Saluran Pemasaran Analisis Efektivitas Kelembagaan Adat

1. Kekuatan untuk mempengaruhi kebijakan atau lembaga berakar dari kontrol keputusan dengan efek positif atau negatif. Kekuatan stakeholder dapat dimengerti pada tingkat kemampuan stakeholder untuk membujuk atau memaksa orang lain membuat keputusan, dan mengikuti serangkaian tindakan tertentu. Kekuatan dapat berasal dari sifat organisasi stakeholder atau posisi mereka dalam hubungannya dengan stakeholder lain. 2. Potensi untuk mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kebijakan dan lembaga berada pada karakteristik yang spesifik terhadap konteks dan lokasi, seperti halnya ilmu pengetahuan dan hak. Yang menjadi perhatian khusus disini adalah stakeholder yang mempunyai potensi besar tetapi kekuatan lemah. Persoalan kebutuhan dan kepentingan stakeholder paling penting dalam banyak inisiatif untuk meningkatkan proses kebijakan dan lembaga.

2.5. Saluran Pemasaran

Dalam pemasaran hasil hutan kayu dari hutan alam terdapat pelaku ekonomi yang terlibat langsung dan tidak langsung dalam menjalankan fungsi pemasaran dan membentuk saluran pemasaran. Pelaku dalam saluran pemasaran dapat berupa perorangan maupun badan usaha yang berfungsi menyalurkan produk maupun penyediaan jasa dalam mendukung pemasaran hasil hutan kayu serta mampu menjawab keinginan konsumen untuk memperoleh produk yang sesuai dengan waktu time utility, tempat place utility, dan bentuk form utility. Dalam saluran pemasaran kayu dari hutan alam terdapat beberapa lembaga pemasaran, yaitu: 1 Produsen, lembaga ini sebenarnya tidak memiliki produk tetapi menguasai produk, termasuk dalam kategori ini adalah masyarakat adat, dan pemegang ijin pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan kayu; 2 Pedagang perantara, lembaga ini memiliki jaringanhubungan yang baik dengan produsen maupun konsumen; 3 Konsumen, lembaga ini terdiri dari pemegang Ijin Usaha Industri Pengolahan Hasil Hutan Kayu IUIPHHK dengan tujuan ekspor dan pemilik kios kayu dengan tujuan pemenuhuan kayu untuk kebutuhan lokal.

