Tabel 18. Kerugian Negara dan Pemerintah Daerah dari Kegiatan Pemanfaatan
Kayu di Kab. Jayapura.
No. Kelompok
Jenis Volume
Bulan m
3
Kerugian Negara Kerugian Pemda
PSDH Rp. DR US
PSDH Rp.
DR US 1.
Merbau 200
30.000.000 2.600
9.600.000 1.040
2. Meranti
600 30.240.000
7.800 9.676.800
3.120 Jumlah
800 60.240.000
10.400 19.276.800 4.160
Hasil pencatatan di pos kehutanan menunjukkan bahwa rata-rata volume kayu yang diangkut ke Kota Sentani sebanyak ± 800 m
3
per bulan. Jumlah ini sesungguhnya masih lebih rendah dibanding data rata-rata jumlah kayu yang diterima
8 delapan kios kayu yang berada di Kota Sentani yaitu sekitar ± 1.000 m
3
per bulan.
5.4. Analisis Para Pihak Stakeholder Analisys
Stakeholder dikategorikan sesuai dengan kepentingan dan pengaruh yang
mereka miliki terhadap kondisi pemanfaatan kayu oleh masyarakat adat di Kabupaten Jayapura. Terdapat 3 tiga kategori stakeholder, yaitu :
1. Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan legal
dalam hal pemberian ijin maupun pengambilan keputusan Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura.
2. Stakeholder utama merupakan stakeholder yang mempunyai kaitan kepentingan langsung dengan kegiatan pemanfaatan kayu Masyarakat adat dan swasta.
3. Stakeholder pendukung merupakan stakeholder yang tidak memiliki kepentingan langsung namun memiliki kepedulian terhadap kegiatan pemanfaatan kayu
DPRD dan LSM. Hasil wawancara mendalam diperoleh informasi pendapat stakeholder tentang
kegiatan pemanfaatan kayu oleh masyarakat adat di Kabupaten Jayapura. Pendapat stakehoder
tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.
Sebanyak 57,2 stake oleh masyarakat adat karena
1. Belum ada peraturan yang memanfaatkan kayu pada
2. Kegiatan pemanfaatan k kebutuhan kayu lokal.
3. Undang-Undang Otonom adat untuk memanfaatkan sum
Sebanyak 14,2 stak kayu oleh masyarakat adat ka
peraturan atau perijinan. Se pemerintah daerah terkesan
oleh masyarakat berjalan tanpa tidak setuju dengan kegiatan
mereka kegiatan tanpa pe pengawasan, pengendalian,
yang dimanfaatkan. Tanggapan stakeholde
mengetahui adanya ketidakse Jayapura. Belum terlihat ada
0,00 10,00
20,00 30,00
40,00 50,00
60,00 70,00
80,00 90,00
100,00
Stakeholde Kunci 57,20
14,2
Gambar 4. Pendapa
Masyara
akeholder kunci setuju terhadap kegiatan peman
na beberapa alasan, yaitu : ang memberikan kesempatan kepada masyarakat
da areal ulayat. n kayu oleh masyarakat adat digunakan untuk
onomi Khusus memberikan kesempatan kepada kan sumberdaya alam dalam areal ulayatnya.
akeholder kunci ragu-ragu terhadap kegiatan p
t karena menurut mereka kegiatan ini tidak didukung Selain itu pengalaman kegiatan IPK-MA me
n sangat hati-hati bahkan membiarkan pemanf anpa perijinan.
Sebanyak 28,6 stakeholder an pemanfaatan kayu oleh masyarakat adat kare
perijinan menyebabkan pemerintah sulit n, dan program yang bersifat tehnis terhadap
holder kunci menunjukkan bahwa pemerintah da
ksesuain antara kebijakan dan kondisi pemanfaa danya upaya yang dilakukan oleh pemerintah da
Stakeholde Kunci Stakeholder
Utama Stakeholder
Pendukung 57,20
100,0
28,6 14,2
0,0 71,4
28,6
0,0 0,0
pat stakeholder tentang Kegiatan Pemanfaatan K rakat Adat
anfaatan kayu
kat adat untuk
uk memenuhi
da masyarakat
n pemanfaatan didukung oleh
menyebabkan anfaatan kayu
r kunci yang
rena menurut t melakukan
ap areal-areal
h daerah telah aatan kayu di
h daerah dinas
Setuju Ragu-ragu
Tidak Setuju
n Kayu oleh
kehutanan untuk mencari solusi terhadap masalah kebijakan pemanfaatan kayu. Mengindari penilaian negatif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat
menyebabkan Dinas Kehutanan lebih memilih untuk membiarkan masyarakat memanfaatkan kayu tanpa perijinan. Kondisi ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak
berkepentingan seperti industri kayu dan kios kayu termasuk penunggang bebas free rider
untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum dan mengurangi pendapatan masyarakat adat dan pemerintah.
