Sumber : Pearce et al. 2002
Gambar 2.1 Komponen nilai ekonomi total total economic value
2.5 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian terdahulu yang relevan mengenai pemanfaatan dan pengembangan komoditas bambu cukup banyak dilakukan, namun khusus
mengenai valuasi ekonomi terhadap sumberdaya bambu belum pernah dilakukan. Penelitian ini merujuk dari beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya secara umum tentang pemanfaatan bambu dan penilaian ekonomi hasil hutan non kayu di beberapa daerah. Hal ini bertujuan untuk memberikan
pedoman dalam melakukan penelitian mengenai: “Nilai Ekonomi Total Sumberdaya Bambu Studi Kasus di Kecamatan Sajira Kabupaten Lebak, Banten”.
Berikut adalah hasil penelitian terdahulu secara umum tentang pemanfaatan dan pengembangan komoditas bambu yang menjadi salah satu bahan
rujukan dalam penelitian ini: 1.
Analisis Sosial Ekonomi Pemanfaatan dan Potensi Tanaman Bambu Studi Kasus: Kelurahan Berngam, Kec. Binjai Kota, Kotamadya Binjai, 2011.
Adapun hasil penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: • Potensi bambu yang terdapat di Kelurahan Berngam, Kecamatan Binjai
Kota, Kotamadya Binjai sebesar 50.5 ha, dimana luas wilayah Kelurahan Berngam adalah seluas 179.5 ha. Jenis tanaman bambu yang terdapat di
Kelurahan Berngam ada tujuh yaitu Bambu Hitam, Bambu Apus, Bambu
Nilai ekonomi total
Nilai guna Nilai bukan guna
Penggunaan aktual
langsung dan tidak langsung
Nilai pilihan
Nilai keberadaan
Untuk diri sendiripribadi
Untuk orang lain altruisme
Nilai warisan untuk generasi
yang akan datang
Kuning, Bambu Betung, Bambu Rengen, Bambu Pagar, dan Bambu Tamiang.
• Peningkatan ekonomi petani bambu lebih besar diperoleh dari hasil pertanian atau perkebunan dibandingkan dengan hasil tanaman bambu. Hal
ini dikarenakan nilai jual bambu yang rendah. Pendapatan petani bambu dari tanaman bambu adalah sebesar Rp 13 168 000,- sedangkan pendapatan dari
hasil selain bambu yaitu Rp 21 288 000,-
• Distribusi pemasaran bambu di Kelurahan Berngam terdiri dari enam tingkat yaitu produsen petani bambu, pengumpul I, pengumpul II,
pengrajin, pedagang panglong, dan yang terakhir konsumen. Margin Keuntungan Profit Margin yang terbesar pada pengrajin bambu yakni
sebesar Rp 122 400 000,- sedangkan Margin Keuntungan Profit Margin yang terkecil pada pengumpul I dan pengumpul II yaitu Rp 4 900 000,-
2. Potensi Ekonomi dan Pengusahaan Hutan Rakyat Bambu di Desa Pondok
Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, 2011. Adapun hasil penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
• Sistem pengelolaan hutan rakyat bambu di Desa Pondok Buluh yaitu tidak
melakukan persiapan lahan pada penanaman, penanaman dilakukan pada tahun 80-an dengan tunas dan jarak tanam 3x3 m, pembersihan dilakukan
dari tumbuhan pengganggu tanaman bambu seperti rumput dan tumbuhan yang melilit pada batang bambu, pemanenan bambu pertama kali dilakukan
pada saat umur bambu tiga tahun dan pemanenan selanjutnya dilakukan jika umur bambu 3-5 bulan.
• Potensi bambu yang terdapat di Desa Pondok Buluh sebesar 117 rumpunha, dimana terdapat 5 449 batangha, banyaknya tanaman non bambu yaitu 34
batangha dan untuk bambu permudaan ada 19 batangha. Jumlah batang tiap rumpun KR pada hutan rakyat bambu di Desa Pondok Buluh sebesar
46 batangha dengan produksi bambu 115 030 batangtahun.
• Produk utama yang dihasilkan oleh masyarakat Desa Pondok Buluh yaitu bambu belah. Saluran pemasaran produk Hutan rakyat bambu yang berupa
bambu belah terdiri dari lima pola distribusi. Dimana lembaga pemasarannya terdiri dari petani, pengumpul 1 petani sekaligus agen lokal,
pengumpul II agen yang datang dari luar desa, pengumpul III pengusahapanglong, dan konsumen akhir masyarakat. Pola distribusi
yang paling efisien adalah pola distribusi 5.
Matriks hasil penelitian terdahulu tentang pemanfaatan dan pengembangan bambu dapat dilihat pada Tabel 2.1. Adapun yang membedakan antara penelitian
terdahulu mengenai pemanfaatan bambu hanya merupakan kajian faktor-faktor produksi, inventarisasi, potensi ekonomi maupun teknologi pengolahannya.
Penelitian mengenai valuasi ekonomi terhadap sumberdaya bambu belum pernah dilakukan. Sementara pada penelitian ini, akan dilakukan valuasi ekonomi
sumberdaya bambu di Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak, Banten sehingga nilai ekonomi tangible dan intangible sumberdaya bambu dapat diketahui.
Judul penelitian Hasil penelitian
Alat analisis Peneliti
Analisis Sosial Ekonomi Pemanfaatan dan Potensi
Tanaman Bambu Studi Kasus: Kelurahan Berngam, Kec. Binjai
Kota, Kotamadya Binjai Peningkatan ekonomi petani bambu lebih besar diperoleh dari
hasil pertanian atau perkebunan dibandingkan dengan hasil tanaman bambu. Hal ini dikarenakan nilai jual bambu yang
rendah. Distribusi pemasaran bambu di Kelurahan Berngam terdiri dari enam tingkat yaitu produsen petani bambu,
pengumpul I, pengumpul II, pengrajin, pedagang panglong, dan yang terakhir konsumen.
Analisis deskriptif, pendapatan total I
total
Sihotang 2011 ,
marjin keuntungan, dan marjin pemasaran
Potensi Ekonomi dan Pengusahaan Hutan Rakyat
Bambu di Desa Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan,
Kabupaten Simalungun Sistem pengelolaan Hutan Rakyat Bambu di Desa Pondok
Buluh yaitu tidak melakukan persiapan lahan pada penanaman. Produk utama yang dihasilkan oleh masyarakat Desa Pondok
Buluh yaitu bambu belah. Saluran pemasaran produk Hutan rakyat bambu yang berupa bambu belah terdiri dari lima pola
distribusi. Dimana lembaga pemasarannya terdiri dari petani, pengumpul 1 petani sekaligus agen lokal, pengumpul II agen
yang datang dari luar desa, pengumpul III pengusahapanglong, dan konsumen akhir masyarakat. Pola
distribusi yang paling efisien adalah pola distribusi 5. Analisis deskriptif,
pendapatan total I
total
Ritonga 2010 ,
marjin keuntungan, dan marjin pemasaran
Tabel 2.1 Matriks hasil penelitian terdahulu 12