Berat Badan Tikus dan Nilai FCR

260 280 300 320 340 360 380 400 420 440 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Minggu B e ra t B a d a n g Kontrol D0.04 D0.4 D4 Kemungkinan lain terjadi diare di awal penelitian ialah akibat pengaruh bahan uji kerang mas ngur. Pada penelitian ini bahan uji tidak menyebabkan diare kecuali pada awal-awal penelitian dan kembali normal setelah 3 hari percobaan, karena tikus sudah bisa beradaptasi terhadap pemberian bahan uji. Kerang mas ngur yang mengandung saponin lihat Tabel 2 mempunyai sifat berbusa seperti sabun. Diduga pada saat sampai di saluran pencernaan tikus, senyawa tersebut mampu meningkatkan gerakan peristaltik sehingga terjadi gangguan pencernaan dengan indikator keluarnya feses dalam bentuk diare. Mengingat, salah satu peranan saponin adalah sebagai bahan anti konstipasi pencahar.

4.2.2 Berat Badan Tikus dan Nilai FCR

Penimbangan berat badan tikus percobaan dan jumlah konsumsi pakan untuk menentukan nilai FCR food conversion ratios dilakukan setiap hari per ekor tikus selama 90 hari, kemudian setiap minggu di rata-rata per kelompok perlakuan. Hasil penimbangan berat badan tikus disajikan pada Gambar 4 dan nilai FCR dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 4 Berat badan tikus percobaan Secara umum Gambar 4 menunjukkan bahwa selama 2 minggu pemeliharaan terdapat kecenderungan berat badan tikus tidak mengalami peningkatan berarti atau relatif tetap sama dengan hari ke-0, bahkan berat badan tikus perlakuan kontrol dan dosis tinggi D4 mengalami penurunan dibawah hari ke-0. Diduga, tikus percobaan pada semua perlakuan mengalami stress akibat pencekokan. Metode pencekokan dilakukan dengan memasukkan bahan uji secara paksa menggunakan sonde hingga ke lambung. Selain itu, dilaporkan adanya bukti bahwa tikus percobaan meronta-ronta dan melawan saat dicekok hingga ± 2 minggu masa pencekokan. Setelah 2 minggu dan seiring dengan berjalannya masa pemeliharaan, tikus terlihat mulai bisa beradaptasi, ditandai dengan lebih mudahnya melakukan pencekokan karena tikus percobaan tidak melakukan perlawanan, bahkan terasa seolah tikus sudah mengerti dan siap untuk dicekok. Gambaran umum lain yang dijumpai pada Gambar 4 ialah setelah minggu ke-2 dan seterusnya berat badan tikus masing-masing kelompok perlakuan mengalami kenaikan per minggu hingga minggu ke-13. Hal ini ditunjukkan dengan berat badan tikus di awal pemeliharaan hari ke-0 kurang dari 300 g, sebesar 274,03-298,23 g dan terus bertambah beratnya hingga lebih dari 400 g di saat panen hari ke-90, sebesar 409,16-437,34 g lihat Lampiran 3. Akan tetapi, gambaran ini hanya dijumpai pada perlakuan kontrol maupun dosis rendah D0.04 dan dosis sedang D0.4. Sedangkan pada perlakuan dosis tinggi D4 capaian berat badan tikus saat panen kurang dari 400 g sebesar 372,47 g dan terlihat pula pada minggu ke-6 masa pemeliharaan berat badan tikus sebesar 324,19 g dan telah mengalami penurunan berat badan dari minggu ke-5 sebesar 335,91 g. Analisis sidik ragam antar kelompok perlakuan menunjukkan hasil tidak berbeda nyata p0.05, akan tetapi cenderung ditemukan gejala klinis pada perlakuan dosis tinggi D4 yaitu terjadi penurunan berat badan pada minggu ke-6 masa pemeliharaan dan di saat panen capaian berat badan tikus paling rendah di bawah kontrol dan kedua perlakuan lainnya. Gejala klinis perubahan