dengan aspirasi merdeka, dan memberikan pengakuan identitas kultural masyarakat Papua.
2.2. Pembuatan Kebijakan
Proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Aktivitas politis
tersebut dijabarkan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu :
penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Setiap tahap berhubungan dengan tahap berikutnya, dan
tahap terakhir penilaian kebijakan dikaitkan dengan tahap pertama penyusunan agenda, atau tahap di tengah Dunn, 1994.
Pengalaman di Indonesia menunjukkan bahwa pembuatan kebijakan tidak hanya didorong oleh kepentingan pemerintah, tetapi juga melibatkan proses
pembelajaran bagi pembuat kebijakan dimana gagasan kebijakan memainkan peran utama Lindayati, 2003. Sutton 1999 menjelaskan tentang urutan pembuatan
kebijakan dalam model rasional sebagai berikut : 1. Mengenali dan merumuskan isu yang diperkirakan sebagai masalah.
2. Merumuskan tindakan untuk mengatasi masalah. 3. Memberi bobot terhadap alternatif tindakan dengan mengenali resiko dan
hambatan yang mungkin terjadi. Perumusan Masalah
Peramalan
Rekomendasi
Pemantauan Penyusunan
Agenda
Penilaian Formulasi
Kebijakan
Adopsi Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Penilaian Kebijakan
Gambar 2. Prosedur Pembuatan Kebijakan Dunn,1994
4. Memilih tindakan sebagai kebijakan yang paling tepat. 5. Pelaksanaan kebijakan.
6. Evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan. Pembuatan kebijakan di bidang kehutanan menurut Kartodihardjo 2006
menggunakan kerangka pemikiran yang lebih bertumpu pada aspek-aspek teknis dan teknologi dan belum memperhatikan arah perilaku aktor-aktor yang terlibat sebagai
unit-unit pengambil keputusan. Kebijakan kehutanan lebih banyak dipengaruhi oleh perkembangan ilmu kehutanan yang menggunakan pendekatan ilmiah misalnya
penerapan manajemen hutan yang mengatur waktu rotasi optimal dengan asumsi hutan milik individu bukan sumberdaya milik publik. Bahkan konsep pengelolaan
hutan yang dilakukan oleh masyarakat lokal belum pernah diadopsi pemerintah sebagai bentuk pengelolaan hutan secara legal. Pembuatan kebijakan membutuhkan
penyempurnaan visi tentang keberadaan dan pemanfaatan fungsi sumberdaya hutan sebagai sumberdaya milik publik.
2.3. Analisis Isi Kebijakan