berurutan Teleastomi ikan bertulang sebesar 0-0,65 dan 0-0,29; Elasmobranchii ikan tulang rawan sebesar 0-0,21 dan 0-0,19; Krustacea sebesar 0,05-1,39 dan trace-0,36 serta Moluska kerang sebesar 0,31-1,56 dan 0,77-2,67. Dari hasil ini dilaporkan bahwa kelompok kerang dimana kerang mas ngur masuk di dalamnya termasuk jenis hewan laut yang mempunyai kandungan glikogen tertinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya. Sehingga kerang mas ngur sangat baik untuk dikonsumsi guna melindungi hati bagi pasien penyakit hati, karena mampu menyediakan cadangan energi yang tinggi. Pemberian kerang mas ngur juga dapat membantu proses detoksifikasi organ hati. Yang et al. 2003 melaporkan bahwa kerang mas ngur mengandung enzim GST glutation s-transferase dengan berat molekul 24 KDa dan 48 KDa. Pemberian kerang mas ngur pada tikus percobaan menyebabkan bahan uji tersebut mampu membantu memperingan kerja hati dalam melakukan detoksifikasi bahan beracun seperti toksin ataupun pajanan bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh tikus. Lebih spesifik, Casarett dan Doull’s 1986 mengatakan bahwa asam glutamat, sistein dan glisin [catatan : kerang mas ngur lebih tinggi dari tepung ikan] adalah kelompok asam amino yang bergabung membentuk ikatan tripeptida, dikenal dengan istilah enzim GST. Enzim tersebut merupakan salah satu enzim yang berfungsi dalam detoksifikasi racun di organ hati, berkonjugasi dengan metabolitnya dan merubahnya menjadi molekul larut air lalu disekresikan melalui urin. Dari beberapa alasan yang telah dikemukakan sehingga dapat dilaporkan bahwa pemberian kerang mas ngur pada dosis tertentu 0,04 gkg BBhari atau 0,4 gkg BBhari dapat digunakan sebagai obat penyakit hati. Hal ini didasarkan pula pada pengalaman tradisional masyarakat Kei, Maluku Tenggara yang telah memanfaatkan kerang mas ngur sebagai obat bagi penderita penyakit kuning dan terbukti khasiatnya. Pengobatan dilakukan dengan cara daging kerang beserta cangkangnya direbus menggunakan air secukupnya dalam waktu beberapa menit ± 15 menit hingga masak. Kemudian dimakan daging kerang mas ngur tersebut dan diminum pula air rebusannya hingga penderita penyakit hati sembuh. Senyawa aktif lain yang dimiliki kerang mas ngur ialah alkaloid. Diduga, senyawa tersebut tidak menyebabkan toksik pada organ hati dan ginjal tikus percobaan. Hal ini karena senyawa alkaloid kerang mas ngur kemungkinan termasuk jenis indol alkaloid. Waranmaselembun 2007 melaporkan bahwa hasil isolat alkaloid kerang mas ngur berbentuk pasta dan berwarna coklat tua. Harborne 1987; Robinson 1995 mengatakan bahwa ekstrak alkaloid yang berbentuk padat dan berwarna mengindikasikan senyawa tersebut mengandung atom -O- dan bersifat aromatis serta merupakan senyawa kompleks. Sifat-sifat fisik ini banyak dijumpai pada jenis indol alkaloid. Selanjutnya, Harborne 1987 mengatakan bahwa senyawa kompleks indol alkaloid banyak ditemukan pada kelompok hewan. Bhakuni dan Rawat 2005 mengatakan bahwa beberapa alkaloid yang ditemukan pada organisme laut antara lain jenis indol alkaloid, piridoakridin alkaloid, pirroloakridin alkaloid, isoquinolin alkaloid dan misellaneous alkaloid. Jenis indol alkaloid organisme laut umumnya tidak menunjukkan sifat toksik. Sedangkan jenis piridoakridin alkaloid, pirroloakridin alkaloid dan isoquinolin alkaloid telah ditemukan bersifat toksik pada dosis rendah. Steroid adalah jenis senyawa aktif lain yang dimiliki kerang mas ngur. Diduga, steroid juga bukan merupakan senyawa yang bersifat toksik. Senyawa tersebut berperan dalam regulasi tubuh karena dibutuhkan oleh tubuh untuk fungsi pertumbuhan dan reproduksi. Menurut Linder 2006, beberapa jenis steroid seperti hormon steroid, vitamin D 3 kolekalsiferol dan kolesterol meskipun jumlahnya sangat sedikit akan tetapi peranannya sangat penting dalam proses pertumbuhan dan reproduksi. Robinson 1995 melaporkan bahwa steroid dibagi menjadi beberapa jenis antara lain : sterol kolesterol pada hewan, fitosterol pada tumbuhan; asam-asam empedu; saponin sapogenin; vitamin D 3 ; hormon steroid testosteron, estrogen dan progesteron dan hormon adrenokortikoid adrenal, kortisol. Sterol merupakan salah satu jenis steroid yang kemungkinan besar terdapat di kerang mas ngur. Bhakuni dan Rawat 2005 melaporkan bahwa banyak invertebrata laut filum Coelenterata dan beberapa Moluska mengandung kolesterol jenis siklopropil sterol, gorgosterol dan 23-demethilgorgosterol. Waranmaselembun 2007 melaporkan bahwa hasil isolat steroid kerang mas ngur