berat badan tikus yang tidak normal pada dosis tersebut harus menjadi satu perhatian khusus. Pendapat tersebut didukung oleh Kuroiwa et al. 2006 yang menyatakan bahwa perubahan berat badan tikus percobaan yang tidak normal merupakan tanda gejala klinis dan dapat digunakan untuk menentukan klasifikasi NOAELs The no-observed-adverse-effect levels terhadap suatu bahan uji. -10.0 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 90.0 100.0 FC R 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Minggu Kontrol D0.04 D0.4 D4 Nilai FCR hasil penelitian yang disajikan pada Gambar 5 dihitung untuk menentukan banyaknya pakan yang dapat merubah kenaikan berat badan tikus percobaan. Meskipun analisis sidik ragam antar kelompok perlakuan menunjukkan hasil tidak berbeda nyata p0.05, akan tetapi nilai FCR pada dosis tinggi D4 setelah minggu ke-6 hingga akhir percobaan cenderung memiliki nilai lebih tinggi daripada pemeliharaan minggu sebelumnya kecuali pada minggu ke-1 dan ke-2. Selain itu, setelah minggu ke-6 hingga akhir percobaan nilai FCR juga tertinggi melebihi kontrol dan kedua perlakuan lainnya. Gambar 5 Nilai FCR tikus percobaan Pada pemeliharaan tikus minggu ke-1 dan ke-2 ditunjukkan dengan nilai FCR yang tidak stabil, tinggi dan bahkan kurang dari nol negatif. Hal ini karena pada minggu tersebut tikus percobaan semua perlakuan sedang mengalami stress akibat pencekokan sehingga mempengaruhi perubahan berat badan yang tidak maksimum dan menghasilkan nilai FCR yang tinggi. Nilai FCR tinggi yang dimulai pada pemeliharaan minggu ke-6 hingga akhir percobaan merupakan gejala klinis yang harus mendapatkan perhatian khusus. Semakin tinggi nilai FCR dan nilai FCR negatif mempunyai arti yang tidak baik karena pakan yang dikonsumsi tikus percobaan tidak diubah menjadi berat badan yang maksimum. Terdapat alasan yang menyebabkan terjadinya gejala klinis pada pemberian dosis tinggi D4. Gejala klinis tersebut kemungkinan disebabkan oleh kerusakan organ pencernaan dan organ hati tikus percobaan akibat senyawa saponin yang dimiliki kerang mas ngur. Robinson 1995 melaporkan bahwa saponin dalam bentuk sapogenin yaitu saponin yang tidak berikatan dengan glikosidanya molekul gula akan bersifat toksik. Pada pemberian kerang mas ngur dosis tinggi akan diikuti dengan jumlah saponin yang tinggi pula. Diduga, saponin sebelum masuk ke vena porta dan dimetabolisme oleh organ hati terlebih dahulu terjadi pemecahan saponin di lambung menjadi sapogenin dan molekul gula. Saponin atau sapogenin seperti deterjen bersifat menurunkan tegangan permukaan cairan sehingga berakibat toksik pada organ pencernaan. Pemberian saponin dalam jumlah banyak dan secara terus-menerus akan menyebabkan kerusakan kronis organ pencernaan dan mengganggu dalam penyerapan makanan. Selain itu, gejala klinis diduga disebabkan oleh kerusakan organ hati tikus percobaan lihat Tabel 7, Tabel 9 dan pembahasannya. Menurut Lu 2006, fungsi utama hati adalah melakukan metabolisme dan detoksifikasi racun . Diduga setelah minggu ke-6, pakan yang dikonsumsi oleh tikus percobaan tidak diserap dengan baik oleh organ pencernaan dan tidak dimetabolisme secara sempurna oleh hati maka berakibat mempengaruhi perubahan berat badan tikus menjadi paling rendah dan nilai FCR tertinggi diantara kontrol dan kedua perlakuan lainnya.

4.2.3 Serum Darah Tikus Percobaan