III METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2007 sd Juni 2008 bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan - Departemen Teknologi
Hasil Perairan - FPIK IPB; Laboratorium Bagian Patologi - Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi - FKH IPB; Laboratorium Kimia dan Hayati - BBP2HP
DKP serta Laboratorium Klinik Mandapa, Bogor.
3.2 Bahan Penelitian
3.2.1 Bahan Uji
Kerang mas ngur diambil dari Perairan Pantai Desa Ohoililir, Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara.
3.2.2 Hewan Percobaan
Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih Rattus norvegicus jantan galur Sprague Dawley keturunan F1 secara outbreeding. Berat badan tikus antara
175-185 g dan berumur 7 minggu. Jumlah tikus yang dinekropsi sebanyak 12 ekor. Tikus percobaan tersebut diperoleh dari Laboratorium Hewan, PPOM -
BPOM Jakarta.
3.2.3 Pakan dan Minuman
Pakan yang diberikan adalah jenis pakan standar untuk tikus percobaan mengandung protein 18, lemak 4, abu 8, serat kasar 5, kalsium 1,5,
phospor 1 dan informasi kandungan kalori sebesar 2650 kal per 100 g. Pakan diperoleh dari Laboratorium Produksi Ternak, Fakultas Peternakan IPB yang
sudah biasa digunakan secara rutin untuk pakan tikus dengan tujuan growing. Sedangkan minuman yang diberikan secara ad libitum kepada tikus percobaan
berasal dari air minum merk dagang komersial dengan kandungan mineral yang cukup dan mempunyai standar air minum.
3.2.4 Bahan Kimia
Bahan-bahan kimia yang digunakan ialah aseton, tween 20, dietil eter, metanol, aquades, asetonitril, buffer sitrat, H
2
SO
4
, HNO
3,
KMnO
4
, reagen pereduksi Hg, HCl, buffer netral formalin, parafin, hematosilin-eosin HE, dan
reagen untuk analisis biokimia serum darah SGPT, SGOT, BUN dan kreatinin.
3.3 Peralatan Penelitian 3.3.1 Peralatan Analisis Shellfish Toxin PSP, DSP dan ASP
Hewan uji mencit galur ddY sebanyak 6 ekor, HPLC UV-Vis, vacum rotary evaporator
, corong pisah, waterbath, kolom LC-SAX, spuit 1 ml, pH meter, kandang pengamatan mencit, timbangan analitik dan peralatan gelas
lainnya.
3.3.2 Peralatan Analisis Logam Berat Hg, Pb dan Cd
AAS flame dan non flame, graphite furnice, waterbath, tanur 650 C
kondensor, hotplate, timbangan analitik, ruang asam, labu takar dan peralatan gelas lainnya.
3.3.3 Peralatan Pengujian Toksisitas Sub-kronis
Mikroskop cahaya pembesaran 40x, video mikrometer, autoanalyzer COBAS MIRA instrument
, gelas preparat, sonde, kandang tikus, anaerobic jar, spuit 1 dan 5 ml, peralatan nekropsi, timbangan analitik, log book dan peralatan
gelas lainnya.
3.4 Pengambilan dan Preparasi Contoh
Kerang mas ngur diambil dari dalam pasir putih tempat membenamkan diri antara kedalaman 0-5 cm, kemudian dicuci dengan air laut bersih untuk
menghilangkan kotoran khususnya pasir yang masih menempel. Kerang dimasukkan ke dalam cool box yang telah berisi es curai kemudian ditutup lagi
dengan lapisan es sampai menutupi seluruh permukaan kerang agar tetap dalam kondisi segar dan terjaga mutunya hingga dibawa ke Laboratorium Perikanan
LPPMHP Tual. Setelah sampai di laboratorium, kerang dibuka cangkangnya, kemudian dimasukkan ke plastik dan dibekukan pada suhu -18
o
C hingga dilakukan preparasi contoh.
Sebelum preparasi contoh, kerang mas ngur dikeringkan dengan bantuan sinar matahari hingga daging kerang terlihat kering berwarna coklat tua. Preparasi
contoh dilakukan dengan memotong daging kerang kecil-kecil dan dihancurkan menggunakan blender hingga berbentuk serbuk kerang dan dibentuk tepung
dengan saringan kasar. Bentuk tepung kasar ini akan memudahkan dalam melakukan pemberian secara oral kepada tikus percobaan sekaligus memudahkan
dalam penyimpanan contoh.
3.5 Tahap Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Penelitian tahap I ialah pengujian standar mutu kerang mas ngur meliputi analisis shellfish toxin jenis
PSP, DSP dan ASP serta logam berat jenis Hg, Pb dan Cd. Tahap II penelitian ialah pengujian toksisitas sub-kronis kerang mas ngur
secara in vivo. Pada tahap ini dilakukan aklimatisasi dan pemeliharaan tikus percobaan. Bersamaan dengan aklimatisasi hewan uji dilakukan juga penelitian
pendahuluan. Saat pemeliharaan tikus yang ditentukan sebagai masa percobaan, sebelumnya telah dibuat desain penelitian berdasarkan kelompok perlakuan.
