S = Faktor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu tanah dengan kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari
tanah dengan lereng 9 di bawah keadaan yang identik; C = Faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu nisbah
antara besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang
identik tanpa tanaman;
P = Faktor tindakan konservasi tanah, yaitu nisbah antara besarnya erosi tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi tanah seperti pengelolaan
menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan yang identik.
4.6.3 Nilai Stok Karbon NSK
Penentuan nilai stok karbon menggunakan pendekatan harga karbon yang berlaku di pasar internasional, menggunakan formula sebagai berikut:
NSK = Skb x Hk ...................................................................................................5 Keterangan:
NSK = Nilai stok karbon Rp Hk = Harga karbon Rpt C
Skb = Stok karbon bambu g Cbatang Harga karbon diasumsikan sebesar US 9.12t C Asmani et al., 2010 atau
apabila nilai US 1 setara dengan Rp 11 000, maka harga karbon sekitar Rp 100 320ton.
Menurut Suprihatno et al. 2012, pendugaan stok karbon bambu Skb didapat dari model alometrik berbentuk polinomial pada persamaan sebagai
berikut: Y = -274.64 + 362.45X – 59.81X
2
+ 3.1595X
3
.....................................................6 Keterangan:
Y Skb = Stok karbon bambu g Cbatang X = Tinggi tanaman m
Persamaan ini dipilih karena memiliki nilai korelasi R
2
tinggi yaitu 0.87 yang artinya dengan peningkatan tinggi tanaman maka akan semakin
meningkatkan stok karbon bambu Skb. Persamaan ini menghasilkan besaran Skb yang kemudian dikalikan dengan jumlah bambu keseluruhan Skbt dan
jumlah bambu masak tebang Skbmt. Besarnya stok karbon bambu sisa Skbs diperoleh dari selisih antara Skbt dengan Skbmt.
4.6.4
Contingent Valuation Method CVM
Contingent valuation method CVM merupakan metode valuasi sumber
daya alam dan lingkungan SDAL dengan cara menanyakan secara langsung kepada konsumen tentang nilai manfaat SDAL yang mereka rasakan. Metode ini
dilakukan dengan survei untuk menanyakan masyarakat tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komoditas yang tidak memiliki pasar seperti barang
lingkungan. Asumsi dasar dari metode ini adalah nilai suatu barang dan jasa merupakan fungsi dari karakteristiknya.
Menurut Hanley dan Spash 1993, tahapan-tahapan dalam penggunaan CVM, yaitu:
a. Membuat pasar hipotetik
Pasar hipotetik yang dibentuk adalah suatu pasar untuk mengetahui nilai pilihan sumberdaya bambu di Kecamatan Sajira, dengan mengidentifikasi jenis
bambu yang kurang dikenal lesser known species atau tidak memiliki harga pasar. Identifikasi dilakukan dengan mewawancarai responden mengenai
keberadaan jenis bambu lesser known species. Apabila terdapat jenis bambu yang dimaksud, selanjutnya responden diminta mendengarkan atau membaca
pernyataan tentang potensi dan kondisi sumberdaya bambu serta dampak yang ditimbulkan apabila bambu dieksplorasi besar-besaran tanpa disertai dengan
tindakan budidaya. Kemudian, pasar hipotetik CVM yang ditawarkan dibentuk dalam sebuah skenario sebagai berikut:
b. Mendapatkan penawaran besarnya nilai WTP
Nilai Pilihan
“
Apabila ada jenis bambu yang anda miliki, yang saat ini belum memiliki harga pasar, namun anda berkeyakinan atau berharap bahwa suatu saat nanti bambu
tersebut akan bernilai jual sehingga anda tetap memeliharanya sampai sekarang. Apabila ada jenis bambu tersebut, apa jenis bambu itu? dan berapakah jumlah
yang bersedia anda bayarkan untuk melestarikan jenis bambu tersebut?”
Berdasarkan pernyataan tersebut akan diperoleh ukuran perilaku konsumen dalam situasi hipotesis bukan dalam situasi riil. Pasar hipotesis yang
dibentuk dalam penelitian ini menggambarkan potensi dan kondisi pemanfaatan jenis bambu lesser known species di Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak.
Responden diberikan nilai tawaran kesediaan membayar dan meminta responden untuk memilih nilai tertinggi yang bersedia dibayarkan untuk
melindungi jenis bambu lesser known species secara optimal. Besarnya nilai WTP yang diajukan kepada responden dalam penelitian ini ditetapkan acuan nilaiharga
dari jenis bambu lain. c.
Penentuan nilai pilihan Nilai pilihan ditentukan dengan menggunakan formula sebagai berikut:
TWTP = EWTP x Kb............................................................................................7 Keterangan:
TWTP : Total WTP EWTP : Dugaan rataan WTP
Kb
: Kepadatan bambu batangha d. Mengevaluasi penggunaan CVM
Tahap ini dilakukan untuk menilai sejauh mana penerapan CVM berhasil dilakukan. Penilaian tersebut dilakukan dengan memberikan pertanyaan-
pertanyaan seperti apakah responden benar-benar mengerti mengenai pasar hipotetik, berapa banyak kepemilikan responden terhadap barangjasa lingkungan
yang terdapat dalam pasar hipotetik, seberapa baik pasar hipotetik yang dibuat dapat mencakup semua aspek barangjasa lingkungan, seberapa besar tingkat
kesalahan responden dalam menjawab pertanyaan yang diajukan, dan pertanyaan sejenis lainnya.