Rule Peraturan Opportunity peluang , suatu perilaku bermasalah timbul karena peraturan Capacity kapasitas , suatu peraturan perundang-undangan tidak berhasil Communication komunikasi , pelaku dan para pihak yang menjadi adressat Inter

4. Memilih tindakan sebagai kebijakan yang paling tepat. 5. Pelaksanaan kebijakan. 6. Evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan. Pembuatan kebijakan di bidang kehutanan menurut Kartodihardjo 2006 menggunakan kerangka pemikiran yang lebih bertumpu pada aspek-aspek teknis dan teknologi dan belum memperhatikan arah perilaku aktor-aktor yang terlibat sebagai unit-unit pengambil keputusan. Kebijakan kehutanan lebih banyak dipengaruhi oleh perkembangan ilmu kehutanan yang menggunakan pendekatan ilmiah misalnya penerapan manajemen hutan yang mengatur waktu rotasi optimal dengan asumsi hutan milik individu bukan sumberdaya milik publik. Bahkan konsep pengelolaan hutan yang dilakukan oleh masyarakat lokal belum pernah diadopsi pemerintah sebagai bentuk pengelolaan hutan secara legal. Pembuatan kebijakan membutuhkan penyempurnaan visi tentang keberadaan dan pemanfaatan fungsi sumberdaya hutan sebagai sumberdaya milik publik.

2.3. Analisis Isi Kebijakan

Kebijakan publik merupakan instrumen yang dibuat untuk memberikan solusi atas permasalahan, namun seringkali kebijakan yang diambil tidak menyelesaikan masalah bahkan melahirkan masalah baru. Permasalahan atau perilaku bermasalah yang berkaitan dengan suatu kebijakan dapat ditelusuri melalui evaluasi isi kebijakan dengan menggunakan pendekatan Rule, Opportunity, Capacity, Communication, Interest, Process, Ideology ROCCIPI Seidman, et al. 2001.

1. Rule Peraturan

, suatu perilaku bermasalah timbul justru karena peraturan perundang-undangannya sendiri. Peraturan perundang-undangan berpotensi menjadi pemicu munculnya perilaku bermasalah karena beberapa faktor, antara lain : a Rumusan normanya rancu dan membingungkan; b Peraturan yang bersangkutan malah memberi peluang terjadinya perilaku bermasalah; c Peraturan tidak menghilangkan penyebab perilaku bermasalah; d Peraturan membuka peluang terjadinya perilaku tidak transparan, tidak akuntabel, dan tidak partisipatif; e Peraturan memberikan kewenangan yang berlebihan kepada pelaksana.

2. Opportunity peluang , suatu perilaku bermasalah timbul karena peraturan

perundang-undangan yang dibuat ternyata tidak dapat mempersempit peluang baik peluang politik, ekonomi, sosial, budaya maupun geografis pelaku yang menjadi sasaran adressat untuk tidak mentaati suatu peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain peraturan perundang-undangan justru memberi peluang untuk tidak ditaati.

3. Capacity kapasitas , suatu peraturan perundang-undangan tidak berhasil

diimplementasikan karena aktor pelaksana, lembaga pelaksana, pendukung peraturan perundang-undangan yang terkait tidak memiliki kemampuan baik dari segi politik, ekonomi, yuridis ataupun sosial untuk mengimplementasikan peraturan perundang- undangan.

4. Communication komunikasi , pelaku dan para pihak yang menjadi adressat

peraturan perundang-undangan seringkali tidak mentaati aturan karena tidak mengetahui adanya suatu peraturan perundang-undangan, sedangkan negara sering tidak tertib dalam mengumumkan peraturannya.

5. Interest kepentingan

, tingkat dukungan dan ketaatan para pelaku yang menjadi adressat suatu peraturan dipengaruhi oleh penilaiannya tentang manfaat dan kerugian politik, ekonomi maupun sosial budaya yang diperolehnya dari suatu peraturan perundang-undangan.

6. Proceess proses , tingkat ketaatan dan partisipasi terhadap suatu peraturan

Dokumen yang terkait

Kajian Patologi Hog Cholera Kasus Outbreak Tahun 2006 Di Kabupaten Jayapura Provinsi Papua

0 18 274

Pola Konsumsi Pangan Masyarakat Papua (Studi Kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua)

2 15 162

Kajian Patologi Hog Cholera Kasus Outbreak Tahun 2006 Di Kabupaten Jayapura Provinsi Papua

7 37 132

TESIS KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI PAPUA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT BERDASARKAN OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA.

0 4 14

PENDAHULUAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI PAPUA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT BERDASARKAN OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA.

0 2 20

TINJAUAN PUSTAKA KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI PAPUA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT BERDASARKAN OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA.

0 4 41

KESIMPULAN DAN SARAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI PAPUA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT BERDASARKAN OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA.

0 4 7

Analisis kelayakan finansial dan ekonomi perusahaan kayu gergajian merbau dan woodworking terintegrasi di Papua studi kasus di Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom

0 30 138

ANALISIS PEMANFAATAN FASILITAS KESEHATAN PUSKESMAS OLEH MASYARAKAT Analisis Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan Puskesmas Oleh Masyarakat Di Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen.

0 1 14

PENGAMBILALIHAN TANAH YANG DITERLANTARKAN OLEH MASYARAKAT ADAT DI SENTANI, KABUPATEN JAYAPURA, PROVINSI PAPUA DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR.

0 0 1