Pendapat stakeholder utama seperti pada Gambar 4 dikemukakan dengan alasan-alasan sebagai berikut :
1. Masyarakat adat mempunyai hak yang sama dengan para pendatang perusahaan. Mereka juga menganggap bahwa UU Otsus mendukung masyarakat adat untuk
memanfaatkan hutan. 2. Kegiatan yang dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, jumlah
kayu yang dimanfaatkan juga lebih sedikit dari jumah kayu yang pernah dimanfaatkan oleh perusahaanswasta bahkan kondisi ini juga menguntungkan
oknum pemerintah untuk melakukan pungutan liar. 3. Pemerintah juga telah mengetahui bahwa ada kegiatan pemanfaatkan kayu tanpa
ijin namun membiarkannya. Menurut mereka pembiaran oleh pemerintah sengaja dilakukan karena perijinan untuk masyarakat ‘mungkin’ tidak menguntungkan
bagi pemerintah. 4. Kegiatan pemanfaatan kayu tersebut mendukung pembangunan karena digunakan
untuk pemenuhan kebutuhan kayu lokal. Stakeholder
utama khususnya masyarakat adat sesuai hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa masyarakat banyak dirugikan dengan kegiatan pemanfaatan
kayu tanpa perijinan. Namun dari hasil wawancara menunjukkan bahwa seluruh stakeholder
utama termasuk masyarakat adat setuju dengan kondisi pemanfaatan kayu yang sementara berjalan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat adat membutuhkan
pengakuan atas keberadaan dan hak akses terhadap sumberdaya hutan. Stakeholder
pendukung yang setuju dikemukakan dengan alasan Undang- Undang Otonomi Khusus memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
memanfaatkan sumberdaya alam bagi kesejahteraanmemenuhi kebutuhan hidup.
Pendapat ragu-ragu dikemukakan dengan alasan : 1. Pemanfaatan kayu tanpa ijin oleh masyarakat adat merupakan bentuk konspirasi
antara pemerintah dan swasta untuk memenuhi kepentingan pihak swasta. 2. Kondisi tanpa perijinan tidak memberikan proses belajar tentang bagaimana
pengelolaan hutan yang lestari dan berkelanjutan. Kondisi ini justru merusak kelembagaan adat dan masyarakat adat ikut terpengaruh dengan kebiasaan
eksploitatif yang dilakukan oleh perusahaan atau pihak luar. Alasan yang dikemukakan stakeholder kunci, stakeholder utama, dan
stakeholder pendukung jelas menunjukkan bahwa pemanfaatan kayu oleh masyarakat
adat sekalipun tanpa perijinan tetapi ketiga stakeholder memahami adanya peluang melalui otonomi khusus yang dapat mengakomodir kepentingan masyarakat adat.
Stakeholder kunci khususnya Dinas Kehutanan memahami adanya kelemahan
kebijakan dalam menjawab kebutuhan masyarakat. Pengalaman IPK-MA
membuktikan bahwa pemanfaatan sumber daya hutan sesuai Undang-Undang Otonomi Khusus Papua harus tetap mengacu pada undang-undang atau peraturan
sektor kehutanan sekalipun peraturan tersebut bertentangan dengan semangat otonomi khusus.
Rancangan PERDA Kabupaten Jayapura untuk mengatasi masalah pemanfaatan kayu oleh masyarakat mengalami kendala karena tidak memiliki
dukungan dari peraturan yang lebih tinggi Peraturan Menteri Kehutanan. Butuh keberanian dan profesinalisme dari aparatur di Kabupaten Jayapura untuk melakukan
terobosan-terobosan guna menjawab permasalahan trade offs kebijakan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Menurut Dwiyanto 2011 aparatur
pemerintah yang memiliki profesionalisme tinggi cenderung tidak toleran terhadap proseduralisme yang membelenggu dan menjauhkan mereka dari kreativitas dan
inovasi.
5.5. Analisis Efektifitas Kelembagaan Adat