kebutuhan rumah tangga dengan teknologi sederhana, sedangkan di tingkat industri biasanya ditujukan untuk orientasi ekspor. Menurut Batubara 2002,
bambu dapat menghasilkan beberapa produk olahan dari bambu antara lain bambu lapis, bambu lamina, papan semen, arang bambu, pulp, kerajinan tangan pulpen,
gantungan kunci, cup lampu, keranjang, tas, dan topi, sumpit, furniture kursi, meja, lemari pakaian, dan tempat tidur, komponen bangunan rumah, dan alat
musik tradisional angklung.
2.4 Nilai Ekonomi Hasil Hutan
Nilai merupakan persepsi terhadap suatu objek sumberdaya hutan tertentu pada tempat dan waktu tertentu. Sedangkan persepsi merupakan
pandangan, ungkapan, perspektif seseorang individu tentang atau terhadap suatu benda dengan proses pemahaman melalui panca indera yang diteruskan ke otak
untuk proses pemikiran, dan disini berpadu dengan harapan ataupun norma-norma kehidupan yang melekat pada individu atau masyarakat tersebut. Nilai sumber
daya hutan sendiri bersumber dari berbagai manfaat yang diperoleh masyarakat. Masyarakat yang menerima manfaat secara langsung akan memiliki persepsi
positif terhadap nilai sumber daya hutan tersebut. Hal ini akan berbeda dengan persepsi masyarakat yang tinggal jauh dari hutan dan tidak menerima manfaat
secara langsung Bahruni, 1999.
Manfaat sumberdaya hutan sendiri tidak semuanya memiliki harga pasar, sehingga perlu digunakan pendekatan-pendekatan untuk mengkuantifikasi nilai
ekonomi sumberdaya hutan dalam satuan moneter, sebagai contoh manfaat hutan dalam menyerap karbon dan manfaat ekologisnya. Sifatnya yang non market
tersebut menyebabkan banyak manfaat sumberdaya hutan belum dinilai secara memuaskan dalam perhitungan ekonomi. Tetapi saat ini, kepedulian akan
pentingnya manfaat lingkungan semakin meningkat dengan melihat kondisi sumberdaya alam yang semakin terdegradasi. Oleh karena itu, perlu
dikembangkan berbagai metode dan teknik penilaian manfaat sumberdaya hutan, baik untuk manfaat sumberdaya hutan yang memiliki harga pasar ataupun tidak
dalam satuan moneter. Nilai sumberdaya hutan yang dinyatakan oleh suatu masyarakat di tempat tertentu akan beragam, tergantung persepsi setiap anggota
masyarakat tersebut, demikian juga keragaman nilai akan terjadi antar masyarakat yang berbeda. Nilai yang dimiliki oleh sumberdaya hutan tidak saja nilai
ekonomi, tetapi juga nilai ekologis dan nilai sosial Suparmoko dan Ratnaningsih, 2006.
Menurut Fauzi 2010, penggunaan metode analisis biaya dan manfaat cost-benefit analysis yang konvensional sering tidak mampu menjawab
permasalahan dalam menentukan nilai ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan karena konsep biaya dan manfaat tersebut sering tidak memasukkan manfaat
ekologis di dalam analisisnya. Oleh karena itu, lahirlah konsep analisis valuasi ekonomi, khususnya valuasi non-pasar non market valuation.
Pengukuran valuasi ekonomi pada bambu dapat menggunakan model pengukuran dari nilai ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan SDAL yaitu
dengan nilai ekonomi total. Nilai ekonomi total total economic value merupakan kombinasi dari nilai guna use value dan nilai bukan guna non-use value.