2.6. Pendapatan Masyarakat Adat dan Pemerintah Daerah

Masyarakat adat tidak memperoleh pendapatan dari kegiatan pemanfaatan kayu yang dilakukan oleh pemegang ijin investor. Pendapatan yang diperoleh oleh masyarakat adat berupa kompensasi atas pemanfaatan kayu oleh investor. Standarisasi kompensasi diatur sesuai Keputusan Gubernur Propinsi Papua, dan Peraturan Bupati Kabupaten Jayapura. Besarnya kompensasi dibedakan menurut kelompok jenis, yaitu : merbau, non merbau, kayu indah, dan kayu bakau, seperti dijelaskan pada Tabel 1. Tabel 1. Standarisasi Kompensasi bagi Masyarakat Adat sesuai Keputusan Gubernur Kel. Jenis Kep.Gub No.502001 Rp.m 3 Kep.Gub No.1842004 Rp.m 3 Kayu Indah 50.000 100.000 Kayu Merbau 25.000 50.000 Kayu Non Merbau 10.000 10.000 Kayu Bakau 1.000 3.000 Keputusan Bupati Jayapura No.41 tahun 2002 dan Keputusan Bupati Jayapura No.13 tahun 2005 merupakan penjabaran Keputusan Gubernur Papua yang lebih detail mengatur tentang distribusi kompensasi dalam kelompok masyarakat adatpemilik ulayat. Distribusi kompensasi sesuai Keputusan Bupati Jayapura diatur sebagai berikut : 1. Pemilik hak ulayat dari blok penebangan : 75 2. Pemilik hak ulayat jalan logging : 10 3. Tempat Penimbunan Kayu TPK,logpond: 10 4. Penunjang Pembangunan DesaKampung : 5 Besar kecilnya pendapatan masyarakat dari kegiatan pemanfaatan kayu dengan perijinan yang sah maupun tanpa perijinan sah dipengaruhi oleh kemampuan masyarakat pengenalan jenis, pengukuran volume kayu, komitmen investor transparansi, dan peran pemerintah dalam mengawasi jalannya suatu kebijakan dan kesepakatan yang dibangun antara masyarakat dan investor. Pendapatan Pemerintah Kabupaten Jayapura dari Sektor Kehutanan bersumber dari Dana Perimbangan sesuai Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pendapatan pemerintah daerah diperoleh dari badan bagi hasil sesuai hasil pungutan Provisi Sumber Daya Hutan PSDH dan Dana Reboisasi yang disesuaikan dengan volume produksi. Proporsi pembagian antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dijelaskan pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Proporsi PNBP Sektor Kehutanan antara Pemerintah Pusat dan Daerah No. Sumber PNBP Alokasi Keuangan Keterangan Pusat Daerah 1. PSDH 20 80 32 Kab. Penghasil 32 Kab. Pengahasil dlm Prop. 16 Propinsi 2. DR 60 40 Daerah penghasilkabupaten Sumber : UU No. 33 Tahun 2004 Tarif Dana Reboisasi DR diatur sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 1999 tentang Perubahan kedua atas PP No. 59 Tahun 1998 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Tarif DR disesuaikan peraturan tersebut untuk wilayah Irian Jaya Papua adalah sebagai berikut : 1. Kelompok Jenis Meranti : US 13 meter 3 2. Kelompok Rimba Campuran : US 10,5 meter 3 3. Kelompok Kayu Indah : US 18 meter 3 Untuk PSDH diatur sesuai Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan tentang penetapan harga patokan PSDH sesuai pengelompokan jenis, seperti dijelaskan dalam Tabel 3. Tabel 3. Penetapan Harga Patokan PSDH untuk Wilayah Irian Jaya Papua Kelompok Jenis Harga Patokan PSDH dalam rupiahmeter 3 SK.Menperindag No. 2682000 SK.Menperindag No. 572001 SK.Menperindag No. 4442003 Permendag No. 082007 Meranti 530.000 530.000 414.000 504.000 Rimba Campuran 265.000 265.000 221.000 270.000 Merbau - - - 1.500.000 Kayu Indah 905.000 905.000 905.000 1.086.000 Pola Penguasaan Tanah oleh Masyarakat Adat di Kabupaten Jayapura Pola penguasaan tanah di Papua umumnya menggambarkan adanya hak pemilikan oleh marga dan pengaturan penggunaan suatu areal untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan hidup suatu kelompok suku yang terdiri dari beberapa marga. Pemilikan tanah adat oleh marga biasanya merupakan warisan generasi sebelumnya. Dalam setiap suku terdapat beberapa marga yang dalam struktur kelembagaan adat terdiri dari beberapa level antara lain level pemimpinkepala suku yaitu marga-marga besar yang menguasai lebih banyak tanah adat, level bawah yaitu marga-marga kecil yang dalam struktur adat bukan merupakan pemimpin namun memiliki hak pemilikan atas tanah adat dengan luasan yang lebih rendah. Dalam suatu marga biasanya telah dilakukan pembagian penguasaan lahan kepada masing-masing individu penerus marga. Menurut Kawer 2007 terdapat lima pola penguasaan tanah masyarakat hukum adat Namblong genyem, yaitu :

1. Tanah Warisan Kunare Sip, yaitu tanah yang dimiliki berdasarkan garis

keturunan ayahtanah warisan dari generasi sebelumnya.

2. Tanah Pinjaman Ambuangdong Usu Sip, yaitu tanah yang diberikan sementara

dengan jangka waktu tertentu atau dipinjamkan oleh pihak pemilik sukumarga kepada pihak lain diluar marga untuk digunakan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Apabila tanah tersebut sudah tidak dimanfaatkan maka tanah tersebut kembali kepada pihak pemilik marga.

3. Tanah HadiahTanda Jasa Ulu Didong Usu Sip, yaitu tanah yang diserahkan

atau dipindahtangankan oleh pemilik ulayatmarga kepada orang lain diluar marga karena jasa baik dan prestasi yang diberikan kepada para pemilik ulayat.

