Karakteristik Responden Total Economic Value of Bamboo Resources Case Study in Sajira subregency, Lebak Regency, Banten

Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan, dapat diketahui bahwa responden yang berprofesi sebagai petani adalah pemilik yang sekaligus menggarap lahan pertanian mereka dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap lahan mereka sendiri. Sedangkan responden yang berprofesi sebagai buruh tani adalah petani yang tidak memiliki lahan sawah dan modal, dimana mereka menanam padi atas dasar bagi hasil dengan pemilik lahan. Biasanya penghasilan yang mereka terima kurang dari 40 dari penghasilan petani pemilik lahan. Hal inilah yang menyebabkan rendahnya pendapatan yang diperoleh oleh buruh tani, selain juga karena faktor-faktor lain yang mempengaruhinya seperti rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya keterampilan buruh tani dalam bidang pertanian, dan lain-lain. Hal yang saat ini bisa dilakukan agar pendapatan buruh tani meningkat adalah dengan meningkatkan upah sesuai dengan usaha yang mereka lakukan.

5.3 Pemanfaatan Sumberdaya Bambu di Kecamatan Sajira

Berdasarkan hasil survei dan wawancara yang telah dilakukan terhadap 99 kepala keluarga KK menunjukkan bahwa luas rata-rata kepemilikan lahan bambu kebun campuran di Kecamatan Sajira sebesar 1.33 haorang Lampiran 1. Adapun data kelas luas lahan bambu responden di Kecamatan Sajira dapat dilihat pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Rata-rata kepemilikan lahan bambu di Kecamatan Sajira Kelas luas lahan ha Jumlah responden Jumlah KK Persentase I 0.5 24 24.24 II 0.5-1.0 39 39.40 III 1.0 36 36.36 Total 99 100 Data luas kepemilikan lahan didapatkan dari hasil wawancara langsung dengan responden terpilih. Hal ini disebabkan karena tidak tersedianya data yang akurat terhadap perubahan kepemilikan lahan warga desa. Konsep dari kepemilikan lahan yang dipakai adalah bahwa lahan milik merupakan lahan yang benar-benar dimiliki oleh seorang kepala keluarga yang berasal dari warisan turun menurun, jual beli, pemberian orang lain, atau karena adanya perluasan lahan akibat pembukaan lahan baru yang dilakukan sendiri. Kecamatan Sajira sebagai salah satu sentra areal bambu di Kabupaten Lebak memiliki beberapa jenis bambu yang dimanfaatkan masyarakat, baik dalam bentuk bambu bulat gelondongan maupun kerajinan tangan anyaman. Berikut ini adalah data rekapitulasi produksi bambu berdasarkan jenis yang disajikan pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Rekapitulasi produksi bambu berdasarkan jenis di Kecamatan Sajira Jenis Bambu Produksi batangtahun Persentase Bambu apus Gigantochloa apus 84 987 53 Bambu mayan Gigantochloa robusta 43 376 27 Bambu hitam Gigantochloa atter 4 327 3 Bambu betung Gigantochloa asper Bambu ampel Bambusa vulgaris 23 540 2 769 15 2 Total 159 000 100 Tabel 5.6 menunjukkan total produksi bambu di Kecamatan Sajira sebesar 159 000 batangtahun. Hasil ini diperoleh dari data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Dishutbun Kabupaten Lebak tahun 2012, sedangkan produksi bambu berdasarkan jenisnya diperoleh dari hasil wawancara dengan responden terpilih, sehingga dari hasil wawancara tersebut dapat diduga distribusi produksi bambu tiap jenis di Kecamatan Sajira. Seperti yang dihasilkan pada Tabel 5.6, dapat diketahui bahwa jenis bambu yang paling sering dimanfaatkandiproduksi oleh masyarakat di Kecamatan Sajira adalah bambu apus Gigantochloa apus sebanyak 84 987 batangtahun 53, sedangkan produksi bambu paling sedikit adalah bambu ampel Bambusa vulgaris yaitu sebanyak 2 769 batangtahun 2. Berikut ini adalah beberapa jenis bambu yang terdapat di Kecamatan Sajira.

1. Bambu mayan Gigantochloa robusta

Pada umumnya bambu mayan yang terdapat di Kecamatan Sajira digunakan buluhnya sebagai tempat air dan bahan kerajinan sumpit. Saat ini produksi bambu mayan di Kecamatan Sajira diperkirakan sekitar 43 376 batangtahun Tabel 10. Walaupun bukan merupakan jenis bambu yang paling sering diproduksi, namun bambu mayan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat di Kecamatan Sajira. Adapun rumpun bambu mayan dapat dilihat pada Gambar 5.4. Gambar 5.4 Rumpun bambu mayan 2. Bambu apustali Gigantochloa apus Bambu apus merupakan jenis bambu yang paling sering diproduksi oleh masyarakat di Kecamatan Sajira. Hal ini terlihat dari data yang disajikan pada Tabel 5.6 yaitu sebanyak 84 987 batangtahun. Jenis ini paling banyak dimanfaatkan karena kegunaannya paling luas yaitu sebagai kerajinan tangan anyaman seperti kipas sate, aseupan pengukus nasi, tampah, boboko tempat nasi, dan sumpit. Bambu apus sangat baik dijadikan bahan baku kerajinan anyaman karena memiliki serat yang panjang, kuat, dan lentur Nafed, 2011. Menurut Widjaja 2001, pada musim kemarau bambu apus dapat dipanen enam buluhhariha atau setahun 1 000 buluhha. Rumpun bambu apustali dapat dilihat pada Gambar 5.5. Gambar 5.5 Rumpun bambu apustali

