sasaran adressat untuk tidak mentaati suatu peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain peraturan perundang-undangan justru memberi peluang untuk tidak ditaati.
3. Capacity kapasitas , suatu peraturan perundang-undangan tidak berhasil
diimplementasikan karena aktor pelaksana, lembaga pelaksana, pendukung peraturan perundang-undangan yang terkait tidak memiliki kemampuan baik dari segi politik,
ekonomi, yuridis ataupun sosial untuk mengimplementasikan peraturan perundang- undangan.
4. Communication komunikasi , pelaku dan para pihak yang menjadi adressat
peraturan perundang-undangan seringkali tidak mentaati aturan karena tidak mengetahui adanya suatu peraturan perundang-undangan, sedangkan negara sering
tidak tertib dalam mengumumkan peraturannya.
5. Interest kepentingan
, tingkat dukungan dan ketaatan para pelaku yang menjadi adressat suatu peraturan dipengaruhi oleh penilaiannya tentang manfaat dan kerugian
politik, ekonomi maupun sosial budaya yang diperolehnya dari suatu peraturan perundang-undangan.
6. Proceess proses , tingkat ketaatan dan partisipasi terhadap suatu peraturan
perundang-undangan sangat dipengaruhi oleh tingkat akses informasi, partisipasi dan keadilan yang dibangun baik dalam proses pembentukan maupun dalam penormaan
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
7. Ideology ideologi
, pembentukan peraturan perundang-undangan harus memastikan a nilai yang dianut masyarakat untuk merasa berfikir dan bertindak; b
sikap, baik sikap mental, pandangan hidup, pemahaman keagamaan, budaya, dsb dari para aktorpelaku yang jadi penyebab perilaku bermasalah masuk dalam objek
pengaturan. Hal ini bertujuan untuk mengarahkan aktor tersebut sampai pada kesimpulan bahwa pemahamannya terhadap nilai dan sikap yang dianut tersebut tidak
tepat dan kemudian undang-undang mampu mengarahkan pada nilai dan sikap yang benar.
2.4. Analisis Para Pihak Stakeholder Analisis
Analisis Stakeholder adalah suatu pendekatan dan prosedur untuk mencapai pemahaman suatu sistem dengan cara mengidentifikasikan aktor-aktor kunci atau
stakeholder kunci di dalam sistem, dan menilai kepentingan masing-masing di dalam sistem tersebut. Stakeholder dapat bersifat individual, masyarakat, kelompok sosial
atau institusi dalam berbagai ukuran, kesatuan, atau tingkat dalam masyarakat. Analisis stakeholder memandu kita untuk dapat sampai pada persoalan dan
memahami alasan yang ada di balik konflik kepentingan yang mengancam keberhasilan suatu proyek atau kebijakan Grimble dan Chan, 2005.
Selanjutnya Grimbe dan Chan 2005 menjelaskan bahwa analisis stakeholder cenderung relevan jika :
1. Ada Eksternalitas, contohnya jika pengguna air bagian hilir sungai terpengaruh oleh pemanfaatan dan polusi air di daerah hulu. Tidak selalu eksternalitas bersifat
negatif. 2. Hak-hak milik terbuka atau tidak jelas hak kepemilikan, analisis stakeholder
cocok untuk situasi dimana sumber daya contohnya hutan dikelola sebagai hak bersama dan bukan merupakan sumberdaya milik pribadi.
3. Level Stakeholder yang berbeda-beda dengan kepentingan dan agenda yang berbeda. Ini meliputi kepentingan makro dan mikro dan mulai dari pemerintah,
LSM, swasta sampai dengan masyarakat lokal. 4. Trade offs yang perlu dibuat pada tingkat kebijakan atas pemanfaatan dan
pengelolaan sumber daya. Contohnya jika tujuan kebijakan nasional mendorong pelestarian hutan, tetapi masyarakat lokal justru berminat atau berkepentingan
terhadap pembabatan hutan untuk lahan perkebunan. Meyers 2005 menyatakan bahwa dalam analisis stakeholder diperlukan
pemahaman tentang posisi orang lain menghadapi isu yang ada, sehingga dapat menakar tingkat dukungan atau oposisi dari orang lain, dan memprediksi langkah
yang akan diambil jika terjadi perubahan. Diperlukan suatu pendekatan terorganisir yang disebut analisis kekuatan stakeholder. Analisis stakeholder adalah suatu piranti
untuk membantu memahami bagaimana masyarakat mempengaruhi kebijakan dan lembaga dan sebaliknya bagaimana kebijakan dan lembaga mempengaruhi mereka.
Selanjutnya menurut Meyers 2005 stakeholder mempunyai derajat kekuatan yang berbeda-beda untuk mengontrol keputusan yang berpengaruh pada kebijakan
dan lembaga, dan mereka memiliki derajat potensi yang berbeda untuk disumbangkan atau derajat kepentingan yang berbeda untuk mencapai tujuan tertentu.
1. Kekuatan untuk mempengaruhi kebijakan atau lembaga berakar dari kontrol keputusan dengan efek positif atau negatif. Kekuatan stakeholder dapat
dimengerti pada tingkat kemampuan stakeholder untuk membujuk atau memaksa orang lain membuat keputusan, dan mengikuti serangkaian tindakan tertentu.
Kekuatan dapat berasal dari sifat organisasi stakeholder atau posisi mereka dalam hubungannya dengan stakeholder lain.
2. Potensi untuk mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kebijakan dan lembaga berada pada karakteristik yang spesifik terhadap konteks dan lokasi, seperti halnya ilmu
pengetahuan dan hak. Yang menjadi perhatian khusus disini adalah stakeholder yang mempunyai potensi besar tetapi kekuatan lemah. Persoalan kebutuhan dan
kepentingan stakeholder
paling penting dalam banyak inisiatif untuk meningkatkan proses kebijakan dan lembaga.
2.5. Saluran Pemasaran