II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Masyarakat Adat dan Otonomi Khusus Papua
Istilah ‘adat’ dalam bahasa Indonesia memiliki arti ‘kebiasaan’ atau ‘tradisi’ dan mengandung konotasi tata tertib yang tenteram dan konsensus. Menurut Sangaji
2010, sebutan masyarakat adat cenderung merupakan terjemahan dari indigenous people
dan atau tribal people. Kingsbury 1995 dalam Sangaji 2010 memberikan ciri untuk mengenali kelompok-kelompok yang disebut Indigenous people, dengan
sejumlah karakteristik pokok, yaitu : 1 mengindentifikasi dirinya secara otonom sebagai kelompok suku yang berbeda; 2 pengalaman historis dalam hubungan
dengan kerentanan kondisi kehidupan mereka terhadap gangguan, dislokasi, dan eksploitasi; 3 memiliki hubungan yang panjang dengan wilayah yang didiaminya;
dan 4 berkeinginan mempertahankan ideologi yang berbeda. Moniaga 2010
mendefinisikan masyarakat adat sebagai kelompok masyarakat yang memiliki asal- usul secara turun-temurun di wilayah geografis tertentu, serta memiliki sistem nilai,
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan wilayah sendiri. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi
Provinsi Papua mendefinisikan adat sebagai kebiasaan yang diakui, dipatuhi dan dilembagakan, serta dipertahankan oleh masyarakat adat setempat secara turun-
temurun. Sedangkan definisi Masyarakat adat adalah warga masyarakat asli Papua yang hidup dalam wilayah dan terikat serta tunduk kepada adat tertentu dengan rasa
solidaritas yang tinggi di antara para anggotanya. Terdapat kurang lebih 250 suku atau masyarakat adat yang mempunyai bahasa berbeda dengan jumlah penduduk
dalam tiap kelompok suku yang relatif kecil. Undang-Undang Otonomi Khusus Otsus bagi Provinsi Papua merupakan
suatu kebijakan yang mendukung pemberdayaan masyarakat adat, hal ini didukung dengan adanya pembentukan lembaga Majelis Rakyat Papua MRP yang
beranggotakan wakil dari kelompok adat. Menurut Widjojo 2009, Undang-Undang Otsus Papua merupakan kebijakan afirmatif affirmative action policy yang
diharapkan mampu mengangkat harkat dan martabat masyarakat adat Papua yang belum memiliki sumberdaya yang memadai guna menghadapi persaingan yang sehat
dan normal. Menurut Wanggai 2009, Undang-Undang Otsus merupakan sarana
rekonsiliasi paling realistis yang dapat menjembatani antara kepentingan pemerintah
dengan aspirasi merdeka, dan memberikan pengakuan identitas kultural masyarakat Papua.
2.2. Pembuatan Kebijakan