Latar Belakang Total Economic Value of Bamboo Resources Case Study in Sajira subregency, Lebak Regency, Banten

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini antara lain: 1. Lokasi penelitian hanya dilakukan di lahan milik masyarakat baik dalam bentuk kebun campuran maupun hutan bambu di beberapa desa yang terdapat di Kecamatan Sajira sebagai salah satu sentra utama areal bambu Kabupaten Lebak Dishutbun Kab. Lebak, 2008. 2. Nilai guna langsung direct use value yang diestimasi dalam penelitian ini adalah nilai tegakan sumberdaya bambu. 3. Nilai guna tidak langsung indirect use value yang diestimasi dalam penelitian ini adalah nilai stok karbon dan nilai pencegahan erosi. 4. Nilai pilihan option value yang diestimasi dalam penelitian ini adalah kesediaan membayar masyarakat sebagai perwujudan keinginan terhadap kelestarian sumberdaya bambu lesser known species di Kecamatan Sajira pada masa yang akan datang. 5. Nilai keberadaan dari nilai bukan guna sumberdaya bambu tidak dihitung karena keterbatasan waktu dan pendanaan penelitian. 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Potensi Bambu

Bambu merupakan produk hasil hutan bukan kayu HHBK yang telah dikenal bahkan sangat dekat dengan kehidupan masyarakat umum karena pertumbuhannya ada di sekeliling kehidupan masyarakat. Bambu termasuk tanaman Bamboidae anggota sub familia rumput, memiliki keanekaragam jenis bambu di dunia sekitar 1 250-1 500 jenis. Sekitar 1 250 jenis bambu di dunia, 140 jenis bambu atau 11 nya adalah asli Indonesia Handayani, 2009. Adapun jenis bambu yang biasa digunakan di Indonesia adalah bambu tali, bambu petung, bambu andong, dan bambu hitam Krisdianto et al., 2000. Dari keempat jenis ini, bambu hitam dipakai sebagai unsur dekorasi, sedangkan bambu tali dipakai sebagai bahan anyaman dinding dan langit-langit, reng, dan lis. Bambu memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi bahan bakar alternatif atau biofuel yang ramah lingkungan. Pohon bambu juga berfungsi sebagai penjernih air. Oleh karena itu, daerah bantaran sungai yang banyak pohon bambu, air sungai tersebut terlihat jernih. Bambu yang dimanfaatkan umumnya yang sudah masak tebang, kurang lebih berumur empat tahun dan pemanenannya dengan sistem tebang pilih. Setelah ditebang biasanya direndam dalam air mengalir, air tergenang, lumpur, air laut atau diasapkan. Kadang-kadang diawetkan juga dengan bahan kimia. Kegiatan selanjutnya adalah pengeringan Batubara, 2002. Tanaman bambu juga berpotensi menjadi solusi alternatif bagi sejumlah permasalahan lingkungan terutama dalam mengatasi pemanasan global. Menurut Widjaja 2004, cepatnya pertumbuhan bambu dibanding dengan pohon kayu, membuat bambu dapat diunggulkan untuk deforestasi. Selain itu, bambu juga merupakan penghasil oksigen paling besar dibanding pohon lainnya. Bambu juga memiliki daya serap karbon yang cukup tinggi untuk mengatasi persoalan CO 2 di udara, selain juga merupakan tanaman yang cukup baik untuk memperbaiki lahan kritis. Selain itu, Indonesia memiliki bambu sebagai sumberdaya lokal terbarukan dengan potensi yang luar biasa dari aspek lingkungan alam dan sosial ekonomi.

2.2 Manfaat Tanaman Bambu

Manfaat bambu secara ekonomis dan ekologis jika dibandingkan dengan komoditas kayu, antara lain tanaman bambu mampu memberikan peningkatan pendapatan masyarakat di sekitar hutan dalam waktu relatif cepat, yaitu 4-5 tahun. Dari sisi ekologisnya, bambu memiliki kemampuan menjaga keseimbangan lingkungan karena sistem perakarannya dapat mencegah erosi dan mengatur tata air serta dapat tumbuh pada lahan marginal. Selain itu, bambu juga memiliki kemampuan peredam suara yang baik dan menghasilkan banyak oksigen sehingga dapat ditanam dipusat pemukiman dan pembatas jalan raya Diniaty dan Sofia, 2000. Dari sekilas gambaran manfaat tersebut, bambu dapat digolongkan ke dalam dua manfaat antara lain: