Perumusan Masalah Total Economic Value of Bamboo Resources Case Study in Sajira subregency, Lebak Regency, Banten

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Potensi Bambu

Bambu merupakan produk hasil hutan bukan kayu HHBK yang telah dikenal bahkan sangat dekat dengan kehidupan masyarakat umum karena pertumbuhannya ada di sekeliling kehidupan masyarakat. Bambu termasuk tanaman Bamboidae anggota sub familia rumput, memiliki keanekaragam jenis bambu di dunia sekitar 1 250-1 500 jenis. Sekitar 1 250 jenis bambu di dunia, 140 jenis bambu atau 11 nya adalah asli Indonesia Handayani, 2009. Adapun jenis bambu yang biasa digunakan di Indonesia adalah bambu tali, bambu petung, bambu andong, dan bambu hitam Krisdianto et al., 2000. Dari keempat jenis ini, bambu hitam dipakai sebagai unsur dekorasi, sedangkan bambu tali dipakai sebagai bahan anyaman dinding dan langit-langit, reng, dan lis. Bambu memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi bahan bakar alternatif atau biofuel yang ramah lingkungan. Pohon bambu juga berfungsi sebagai penjernih air. Oleh karena itu, daerah bantaran sungai yang banyak pohon bambu, air sungai tersebut terlihat jernih. Bambu yang dimanfaatkan umumnya yang sudah masak tebang, kurang lebih berumur empat tahun dan pemanenannya dengan sistem tebang pilih. Setelah ditebang biasanya direndam dalam air mengalir, air tergenang, lumpur, air laut atau diasapkan. Kadang-kadang diawetkan juga dengan bahan kimia. Kegiatan selanjutnya adalah pengeringan Batubara, 2002. Tanaman bambu juga berpotensi menjadi solusi alternatif bagi sejumlah permasalahan lingkungan terutama dalam mengatasi pemanasan global. Menurut Widjaja 2004, cepatnya pertumbuhan bambu dibanding dengan pohon kayu, membuat bambu dapat diunggulkan untuk deforestasi. Selain itu, bambu juga merupakan penghasil oksigen paling besar dibanding pohon lainnya. Bambu juga memiliki daya serap karbon yang cukup tinggi untuk mengatasi persoalan CO 2 di udara, selain juga merupakan tanaman yang cukup baik untuk memperbaiki lahan kritis. Selain itu, Indonesia memiliki bambu sebagai sumberdaya lokal terbarukan dengan potensi yang luar biasa dari aspek lingkungan alam dan sosial ekonomi.

2.2 Manfaat Tanaman Bambu

Manfaat bambu secara ekonomis dan ekologis jika dibandingkan dengan komoditas kayu, antara lain tanaman bambu mampu memberikan peningkatan pendapatan masyarakat di sekitar hutan dalam waktu relatif cepat, yaitu 4-5 tahun. Dari sisi ekologisnya, bambu memiliki kemampuan menjaga keseimbangan lingkungan karena sistem perakarannya dapat mencegah erosi dan mengatur tata air serta dapat tumbuh pada lahan marginal. Selain itu, bambu juga memiliki kemampuan peredam suara yang baik dan menghasilkan banyak oksigen sehingga dapat ditanam dipusat pemukiman dan pembatas jalan raya Diniaty dan Sofia, 2000. Dari sekilas gambaran manfaat tersebut, bambu dapat digolongkan ke dalam dua manfaat antara lain:

1. Manfaat sosial, ekonomi, dan budaya

Tanaman bambu baik dalam skala kecil maupun besar mempunyai nilai ekonomi yang meyakinkan. Budaya masyarakat menggunakan bambu dalam berbagai aktivitas kehidupan sehingga bambu dapat dikategorikan sebagai Multipurpose Tree Species MPTS = jenis pohon yang serbaguna. Menurut Bapedal 2010, pemanfaatan bambu secara tradisional masih terbatas sebagai bahan bangunan dan kebutuhan keluarga lainnya, misalnya bahan pembuatan rumah, jembatan, alat penangkapan ikan; bahan dasar kerajinan rakyat untuk pembuatan alat-alat rumah tangga seperti mebel, hiasan, dan alat-alat dapur; kebutuhan konsumen domestik dan mancanegara seperti alat bantu makan sumpit dan pencukil gigi dan sebagai bahan makanan seperti rebung, makanan ternak seperti pucuk muda, dan lain-lain. Pada umumnya jenis-jenis bambu yang diperdagangkan adalah jenis bambu berdiameter besar dan berdinding tebal. Jenis-jenis tersebut diwakili oleh warga Bambusa tiga jenis, Dendrocalamus dua jenis, dan Gigantochloa delapan jenis. Berdasarkan jenis-jenis tersebut dapat dibudidayakan secara massal untuk menunjang industri kertas, chopstick, flowerstick, plybamboo, particle board, dan papan semen serat bambu serta kemungkinan dikembangkan bangunan dari bahan bambu yang tahan gempa, dan lain-lain. Kehidupan sosial budaya masyarakat bambu menjadi salah satu kelengkapan yang tidak bisa ditinggalkan, misalnya dalam upacara adat, upacara perkawinan, hajatan keluarga bahkan bahan baku bambu menjadi alat musik khas komunitas tertentu. Lebih dari itu, perkembangan sosial budaya masyarakat ditandai dengan perkembangan aksesori bambu dalam pembuatan perabot rumah tangga dan cinderamata yang bernilai seni tinggi. Di beberapa tempat spesies bambu tertentu menjadi bagian mitos dan kelengkapan ritual masyarakat yang bernilai magis. 2. Manfaat ekologi bambu Tanaman bambu memiliki sistem perakaran serabut yang sangat kuat, sehingga memungkinkan tanaman ini menjaga sistem hidrologis sebagai pengikat tanah dan air. Peranan ini memungkinkan bambu untuk dijadikan sebagai tanaman penghijauan pada lahan kritis yang selama ini masih didominasi oleh jenis tanaman kayu-kayuan. Penghijauan dengan memanfaatkan bambu lokal, bukan hanya penting demi kelestarian sumber mata air, tetapi juga dapat berdampak positif terhadap peningkatan perekonomian masyarakat. Hal ini terlihat dari banyaknya masyarakat yang memanfaatkan batang bambu untuk dijadikan sebagai bahan kerajinan tangan anyaman yang memiliki nilai ekspor bernilai tinggi. Selain itu, bambu ternyata juga dimanfaatkan oleh masyarakat, dimana rebung bambu digunakan sebagai pelengkap makan sehari-hari.

2.3 Produk Olahan Bambu

Bambu sampai saat ini sudah dimanfaatkan sangat luas di masyarakat mulai dari penggunaan teknologi yang paling sederhana sampai pemanfaatan teknologi tinggi pada skala industri. Pemanfaatan di masyarakat umumnya untuk kebutuhan rumah tangga dengan teknologi sederhana, sedangkan di tingkat industri biasanya ditujukan untuk orientasi ekspor. Menurut Batubara 2002, bambu dapat menghasilkan beberapa produk olahan dari bambu antara lain bambu lapis, bambu lamina, papan semen, arang bambu, pulp, kerajinan tangan pulpen, gantungan kunci, cup lampu, keranjang, tas, dan topi, sumpit, furniture kursi, meja, lemari pakaian, dan tempat tidur, komponen bangunan rumah, dan alat musik tradisional angklung.

2.4 Nilai Ekonomi Hasil Hutan

Nilai merupakan persepsi terhadap suatu objek sumberdaya hutan tertentu pada tempat dan waktu tertentu. Sedangkan persepsi merupakan pandangan, ungkapan, perspektif seseorang individu tentang atau terhadap suatu benda dengan proses pemahaman melalui panca indera yang diteruskan ke otak untuk proses pemikiran, dan disini berpadu dengan harapan ataupun norma-norma kehidupan yang melekat pada individu atau masyarakat tersebut. Nilai sumber daya hutan sendiri bersumber dari berbagai manfaat yang diperoleh masyarakat. Masyarakat yang menerima manfaat secara langsung akan memiliki persepsi positif terhadap nilai sumber daya hutan tersebut. Hal ini akan berbeda dengan persepsi masyarakat yang tinggal jauh dari hutan dan tidak menerima manfaat secara langsung Bahruni, 1999. Manfaat sumberdaya hutan sendiri tidak semuanya memiliki harga pasar, sehingga perlu digunakan pendekatan-pendekatan untuk mengkuantifikasi nilai ekonomi sumberdaya hutan dalam satuan moneter, sebagai contoh manfaat hutan dalam menyerap karbon dan manfaat ekologisnya. Sifatnya yang non market tersebut menyebabkan banyak manfaat sumberdaya hutan belum dinilai secara memuaskan dalam perhitungan ekonomi. Tetapi saat ini, kepedulian akan pentingnya manfaat lingkungan semakin meningkat dengan melihat kondisi sumberdaya alam yang semakin terdegradasi. Oleh karena itu, perlu dikembangkan berbagai metode dan teknik penilaian manfaat sumberdaya hutan, baik untuk manfaat sumberdaya hutan yang memiliki harga pasar ataupun tidak dalam satuan moneter. Nilai sumberdaya hutan yang dinyatakan oleh suatu masyarakat di tempat tertentu akan beragam, tergantung persepsi setiap anggota masyarakat tersebut, demikian juga keragaman nilai akan terjadi antar masyarakat yang berbeda. Nilai yang dimiliki oleh sumberdaya hutan tidak saja nilai ekonomi, tetapi juga nilai ekologis dan nilai sosial Suparmoko dan Ratnaningsih, 2006. Menurut Fauzi 2010, penggunaan metode analisis biaya dan manfaat cost-benefit analysis yang konvensional sering tidak mampu menjawab permasalahan dalam menentukan nilai ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan karena konsep biaya dan manfaat tersebut sering tidak memasukkan manfaat ekologis di dalam analisisnya. Oleh karena itu, lahirlah konsep analisis valuasi ekonomi, khususnya valuasi non-pasar non market valuation. Pengukuran valuasi ekonomi pada bambu dapat menggunakan model pengukuran dari nilai ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan SDAL yaitu dengan nilai ekonomi total. Nilai ekonomi total total economic value merupakan kombinasi dari nilai guna use value dan nilai bukan guna non-use value.