Parameter pengujiannya ialah pengamatan gejala klinis tikus percobaan terdiri dari pengamatan tingkah laku tikus, kondisi mata dan bulu, bentuk feses,
penimbangan berat badan dan nilai FCR. Pengamatan dilakukan setiap hari hingga 90 hari masa percobaan. Saat panen dilakukan analisis biokimia serum
darah SGPT, SGOT, BUN dan kreatinin. Bagian terpenting dari pengujian toksisitas sub-kronis ialah histopatologi organ hati dan ginjal tikus percobaan.
3.5.1 Tahap I : Pengujian Standar Mutu Kerang Mas ngur 3.5.1.1 Analisis Shellfish Toxin
Analisis PSP paralytic shellfish poisoning dilakukan dengan cara contoh diekstrak dengan HCl 0,1 N. Hasil ekstrak yang diperoleh ditepatkan dengan
menggunakan HCl 0,003 N. Hasil filtrat selanjutnya disuntikan kepada 3 ekor mencit secara intra peritoneum AOAC 1999.
Analisis DSP diarrheic shellfish poisoning dilakukan dengan cara contoh diekstrak menggunakan aseton perbandingan 1:3 bv. Contoh ekstrak yang
diperoleh dimurnikan dengan dietil eter. Contoh yang telah murni, dilarutkan dalam tween 20 dan kemudian disuntikan kepada 3 ekor mencit secara intra
peritoneum IOC 2003.
Analisis ASP amnesic shellfish poisoning dilakukan dengan cara contoh diekstrak dengan metanol-air. Hasil ekstraksi kemudian dilewatkan ke kolom
LC-SAX dan selanjutnya ditambah buffer sitrat. Hasil filtrat yang diperoleh diinjekkan ke alat HPLC UV-Vis IOC 2003.
3.5.1.2 Analisis Logam Berat
Analisis merkuri Hg dengan cara contoh diekstrak menggunakan H
2
SO
4
pekat dan HNO
3
pekat dengan bantuan pemanas bunsen. Setelah contoh jernih, kemudian ditambah 50 ml aquades dan pewarna KNO
3
dalam labu takar hingga tepat. Contoh yang sudah siap, kemudian dibaca menggunakan ASS non flame
dengan campuran bahan pereduksi AOAC 1999. Pada analisis timbal Pb dan kadmium Cd, contoh diabukan terlebih
dahulu sebelum diekstrak. Contoh yang telah berbentuk abu kemudian diekstrak dengan HNO
3
dan HCl menggunakan bantuan hotplate hingga contoh berwarna jernih kehijauan. Hasil ekstrak kemudian ditambah 50 ml aquades dalam labu
takar hingga tepat. Pembacaan Pb menggunakan AAS dengan bantuan graphite furnace
, sedangkan pembacaan Cd dengan AAS flame AOAC 1999.
3.5.2 Tahap II : Pengujian Toksisitas Sub-kronis Kerang Mas Ngur 3.5.2.1 Aklimatisasi Tikus Percobaan
Tikus sebelum digunakan untuk hewan percobaan, diaklimatisasi selama 3 minggu Lea et al. 2004. Saat aklimatisasi di hari ke-7, tikus diberi beberapa
jenis obat yakni pirantel palmoat dan albendazol obat cacing, amoksilin antibiotik dan flagil anti protozoa.
Tikus dipelihara pada kandang yang terbuat dari wadah plastik yang berukuran p x l x t 30 x 25 x 10 cm dan tertutup kawat ram, serta disusun
berdasarkan perlakuan percobaan, kondisi suhu ruangan 25-30
o
C, tingkat kelembaban 30-70 dan pencahayaan gelap-terang setiap 12 jam. Wadah pakan
terbuat dari plastik berbentuk mangkok dan wadah minuman terbuat dari kaca berbentuk botol automatis sehingga akan keluar air minum saat ditekan oleh
mulut tikus. Penelitian pendahuluan dilakukan bersamaan saat aklimatisasi telah
berjalan di hari ke-14, dengan harapan tikus sudah dapat beradaptasi dengan kondisi pemeliharaan yang baru. Pada penelitian ini dipilih metode terbaik untuk
memberikan daging kerang mas ngur kepada tikus percobaan, yakni diberikan melalui campuran makanan atau diberikan secara cekok cavage method. Jumlah
tikus percobaan yang digunakan saat penelitian pendahuluan sebanyak 6 ekor. Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan kelompok tikus yang berbeda
dengan tikus yang akan digunakan sebagai hewan percobaan. Setelah dilakukan percobaan pendahuluan, akhirnya dipilih metode secara cekok karena
memberikan hasil lebih efektif dan akurat.