mengindikasikan kuat adanya kolesterol karena kristalnya tidak berwarna dan tidak berbau. Poedjiadi dan Supriyanti 2006 mengatakan bahwa kolesterol dalam konsentrasi tinggi akan dijumpai dalam bentuk kristal, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Bhakuni dan Rawat 2005 melaporkan bahwa beberapa jenis sterol seperti fukosterol telah diisolasi dari sumberdaya hayati laut dan dilaporkan tidak bersifat toksik dan mempunyai kemampuan dalam mengurangi tingkat kolestrol darah dan mempunyai aktivitas anti diabetes. Kawashima et al. 2007 melaporkan komposisi sterol kerang spesies Megangulus zyonoensis berasal dari Pantai Hokkaido Jepang terdiri atas : 24-norkolestadienal, cis-22-dehidrokolesterol, trans-22-dehidrokolesterol, kolesterol, kolestanol, brassikasterol, 24-methilenkolesterol, kampesterol, kampestanol, stigmasterol, sitosterol, sitostanol dan isofukosterol. Selain itu, Vitamin D 3 adalah jenis steroid lain yang kemungkinan besar ditemukan pada steroid kerang mas ngur. Linder 2006 melaporkan bahwa produksi vitamin D diluar kemampuan sintesis oleh tubuh banyak disuplai dari lemak produk hasik perikanan dan telur. Deluca 1980 mengatakan bahwa kekurangan vitamin D dapat disebabkan oleh tidak cukupnya produksi vitamin dan tidak adanya suplai makanan mengandung vitamin D atau kesalahan penyerapan lemak. Pengobatan dengan memberikan vitamin D yang aktif disertai fosfat peroral dapat menyembuhkan penyaki tersebut. Melihat kondisi tersebut, maka memberikan kerang mas ngur merupakan alternatif yang bisa dilakukan sebagai terapi pengobatan. Linder 2006 melaporkan bahwa vitamin D 3 dibuat dalam kulit dari 7-dehidrokholesterol dengan proses non enzimatis, berkataliskan energi cahaya ultra violet UV yang membutuhkan pravitamin. Kemudian diaktifkan dengan panas dan secara perlahan-lahan mendapat reorganisasi menjadi D 3 dan dibebaskan dalam bentuk vitamin D binding protein dalam plasma untuk distribusi dan penyimpanan. Saponin adalah jenis steroid yang sudah dipastikan terdapat pada kerang mas ngur. Hal ini telah dibuktikan melalui uji fitokimia yang dilakukan oleh beberapa peneliti Waranmaselembun 2007; Purbasari 2008. Seperti telah dikemukakan di atas, saponin mempunyai aktivitas biologis seperti anti karsinogenik, anti oksidan dan pada kadar rendah berperan sebagai bahan hepatoprotektor. Hormon steroid kemungkinan juga ditemukan di kerang mas ngur, meskipun jumlahnya belum tentu dominan. Di antara hormon steroid yang ada, jenis testosteron yang berperan dalam pengaturan perilaku seksual jantan merupakan jenis hormon utama dibandingkan dengan jenis hormon lainnya. Menurut Rath et al. 1996, testosteron dapat berfungsi ganda sebagai anabolik steroid dan androgenik steroid. Sifat anabolik berpengaruh pada pertumbuhan jaringan dan sel-sel seperti otot, eritrosit serta pertumbuhan tulang. Sifat androgenik berpengaruh pada pertumbuhan organ reproduksi, organ seksual sekunder dan kelenjar aksesoris kelamin. Timbul kontroversi terhadap AAS anabolik androgenik steroid ketika hormon ini digunakan bukan untuk pengobatan akan tetapi untuk tujuan lain seperti dalam olahraga. Beberapa persatuan olahraga seperti FIFA, NBA dan masyarakat Uni Eropa melarang penggunaan hormon steroid dengan batasan yang sangat ketat. Saat ini produk yang mengandung hormon steroid menjadi perhatian khusus bagi perdagangan internasional termasuk juga terhadap beberapa produk perikanan yang dikenal mengandung steroid meskipun belum tentu ditemukan kandungan hormon steroidnya lebih besar dari jenis steroid yang lain seperti sterol, vitamin D dan saponin. Akan tetapi, jika diperlukan untuk menghilangkan steroid dari kerang mas ngur tanpa harus menghilangkan senyawa-senyawa lain saponin, asam amino, karbohidrat dan lainnya yang ada maka dapat digunakan teknik hidrolisis secara enzimatis. Purbasari 2008 melaporkan bahwa senyawa saponin dan alkaloid tetap dijumpai pada produksi produk hidrolisat kerang mas ngur secara enzimatis menggunakan enzim papain. Selain itu juga masih tetap menunjukkan hasil positif terhadap uji Molish karbohidrat, Bradford protein dan Ninhidrin asam amino. Sedangkan senyawa steroid kerang mas ngur yang terdapat pada produk utuh whole meat yang telah diteliti Waranmaselembun 2007 sudah tidak dijumpai pada produk hidrolisat tersebut. Sehingga pembuatan produk hidrolisat ini merupakan salah satu teknik untuk menghilangkan kandungan steroid kerang mas ngur guna menjawab kontroversi yang ada di perdagangan internasional.

4.2.4.2 Histopatologi Ginjal