3. Bambu hitam Gigantochloa atter

Menurut Nafed 2011, bambu hitam sangat baik untuk pembuatan alat musik seperti angklung, gambang, atau calung dan juga dapat digunakan untuk furniture dan bahan kerajinan tangan. Masyarakat Kecamatan Sajira biasa memanfaatkan bambu ini sebagai bahan kerajinan tangan anyaman. Berdasarkan data pada Tabel 5.6, dapat diketahui bahwa produksi bambu hitam sebanyak 4 327 batangtahun. Bambu hitam dalam bentuk gelondongan dapat dilihat pada Gambar 5.6. Gambar 5.6 Bambu hitam gelondongan

4. Bambu ampel Bambusa vulgaris

Bambu ampel merupakan jenis bambu yang paling sedikit diproduksi di Kecamatan Sajira yaitu sekitar 2 769 batangtahun. Walaupun demikian, bambu ampel sering dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan baku sumpit dan bilik. Rumpun bambu ini mempunyai kemampuan cepat tumbuh, akarnya dapat mengawetkan tanah dan mengurangi erosi, sehingga berpotensi dalam melestarikan lingkungan. Tanaman ini dapat tumbuh sampai ketinggian 700 m dpl Widjaja, 2001. Rumpun bambu ampel dapat dilihat pada Gambar 5.7. Gambar 5.7 Rumpun bambu ampel

5.4 Nilai Guna Langsung Sumberdaya Bambu

Nilai guna langsung direct use value sumberdaya bambu berupa nilai tegakan bambu yang diperoleh dari harga produk akhir dikurangi dengan biaya input biaya pemanenan, biaya pengolahan, biaya penyusutan, dll dan margin keuntungan pada masing-masing komoditas bambu. Produk akhir bambu yang dihasilkan dari masing-masing responden dibedakan menjadi dua kategori, yaitu produk akhir dalam bentuk bambu gelondongan bambu bulat dan produk akhir dalam bentuk kerajinan tangan anyaman bambu. Nilai tegakan sumberdaya bambu dibagi kedalam dua bentuk nilai yaitu nilai stok aset Rpha dan nilai flow diproduksi Rptahun. Nilai tegakan bambu berdasarkan nilai flow dan nilai stok dalam bentuk bambu bulat gelondongan di Kecamatan Sajira dapat dilihat pada Tabel 5.7. Tabel 5.7 Nilai tegakan bambu dalam bentuk bambu bulat gelondongan di Kecamatan Sajira Jenis bambu Produksi bambu batangtahun Harga bambu rata-rata Rpbatang Total biaya rata-rata Rptahun Nilai flow Rptahun Nilai stok Rpha Bambu apus 72 919 3 727 242 273 242 408 028 3 844 227 Bambu mayan 37 217 6 000 248 333 199 127 385 3 230 910 Bambu hitam 3 713 5 000 275 000 16 299 864 1 829 257 Bambu betung 20 197 9 250 190 000 166 619 427 22 438 698 Bambu ampel 2 376 2 250 102 500 4 671 061 629 053 Total 136 422 629 125 765 31 972 145 Nilai tegakan bambu di Kecamatan Sajira = Rp 31 972 145ha x 140 ha = Rp 4 476 100 300 Tabel 5.7 menunjukkan bahwa nilai tegakan bambu bulat gelondongan memiliki nilai flow diproduksi dan nilai stok aset rata-rata berdasarkan responden masing-masing sebesar Rp 629 125 765tahun dan Rp 31 972 145ha. Nilai flow bambu diperoleh dari volume produksi bambu atau banyaknya bambu yang dipanen dalam setahun, sedangkan nilai stok bambu diperoleh dari kepadatan bambu yang terdapat dalam satu hektar lahan tiap responden. Bambu dengan nilai flow dan nilai stok paling tinggi diantara jenis bambu lainnya adalah bambu apus dan bambu betung masing-masing dengan nilai sebesar Rp 242 408 028tahun dan Rp 22 438 698ha, sedangkan nilai flow dan nilai stok paling rendah adalah bambu ampel dan bambu hitam masing-masing dengan nilai sebesar Rp 4 671 061tahun dan Rp 629 053ha. Secara keseluruhan nilai tegakan berupa nilai stok bambu bulat gelondongan di Kecamatan Sajira sebesar Rp 31 972 145ha. Apabila luas areal tegakan bambu Kecamatan Sajira sebesar 140 ha, maka nilai tegakan stok bambu bulat gelondongan yang dihasilkan sebesar Rp 4 476 100 300. Berdasarkan wawancara terhadap responden diketahui bahwa produk akhir bambu berupa kerajinan tangan anyaman terdiri dari tampah nyiru, ayakan, pengukus nasi aseupan, kipas sate hihid, tempat nasi boboko, dan sumpit.