4. Tanah dikuasai karena Perkawinan Ki Tang De Sip, yaitu tanah yang dimiliki

karena perkawinan. Pemilik tanah adalah anak perempuan, hak anak perempuan atas tanah berlaku hanya selama dia masih hidup. Setelah anak perempuan meninggal hak itu tidak dapat dipindahkan ke pihak suaminya,tetapi dikembalikan kepada saudara laki-laki penerus marga.

5. Tanah Denda Lugeambu Rumdu, yaitu tanah yang diserahkan sebagai

pembayaran atau sebaliknya diterima sebagai pembayaran atas suatu perkara pembunuhan dari pihak marga kepada keluarga korban dan kemudian dikuasai secara turun-temurun.

2.7. Analisis Efektivitas Kelembagaan Adat

Analisis ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan modal sosial social capital yang dimiliki dan diterapkan oleh masyarakat adat pada kegiatan pengelolaan hutan. Masyarakat adat sesuai Moniaga 2010 adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal-usul secara turun-temurun di wilayah geografis tertentu, serta memiliki sistem nilai, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan wilayah sendiri. Tata aturan adat adalah aturan yang diproduksi oleh masyarakat sendiri, diwarisi dan dipelajari dari generasi sebelumnya, diajarkan dan diwariskan kepada generasi berikutnya, bukan diproduksi oleh pemerintah. Menurut Uphoff 2000 untuk memahami modal sosial dapat dilakukan dengan memperhatikan dua fenomena yaitu struktural dan kognitif. Kategori struktural dikaitkan dengan berbagai bentuk organisasi yang mengatur tentang peran, aturan, preseden, dan prosedur serta berbagai macam jaringan yang berkontribusi kepada kerjasama atau tindakan kolektif yang saling menguntungkan mutually beneficial collective action, MBCA. Kategori kognitif yaitu norma, nilai, sikap, dan kepercayaan yang dipakai untuk menjalankan tindakan kolektif yang saling menguntungkan MBCA. Terdapat dua orientasi dalam penerapan norma, nilai, sikap, dan kepercayaan, yaitu orientasi kearah pihak lain dan orientasi untuk mewujudkan tindakan sendiri. Orientasi kearah orang lain dengan melihat bagaimana orang lain menerapkan norma, nilai, sikap, dan kepercayaan sehingga hubungan sosial dapat berjalan sebagai hasil dari tindakan solidaritas. Orientasi untuk tindakan sendiri dengan kepercayaan bahwa pembalasan reciprocation terhadap sikap orang lain yang menjunjung norma, nilai, sikap, dan kepercayaan akan tercipta kerjasama yang bersifat kedermawanan. Kedermawanan dalam melaksanakan norma, nilai, sikap, dan kepercayaan memberikan harapan bahwa moralitas yang tinggi akan mendapatkan pahala virtue will be rewarded .

2.8. Bentuk Pelanggaran dalam Pemanfaatan Kayu

Dokumen yang terkait

Kajian Patologi Hog Cholera Kasus Outbreak Tahun 2006 Di Kabupaten Jayapura Provinsi Papua

0 18 274

Pola Konsumsi Pangan Masyarakat Papua (Studi Kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua)

2 15 162

Kajian Patologi Hog Cholera Kasus Outbreak Tahun 2006 Di Kabupaten Jayapura Provinsi Papua

7 37 132

TESIS KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI PAPUA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT BERDASARKAN OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA.

0 4 14

PENDAHULUAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI PAPUA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT BERDASARKAN OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA.

0 2 20

TINJAUAN PUSTAKA KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI PAPUA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT BERDASARKAN OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA.

0 4 41

KESIMPULAN DAN SARAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI PAPUA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT BERDASARKAN OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA.

0 4 7

Analisis kelayakan finansial dan ekonomi perusahaan kayu gergajian merbau dan woodworking terintegrasi di Papua studi kasus di Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom

0 30 138

ANALISIS PEMANFAATAN FASILITAS KESEHATAN PUSKESMAS OLEH MASYARAKAT Analisis Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan Puskesmas Oleh Masyarakat Di Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen.

0 1 14

PENGAMBILALIHAN TANAH YANG DITERLANTARKAN OLEH MASYARAKAT ADAT DI SENTANI, KABUPATEN JAYAPURA, PROVINSI PAPUA DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR.

0 0 1