3.5.2.2 Pemeliharaan Tikus Percobaan
Pengujian toksisitas sub-kronis memilih tikus sebagai hewan percobaan, maka tikus akan dipelihara selama 90 hari ± 13 masa kehidupan dan waktu
pemeliharaan tersebut ditentukan sebagai masa percobaan Derelanko Hollinger 1995.
Pada pengujian toksisitas sub-kronis kerang mas ngur digunakan tikus putih jantan sebanyak 16 ekor yang dipelihara selama 90 hari. Setelah panen,
hanya 12 ekor tikus yang dinekropsi karena pertimbangan animal welfare. Desain penelitian pengujian toksistas sub-kronis dapat dilihat pada Gambar 3.
Bahan uji yang digunakan adalah daging kerang mas ngur kering. Tujuannya adalah menjadikan kerang mas ngur sebagai nutraceutical dengan
memanfaatkan seluruh daging kerang whole meat. Selain senyawa aktifnya, kandungan nutrisi yang tinggi antara lain protein tinggi, karbohidrat tinggi dan
asam-asam amino yang lengkap tetap dapat dimanfaatkan.
Percobaan selama 90 hari
Gambar 3 Desain penelitian pengujian toksisitas sub-kronis Desain penelitian terdiri dari 4 taraf dosis yakni kontrol, dosis rendah,
sedang dan tinggi. Masing-masing kelompok terdiri dari 4 ekor tikus. Penentuan dosis didasarkan pada pemakaian kerang mas ngur secara tradisional oleh
masyarakat Kei, Maluku Tenggara sebagai obat penyakit kuning, yakni sebesar 100 g daging basah kerang mas ngur50 kg BB. Berdasarkan asumsi kadar air
produk kekerangan basah sebesar ± 80, dalam bentuk daging kering menjadi 20 g50 kg BB atau 0,4 gkg BB. Menurut Derelanko dan Hollinger 1995, dosis
percobaan ditentukan berdasarkan pemanfaatan secara tradisional, yaitu dosis rendah; sedang dan tinggi. Penentuan dosis menggunakan kelipatan 10x Baker
Hepburn 1997, sehingga menghasilkan dosis rendah sebesar 0,04 gkg BB D0.04, dosis sedang 0,4 gkg BB D0.4 dan dosis tinggi 4 g kg BB D4.
Tahap selanjutnya adalah memberikan dosis ke tikus percobaan dengan berat awal rata-rata sebesar 250 g, sehingga dosis yang diberikan ke tikus sebesar
10, 100 dan 1000 mg daging kerang mas ngur kering250 g BB tikus. Bahan uji diberikan setiap hari sesuai perlakuan hingga selesai pada hari ke-90 selama 13
minggu masa percobaan.
Tikus putih jantan
Aklimatisasi
3 minggu, diberikan obat
cacing, antibiotik
anti protozoa Kontrol :
tanpa daging mas ngur
Dosis rendah D0.04 : 0,04 gkg BBhari
Dosis sedang D0.4 : 0,4 gkg BBhari
Dosis tinggi D4 : 4 gkg BBhari
Dilakukan pengamatan dan
analisis :
Tingkah laku
Kondisi mata bulu
Bentuk feses
Berat badan
nilai FCR
Biokimia serum darah SGPT,
SGOT, BUN dan kreatinin
Histopatologi
organ hati dan ginjal
3.5.2.3 Parameter Pengujian Toksisitas Sub-kronis
Parameter pengujian toksisitas sub-kronis pada saat pemeliharaan tikus percobaan meliputi pengamatan gejala klinis tikus, penimbangan berat badan dan
jumlah konsumsi pakan. Saat panen di hari ke-91, dilakukan pengambilan darah tikus dan nekropsi. Adapun uraian selengkapnya sebagai berikut :
a. Pengamatan gejala klinis tikus percobaan
Pada saat pemeliharaan, setiap tikus dari semua perlakukan diamati tingkah laku, kondisi mata dan bulu serta bentuk feses setiap hari hingga selesai dalam
waktu 90 hari. Untuk memudahkan pengamatan, satu kandang terdiri dari dua ekor tikus saja yang dibedakan dengan kode tertentu pada ekornya.
b. Penimbangan berat badan tikus dan nilai FCR
Berat badan setiap ekor tikus dan jumlah konsumsi pakan dicatat ke dalam log book
setiap hari hingga selesai pada hari ke-90. Jumlah konsumsi pakan diperoleh dengan cara menimbang pakan yang diberikan kepada tikus
percobaan dikurangi dengan sisa pakan yang ada. Pada penelitian ini nilai FCR food conversion ratios dihitung setiap minggu. Nilai FCR diperoleh
dari total konsumsi pakan setiap minggu dibagi dengan pertambahan berat badan tikus setiap minggu pemeliharaan.
Konsumsi Pakan g per minggu FCR =
Penambahan Berat Badan g per minggu
c. Analisis biokimia serum darah