Tikus dipelihara pada kandang yang terbuat dari wadah plastik yang berukuran p x l x t 30 x 25 x 10 cm dan tertutup kawat ram, serta disusun
berdasarkan perlakuan percobaan, kondisi suhu ruangan 25-30
o
C, tingkat kelembaban 30-70 dan pencahayaan gelap-terang setiap 12 jam. Wadah pakan
terbuat dari plastik berbentuk mangkok dan wadah minuman terbuat dari kaca berbentuk botol automatis sehingga akan keluar air minum saat ditekan oleh
mulut tikus. Penelitian pendahuluan dilakukan bersamaan saat aklimatisasi telah
berjalan di hari ke-14, dengan harapan tikus sudah dapat beradaptasi dengan kondisi pemeliharaan yang baru. Pada penelitian ini dipilih metode terbaik untuk
memberikan daging kerang mas ngur kepada tikus percobaan, yakni diberikan melalui campuran makanan atau diberikan secara cekok cavage method. Jumlah
tikus percobaan yang digunakan saat penelitian pendahuluan sebanyak 6 ekor. Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan kelompok tikus yang berbeda
dengan tikus yang akan digunakan sebagai hewan percobaan. Setelah dilakukan percobaan pendahuluan, akhirnya dipilih metode secara cekok karena
memberikan hasil lebih efektif dan akurat.
3.5.2.2 Pemeliharaan Tikus Percobaan
Pengujian toksisitas sub-kronis memilih tikus sebagai hewan percobaan, maka tikus akan dipelihara selama 90 hari ± 13 masa kehidupan dan waktu
pemeliharaan tersebut ditentukan sebagai masa percobaan Derelanko Hollinger 1995.
Pada pengujian toksisitas sub-kronis kerang mas ngur digunakan tikus putih jantan sebanyak 16 ekor yang dipelihara selama 90 hari. Setelah panen,
hanya 12 ekor tikus yang dinekropsi karena pertimbangan animal welfare. Desain penelitian pengujian toksistas sub-kronis dapat dilihat pada Gambar 3.
Bahan uji yang digunakan adalah daging kerang mas ngur kering. Tujuannya adalah menjadikan kerang mas ngur sebagai nutraceutical dengan
memanfaatkan seluruh daging kerang whole meat. Selain senyawa aktifnya, kandungan nutrisi yang tinggi antara lain protein tinggi, karbohidrat tinggi dan
asam-asam amino yang lengkap tetap dapat dimanfaatkan.
Percobaan selama 90 hari
Gambar 3 Desain penelitian pengujian toksisitas sub-kronis Desain penelitian terdiri dari 4 taraf dosis yakni kontrol, dosis rendah,
sedang dan tinggi. Masing-masing kelompok terdiri dari 4 ekor tikus. Penentuan dosis didasarkan pada pemakaian kerang mas ngur secara tradisional oleh
masyarakat Kei, Maluku Tenggara sebagai obat penyakit kuning, yakni sebesar 100 g daging basah kerang mas ngur50 kg BB. Berdasarkan asumsi kadar air
produk kekerangan basah sebesar ± 80, dalam bentuk daging kering menjadi 20 g50 kg BB atau 0,4 gkg BB. Menurut Derelanko dan Hollinger 1995, dosis
percobaan ditentukan berdasarkan pemanfaatan secara tradisional, yaitu dosis rendah; sedang dan tinggi. Penentuan dosis menggunakan kelipatan 10x Baker
Hepburn 1997, sehingga menghasilkan dosis rendah sebesar 0,04 gkg BB D0.04, dosis sedang 0,4 gkg BB D0.4 dan dosis tinggi 4 g kg BB D4.
Tahap selanjutnya adalah memberikan dosis ke tikus percobaan dengan berat awal rata-rata sebesar 250 g, sehingga dosis yang diberikan ke tikus sebesar
10, 100 dan 1000 mg daging kerang mas ngur kering250 g BB tikus. Bahan uji diberikan setiap hari sesuai perlakuan hingga selesai pada hari ke-90 selama 13
minggu masa percobaan.
Tikus putih jantan
Aklimatisasi
3 minggu, diberikan obat
cacing, antibiotik
anti protozoa Kontrol :
tanpa daging mas ngur
Dosis rendah D0.04 : 0,04 gkg BBhari
Dosis sedang D0.4 : 0,4 gkg BBhari
Dosis tinggi D4 : 4 gkg BBhari
Dilakukan pengamatan dan
analisis :
Tingkah laku
Kondisi mata bulu
Bentuk feses
Berat badan
nilai FCR
Biokimia serum darah SGPT,
SGOT, BUN dan kreatinin
Histopatologi
organ hati dan ginjal
3.5.2.3 Parameter Pengujian Toksisitas Sub-kronis